Jumat, 25 Oktober 2013

BISMILLAHIN NURI NURUN’ALA NURINI

Inilah risalah singkat menjelaskan tentang martabat
7 (tujuh). Karena Martabat 7 (tujuh) itulah tahkiknya
paham Ma’rifat atau sempuna bagi Aulia Allah
yang semuanya mempunyai keramat besar dalam
sejarah Mazhab Ahlul Sunnah Waljama’ah yang 4
(empat).
Adapun yang mula mula menyusun martabat 7
(tujuh) itu ialah SYEH AHMAD KUSASI BIN
MUHAMMAD AL MADANI WALI KUTUB RABBANI
RIJALUL CHAID yang masyur itu. Kemudian
diteruskan lagi oleh murid muridnya yang bernama
SYEH ABDURRAUB, SYEH MUHAMMAD SEMAN
dan lain lainnya yang semuanya berderajat Wali
Kutubburrabani.
Adapun marabat 7 (tuju) itu adalah berdasakan
hokum AKLI dan NAKLI, untuk memahami Rahasia
kebesaran Nabi kita Muhammad SAW yang
sebenar benarnya karena himpunan segala rahasia
Allah itu adalah terhimpun pada Wujud diri Nabi
kita yang bernama denan Muhammad itu dan
kezahiran Nabi kita itu menurut kezahiran manusia
biasa denan beribu berbapak dan sebagainya.
Adapun arti martabat itu ialah tingkatan kezahiran
rahasia Allah Ta’ala dan bersusun.
Martabat AHDIAH
Martabat WAHDAH
Martabat WAHIDIYAH
Martabat ALAM ARWAH
Martabat ALAM MISAL
Martabat ALAM ZASAM
Martabat ALAM INSYAN.
PENJELASAN SATU PERSATU.
1. MARTABAT AHDIAH
Martabat Ahdiah bermakna Keesaan dan
hukumnya LAA TA’AIN. Artinya tiada ada sesuatu
wujud yang terdahulu adanya, oleh karena itu
hanya dinamakan “AL HAQ” artinya Keesaan
Kemempurnaan Semata mata.
Seperti Hadis Nabi SAW “ WAKA HALLAHUWALA
SYIUM MA’AHU”
Artinya Adalah Allah itu Maha Esa dan tiada ada
lainnya sertanya.
Maka martabat Ahdiah itu bukanlah berma’na
bahwa ada sesuatu wujud yang terdahulu adanya
dari pada Nur Muhammad atau wujud yang maujud
adanya Nur Muhammad, tetapi adalah untuk
menolak adanya Itikad yang menetapkan bahwa
ada lagi suatu wujud yang meng ujudkan Nur
Muhammad. Jadi jelasnya martabat 7 ya’ni
Martabat Ahdiah itu adalah berma’na pengakuan
kepada Ke Esahaan, Kebesaran dan
Kesempurnaan Nur Muhammad itu semata-mata.
Oleh karena itu Martabat yang sebenar benarnya
adalah 6 (enam) saja. Dan bukan 7 (tujuh), sejalan
dengan ayat “FII SIT TATIAIYA MIN
SUMMASTAWA’ALAL ‘ARSII” artinya
Kesempurnaan kejadian semesta alam adalah
didalam 6 (enam) masa.
Kemudian sempurnalah kebesaran Allah pada
kejadian ARASY yang Maha …..itu, menurut hadis
sahih “bahwa yang masa yang terakhir yakni yang
kejadian sempurnalah kejadian Nabi Adam,
dengan ditempatkan diatas muka bumi.
Adapun hakikat ARASY yang sebenarnya menurut
paham Ma’rifat yang tahkik adalah terkandung
pada isyarat isyarat huruf Nabi Adam itu sendiri,
ialah Alif dan Dal itu mengisyaratkan kepada
“AHMAD” dan “MIM” itu mengisyaratkan pada
“MUHAMMAD”.
Oleh karena itu pada hakikatnya kezahiran Nabi
Adam itu adalah menjadi Wasilah Ja’ani menjadi
jalan bagi kezahiran kebesaran Nabi kita yang
bernama Muhammad itu sendiri.
Didalam tafsir yang ma’I’tisar kebesaran Nabi kita
yang bernama Muhammad itu telah berwujud suatu
sinar yang sangat menakjubkan pada nabi dan
rasul rasul yang terdahulu dan bahkan kebesaran
itulah yang telah menjadi MU’JIZAD bagi Nabi nabi
terdahulu, maka kebesaran itulah diisyaratkan
dengan “ANNUR” didalam AL QUR’AN, dan
ANNUR itu bukanlah berma’na cahaya, tetapai
berma’na Keluasan, Kesempurnaan yang tiada
terbatas dan tiada terhingga,
2. MARTABAT WAHDAH.
Adapun Martabat Wahdah berma’na wujud yang
awal yang tiada ada permulaannya dan hukumnya
“TA’INUL AWWALU” artinya wujud yang terdahulu
adanya dari pada segala wujud yang lainnya, lagi
tiada ada permulaannya. Itulah yang dinamakan
HAIYUN AWWALU”, HAIYUN AZALI, HAIYUN
IZZATI, HAIYUN HAKIKI, yakni bersifat HAIYUN
yang sebenar benarnya QADIM yang NAFSIAH,
SALBIAH, MA’ANI dan MANAWIAH, ZALAL,
ZAMAL, QAHAR, KAMAL, itulah hakikat kebesaran
Nabi kita itu yang bernama Muhammad Rasulullah
Sallahu’alaihi Wasallam.
Maka Kandungan nama Muhammad itulah yang
dinakaman dengan Wahdah. Yang menjadi jumlah
dan himpunan “AF’AL, ASMA, SIFAT, adapun Zad
hanyalah bagi MA’LUM YA’NI SENDIRINYA.
ILLAH tidak lain, dan dinamakan
HAWIYYATUL’ALAMI” artinya Sumber segala
kejadian semesta ala mini, dan dinamakan
HADRATUS SARIZ artinya kebesaran yang
dipandang pada tiap tiap yang maujud pada ala
mini, itulah yang diisyaratkan dalam Al Qur’an
“NURUN’ALA NURIN” artinya Nur yang sangat
dibesarkan pada semesta ala mini, yakni Nur yang
hidup dan maujud pada tiap yang hidup sekalian
ala mini atau Nur yang hidup dan menghidupkan.
Kebesaran hakikat Muhammad itulah yang
sebenarnya dipuji dengan kalimah ALHAMDU
karena kesempurnaan tajalli NUR MUHAMMAD
itulah yang diisyaratkan oleh kalimah ALHAMDU
itu, yakni ALIF berma’na ALHAQ artinya KEESAAN,
KEBESARAN NUR MUHAMMAD tajallinya ROH
bagi kita. “LAM LATIFUM” artinya Kesempurnaan
Nur Muhammad” tajallinya NAFAS bagi kita, “HA”
HAMIDUN artinya Kesempurnaan Berkat Nur
Muhammad tajallinya : HATI, AKAL, NAFSU
PENGLIHAT, PENDENGAR, PENCIUM,
PENGRASA, dan sebagainya bagi kita.
“MIM “ MAJIDUN” artinya Kesempurnaan Safa’at
Nur Muhammad tajallinya bagi kita : IMAN, ISLAM,
ILMU, HIKMAH, dan sebagainya.
“DAL” DARUSSALAMI” artinya Kesempurnaan
Nikmat Nur Muhammad, tajallinya bagi kita :
KULIT, BULU, DAGING, URAT, TULANG, OTAK,
SUMSUM.
Maka itu adalah tajallinya bagi diri yang bathin,
adapun tajalli bagi diri yang zahir adalah “ALIF”
bagi kita,
“LAM” dua tangan bagi kita,
“HA” badan bagi kita, “MIM” Pinggang bagi kita
dan
“DAL” dua kaki bagi kita.
Itulah yang diesakan dengan “ASYAHADU” yakni :
“ALIF” ALHAQ artinya Yang diEsaka dan yang
dibesarkan.
“SYIN SYUHUDUL HAQ “ artinya Yang diakui
bersifat Ketuhanan dengan sebenar benarnya.
“”HA” HADIYAN MUHDIYAN ILAL HAQ “ artinya
Yang menjadi Petunjuk selain menunjuki kepada
jalan/Agama yang Hak.
“DAL” DAIYAN ILAL HAQ artinya Selalu
menyerukan atau yang selalu memberi Peringatan
kepada Agama yang Hak.
“ALHAMDU” berma’na “ALHAYATU
MUHAMMADU” artinya Kesempurnaan Tajalli Nur
Muhammad.
Pahamnya ialah “ADAM” adalah nama adapt atau
nama syari’at atau nama hakikat, atau nama
kebesaran bagi kesempurnaan tajalli NUR
MUHAMMAD. Dan MUHAMMAD adalah nama
keesaan yang menghimpunkan akan nama Adam,
dan nama Allah.
Pada bahasa atau ilmu bahasa Arab “ADAM” itu
damirnya “HU” dan MUHAMMAD itu damirnya
“HU” dan ALLAH itu damirnya “HU”.
Pada ma’na Syari’at “HU” itu berma’na Dia
Seorang Laki-laki, dan pada
Ma’na Hakikat adalah jumlah yang banyak rupa
wujudnya, tetapi pada ma’na Hakikat “HU” itu
adalah “Esa” tiada berbilang bilang. Itulah isyarat
Al Qur’an “HUWAL HAYYUN QAOYYUM” yang
HAIYUN awal tiada ada permulaannya
“WAHUWAL’ALI YIL’AZIM” yang bersifat denga
sifat sifat kesempurnaan lagi maha besar.
“HUAR RAHMANURRAHIM” yang bersifat rahman
dan rahim.
“HUWARABBUL ‘ABSIL KARIM” yang memiliki
Arasy yang Maha Mulia, Arasy itu ada nama
kemuliaan Diri Nabi Kita itu yang sebenar
benarnya, tetapi juga menjadi nama Majazi bagi
sesuatu tempat, atau suatu alam Ghaib yang
dimuliakan adanya, sama halnya seperti JIBRIL,
MIKAIL, IZRAFIL, ISMA’IL, NUHAIL, SURAIL.
Menurut tafsir yang me’I’tibar semuanya dengan
bahasa Suryani atau bahasa Arab di zaman Pura,
yang bernama ABDULLAH maka yang …
ABDULLAH itu adalah Nabi kita yang bernama
MUHAMMAD itu sendiri.
Maka oleh karena itu didalam ayat “ISRA’” Nabi
kita itu bernama ABDULLAH menunjukkan nama
MUHAMMAD itu adalah juga Penghulu sekalian
malaikat dan kebesaran nama MUHAMMAD itulah
yang sebenar benarnya yang diisyaratkan oleh Al
Quran dengan huruf huruf yang tidak dapat
ditentukan atau dihinggakan namanya, karena
bersangatan luas kandungannya mulai dari ALIF,
LAM sampai NUR ada 29 tempat. Jadi semuanya
nama-nama yang mulia, dilangit dan dibumi itu
adalah nama kemuliaan dan kesempurnaan tajalli
NUR MUHAMMAD itu semata-mata, dan menjadi
nama Majazi pada tiap tiap Wujud yang
dimuliakan pada ala mini.
Itulah isyarat Al Qur’an “WAHUAL LAZI PISSAMA
ILLAHUW WAFIL ANDHI ILLAHUN” dan dialah
yang sebenar benarnya memiliki sifat sifat
Ketuhanan yakni sifat kesempurnaan yang ada
dilangit dan sifat sifat kesempurnaan yang ada di
bumi, dan ayat “LAHUL ASMA’UL HUSNA” artinya
hanyalah dia yang sebenar benarnya memiliki
nama nama yang mulia dan yang terpuji yang telah
maujud pada semesta alam ini.
Tetapi karena adab Syari’at dihukumkan yang
haram haram yang najis najis seperti Anjing dan
Babi dan sebagainya yang tidak layak kecuali bagi
MALUM pada majelis mengajar dan belajar, yang
boleh membicarakan masalah tersebut diatas.
Yang ke 3 (tiga) berkata ASYSYEH BURHANUDDIN
ARRUMI pernah berkata yang maksudnya “bahwa
hakikat kebesaran Nur Muhammad itu
menghimpunkan 4 (empat) macam alam, dan
hakikat alam itu hanya 4 (empat) macam saja
himpunannya ialah :
Alam HASUT ialah alam yang terhampar langit dan
bumi dan segala isinya dan bagi kita HASUT itu
ialah seluruh jasad, Kulit, Daging, Otak, Sumsum,
Urat, Tulang.
Alam MALAKUT ialah alam ghaib bagi malaikat
malaikat, dan bagi kita malaku itu ialah Hati, Akal,
Nafsu, Nafas, Penglihat, Pendengar, Pencium,
Pengrasa dan sebagainya.
Alam JABARUT ialah alam ghaib bagi Arasy, Kursi,
Lum Mahpus, Syurga, Neraga dan sebagainya dan
bagi kita Alam Jabarut itu ialah Roh, Ilmu, Hikmah,
Fadilat, Hasanah dan sebagainya, dari pada
segala sifat yang mulia dan terpuji.
Alam LAHUT ialah alam ghaibbagi kebesaran Nur
Muhammad dan bagi kita alam Lahut itu ialah
Bathin tempat Rahasia, Iman, Islam, Tauhid dan
Ma’rifat, maka ke 4 (empat) macam alam itu
adalah semuanya wujud kesempurnaan tajalli Nur
Muhammad, dan 4 (empat) macam alam itu lagi
terhimpun kepada kebenaran wujud diri Rasulullah
yang bernama INSANUL KAMIL. Dan menjadi
berkah dan FAIDURRABBANI yakni kelebihan yang
harus bagi tiap tiap Mu’min yang ahli Tahkik,
karena mereka itu adalah “WADA SYATUL
AMBIYA” yakni mewarisi kebenaran bathin nabi
nabi dan rasul rasul dan mu’min yang tahkik itulah
yang dinamakan Aulia Allah, tetapi mu’min itu
tiada mengetahui bahwa dirinya adalah Aulia yang
sebenarnya.
Pendapat AL HALAD dan IBNU ARABI bahwa
kedua walikutub itu pernah berkata yang
maksudnya bahwa Muhammad itu ada dua rupa,
yakni ada dua rupa dia atau ada dua Ma’na :
Muhammad yang berma’na QADIM AZALI, itulah
diri Muhammad yang pertama, yang tidak ada AL
MAUTU/mati padanya selama lamanya, jelasnya
bahwa Muhammad diri yang pertama kita itu.
Tulah yang awal NAFAS yang akhir SALBIAH, yang
zahir MA’ANI dan yang bathin MA’NAWIYAH.
Muhammad yang berma’na Abdullah Insanul Kamil
itulah diri Muhammad yang kedua, nama yang
harus baginya, bersifat manusia biasa yang
berlaku padanya “SUNNATU INSANIAH, KULLU
NAFSIN ZA IKATUL MAUT”
Dalam pada waktu itu wajib kita meng’itikadkan
bahwa jasad nabi kita itu adalah QADIM IDHOFI,
yaitu tidak rusak selama lamanya dikandung bumi.
Seperti hadis sahih AL BUKHARI/ riwayat
BUKHARI : “ INNALLAHA AZZA WAJALLA
HARRAMA’ALAL ARDHI AIYA KULLA AZSADAL
AMBIYA” artinya Bahwasanya Allah Ta’ala yang
maha tinggi telah mengharamkan akan bumi,
bahwa bumi itu bisa menghancurkan akan jasad
para nabi nabi. Maka tahkiknya paham kedua
walikutub itu, supaya kita jangan terlihat dengan
paham Nasrani, dengan Yahudi dan sebagainya.
Maka kita tetapkan dahulu paham kita ialah :
Bahwa pada hokum adapt, Nabi kita Muhammad
yang Muhammad itu adalah manusia biasa seperti
kita, hanyalah dilebihkan ia dengan kerasulan.
Bahwa tiap tiap manusia itu sendirinya baik pada
hukum akal dan pada hukum nakli, ada
mempunyai dua macam diri yakni diri pertama
atau diri hakiki ialah Rohani, dan diri yang kedua
yaitu dir Majazi ialah Jasmani, dan diri yang kedua
atau diri jasmani itu karena kemuliaan bagi
Rasulullah dinamakan INSANUL KAMIL.
Bahwa diri Hakiki yang berma’na Rohani itulah
yang bernama Muhammad. Itulah yang Qadim
Azali, Qadim Izzati, Qadim Hakiki, itulah ma’na
yang dirahasiakan yang menjadi keesaan segala
sifat kesempurnaan yang 99 (sembilan puluh
sembilan) itu. Jalannya kebesaran wujud Roh Nabi
kita itulah yang diisyaratkan oleh kalimah
“HUALLAH” jadi ma’na Muhammad itu Tahkiknya
adalah “AINUL HAYATI” yakni wujud sifat yang
hidup dan yang menghidupkan. Maka itulah yang
diisyaratkan dengan kalimah “LA ILAHA ILLALLAH”
dan yang dibenarkan dengan kalimah “ALLAHU
AKBAR” dan yang dipuji dengan
“SUBBHANALLAH WALHAMDULILLAH dan
sebagainya lagi. Itulah yang dipuji dengan “ALHAQ
QULHAQ” oleh seluruh malaikat malaikat
MUKARRABIN menurut tafsir yang me’itibar.
Bahwa diri Majazi yang berma’na Jasmani, itulah
yang bernama Insanul Kamil. Itulah Muhammad
majazi, yakni Muhammad yang kedua yang
menempuh ALMAUTU pada adapt, tetapi jasad
Nabi itu adalah Qadim Idhofi. Jasad Nabi kita
itulah diisyaratkan oleh ayat AL QUR’AN “PADABA
RAKALLHU AHNAUL KHORIKIM: artinya Maha
Sempurnalah Sifat Allah pada Kezahiran Wujud
yang sebaik baik rupa kejadian itu”. Dan
diisyaratkan Hadis Qudsi “ ZAHIRU RABBI WAL
BATHINU ABDI” artinya Kezahiran sifat
kesempurnaan Allah itu adalah maujud pada
hakikat kesempurnaan seorang hamba yang
bernama Muhammad Rasulullah itu. Yakni maujud
dengan rupa Insanul Kamil, maka rupa wujud
Insanul Kamil itulah yang diisyaratkan oleh AL
QUR’AN dengan “AMPUSAKUM” artinya Wujud
Diri Kamu Sendiri, yakni “WAFI AMPUSIKUM
APALA TUBSIRUN” artinya Dan yang diri kami
berupa wujud insane itu apakah tidak kamu
pikirkan. Yakni yang menjadi diri hakiki atau diri
pertama pada insan itu.
Pada hakikatnya adalah kebenaran dan
kesempurnaan Roh Nabi kita yang bernama
Muhammad itu semata mata, dan diri kedua
itupun tidak lain karena itulah dinamakan insane
yakni yang kedua, atau rupa Muhammad yang
nyata, yang nasut, maka kebenaran Roh Nabi kita
yang bernama Muhammad itulah yang diisyaratkan
oleh Al Qur’an “ALLAHU NURUSSMA WATIWAL
ARDHI” artinya Kebenaran Nur Allah itu ialah
Maujud di langit dan dibumi. Dan ayat seterusnya
“NURUN ‘ALA NURIN” artinya Nur yang hidup dan
yang menghidupkan atas tiap tiap wujud yang
hidup pada alam ini, itulah isyarat perkataan 4
(empat sahabat besar itu ialah yang berbunyi
demikian :
Berkata Saidina Abu Bakar Siddik r.a.
ﻮﻤﺎﺮﺍﻳﺖ ﺷﻳﺎﺀﺍﻶ ﻮﺮﺍﻳﺖﺍﷲ
Artinya : Tidak aku lihat pada wujud sesuatu dan
hanyalah aku lihat kebenaran Allah semata mata
dahulunya.
Kata Umar Ibnu Khattab r.a :
“MAA RAAITU SYAIAN ILLA WARAAITULLAHU
MA’AHU”
artinya Tidak aku lihat pada wujud sesuatu dan
hanyalah aku lihat kebenaran Allah Ta’ala semata-
mata kemudiannya.
Kata Usman Ibnu Affan r.a :
ﻮﻤﺎﺮﺍﻴﺕ ﺘﺒﻳﺎ ﺍﻶ ﻮﺮﺍﻴﺕ ﺍﷲ ﻤﻌﻪ
Artinya : Tidak aku lihat pada wujud
sesuatuhanyalah aku lihat kebesaran Allah Ta’ala
semata-mata besertanya.
Kata Ali Ibnu Abi Talib r.a :
ﻮﻤﺎﺮﺍﻴﺕ ﺷﻴﺎﺀﺍﻶ ﻮﺮﺍﻴﺕ ﺍﷲ ﻓﻴﻪ
Artinya : Tidak Aku lihat pada wujud sesuatu
hanyalah aku lihat kebesaran Allah Ta’ala semata-
mata maujud padanya.
Itulah isyarat ayat Al Qur’an “WAKULIL
HAMDULILLAH SAYURIIKUM AAYAA TIHI FA’A
HIRU NAHA” artinya Dan ucapkanlah puji bagi
Allah karena sangat nampak bagi kamu pada
wujud diri kami itu sendiri, akan tanda tanda
kebesaran Allah Ta’ala, supaya kamu dapat
mengenalnya
Dari itu dengan sabda Nabi Muhammad SAW
“MAM TALABAL MAULA BICHAIRI NAFSIHI
PAKAD DALLA DALALAM BA’IDA” artinya Barang
siapa mengenal Allah Ta’ala diluar dari pada
mengenal hakikat dirinya sendiri., maka
sesungguhnya adalah ia sesat yang bersangat
sesat. Karena hakikat diri yang sebenarnya, baik
rohani dan jasmani tidak lain melainkan adalah
wujud kesempurnaan tajalli NUR MUHAMMAD itu
semata-mata. Maka apa apa nama segala yang
maujud pada ala mini, baik pada alam nyang nyata
dan alam yang ghaib adalah semuanya nama
Majazi bagi kesempurnaan tajalli NUR
MUHAMMAD.
Adapun ma’na Syahadat yang tahkikut tahkik
“ASYHADUALLA ILAHA ILLALLAH” naik sakti aku
bahwasanya Rohku dan Jasadku tidak lain,
melainkan wujud kesempurnaan tajalli NUR
MUHAMMAD semata-mata. “WA ASYHADUANNA
MUHAMMADARRASULULLAH” dan naik saksi Aku
bahwa hanya MUHAMMAD RASULULLAH itu tiada
lain, melainkan wujud kebenaran tajalli NUR
MUHAMMAD yang sebenar benarnya.
Maka kesempurnaan musyahadah, murakabah,
dan mukapahah, yakni keesaan pada diri adalah
pada keluar masuknya nafas, karena pahak tahkik,
tidak ada lagi “LAA” tetapi hanya “ILLAH” yakni
tidak lain “NAFSI” ILLAHU” tidak lain DIRIKU.
Melainkan wujud kebesaran NUR MUHAMMAD
semata mata.
ZIKIR ZIKIR TAJALLI YANG HANYA DIBACA
DIDALAM HATI SAJA
Sekali atau tiga kali, dan nafas ditarik dengan
“HUU” kemudian ditahan dan lidah dilekukkan
dilalangitan ialah.
INNI BIHAKKI MUHAMMADIN ALHAQ QULHAQ,
artinya “YAHU” sesungguhnya diriku adalah
kebesaran wujud NUR MUHAMMAD yang sebenar
benarnya.
INNI BIHAKKI ZATUL BUKTI KHALISUL MUTLAK,
artinya bahwa sesungguhnya diriku adalah wujud
kebesaran NUR MUHAMMAD semata-mata yang
Maha Suci lagi Esa tiada ada yang lainnya
besertanya.
LAA MAUJUDUN ILLA NURUL HAK KUL HAK,
artinya Tiada lain wujudku melainkan wujud
kebenaran NUR MUHAMMAD yang sebesar
besarnya.
Maka pilihlah yang mana dalam yang tiga ini yang
dirasa mudah, dan tatkala keluar nafas bacalah
dalam hati “ALLAHU AKBAR”.
Wallahu'allam..
Rujukan kasyful asrar,ms/169..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar