Kamis, 30 Januari 2014

bab 4 KONDISI RUHANI DAN KAROMAH



Buku Induk Ilmu Tasawuf dalam - Risalatul Qusyairiyah - Bab KEEMPAT



IMAM AL-QUSYAIRY AN-NAISABURY
“RISALATUL QUSYAIRIYAH”
(INDUK ILMU TASAWUF BAB : IV)
         
Alih Bahasa : Mohammad Luqman Hakiem
Penyadur : Pujo Prayitno

BAB IV.
KONDISI  RUHANI DAN KAROMAH


DATAR  ISI
1.     KARAMAH PARA WALI
2.     URGENSI WALI DAN KEWALIAN
3.     MIMPI
4.     WASIAT BAGI PARA MURID

1.      KARAMAH  PARA  WALI
Edit : Pujo Prayitno
Munculnya karamah bagi para Wali adalah sesuatu yang berkenan. Dalil atas perkenannya : “Bahwa munculnya karamah tersebut merupakan perkara yang kejadiannya irrasional. Munculnya tidak menghilangkan dasar-dasar prinsipal agama. Maka salah satu Sifat Wajib Allah swt. adalah Al-Qudrat (Kuasa) dalam mewujudkan karamah. Apabila Allah Maha Kuasa mewujudkannya, maka tak satu pun bisa menghalangi kewenangan munculnya karamah tersebut.”
Munculnya karamah merupakan tanda dari kebenaran orang yang muncul dalam kondisi ruhaninya. Siapa yang tidak benar, maka kemunculan seperti karamah tersebut tidak diperkenankan. Hal yang menunjukkannya, bahwa definisi sifat Al-Qadim bagi Allah swt. sudah jelas. Sehingga kita bisa membedakan antara orang yang benar dalam kondisi ruhaninya dan orang yang batil dalam menempuh bukti, dalam masalah yang spekluatif. Pembedaan itu tidak bisa dilakukan kecuali melalui keistimewaan Wali. Sesuatu yang tidak bisa dilakukan oleh mereka yang mendakwakan diri secara gegabah. Perkara tersebut tidak lain adalah karamah itu sendiri, sebgaimana kami isyaratkan.
Karamah tersebut mengharuskan adanya perbuatan yang kontra adat kebiasaan, pada masa-masa taklif, yang muncul dengan sifat-sifat kewalian dalam pengertian sebenarnya pada kondisi ruhaninya.
Berbagai kalangan ahli hakikat membincangkan aanya perbedaan antara karamah dengan mu’jizat. Imam Abu Ishaq al-Isfirayainu --- rahimahullah ta’ala – berkata : “Mu’jizat merupakan bukti-bukti kebenran para Nabi. Dan bukti kenabian tidak bisa ditemukan pada selain Nabi. Sebagaimana aksioma akal merupakan bukti bagi ilmuwan yag menunjukkan jatinya sebagai ilmuwan, tidak bisa ditemukan kecuali pada orang yang memliki ilmu pengetahuan.” Dia juga menegaskan : “Para Wali memiliki karamah, yang serupa dengan terijabahnya doa. Bahwa karamah itu dikategorikan jenis mu’jizat bagi para Nabi, itu tidak benar.”
Imam Abu Bakr bin Furak – rahimahullah – berkata : “Mu’jizat merupakan bukti-bukti kebenaran (para Nabi). Dan yang mendapatkan mu’jizat mengumandangkan nubuwwatnya. Mu’jizat menunjukkan kebenaran dalam ucapannya. Apabila pemiliknya menunjukkan pada kewalian, mu’jizat tersebut menunjukkan kebenarannya dalam kondisi ruhani si pemilik. Maka yang terakhir isi disebut karamah. Tidak disebut mukjizat, walau pun karamah tersebut sejenis dengan mu’jizat. Namun ada perbedaan.
Di antara perbedaan-perbedan mu’jizat dan karamah, bahwa mu’jizat itu diperintahkan untuk disebarluaskan. Sementara pada Wali, harus menyembunyikan dan menutupi karamah. Nabi --- shalat dan salam Allah semoga melimpah padanya – mendakwahkannya dengan memastikan kebenaran uacapannya. Sedangkan Wali tidak mendakwahkannya,  juga tidak memastikan melalui karamahnya. Sebab bisa jadi hal itu merupakan cobaan.
Salah seorang tokoh di zamannya, Qadhi Abu Bakr al-Asy’ary, berkata : “Mu’jizat itutentu bagi para Nabi, dan karamah khusus bagi para Wali, sebagaimana mu’jizat khusus bagi para Nabi. Bagi para wali tidak ada mu’jizat. Sebab salah satu syarat dari mu’jizat adalah disertai dengan dakwah kenabian yang didasarkan mu’jizat tersebut. Mu’jizat sendiri tidak dikatakan sebagai mu’jizat dilihat dari kenyataannya. Tetapi, menjadi mu’jizat karena adanya sifat-sifat yang mendukungnya. Apabila salah satu syarat saja cacat, tidak dikategorikan mu’jizat. Salah satu syarat mu’jizat adalah dakwah kenabian. Sedangkan Wali tidak mendakwahkan kenabian. Dan yang muncul dari Wali tidak disebut sebagai mu’jizat. Ungkapan inilah yang kami pegang, kami yakini dan kami patuhi. Syarat-syarat mu’jizat secara keseluruhan atau lebih, ada dalam sayarat-syarat karamah, kecuali satu syarat di atas. Sedangkan karamah adalah suatu kejadian, yang tidak mustahil adalah baru. Sebab sesuatu yang bersifat qadim, tidak dikhususkan pada seseorang. Sifat karamah adalah kontra terhadap adat kebiasaan. Muncul pada masa taklif, dan pada seorang hamba sebagai keistimewaan dan keuatamaan. Kadang-kadang gkaramah diperoleh melalui ikhtiar dan doanya, kadang-kadang usaha dan doa tersebut tidak bisa mendapatkan karamah. Kadang pula muncul di luat ikhtiarnya pada waktu-waktu tertentu. Seorang Wali tidak diperintahkan meminta doa orang lain bagi dirinya. Kalau toh pun muncul semacam itu, dan memang memiliki kapasitas yang sesuai, maka doa itu diperbolehkan.”
Ahli hakikat berbeda padang mengenai Wali : apakah dia boleh mengetahui atau tidak, bahwa dirinya itu seorang wali?
Imam Abu Bakr bin Furak r.a. berkata : “Tidak boleh seseorang mengetahui bahwa dirinya Wali, sebab dengan begitu, ia harus menghilangkan rasa takut dan harus pula merasa aman.”
Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq r.a. berpendapat atas kebolehannya. Pandanganninilah yang kami pilih dan kami prioritaskan. Tetapi hal itu tidak menjadi keharusan bagi semua Wali, sehingga setiap wali harus mengetahui bahwa dirinya itu Wali. Namun masing-masing di antara mereka boleh mengenalnya sebagai wali, sebagaimana masing-masing diperbolehkan untuk tidak mengenal mereka. Apabila sebagaian di antara mereka ada yang mengetahui bahwa salah seorang di antara ada yang Wali, maka pengetahuannya itu tergolong sebagai karamah yang dimiliinya. Namun tidak semua karamah bagi wali itu dengan kenyataannya harus merata bagi semua Wali. Bahkan kalau toh seorang Wali tidak mempunyai karamah yang muncul di dunia, ia tidak tercela sebagai Wali. Berbeda dengan para Nabi, mereka wajib mempunyai mu’jizat. Sebab Nabi diutus untuk dakwah kepada makhluk. Manusia membutuhkan atas kebenarannya, dan tentu tidak bisa diketahui kecuali melalui mu’jizat. Sementara Wali tidak diwajibkan berdakwah melalui karamahnya kepada makhluk. Begitu pula tidak harus setiap Wali itu mengetahui bahwa dirinya adalah Wali. Sepuluh orang sahabat, membenarkan sabda Rasulullah saw. sebagaimana disebutkan dalam hadis, sebagai ahli surga.
Sedangkan pendapat mereka yang tidak memperkenankan seseorang mengetahui bahwa dirinya Wali, dikhawatirkan ia harus keluar dari rasa takut. Sebenarnya tidak berbahaya bila mereka takut adanya perubahan akibat-akibat. Dan apa yang mereka temui dalam hati mereka, dari rasa takut dengan penuh hormat, ta’dzim dan pengagungan kepada Allah swt. justru menambah dan meningkatkan banyak rasa takutnya.
Ketahuilah, seorang Wali tidak ada yang bertumpu pada karamah yang muncul pada dirinya. Bagi mereka juga tidak harus berupaya mendapatkan karamah. Kadang-kadang yang muncul adalah nuansa sejenis karamah, seperti : Keyakinan yang kuat dan mata hati yang bertambah, semata karena pembenaran mereka bahwa semua itu adalah kreasi Allah swt. Sehingga mereka lebih bertumpu pada keshahihan akidah mereka.
Secara keseluruhan, bahwa kewenangan munculnya karamah bagi para Wali merupakan hal yang tidak bisa diragukan. Para jumhur ahli ma’rifat juga berpandangan demikian, disamping banyaknya hadis dan hikayat yang menjelaskannya, sehingga pengetahuan atas kebolehan munculnya karamah tersebut sebagai pengetahuan yang kuat yang tidak bisa diragukan. Hal-hal yang muncul dari kaum Sufi dan hikayat dikenal banyak orang, apalagi kisah-kisah mereka, sama sekali tidak meninggalkan keraguan secara global.
Dalil-dalil atas semua itu ditegaskan oleh Al-Qur’an, dalam suatu kisah sahabat Nabi Sulaiman as. (Ashif) ketika mengatakan : “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip.” (Qs. An-naml :40). Padahal sahabat Sulaiman as. Ini bukan termasuk seorang Nabi,
Sedang  sebuah atsar datang dari Amirul Mukminin, Umar bin Khaththab r.a. ketika sedang berkhutbah Jum’at, tiba-tiba berkata “ Wahai Sariyah! Tetap saja engkau di bukit itu!.” Umar meneriakan suaranya itu dan didengar pula oleh Sariyah pada saat itu. Sehingga tentara Islam menjaga diri dari tipudaya musuh dari arah bukit pada saat itu pula.
Bila ditanyakan : “Bagaimana diperbolehkan menampakkan karamah-karamah tambahan ini dari segi makna-maknanya, di atas mu’jizat-mu’jizat para Rasul? Bolehkah mengutamakan para Wali ketimbang para Nabi – semoga Allah swt. melimpahkan salam-Nya?”
Jawabnya : “Karamah-karamah tersebut bertemu dengan mu’jizat Nabi Kita Muhammad saw. Sebab setiap orang yang tidak benar Islamnya, karamahnya tidak akan muncul. Setiap Nabi yang salah satu di antara ummatnya muncul karamahnya, maka karamah itu tergolong mu’jizat Nabi tersebut. Sebab kalau tidak karena kebenaran Rasul tersebut, karamah tidak akan muncul dari pengikutnya. Sedangkan derajat para Wali tidak mencapai derajat para Nabi – Alaihis salam – karena adanya ijma’ atas perkara tersebut.
Abu Yazid al-Bisthamy ditanya mengenai masalah ini, jawabnya : “Perumpamaan yang diperoleh para Nabi – semoga Allah swt. melimpahkan salam keapda mereka – ibarat tempat air (geriba) yang di dalamnya ada madunya. Madu tersebut menetes satu tetesan. Satu tetes itu, sepadan dengan apa yang ada pada seluruh para Wali. Sedangkan geribanya adalah ibarat Nabi Kita Muhammad saw.

KARAMAH DALAM AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH

Ketahuilah bahwa karamah-karamah paling agung bagi para Wali adalah, kelanggengan taufiq untuk selalu taat kepada Allah saw. terjaga dari maksiat dan segala hal yang menyimpang. Sahl bin Abdullah meriwayatkan : “Siapa yang zuhud di dunia selama empatpuluh hari, dengan niat yang benar dari hatinya dan ikhlas, maka dia akan ditampakkan karamahnya. Namun jika tidak muncul karamahnya, semata karena zuhudnya tidak benar.” Maka Sahl ditanya : “Bagaimana karamah tersebut muncul bagi orang tersebut?” Sahl menjawab : “Dia mengambil sekehendaknya, sebagaimana dia berkehendak dan kapan saja ia berkehendak.”
a.  Karamah yang disebut dalam Al-Qur’an
1.  Al-Qur’an banyak menyebutkan contoh soal karamah yang muncul dari para Wali. Kami sebutkan, diantaranya firman Allah swt. tentang Maryam as, dan beliau bukan termasuk Nabi ataupun Rasul :
“Maka Tuhannya menerimanya dengan penerimaan yang baik dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik, dan Allah menjadikan Zakaria pemeliharanya. Setiap Zakaria masuk untuk menemui Maryam di Mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakaria berkata : “Hai Maryam, darimana kamu memperoleh (makanan) ini?” Maryam menjawab : “Makana itu dari sisi Allah, Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab.” (Qs. Ali Imran :37).
Firman-Nya pula :
“Dan goyanglah pangkal pohon itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan mengugurkan buah kurma yang masak kepadamu.” (Qs. Maryam :25).
2.  Kisah Ashhabul Kahfi dan sejumlah keajaiban yang muncul, seperti anjing yang berbicara dengan mereka.
3.  Kisah Dzulqarnain, dan kompetensi yang diberikan oleh Allah swt. yang tidak diberikan kepada orang lain.
4.  Hal-hal  yang muncul dari tangan Khidir as, yakni perkara-perkara yang berbeda dengan adat kebiasaan, dimana hanya Khidhr yang mampu. Beliau bukan Nabi, tetapi Wali.
b.  Karamah yang disebut dalam As-Sunnah :
(1)
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a. dari Nabi saw. yang berssabda : “Tak seorang pun berbicara ketika masih dalam ayunan, kecuali  tiga bayi : “Isa bin Maryam, bayi di masa Juraij, dan seorang bayi lain.”
Juaraij adalah seorang hamba yang taat di masa Bani Israil. Dia punya seorang ibu. Suatu hari dia shalat, tiba-tiba ibunya memanggil : “Juraij!” panggil si ibu. “Tuhan, apakah aku meneruskan shalat atau memenuhi panggilan Ibu?” kata Juraij dalam hatinya. Namun Juraij tetap saja shalat, dan panggilan ibunya terulang lagi. Juarij pun tetep saja shalat lagi. Kemudian ibunya merasa jengkel, lantas berdoa : “Ya Allah, jangan kau ambil nyawa Juraij hingga wajah seorang pelacur Engkau tampakkan di hadapannya.”
Di sana ada seorang pelacur di zaman Bani Israil. Pelacur ini berkata pada banyak orang : “Aku akan menggoda Juraij hinnga ia mau berzina.” Pelacur itu pun mendatangi tempat Juraij, namun gagal menggodanya.
Di dekat suaru Juraij ada seorang penggembala yang biasa tidur di dekat suraunya. Ketika Juraij menolak tawaran sang pelacur, pelacur itu beralih merayu si penggembala. Dan penggembala itu pun mau menyetubuhinya. Akhirnya pelacur itu hamil. Ketika melahirkan, orang-orang menanyakan anak siapa gerangan? Pelacur itu menjawab : “Ini anaknya Juraij.” Lalu Kaum Bani Israil mendatangi suraunya, merobohkan dan memaki-maki Juraij.
Ketika itu Juraij sedang shalat, lantas berdoa kepada Tuhannya, dan mendekati so bocah : “Hai bocah, siapa ayahmu?” tanya juraij. Bocah itu menjawab : “Ayahku adalah penggembala.”
Kaum Bani Israil sangat menyesali tindakannya, dan meminta maaf pada Juraij. Mereka mengatakan pada Juraij : “Kami akan membangun kembali suraumu.” Namun Juraij menolaknya, dan dia bangun sendiri seperti bangunan semula.
(2)
Hadis tentang Gua : Rasulullah saw. bersabda : “Tiga laki-laki dari orang terdahulu sebelum kalian berangkat pergi. Mereka akhirnya harus menginap dan msuk ke dalam gua. Tiba-tiba ada batu besar dari atas bukit menggelincir, sehingga menutup pint gua. Mereka berkata : “Demi Allah, kita tidak bisa selamat dari batu besar ini, kecuali bila kita berdoa kepada Allah lantaran amal-amal kita yang saleh.”
Salah sorang di antara mereka berkata : “Aku mempunyai dua orang tua yang sudah sama-sama tua. Aku tidak pernah minum lebih dahulu, juga keluargaka sebelum keduanya. Suatu hari aku disibukkan pekerjaan, sampai aku tidak datang di waktu sore. Ketika pulang, keduanya tertidur. Lantas aku membuat susu untuk minuman sore bagi keduanya. Ketika kuhidangkan untuk mereka, ternyata keduanya telah tidur pulas. Aku merasa bersalah jika membangunkan mereka, dan aku tidak ingin meminumnya sebelum keduanya minum. Aku hanya bisa berdiri, sementara tempat minum ada di tanganku, sambil menunggu bangunnya mereka berdua, hingga fajar hari tiba. Keduanya pun bangun, lalu meminum minuman sore itu.
 Ya Allah, bila yang kulakukan itu semata hanya untuk Diri-Mu, maka bukakanlah kai, dari kesulitan di dalam gua ini.” Lalu batu itu pun bergeser sedikit, namun belum memberi peluang mereka untuk keluar.
Orang kedua berkata : “Ya Allah, aku punya adik misan/anak perempuan paman yang paling kucintai. Suatu ketika aku merayu dirinya, namun dia menolak, sampai akhirnya aku sangat sedih selama setahun. Suatu ketika dia datang padaku, dan kuberi sertaus duapuluh dinar. Dengan syarat ia mau untuk berduaan saja antara diriku dengan dirinya. Maka kami pun berduaan. Ketika aku menguasai dirinya (ingin menyetubuhi), dia berkta : “Bagimu tidak halal memecah cincin, kecuali yang berhak.” Maka aku merasa berdoa untuk menyetubuhinya, dan aku pergi meninggalkannya. Padahal dia adalah gadis yang paling kucintai. Sementara kutinggalkan uang yang telah kuberikan padanya. Ya Allah, bila yang kulakukan itu semata demi Diri-Mu, maka bukakanlah kami dari keslitan dalam gua ini.” Lalu batu itu bergeser lagi, namun mereka masih belum mampu keluar dari pintu gua.
Kemudian orang ketiga berkata : “Ya Allah, sesungguhnya aku mempekerjakan para pekerja, kemudian aku telah memberikan upah mereka semuanya, kecuali seseorang di antara mereka, yang pergi begitu saja. Namun upah itu aku simpan dan kukembangkan. Suatu saat dia datang padaku, sambil berkata : “Hai, Abdullah, mana upahku itu.” Kujawab : “Upahmu itu adalah semua yang kau lihat ini, antara lain unta, kambing, sapi dan budak itu.” Dia berkata : “Hai Abdullah kamu jangan menghinaku!.” Aku katakan : “Aku tidak menghinamu.” Latas kuceritakan kisahnya, dan akhirnya semuanya diambil dan digiringnya, tidak disisakan sama sekali. Ya Allah, apabila yang kulakukan itu semata demi Diri-Mu, maka bukakanlah kami dari kesulitan dalam gua ini.” Batu itu bergeser lagi. Merekapun akhirnya bisa keluar dari gua.”
Hadis ini termasuk hadis shahih yang muttafaq alaih.

2.      URGENSI WALI DAN KEWALIAN
Edit : Pujo Prayitno
MAKNA WALI
Apakah arti Wali?
Untuk mengenal makna Wali, ada dua titik pandang, Pertama : Wali ber-wazan fa’iil, bentuk mubalaghah dari faa’il, seperti ‘aliim, qadiir, dan yang sejenisnya . Makna terminologinya adalah : Orang yang senantiasa berkompeten dalam ketaatannya, tanpa dicelahi oleh kemaksiatan.
Kedua, bisa jadi bentuk fa’iil bermakna maf’uul, sepeti qatiil bermakna maqtuul, dan jariih bermakna majruuh. Jadi Wali berarti orang yang dilindungi oleh Allah swt. dengan menjaga dan membentenginya untuk selalu langgeng dan terus menerus dalam ketaatn. Maka, bagi Wali tidak dihiasi akhlak kehinaan yang merupakan takdir kemaksiatan, tetapi Alalh melanggengkan Taufiq-Nya yang merupakan takdir ketaatan kepada-Nya. Alalh swt. berfirman :
“Dan Dia melindungi orang-orang yang saleh.” (Qs. Al-A’raaf :196).

KE-MA’SHUM-AN WALI
Apakah Wali itu selalu terjaga dari dosa (ma’shum)?
Wali tidak harus bersyarat ma’shum, sebagaimana para Nabi. Namun bahwa Wali harus menjaga diri (Mahfudz) agar tidak terus menerus melakukan dosa, apabila tergelincir atas salah, maka sifat menjaga diri itu memang tidak menghalangi untuk menjadi identitasnya.
Al-Junayd ditanya : “Apakah orang yang ‘arif itu pernah berzina?” Lalu Junayd tertunduk sejenak, kemudian mengangkat kepalanya, sembari membacakan ayat : “Dan adala ketetapan Allah itu, suatu ketetapan yang pasti berlaku.” (Qs. Al-Ahzaab :38).
Bila ditanyakan : “Apakah rasa takut itu gugur dalam diri Wali?”
Dijawab : “Pada umumnya, para Wali besar, rasa takut itu telah gugur. Dan apa yang kami katakan, jika rasa takut itu ada, amat jarang sekali terjadi, dan hal itu tidak menghalanginya.
As-Sary as-Saqathy berkata : “Bila salah seorang memasuki kebun yang penuh dengan pohon-pohon lebat, masing-masing pohon itu ada burungnya, lantas burung itu mengucapkan salam dengan bahasa yang jelas : “Assalamu’alaikum wahai Wali Allah.” Jika sang Wali tadi tidak takut bahwa salam burung itu sebagai tipudaya, maka sebenarnya ia benar-benar tertipu.”

MELIHAT ALLAH DENGAN MATA
Apakah dibenarkan melihat Alalh di dunia dengan mata, jika ditinjau perspektif karamah?
Jawabnya : “Pandangan yang kuat menegaskan penglihatan tersebut tidak dibenarkan, karena telah disepakati oleh Ulama. Tetapi aku mendengar ucapan Imam Abu Bakr bin Furak r.a. yang meriwayatkan dari Musa al-Asy’ary, beliau berkata : “Bahwa masalah meliaht Alalh di dunia dengan mata, ada dua pendapat : “Ungkapan Abu Musa ini ada di dalam Kitab ar-Ru’yatul Kabiir.”

PERUBAHAN KONDISI RUHANI PARA WALI
Apakah seseorang bisa menjadi wali dalam suatu kondisi ruhani tertentu, kemudian pada tahap berikutnya kondisi ruhani itu berubah?”
Dikatakan : “Bagi orang yang menjadikan syarat kewalian itu harus adanya ketetapan kondisi ruhani, maka perubahan itu tidak diperbolehkan. Namun bagi yang berpandangan, bahwa dalam kondisi ruhani tersebut dia beriman secara hakiki – walaupun kondisi ruhani bisa berubah setelah itu – maka bisa saja ia adalah Wali dan orang yang benar dalam kondisi ruhani tertentu , yang kemudian kondisi ruhaninya berubah. Inilah pandangan yang kami pilih.”
Di antara bagian karamah-karamah Wali itu, antara lain dia mengetahui jaminan rasa aman dari akibat-akibat yang terjadi. Dan akibat-akibat tersebut tidak merubah kondisi ruhaninya. Dengan statemen ini, akan berpadu dengan ungkapan di atas, bahwa seorang Wali itu boleh mengetahui bahwa dirinya adalah Wali.

WALI DAN TIPUDAYA YANG DITAKUTI
Apakah rasa takut tipudaya/cobaan dari Allah itu bisa hilang dari diri Wali?
Dijawab : “Bila dia sirna dari obyek penyaksian, terlebur dari rasanya dalam kondisi ruhaninya, maka dia adalah orang yang tersirnakandari tipudaya karena kelimpahan kewalian yang ada padanya. Sedangkan rasa takut itu adalah bagian dari sifat-sifat kehadiran diri mereka.”

WALI DALAM KEADAAN SADAR
Apakah kondisi umum yang dialami oleh para Wlai dalam keadaan sadar?
Dalam keadaan sadar mereka selalu bersikap benar dalam menyampaikan Hak-hak Allah swt. Mereka selalu memiliki rasa kasih sayang, kepedulian terhadap sesama makhluk dalam berbagai situasi dan kondisi. Rasa cinta kasihnya melebar kepada siapa saja, kemudian tanggung jawab mereka terhadap sesama makhluk yang dilakukan dengan penuh budi dengan sikap mengawalinya. Semata hanya untuk mendapatkan kebajikan Allah swt. untuk mereka, tanpa tendesnsi apa pun dari mereka. Para Wali selalu memiliki ketergantungan hasrat atas keselamatan makhluk; meninggalkan segala bentuk tindakan yang menyakitkan mereka; menjaga perasaan agar tidak menimbulkan dendam mereka; membatasi tangannya untuk mendapatkan harta sesama; meninggalkan ketamakan dari berbagai arah terhadap apa yang menjadi milik mereka; mengekang ucapan mengenai keburukan-keburukan mereka; menjaga diri dari penyaksian terhadap kejelekan-kejelekan mereka. Menjaga diri dari penyaksian terhadap kejelekan-kejelekan mereka; dan tidak pernah mencaci terhadap siapa pun di dunia maupun di akhirat.

KI-MA’SHUMAN PARA SYEIKH
Tidak seyogyannya murid meyakini bahwa para Syeikh (guru ruhani) itu ma’shum (terjaga dari dosa). Seharusnya murid berhati-hati dengan tetap husnudzan kepada para syeikh. Menjaga diri bersama ilmu, dengan sikap membedakan antara mana yang terpuji dan mana yang tercela.

MURID DAN HARTA DUNIA
Setiap murid, yang di dalam hatinya masih tersisa kepentingan harta dunia, maka meraih harta tersebut diperbolehkan. Tetapi bila dalam hatinya masih ada ikhtiar terhadap hal-hal yang keluar dari hartanya, kemudian ia berharap bisa mengkhususkan dari harta itu untuk kebaikan, berarti si murid itu telah memaksa dirinya. Lebih bahaya lagi bila ia kembali secepatnya kepada dunia. Sebab tujuan murid adalah membuang ketergantungan (selain Alalh swt.), yaitu keluar dari dunia, bukannya berupaya untuk kepentingan amal-amal kebajikan. Sangat tercela bila murid keluar dari obyek harta dan modalnya, lantas dia sendiri justru menjadi tawanan pekerjaannya. Karena itu seyogyanya dia menyamakan sikapnya, baik harta itu ada ataupun tidak, sampai dirinya tidak terganggu byang-bayang kemiskinan, tidak membuat orang lain gelisah, walaupun orang lain itu Majusi.

PENERIMAAN SYEIKH PADA MURID
Penerimaan hati syeikh terhadap murid, merupakan bukti paling benar atas kebahagiannya. Bila seseorang ditolak oleh hati syeikh, maka tidak diragukan lagi, dalam beberapa waktu penolakan itu akan menjadi nyata.

BERGAUL DENGAN ORANG YANG BANYAK BICARA
Salah sati penyakit yang amat pelik dalam tharikat ini adalah bergaul dengan orang yang banyak bicara (omong kosong). Sebab hati akan disibukkan dengan persoalan makhluk. Padahal Allah swt. berfirman :
“Dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja, padahal di sisi Alalh adalah perkara besar.” (Qs. An-Nuur :15).
Fath al-Mushaly berkata : “Aku berguru kepada tigapuluh syeikh. Rata-rata mereka tergolong Wali Abdal. Semuanya berwasiat kepadaku ketika aku berpisah denga mereka : “Takutlah kalian bergaul dengan orang yang banyak obrolannya: “kata para syeikh itu.
Apa yang mereka ucapkan tentang berbagai keragu-raguan dan dongeng-dongeng dari orang tua. Lebih baik kita turunkan tirai atas semua itu. Sebab cerita-cerita itu menjadi cermin kemusyrikan dan taman kekufuran. Na’udzubillahi Ta’ala dari datangnya keburukan.

DENGKI
Di antara penyakit murid adalah hasrat yang memasuki nafsunya, berupa kedengkian terhadap sesama teman, dan merasa emosi atas keistimewaan yang diberikan oleh Allah swt. pada temannya dalam tharikat ini. Sementara dia sendiri tidak mendapatkan seperti yang diraih oleh yang lain. Ketahuilah, bahwa semua perkara itu telah dibagi oleh Allah swt. Hamba hanya bisa selamat, apabila si hamba lebih mencukupkan diri pada Wujud Alalh swt. Yang Haq, dan menerima apa pun ketentuan dari Kemurahan dan Kenikmatan-Nya.

PRIORITAS
Ketahuilah, bahwa kewajiban murid apabila sudah sepakat terjun, harus memperioritaskan yang lain secara totoal dibanding diri sendiri. Baik orang yang lapar ataupun orang yang kenyang harus diprioritaskan, dibanding dirinya. Dia juga harus merasa menjadi murid setiap orang yang jelas sebagai syeikh, walaupun dia sendiri lebih pandai dari orang tersebut.

GERAK
Adapun etika murid dalam sima’. Maka bagi murid tidak diperkenankan bergerak-gerak dalam sima’ yang muncul karena ikhtiarnya sendiri. Apabila muncul bisikan  ruhani, sedangkan dirinya tidak mampu menahan gerak, maka sekedar ekspresi luapan bisikan yang menyebabkan gerak, masih ditolerir. Apabila luapan ruhani yang datang tadi sudah hilang, dia harus tetap duduk dan tenang. Apabila dia meneruskan gerak untuk menarik ekstase, tanpa adanya limpahan dan desakan/darurat, maka gerak dalam sima’nya tidak dibenarkan. Bila masih kembali demikian, berarti dia tidak mendapatkan keterbukaan hakikat.

PERGI DAN BERPINDAH TEMPAT
Apabila murid diuji dengan pangkat kedudukan atau pergaulan omong kosong, serta mulai jatuh cinta pada wanita, sementara tidak ada syeikh yang menunjukkan jalan keluarnya, dia boleh pergi dan pindah tempat.
Di antara para syeikh berkata : “Bila seorang ‘arif berbicara menegnai ilmu pengetahuan, maka masa bodohkan dia. Sebab seharusnya seorang ‘arif mengkabarkan tentang tahapan-tahapan, bukan ilmu pengetahuan. Bagi yang ilmunya lebih dominan dibanding tahapan-tahapannya, maka dia adalah pakar ilmu, bukannya penempuh suluk.”

PEDULI PADA PAR FAKIR
Bila murid peduli membantu pada para fakir, maka hiburan hati mereka adalah rasa lapangnya terhadap murid. Karena itu tidak seyogyanya murid kontra terhadap kata hatinya, sehingga dalam berkhidmat pada kaum fakir harus benar-benar ikhlas, mencurahkan tenaganya semaksimal mungkin.

SABAR ATAS CELAAN
Apabila murid memilih menjalani darma baktinya bagi orang orang fakir, dia harus sabar dengan celaan orang banyak. Dia juga harus berbuat sepenuh jiwa dalam darma baktinya terhadap mereka. Apabila mereka tidak memuji atas kepeduliannya, dia harus mencerca dirinya, agar hati para fakir itu lega. Walaupun dia mengerti bahwa dirinya sebenarnya tidak bersalah.
Bila orang-orang semakin mencacinya, dia harus menambah pengabdian dan kebaikan kepada mereka. Karena saya mendengar Imam Abu Bakr bin Furak berkata : “Bila engkau tidak sabar di atas palu, maka mengapa engkau menjadi landasan palu.?”

MENJAGA ADAB SYARIAT
Didasarkan pula pada kaitan di atas, seorang murid harus menjaga adab syariat, menjaga tangannya untuk tidak meraih hal-hal yang haram dan syubhat, menjaga indera dari hal-hal yang diharamkan, menyertai nafas bersama Allah swt. dengan menjauhkan dari segala kealpaan, tidak menuangkan racun jiwa yang di dalamnya ada syubhat di bejana darurat. Apalagi di waktu-waktu yang bebas dan luang untuk ikhtiar.
Di antra perilaku murid adalah melanggengkan mujahadah dalam meninggalkan syahwat. Siapa yang bersesuaian dengan syahwatnya, akan sirna kesuciannnya. Perilaku terburuk bagi murid justru ketika dia kembali lagi kepaa syahwat yang pernah ditinggalkannya.

MENJAGA JANJI DENGAN ALLAH SWT.
Bagi murid harus menjaga janji bersama Allah swt. Apabila ia meruska janji di jalan cita-cita, ia sebdanding dengan murtad dari agama, bagi kalangan ahli dzahir. Bagi seorang murid seyogyanya tiak berjanji dengan Allah swt. terhadap segala hal dengan ikhtiar dan kemauannya sendiri. Sebab, dalam keharusan-keharusan syariat, ada sesuatu yang harus dipenuhi semaksimal mungkin. Allah swt. berfirman : “Dan mereka mengada-adakan rahbaniyah, padahal kami tidak mewajibkannya kepada mereka, tetapi (mereka sendirilah yang mengada-adakannya) untuk mencari keridhaan Allah, lalu mereka tidak memelihara dengan pemeliharaan yang semestinya.” (Qs. Al-Hadiid :27).

MENJAUHI PENGHAMBAAN DUNIAWI
Di antara perilaku murid, hendaknya menjauhkan diri dari penghamba dunia. Bergaul mereka adalah racun yang mematikan. Karena mereka menyerap potensi murid, sedangkan jiwa murid semakin berkurang bersama mereka : “Dan janganlah kamu mengikuti orang-orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, dan menuruti hawa nafsunya.” (Qs. Al-Kahfi :28).
Orang-orang zuhud mengeluarkan harta dari kantongnya demi taqarrub kepada Allah swt. Sedangkan ahli tasawuf mengeluarkan makhluk dan ilmu pengetahuan dari hatinya, untuk melebur dalam hakikat bersama Allah swt.

3.      MIMPI
Edit : Pujo Prayitno
Allah swt. berfirman :
“Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan dunia dan di dalam kehidupan di akhirat.” (Qs. Yunus :64).
Dikatakan : “Yang dimaksud ayat tersebut adalah mimpi yang baik (ar-Ru’yal Hasanah) yang dilihat oleh seseorang atau diperlihatkan padanya.”
Riwayat dari Abu Darda r.a. yang berkata : “Aku bertanya kepada Nabi saw. tentang ayat : “Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan dunia dan di dalam kehidupan di akhirat.” Maka Nabi saw. bersabda : “Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan dunia dan di dalam kehidupan di akhirat.” Maka Nabi saw. bersabda : “Tak seorng pun bertanya padaku tentang ayat tersebut sebelum kamu. Ayat tersebut adalah mimpi yang baik, yang dilihat oleh seseorang atau diperlihatkan kepadanya.” (Hr. Tirmidzi, Thabrani dan Ahmad. Hadis ini menurut Tirmidzi tergolong hadis hasan).
Riwayat dari Abdullah bin Mas’ud yang berkata, bahwa Rasulullah saw. bersabda : “Mimpi itu datangnya dari Allah, sedangkan mimpi lamunan itu datang dari setan.” (H.r. Bukhari).
Sabdanya pula :
“Barangsiapa bermimpi melihat aku, maka dia benar-benar melihatku. Sebab setan tidak bisa menyerupaiku.” (H.r. Tirmidzi).
Makna hadis tersbut adalah bahwa yang dimaksud adalah mimpi yang benar. Takwilnya juga benar. Sedangkan mimpi seperti itu merupakan bagian dari karamah.
Perwujudan mimpi itu adalah bisikan yang masuk dalam hati, dan kondisi-kondisi ruhani yang tergambar dalam imajinasi. Sebab seluruh perasaan tidak tenggelam dalam tidur. Lantas orang menduga seakan-akan ia dalam keadaan terjaga, dan melihat dengan sebenarnya. Padahal itu semua adalah proyeksi atau gambaran yang tertanam dalam hati mereka. Ketika rasa fisik telah hilang dari mereka, yang tertinggal adalah obyek-obyek imajinasi yang diketahui melalui rasa dan bersifat langsung. Kondisi seperti itu sedemikian menguat di benak pemiliknya. Pada saat terjaga kondisi kondisi tersebut melemah karena terdomeniasi oleh kondisi-kondisi indrawi yang ada dalam kenyataan, serta munculnya pengetahuan langsung. Contohnya, seperti orang yang disinari oleh lampu di tempat yang gelap gulita. Apabila matahari terbit, cahaya matahari akan mengalahkan cahaya lampu tersebut, sehingga cahay lampu terserap oleh cahaya matahari. Bagi orang yang berada dalam kondisi tidur , dia seperti orang yang berada di bawah cahaya lampu tadi. Sedangkan orang yang terjaga seperti orang yang berada di siang hari. Orang yang terjaga akan ingat apa yang tergambar saat tidurnya, termasuk hal-hal atau peristiwa yang datang dalam hatinya di saat tidur. Kadang-kadang yang datang tadi dari sisi setan, kadang-kadang dari desakan-desakan nafsu, kadang pula dari malaikat, dan malah terkadang dari merupakan pengetahuan langsung dari Allah swt. yang pada mulanya kondisi-kondisi tersebut dikreasikan dalam hatinya. Dalam hadis disebutkan : “Mimpi yang paling benar di antara kalian adalah yang paling benar ucapannya.”
Ketahuilah, tidur itu bermacam-macam : Ada tidur lalai dan tidur biasa, keduanya tidak terpuji, bahka tercela. Sebab tidur seperti itu adalah saudara kematian. Dalam beberapa hadis yang diriwayatkan menegaskan : “Tidur merupakan saudara kematian.” Allah swt. juga berfirman : “Dan Dia-lah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan di siang hari.” (Qs. Al-An-aam :60).
Firmannya pula :
“Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya.” (Qs. Az-Zumar :42).
Dikatakan : “Bila dalam tidur itu ada suatu kebaikan, jelas bahwa di surga pun ada tidur.”
Dikatakan pula : “Ketika Allah swt. mempertemukan tidur kepada Adam As. Di surga, pada saat itulah Hawa keluar. Dan setiap bencananya selalu muncul ketika Hawa muncul.”
Saya mendengar Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq r.a. berkata : “Ketika Ibrahim As. Berkata kepada Ismail as. : “Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi, bahwa aku menyembelihmu.” (Qs. Ash-Shaffaat :102), maka Ismail as. Berkata : “Wahai ayah, inilah balasan orang yang tidur (lupa) Kekasihnya. Seandainya engkau tidak tidur, pasti engkau tidak diperintah menyembelih anak.”
Dikatakan : “Allah swt. menurunkan wahyu kepada Daud as. : “Sungguh berdusta, orang yang mengaku mencintai-Ku, namun ketika malam telah gelap, ia tertidur lelap.”
Tidur itu merupakan kebalikan ilmu. Karenanya asy-Syibly berkata, : “Sekali terlelap, dalam kehidupan seribu tahun, adalah sesuatu yang buruk.” Katanya pula : “Allah swt. Tampak padaku dan berfirman : “Siapa yang tidur, dan alpa, siapa yang alpa, dia terhalang.” Sejak saat itu asy-Syibly bercelak dengan garam, sehingga takpernah dilanda tidur. Dalam konteks inilah para Sufi mendendangkan syairnya :
Mengherankan sekali bagi pecinta
Bagaimana dia tidur
Sedang tidur bagi pecinta
Sungguh dilarang
Disebutkan : “Murid, makannya ketika lapar, tidurnya ketika sangat kantruk, dan bicaranya ketika terpaksa.”
Dikataka : “Ketika Adam as. Tidur dalam keadaan hadirnya hati, dikatakan padanya, “Inilah Hawa, agar engkau bisa tentram kepadanya. Inilah balasan orang yang tidur di kala hadir.”
Dikatakan : “Bila engkau dalam keadaan hadir, janganlah tidur, Tidur dalam keadaan hadir berarti beradab yang buruk. Bila gaib hati Anda, berarti Anda tergolong mereka yang menyessal dan mendapat bencana. Sedang orang yang tertimpa bencana tidak bisa dilanda  tidur.”
Bagi ahli mujahadah, tidurnya merupakan karunia dari Allah kepada mereka. Allah swt. menganggap indah pada hamba yang tidur dalam sujudnya, dengan firman-Nya : “Lihatlah kamu sekalian pada hamba-Ku, ruhnya ada di sisi-Ku dan jasadnya ada di hadapan-Ku.”
Yakni, ruhnya ada di tempat rahasia, sedang badannya di hamparan ibadat.
Dikatkan : “Siapa saja yang tidur dalam keadaan suci, ruhnya diizinkan mengelilingi Arasy, dan sujud kepada Allah swt. sebagaimana firman-Nya : “Dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat.” (Qs. An-Naba’ :9).”
Saya mendengar Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq r.a. berkata : “Ada seorang laki-laki yang mengadu kepada salah seorang syeikh karena terlalu banyak tidur. Syeikh tersebut menjawab : “Pegilah kamu, dan bersyukurlah kepada Allah swt. atas kesehatan yang diberikan-Nya. Sebab banyak orang yang mengeluh sakit karena ingin bisa tidur.”
Dikatakan : “Tak ada yang lebih berat bagi iblis, melainkan bila si tukang maksiat tidur. Lalu iblis itu berkata : “Kapan dia bangun lagi dan melakukan perbuatan maksiat kepada Allah swt.?”
Saya juga endengar Syeikh Abu Ali ad- Daqqaq berkata : “Syah al-Kirmany selalu terjaga, kemudian sekali ia dilanda ketiduran. Dalam tidurnya bermimpi melihat Allah swt. Setelah mimpi itu ia selalu berusaha untuk tidur. Ketika hal itu ditanyakan, dia hanya menjawab mealui untaian syair :
Kulihat girangngya kalbu dalam mimpiku
Karenanya aku berhasrat untuk dilanda kantuk dan tidur.”
Dikisahkan, bahwa ada seorang memiliki dua murid. Keduanya kemudian bertengkar. Salah satu berkata : “Tidur itu baik. Sebab manusia pada saat itu tidak melakukan maksiat.” Kemudian yang satu berucap : “Terjaga itu baik, sebab pada saat itu dia mengenal Allah swt.” Kemudian keduanya mengadukan kepada Syeikh : “Untuk Anda yang berpendapat bahwa tidur lebih utama, maka mati itu lebih baik bagimu dibanding hidup. Kalau Anda yang berpandangan terjaga lebih baik daripada tidur, berarti hidup lebih baik bagi Anda daripada mati.”
Konsep
Juga disebutkan bahwa ada seorang laki-laki membeli budak wanita. Ketika malam tiba lelaki itu berkata pada budaknya :
“Gelarlah tempat tidur.”
“Tuanku, apakah tuanku punya Tuan?”
“Ya.”
“Apakah tuanmu juga tidur?” tanya budak itu.
“Tidak.”
“Apakah engkau tidak malu bila engkau tidur, sedang Tuanmu tidak tidur?” kata budak wanita itu.
Dikaakan : “Bocah kecil putri Sa’id bin Jubair bertanya : “Mengapa engkau tidak tidur?” Jubair menjawab : “Karena neraka jahanam tidak bisa menidurkan aku.”
Dikatakan bahwa ketika Rabi’ah bin Khaitsam meninggal dunia, seorang bocah wanita bertanya pada ayahnya, tetanggl Rabi’ah : “Ayah, kemana hilangnya silinder yang ada di rumah tetangga kita?” Ayah bocah itu menjawab : “Tetangga kita yang saleh itu benar-benar berdiri sejak sore hingga pagi hari.” Lantas bocah itu menghayalkan, bahwa tetangga yang saleh itu hilang. Karena ia tidak bisa naik ke atap kecuali malam hari, dan di atas atap itu tetangganya berdiri.
Salah seorang Sufi berkata : “Dalam tidur ada makna-makna yang tidak didapat dalam jaga, antara lain bisa menlihat Rasulullahsaw., para sahabat dan ulama salaf, yang tidak bisa kita lihat saat jaga. Begitu juga dalam tidur bisa melihat Allah swt. dan ini merupakan keistimewaan yang Agung.”
Dikatakan : “Abu Bakr al-Ajiry melihat Allah swt. dalam mimpinya. Allah lalu berfirman padanya : “Mintalah apa kebutuhanmu.” Lantas Abu Bakr mendoa : “ Ya Allah, ampuni seluruh pendusta dari ummat Muhammad saw.” Maka Allah swt. menjawab : “Aku lebih utama dari pada kamu dalam hal ampunan. Karena itu minta saja apa kebutuhanmu.”
Muhammad bin Ali al-Kattany berkata : “Aku bermimpi bertemu Nabi saw. lalu Nabi bersabda kepadaku : “Siapa yang berhias diri demi manusia dengan sesuatu padahal Allah Maha Tahu kebalikannya, Allah akan mencelanya.”
Al-Kattany berkata : “Aku mimpi bertemu Nabi Isa as. Lalu al-Hasan bertanya : “Aku ingin membuat stempel, apa yang harus kutulis pada stempel itu?” Maka Isa as. Menjawab : “Tulislah : “Laa Ilahaa Illallah Al-Malikul Haqqul Mubiin.” Kalimat tersebut merupkan akhir ayat dalam Injil.
Abu Yazid al-Bisthamy meriwayatkan : “Aku mimpi bertemua Allah swt. lantas aku bertanya kepada-Nya : “Bagaimana aku menempuh jalan kepada-Mu?” Allah berfirman : “Tinggalkan dirimu dan kemarilah.”
Diceritakan bahwa Ahmad bin Hadhrawaih bermimpi melihat Tuhannya. Allah berfirman padanya : “Hai Ahmad, setiap manusia saling mencari dari-Ku, kecali Abu Yazid. Sebab dia mencari Aku.”
Yahya bin Sa’id al-Qaththan bercerita : “Aku bermimpi melihat Tuhanku. Lalu aku memohon : “Tuhan, berapa lama aku memohon kepada-Mu, namun belum Engkau kabulkan?” Allah swt. menjawab : “Wahai Yahya, Aku sesungguhnya senang mendengarkan suaramu.”
Bisyr ibnul Harits berkata : “Aku bermimpi melihat Amirul Mukminin Ali bin Abu Thalib r.a. dan kupinta : “Nasihatilah aku wahai Amirul Mukminin!.” Lalu beliau berkata : “Betapa bagusnya perasaan orang-orang kaya yang peduli pada fakir, sementara karena mencari pahala dari Allah swt. Dan lebih baik dari itu apabila orang-orang fakir bebas dari orang-orang gkaya, hanya bergantung kepada Allah swt. Aku masih meminta : “Tambah lagi wahai Amiurl Mukminin.” Lantas beliau bersyair :
Aku benar-benar telah mati
Lalu aku jadi hidup
Dan tidak lama lagi
Engkau bakal mati.”
Dikatakan : “Sufyan ats-Tasury muncul dalam mimpi, lalu ditanaya : “Apa yang telah dilakukan Allah kepadamu?” Dia menjawab : “Dia mengasihiku.” Lalu ditanya lagi : “Bagaimana keadaan Abdullah ibnul Mubarak?” Dia menjawab : “Oh, dia tergolong gorang yang msuk kepada Tuhannya setiap hari dua kali.”
Saya mendengar Abu Ali ad-Daqqaq r.a. berkata : “Syeikh Abu Sahl ash-Sah’luky bermimpi bertemu Abu Sahl az-Zujjajy. Az-Zujajy berkata dengan janji keabadian. Maka dia ditanya : “Apakah yang telah dilakukan Allah padamu?” Az-Zujjajy menjawab : “Persoalan di sana lebih mudah dibanding yang kita duga.”
Al-Hasan bin Ashim asy-Syaibany dimimpikan, lalu dia ditanya, : “Apa yang telah dilakukan Allah kepadamu?” Dia menjawab : “Tiada sesuatu dari Yang Maha Murah, kecuali kemuliaan.”
Sebagian Sufi dimimpikan oleh beberapa orang. Di antaranya ada yang ditanya mengenai kondisinya. Dia menjawab :
Perhitungkanlah kami, dan
Selamilah, kemudian
Berharaplah, maka
Raihlah kemuliaan
Hasan a;-Bashry masuk sebuah masjid untuk shalat maghrib. Ternyata imam masjid tersebut adalah orang ajam (non-Arab). Al-Bashry tidak mau shalat makmum di belakangnya, karena khawatir logat ajam imam itu tidak fasih. Ketika tidur a;-Bashry bermimpi bertemu seseorang yang bertanya : “Kenapa Anda tidak shalat di belakangnya?” Sungguh, seandainya Anda shalat di belakangnya, dosamu yang telah lalu akan diampuni semua.”
Malik bin Anas tampak dalam mimpi, lalu ditanya : “Apa yang dilakukan Allah swt. padamu?” Dia menjawab : “Allah mengampuni dosaku, karena satu ucapan, yang diucapkan oleh Utsman bin Afan r.a. ketika melihat jenazah, Subhaanal Hayyi al-Ladzi laa Yamuut. (Maha Suci Dzat Yang Maha Hidup dan tidak pernah mati).”
Ketika malam kematian Hasan al-Bashry, seseorang dimimpikan, seakan pintu-pintu langit dibuka. Dan seolah-olah ada suara yang memanggil : “Hai perhatikanlah, Hasan al-Bashry datang kepada Allah swt. dan Allah swt. Ridha kepadanya.”
Saya mendengar Abu Bakr bin Asykib berkata : “Aku bermimpi bertemu Syeikh Abu Sahl ash-Sha’luky dalam kondisi yang sangat bagus. Kutanyakan padanya : “Apa yang telah dilakukan Allah padamu?” Beliau menjawab :
Jangan engkau menulis dengan
Catatan yang menggembirakanmu
Kelak di Hari Kiamat
Engkau melihatnya.”
Dikisahkan : “Al-Junayd mimpi bertemu iblis dalam keadaan telanjang. Junayd bertanya pada iblis : “Apa kau tidak malu dengan manusia.” Iblis menjawab : “Mereka? Mereka itu bukanlah manusia. Yang namanya manusia itu adalah mereka yang ada di masjid Syanuziyah, yang menyakiti tubuhku dan membakar hatiku.” Junayd berkata : “ Ketika aku bangun, aku bergegas pergi ke masjid. Kulihat jamaah di sana sedang menundukkan kepalanya dalam keadaan tafakur. Ketika melihatku, mereka berkata : “Jangan Anda ditipu oleh omongan kotor (iblis).”
An-Nashr Abadzy dimimpikan di Mekkah al-Mukarramah, setelah beliau wafat. Beliau ditanya : “Apa yang dilakukan Allah padamu? Beliau menjawab : “Aku disambut dengan sambutan kemuliaan. Kemudian aku dipanggil : “Apakah setelah bertemu, lalu berpisah?” Aku menjawab : “Tidak, wahai Dzat Yang Maha Agung.” Dan diriku tidak dikubur di liang lahat, sampai aku bertemu dengan Al-Ahad.”
Dzun Nuun al-Mishry dimimpikan, dan ditanya : “Apa yang telah dilakukan Allah padamu?” Dia menjawab : “Aku memohon tiga kebutuhan ketika masih di dunia. Sebagian kebutuhan itu dipenuhi. Aku berharap sisanya juga diberikan. Sedangkan aku juga memohon kepada-Nya agar diberi bagian satu dari sepuluh yang ada di tangan Malaikat Ridhwan, dan dia memberikannya sendiri. Aku memohon agar Dia menjauhkan satu dari sepuluh siksa yang ada di tangan malaikat Malik. Dan aku memohon agar Allah memberiku rezeki agar diberi dzikir melalui lisan keabadian.”
Dulaf asy-Syibly dimimpikan setelah wafatnya. Ditanya : “Apa yang telah dilakukan Allah swt. kepadamu?” Dia menjawab : “Allah swt. tidak menuntutku dengan beragai bukti atas berbagai pengakuan, kecuali satu hal, Ketika pada sutu hari aku berkata : “Tak ada kerugian yang lebih besar daripada kerugian (tidak masuk) surga dan masuk neraka.” Lalu Allah bertanya kepadaku, : “Kerugian mana yang lebih besar dibanding kerugian untuk (tidak) bertemu dengan-Ku?”
Saya mendengar Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq berkata : “Ahmad al-Jurairy mimpi bertemu al-Junayd, dan al-Jurairy bertanya : “Apa kabar wahai Abul Qasim?” Dia menjawab : “Isyarat-isyarat itu telah sirna, dan ibarat-ibarat itu telah tampak. Tak ada yang memberi manfaat kepada kita kecuali tasbih-tasbih yang kita ucapkan setiap pagi.”
An-Nabajy berkata : “Suatu hari aku sangat menginginkan sesuatu. Lantas malamnya aku bermimpi, seakan-akan ada yang berucap : “Baguskah bagi kemerdekaan murid untuk menghinakan seorang hamba, padahal dia mendapatkan dari Tuannya apa yang dikehendaki.”
Ahamd ibnul Jalla’ berkata : “Ketika memasuki Madinah, aku telah kehabisan harta. Aku mendatangi kuburan Nabi saw. lantas berkata, : “Aku adalah tamumu. Tiba-tiba aku dilanda kantuk, saat tertidur aku mimpi bertemu Nabi saw. dan beliau memberiku roti. Kumakan separo, selanjutnya aku bangun. Ternyata separo roti yang kumakan masih ada.”
sDikatakan : “Utbah al-Ghulam mimpi bertemu bidadari dengan rupa yang sangat cantik. Bidadari itu berkata kepadanya : “Wahai Utsbah, aku sangat merindukanmu. Ingatlah, engkau jangan beramal dengan amal-amal yang bisa menghalangi diriku dan dirimu.” Lalu Utbah menjawab : “Dunia kutalak tiga, dan aku tak akan pernah kembali padanya, hingga aku menemuimu.”
Saya mendengar Manshur a;-Masghriby berkisah : “Aku melihat seorang Syeikh di negeri Syam, punya masalah besar. Kebiasaan sehari-ahrinya selalu gemetar ketakutan. Lalu dikatakan kepadaku : “jika Anda ingin menyenangkan Syeikh ini bersama Anda, ucapkanlah salam padanya, dan berkata : “Semoga Allah memberimu rezeki bidadari.” Dia pasti senang mendapatkan doa seperti itu darimu.” Lantas aku bertanya sebab-sebab yang menimbulkan gejala seperti yang dialami syeikh itu. Dijawab : “Dia itu bermimpi melihat bdiadari. Lalu mimpi itu memberikan kesan yang mendalam di hatinya.” Aku pun lewat dan mengucapkan salam apdanya, lalu kuucapkan pula : “Semoga Allah dan mengucapkan salam padanya, lalu kuucapkan pula : “Semoga Allah memberimu rezeki bdiadari.” Dan tiba-tiba syeikh itu menjadi riang.”
Diceritakan bahwa Abu Ayyyub as-Sikhtiyany melihat jenazah pelaku maksiat. Kemudian masuk ke sebuah lorong sempit, karena tak ingin ikut menshalati jenazah itu. Salah satu di antara mereka ada yag bermimpi dan bertanya kepada mayit : “Apa yang telah dilakukan Allah padamu?” Mayit itu menjawab : “Allah telah mengampuni dosaku, dan Allah swt. berfirman kepadaku : “Katakanlah kepada Ayyub as-Sikhtiyany : (Katakanlah, Kalau seandainya kamu menguasi perbendaharaan-perbendahraan rahmat Tuhanku, niscaya perbendahraan itu kamu tahan, karena takut membelanjakannya).”
Dikatakan : “Malam setelah wafatnya Malik bin Dinar, seseorang bermimpi, melihat pintu-pintu langit terbuka. Lalu ada suara memanggil : “Ahai ingatlah! Malik bin Dinar telah menjadi penduduk surga!.”
Salah seorang Sufi berkata : “Pada malam hari setelah wafatnya Dawud ath-Tha’y, aku melihat cahaya dan malaikat yang sedang naik serta malaikat yang sedang turun. Aku bertanya : “Malam apakah ini?” Para malaikat itu menjawab : “Ini adalah malam bagi kematian Dawud ath.Tha’y, surga benra-benar menjadi indah atas kedatangan ruhnya.”
Saya pernah bermimpi melihat guru saya, Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq, dan saya bertanya : “Apa yang telah dilakukan Allah swt. kepada Anda?” Beliau menjawab : “Tiada ampunan sebagai derajat yang besar di sana, yang lebih sedikit derajatnya daripada yang ada di sana. Seseorang diberi ini dan itu.”
Lalu dalam mimpi saya, manusia yang dimaksud oleh syeikh tadi adalah seseorang yang melakukan pembunuhan tanpa dasar yang haq.
Ketika Kuraz bin Wabrah meninggal, ia dimimpikan, seakan-akan ahli kubur sedang keluar dari kuburnya dengan pakaian putih serba baru. Lalu ditanyakan : “Apa, semua ini?” Dijawabnya : “Para ahli kubur sedang diberi pakaian serba baru, karena kedatangan Kuraz bin Wabrah.”
Yusuf ibnul Husain dimimpikan setelah wafatnya : “Apa yang telah dilakukan Allah swt. kepada diri Anda?” Ia menjawab : “Dia telah mengampuniku.” Kemudain ditanya lagi : “Karena apa Allah swt. mengampuni Anda?” Yusuf al-Husain menjawab : “Selama aku bergaul, aku tidak pernah bergurau.”
Abdullah az-Zarrad dimimpikan, dan ditanya : “Apa yang telah dilakukan Allah swt. kepada Anda ?” Allah telah  mendudukan diriku dan mengampuni setiap dosaku yang telah kulakukan di dunia, kecuali satu dosa. Aku merasa malu untuk mengakuinya. Lalu dosa itu berhenti pada uratku, sehingga daging wajahku berjatuhan.” Ditanyakan kepadanya lagi.” Apa yang terjadi?” Abdullah menjawab : “Sutu hari aku melihat sosok yang sangat bagus, lalu aku malu menyebutkannya.”
Saya mendengar Abu Bakr ar-Rasyidy berkata : “Aku bermimpi melihat Muhammad ath-Thausy, dan beliau berkata : “Katakan kepada Abu Sa’id ash-Shaffar sang sastrawan :
Kami tak mampu bergeser dari cinta.
Sungguh demi kehidupan cinta
Kamu sekalian telah bergeser, kami tak pernah
Kesibukanmu telah melalaikan kami
Karena persahabatan dengan jalan yang lain
Kamu ucapkan kata perpisahan, namun tidak bagi kami
Siapa tahu,Tuhan Yang mengatur segalanya
Baka mempertemukan kami setelah kematian nati
Seperti semula
Tiba-tiba aku terbangun, dan kukataka kepada Abu Sa’id ash-Shaffar. Ia menjawab, “Setiap hari Jum’at aku ziarah ke kuburnya. Pada Jum’at ini, sungguh (menyesal) aku tidak menziarahinya.”
Salah seorang Sufi meriwayatkan : “Aku bermimpi bertemu Rasulullah saw. sementara di sisinya ada jamaah para fuqara yang mengelilinginya. Pada saat itu, tiba-tiba dua malaikat turun dari langit, salah satu tangan dua malaikat itu memegang bejana tempat air, dan tangan yang lain memegang kendi. Bejana itu diletakkan di depan Rasululllah saw. Lantas Rasul pun mencuci tangannya. Kemudian diputar kepada mereka, sehingga mereka pun mencucui tangan mereka. Lalu bejana itu sampai di hadapanku. Salah satu malaikat itu berkata kepada yang satunya : “Hai, jangan kamu tuangkan air itu pada tangannya, sebab orang ini bukan kelompok mereka!” Lalu aku bertanya kepada Rasulullah saw. : “Wahai Rasulullah, bukankah telah diriwayatkan dari engkau, bahwa engkau bersabda : “Seseorang beserta orang yang dicintainya?” Rasul saw. menjawab : “Benar”. Aku berkata, : “Dan mencintai Anda dan mencintai para fakir itu.” Lalu Rasul saw. bersabda : “Tuangkan air itu pada tangannya, sebab ia termasuk kalangan mereka.”
Diriwayatkan dari Umar al-Hammal, yang berkata : “Maaf-maaf.” Ia ditanya : “Apa arti doa tersebut?” Ia menjawab : “Pada mulanya, aku seorang pemanol. Suatu hari aku membawa kiriman tepung. Kuletakkan beban itu, untuk istirahat sejenak. Lantas aku mengeluh, “ Tuhanku, seandainya Engkau beri aku dua buah potong roti sehari tanpa harus susah payah, raanya aku sudah cukup dengan dua potong itu.” Tiba-tiba ada dua orang laki-laki sedang bertengkar. Aku maju untuk mendamaikan. Namun salah seorang yang hendak memukul lawannya dengan suatu benda, mengenai kepalaku. Wajahku berdarah. Pemilik rumah datang, lalu mencekal keduanya. Ketika melihatku berlumuran darah, aku ikut diseretnya, karena menyangka aku terlibat dalam perkelahian. Akhirnya aku dijebloskan di penjara. Beberpa waktu ketika aku mendekamdi penjara, setiap hari aku dikirim dua potong roti. Suatu malam aku bermimpi, ada suara orang berkata kepadaku : “Bukankah kamu telah meminta dua potong roti setiap hari tanpa harus bersusah payah. Sementara kamu tidak pernah minta maaf.” Lalu aku bangun, dan kuucapkan : “Maaf, maaf.” Tiba-tiba pintu penjara diketuk : “Mana yang namanya Umar si pemanol?” Lantas mereka memberikan jalan keluar bagiku.”
Riwayat dari Muhammad al-Kattany : “Di antara murid kami ada yang terkena penyakit di kedua matanya. Lalu ditanya : “Apakah tidak sebaiknya Anda berobat?” Ia menjawab : “Aku berkeinginan untuk tidak mengobati sampai sehat dengan sendirinya.” Lalu Aku bermimpi, seakan-akan ada suara mengatakan : “Seandainya keinginan seperti itu ada pada semua penghunia neraka, Kami akan mengeluarkan mereka dari neraka.”
Riwayat dari al-Junayd yang mengatakan : “Aku bermimpi seakan-akan berbicara kepada banyak orang. Lantas malaikat mengehntikanku, lalu berrtanya : “Apa yang paling bisa mendekatkan ahli taqarrub kepada Allah swt.?” Aku menjawab : “Amal yang tersembunyi dengan timbangan yang memadai.” Lalu malaikat itu meninggalkan aku seraya berkata : “Kalimat yang tepat, demi Allah!.”
Ada seseorang berkata kepada ‘Ali’ bin Zaid : “Aku bermimpi semalam melihat Anda, seakan-akan Anda adalah ahli surga.” “Ali menjawab : “Bisa jadi setan mempunyai maksud tertentu. Lantas aku berlindung dari setan itu. Lalu setan itu menyosokkan padaku lewat seseorang, seperti apa yang diinginkannya.”
Dikatkan “Atha as-Sulami dimimpikan, dan ditanya : “Anda ini tergolong orang terundung duka begitu lama,lalu apa yang telah dilakukan Allah swt. kepada Anda?” Ia menjawab : “Demi Allah, ingatlah, kedukaan itu telah diikuti oleh istirahat yang panjang dan kesenangan abadi.” Ditanyakan kepadanya lagi : “Pada derjat mana Anda berada?” Atha’menjawab : “Bersama orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah, yaitu para Nabi dan para shiddiqin.”
Dikatakan : “Al-Auzi dijumpai dalam mimpi, dan berkata : “Aku tidak pernah melihat derajat yang lebih tinggi di sana, dibanding derajat para ulama, kemudian baru derajat orang-orang yang selalu dirundung kesusahan.”
An-Nabajy berkata : “Ada yang mengatakan dalam mimpiku : “Barangsiapa menyerahkan rezekinya kepada Allah swt. akan ditambah kebajikan akhlaknya, dan dirinya dimurahkan dalam nafkah, serta sedikit waswasnya dalam shalat.”
Zubaidah dimimpikan oleh seseorang dan ditanya : “Apa yang telah Allah swt. lakukan kepadamu?” Ia menjawab : “Allah swt. mengampuniku.” Ditanya lagi : “Apakah karena nafkah yang banyak engkau berikan di jalan-jalan menuju Mekkah al-Mukarramah?” Ia menjawab : “tidak!” Soal pahalanya kembali pada pemiliknya. Tetapi Allah mengampuniku karena niatku.”
Sufyan ats-Tsaury muncul dalam mimpi dan ditanya : “Apa yang telah Allah swt. lakukan atas diri Anda?” Sufyan menjawab : “Aku tetapkan salah satu telapak kakiku di atas ash-Shirath dan telapak kaki yang lain di surga.”
Ahmad bin Abul Hawary berkisah : “Aku bermimpi melihat gadis yang begitu cantik, dengan riasan cahaya di wajahnya. Aku berkata kepadanya : “Betapa bersinarnya wajahmu.” Gadis itu bertanya : “Ingatlah semalam ketika Anda menangis?” Aku menjawab : “Ya.” Gadis itu berkata : “Airmata Anda kubawa dan kuusapkan ke wajahku. Wajahku tiba-tiba jadi seperti ini.”
Yazid ar-Raqasy mimpi bertemu Nabi saw. lalu dibacakan suatu ayat. Lantas Nabi saw. bersabada : “Bukankah ini bacaan, lalu mana tangisam?”
Al-Junayd berkata :  “Aku semalam bermimpi seakan-akan ada dua malaikat turun dari langit. Salah satu dari mereka bertanya : “Apakah kejujuran itu?” Lalu kukatakan : “Tepat janji.” Yang lain berkata : “Suatu kejujuran lalu naik membumbung.”
Bisyr al-Hafi dimimpikan, lalu ditanya : “Apa yang telah dilakukan Allah swt. kepada diri Anda?” Ia menjawab : “Allah mengampuniku. Dan berfirman kepadaku : “Apa Aku tidak malu wahai Bisyr, engkau takut kepada-Ku dengan rasa takut sedemikian rupa.?”
Dikatakan : “Abu Sulaiman ada-Darany dimimpikan semalam, ditanya, : “Apa yag telah dilakukan Allah swt. kepada Anda?” Abu Sulaiman menjawab : “Dia mengampuniku, dan tiada sesuatu yang lebih menderitakan diriku dibanding isyarat-isyarat kaum sufi.”
Ali ibnu Muwafiq berkata : “Suatu hari aku sedang memikirkan mengenai pekerjakan keluargaku dan kemiskinan yang menimpa mereka. Lalu aku bermimpi,ada secarik kertas bertuliskan : “Bismillahirrahmaanirrahiim, Wahai Ibnul Muwafiq, apakah engkau takut kemiskinan sedangkan Aku adalah Tuhanmu?” Saat menjelang akhir malam ada seorang laki-laki memberiku kantong, di dalamnya ada limaribu dinar, sembari berkata : “Ambillah ini untukmu, wahai orang yang keyakinannya lemah.”
Al-Junayd berkata : “Aku bermimpi, seakan-akan berada di hadapan Allah swt. kemudian Dia berfirman kepadaku : “Wahai Abul Qasim, darimana engkau mendapatkan kalam yang engkau ucapkan?” Lalu aku menjawab : “Aku tidak bicara kecuali benar : “Allah swt. berfirman : “Engkau benar.”.
Abu Bakr al-Kattany berkisah : “Aku bermimpi bertemu seorang pemuda yang amat tampan. Aku bertanya : “Siapakah Anda?” Ia menjawab : “Takwa!” Aku bertanya lagi : “Dimana Anda menetap?” Ia menjawab : “Di hati yang susah.” Kemudian ia berkelebat pergi menghilang. Aku menoleh, tiba-tiba ada seorang wanita legam yang bengis. Aku bertanya kepadanya : “Siapakah Anda?” Ia menjawab : “Tawa ria!” Aku bertanya : “Di mana tempat tinggalmu?” Dijawabnya : “Di setiap hati yang girang gembira nan alpa.” Lalu aku bangun, dan sejak saat itu aku tidak pernah tertawa, kecuali bila sudah tidak tahan lagi.”
Abu Abdullah bin Khafif menceritakan : “Aku bermimpi bertemu Rasulullah saw. yag seakan-akan bersabda kepadaku : “Siapa yang mengenal jalan menuju kepada Allah swt. ia akan menempuhnya. Bila orang itu kembali menjauhi, Allah swt. akan menyiksanya dengan siaksaan yang belum pernah dirasakan oleh siapa pun di alam ini.”Dulaf asy-Syibly dimimpikan, dan ditanya : “Apa yang dilakukan Allah swt. kepada diri Anda?” Ia menjawab : “Dia mendebatku, sampai aku tidak berdaya. Ketika Dia melihat ketidakberdayaku, Dia melimpahkan padaku dengan limpahan rahmat-Nya.”
Abu Utsman al-Maghriby berkata : “Aku bermimpi seakan-akan ada orang berkata : “Hai Abu Utsman, Takutlah kamu kepada Allah swt. dalam menempuh kefakiran, walaupun sekedar semut kecil.”
Dikatakan : “Abu Sa’id al-Kharraz mempunyai seorang anak yang telah meninggal dunia mendahuluinya. Lalu ia bermimpi bertemu dengan anaknya : “Wahai anakku, berwasiatlah kepadaku!.” Katanya, “ Ayah”, kata anaknya. “Janganlah bekerjasama dengan Allah swt. dengan sikap penakut!” Abu sa’id meminta : “Anakkau, tambahlah wasiatmu,” Anak itu berkata : “Ayah.” Jangan kontra kepada Allah swt, dalam perkara yag menjadi tuntutanmu!.” Abu Sa’id masih meminta : “Tambahlagi wahai anakku!” Lalu anak itu berkata : “Jangan engkau pakai jubahmu (sebagai tabir) antara dirimu dengan Allahswt.!” Maka sejak saat itu, selama tiga puluh tahun Abu Sa’id tidak pernah memakai jubah.”
Dikisahkan : “Do antara salah seorang Sufi berdoa : “Ya Allah, Aku memohon sesuatu yang tidak membuat-Mu bahaya, dan memberi manfaat kepada kami, Janganlah Engkau larang bagi kami!” Tiba-tiba dalam mimpinya seakan-akan ada suara : “Demi dirimu, sesuatu yang membahayakn dirimu dan tidak memberi manfaat bagimu, tiggalkan!.”
Diriwayatkan dari Abul Fadhl al-Asfahany yang berkata : “Aku mimpi bertemu Rasulullah saw. dan aku berkata : “ Wahai Rasulullah, mohonkan kepada Allah swt. agar Dia tidak merusak imanku!.” Rasulullah saw. bersabda : “Yang itu adalah sesuatu, dimana Allah swt. benar-benar telah merampungkannya.”
Diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Kharraz : “Aku menyaksikan iblis dalam mimpi. Kuambil tongkatku untuk memukulnya. Lalu dikatakan kepadaku : “Iblis tidak lari dari tongkat itu. Yang membuatnya lari bila muncul cahaya yang ada di dalam hati.”
Salah seorang Sufi berkata : “Aku berdoa untuk Rabi’ah al-Adawiyah. Lalu aku bermimpi meliahtnya, dan berkata : “Hadiah-hadiahmu telah sampai kepada kami dalam lapisan-lapisan cahaya, dan terbungkus oleh sapu tangan dari cahaya.”
Riwayat dari Sammak bin Harb yang berkata : “Mataku buta, lalu kau bermimpi, ada orang berkata : “Datanglah ke sungai Euphrat, menyelamlah di sana, dan bukalah kedua matamu!” Lalu kulakukan perintahnya, dan mata ku pun sembuh, aku dapat melihat kembali.”
Dikisahkan : “Bisyr al-Hafi dimimpikan, dan ditanya : “Apa yang telah Allah swt. lakukan kepadamu?” Ia  menjawab : “Aku melihat Tuhanku – Azza wa Jalla – berfirman kepadaku : “Selamat datang wahai Bisyr. Aku benar-benar telah mewafatkanmu pada hari yag Ku pastikan. Dan tidak seorang pun di muka bumi yang lebih kucintai dibanding dirimu.”

4.      WASIAT  BAGI  PARA  MURID
Edit : Pujo Prayitno
Langkah perama yang harus dijejakkan oleh penempuh (al-murid) tharikat ini, adalah ia harus melangkah di atas jalan kejujuran hati yang benar, agar benar pula membangun yang berdasarkan prinsip yang shahih. Sebab para syeikh berkata : “Mereka terhalang untuk sampai kepada Allah swt. (Wushul) disebabkan mereka menelantarkan prinsip-prinsip akidah (al-ushul).
Begitupun Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq berkata : “Awal mula bagi penempuh adalah meluruskan akidah antara dirinya dengan Allah swr. Bersih dari segala dugaan dan keserupaan, jauh dari kesesatan dan bid’ah, muncul dari bukti-bukti dan hujjah. Bagi seorang murid, menjadi cela bila mengaitkan diri apda suatu madzab yang bukan madzab dari tharikat ini. Tidak ada pengaitan seorang sufi kepada suatu madzab yang berbeda dengan tharikat kaum Sufi, kecuali menyimpulkan akan kebodohannya. Tentang madzab tharikat ini. Sebab, hujjah dalam persoalan mereka lebih jelas dibanding kaidah madzab mana pun.”
Manusia adakalanya terpukau pada ayat dan haids, adakalanya cenderung gpada penggunaan akal dan pikiran. Sementara para Syeikh golongan Sufi melampaui semuanya. Bagi manusia pada umumnya, suatu tampak gaib, namun bagi kalangan Sufi tampak jelas. Bagi khalayak, pengetahuan merupakan tumpuan, namun bagi kalangan Sufi pengetahuan maujud dari Allah swt. Yang Maha Haq. Mereka adalah kalangan yang senantiasa bertemu dengan Allah swt. (ahlul wishal) sementara manusia pada umumnya berpihak pada pencarian bukti (ahlul istidlal) : “Para Sufi itu, sebagaimana diungkapkan penyair :
Malamku, bersama wajah-Mu, cemerlang
Sedang kegelapan meliputi manusia
Manusia dalam kegelapan yang gulita
Sedang kami dalam cahaya siang benderang
Tidak satu pun zaman dalam periode Islam, melainkan selalu ada seorang syeikh dan para tokoh Sufi ini, yang memiliki ilmu tauhid dan kepemimpinan spiritual. Tokoh-tokoh panutan ummat dari kalangan para ulama pada waktu itu. Benar-benar telah berpasrah diri kepada syeikh tersebut, bertawadlu’ dan menyerap berkat darinya. Kalau saja tidak karena keistimewaan dan citra khuss bagi mereka, akan terjadi persoalan sebaliknya. Inilah yang dialami oleh Ahmad bin Hanbal ketika bersama asy-Syafi’y – semoga Allah swt. meridhai mereka berdua – datanglah Syaiban ar-Ra’y.
Ahmad bin Hanbal berkata : “Wahai Abu Abdullah, aku ingin mengingatkan orang ini akan kekurangan ilmunya, agar mau tekun meraih sebagian pengetahuan.” Maka asy-Syafi’y berkata : “Jangan Anda lakukan.” Namun Ahmad tetap saja berupaya. Ahmad berkata kepada Syaiban : “Apa pendapatmu, bila ada orang lupa akan shalatnya dari shalat lima waktu sehari semalam. Sementara ia tidak mengerti shalat mana yang terlupakan?” Syaiban menjawab : “Wahai Ahmad, itulah hati yang alpa terhadap Allah swt. Kewajibannya ia harus belajar adab, sehingga tidak lupa Tuannya.” Seketika itu pula Ahmad pingsan mendengar jawaban Syaiban. Ketika sadar, asy-Syafi’y berkata kepada Ahmad : “Bukankah sudah kukatakan, jangan mengganggunya! Syaiban ini orang yang buta huruf. Apabila orang yang buta huruf seperti dia dari kalangan mereka (kaum Sufi) saja sedemikian itu, lalu bukankah betapa hebat imam-imam mereka?”
Diriwayatkan bahwa ada seorang ahli fiqih dari kalangan fuqaha besar mempunyai majelis halaqah yang berdekatan dengan halaqah Dulaf asy-Syibly di Masjid al-Manshur. Faqih besar itu dipanggil dengan nama Abu Amran, yang meremehkan halaqah dan ucapan-ucapan asy-Syibly. Suatu hari para murid Abu Amran bertanya kepada asy-Syibly tentang masalah haid, dengan tendensi ingin mempermalukannya. Asy-Syibly menjawab dengan berbagai padangan ulama mengenai masalah tersebut serta menyebutkan soal khilafiyah dalam masalah haid. Abu Amran langsung berdiri, mencium kepala asy-Syibly sambil berkata : “Wahai Abu Bakr, engkau telah menyerap sepuluh pandangan tentang masalah haid yang belum pernah aku dengar sama sekali. Sedangkan yang kuketahui hanya tiga pandangan saja.”
Dikatakan : “Abul Abbas bin Suraij adalah seorang ualama fiqih yang pernah menghadiri majelis al-Junayd r.a. dan mendengar penuturannya. Kemudian Abul Abbas  ditanya : “Apa pandanganmu tentang ucapan itu?” Ia menjawab : “Aku tidak mengerti apa yang diucapkan al-Junayd. Namun aku tahu ucapan tersebut merupakan lompatan, yang bukan tergolong lompatan kebatilan.”
Dikatakan kepada Abdullah bin Sa’id bin Kilab, : “Anda berbicara pandangan masing-masing ulama. Lalu di sana ada seorang tokoh yang dipanggil dengan nama al-Junayd. Lihatlah, apakah Anda kontra atau tidak?” Abdullah lalu menghadiri majelis al-Junayd. Ia bertanya kepada al-Junayd tentang tauhid, lalu Junayd menjawabnya. Namun Abdullah kebingungan. Lantas kembali bertanya kepada al-Junayd : “Tolong Anda ulang ucapan tadi bagiku!” AL-Junayd mengulangi, namun dengan ungkapan yang lain. Abdullah lalu berkata : “Wah, ini lain lagi, aku tidak mampu menghafalnya. Tolonglah Anda ulangi sekali lagi!.” Lantas al-Junayd pun mengulanginya, tetapi dengan ungkapan yang lain lagi. Abdullah berkata : “Tidak mungkin bagiku memahami apa yang Anda ucapkan. Tolonglah Anda uraikan untuk kami!.” Al-Junayd menjawab : “Kalau Anda memperkenankannya, aku kan menguraikannya.”
Lalu Abdullah berdiri, dan berkata akan keutamaan al-Junayd serta keunggulan moralnya. “Apabila prinsip-prinsip akum Sufi merupakan prinsip paling shahih, dan para syeikhnya merupakan tokoh besar manusisa, ulamanya adalah yag paling alim di antara manusia. Bagi para murid yang tunduk kepadanya, bila sang murid itu termasuk ahli penempuh dan penahap tujuan mereka, maka para syeikh inilah yang menjaga apa yang tersistimewa, berupa terbukanya kegaiban. Karenanya, tidak dibutuhkan lagi bergaul (terkait) dengan orang yang ada di luar golongan ini. Bila ingin mengikuti jalan Sunnah, sementara dirinya tidak kompeten untuk mandiri dalam hujjah, lalu ingin menahapi wilayah bertaklid agar bisa sampai pada kebenaran, hendaknya ia bertaklid agar bisa sampai pada kebenaran, hendaknya ia bertaklid kepada ulama salafnya. Dan hendaknya melintasi jalan generasi Sufi ini, sebab mereka lebih utama dari yang lain.”
Al-Junayd berkata : “Jika Nada, mengetahui bahwa Allah swt. memiliki ilmu di bawah atap langit ini yang lebih mulia daripada ilmu tasawuf, dimana kita bericara di dalamnya dengan sahabat-sahabat dan teman kita, tentu aku akan berjalan dan menuju ilmu tadi.”
Apabila telah mengikat dirinya dengan Allah swt. sang murid harus memperoleh ilmu syariat, bisa dengan jalan penelitian (tahqiq) atau melaui cara bertanya kepada imamnya, mana kewajiban-kewajiban yag harus dijalankan. Bila di antara mereka berselisih pandangan soal syariat, si murid harus mengambil pandangan yang lebih hati-hati dan lebih teliti. Di samping itu, ia herus berusaha keluar dari lingkaran khilafiyah(al-khuruj minal khilaf). Sebab kemurahan (rukhshah) dalam syariat hanya diperuntukan bagi mereka yang lemah dan mendapatkan kesibukkan dan hajat yang amat mendesak. Sedangkan kesibukan para murid, tidak lain hanyalah bersibuk diri bersama Allah swt. Karena itu dikatakan, : Apabila si fakir turun dari derajat hakikat kepada rukhshah syariat berarti ikatannya dengan Allah swt. telah rusak. Janji antara dirinya dengan Allah swt. juga rusak. Kemudian bagi murid, harus belajar adab dengan seorang syeikh. Apabila dalam menempuh jalan Sufi ini murid tidak mendapatkan seorang syeikh ruhani, ia tidak akan bahagia selamanya.” Karena itu Abu Yazid al-Bisthamy berkata : “Siapa pun yang tidak memilki guru, maka setanlah imamnya.”
Saya mendengar Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq berkata : “Pohon, apabila tumbuh dengan sendirinya, hanya tumbuh dengan daunnya, tetapi tidak berbuah. Begitu pula murid, apa bila tidak berguru dengan Syeikh, lalu menyerap begitu saja ajaran tasawuf melalui metodenya sendiri, maka murid itu adalah penghamba hawa nafsu, yang tidak akan lestari.”
Bila si murid hendak menempuh jalan ruhani (suluk) setelah melampaui semua itu, pertama-tama yang harus dilakukan adalah tobat kepada Allah swt. dari segala kesalahan. Mengggalkan seluruh dosanya baik dosa lahir maupun batin, dosa kecil maupun besar. Ia pun harus rela dengan caci maki, tidak akan terbuka hatinya untuk menjalani tharikat ini. Dalam contoh seperti itu, para Sufi telah menempuhnya. Setelah itu murid harus melakukan pembuangan segala ikatan dan kesibukan. Karena bangunan tharikat ini berada di atas kekosongan hati (selain Allah swt.).
Dulaf asy-Syibly berkata kepada Ali al-Hyshry pada awal mula penempuhan jalan ruhaninya : “Apabila masih ada kepedulian selain Allah swt. dalam hati Anda, dari hari Jum’at ini ke Jum’at yang akan datang, haram bagi anda menghadiri majelisku.”
Bila si murid ingin keluar dari kaitan-kaitan yang ada, pertama-tama ia harus keluar dari harta bendanya. Sebab harta itu yang dapat memalingkan dari Allah swt. Tidak seorang muridpun ditemukan yang memasuki persoalan tasawuf, sementara dalam dirinya masih ada keterkaitan dengan dunia, melankan keterkaitan-keterkaitan duniawi itu akan menariknya keluar dari dunia tasawuf. Kedua, bila telah keluar dari harta benda, murid harus keluar dari tahta/status sosial. Terlibat mengejar pangkat merupakan faktor pemutus yang amat besar. Bila penolakan dan penerimaan manusia terhadap dirinya masih belum diterima dengan hati yang sama – dimana tidak ada manfaat secara pribadi, bahkan membuat dirinya mendapatkan kesusahan, karena pergaulan dengan sesama itu, bahka ia tidak mendapatkan pengukuhan dan atau pemberkatan – karena tekanan pengucilan orang-orang terhadap ucapan-ucapan ini, bagaimana pun tetap tidak dibenarkan berhasrat kepada mereka. Bagaimana pemberkatan manusia itu dibenarkan? Sementara mereka harus keluar dari status sosial dan kepangkatan mereka? Mengapa? Sebab, pemberkatan dan pengejaran status kepangkatan di mana manusia marupakan racun yang mematikan bagi dirinya.
Apabila seorang murid keluar dari harta dan tahtanya, ia harus membenarkan dan meluruskan akidahnya antara dirinya dengan Allah swt.
Disamping itu dia tidak boleh berbeda pandangan dengan syeikhnya. Dalam berbagai isyarat yang ditujukan kepadanya. Berbeda padangan dengan syeikh, bagi seorang murid, merupakan bahaya besar. Karena awal perjalanan ruhaninya merupakan bukti bagi seluruh usianya.
Syarat lain bagi murid, tidak boleh ada ganjalan kontradiksi terhadap syeikhnya. Bila dalam benaknya mempunyai persepsi bahwa dirinya, di dunia dan akhirat mempunyai kemampuan dan nilai, atau merasa paling hebat di muka bumi, maka cita-citanya tidak shahih. Karena seharus nya ia berjuang agar mengenal Tuhannya, bukan berjuang untuk mendapatkan status dirinya.
Disinilah, adanya perbedaan antara orang yag mengharapkan Allah swt. dan orang yang mengharapkan status kepangkatan, baik harapanitu untuk dunianya maupun akhiratnya.
Selain itu, murid wajib menjaga rahasia batinnya, bahkan dari kancing bajunya sekalipun, kecuali hanya kepada syeikhnya. Kalau murid memendam rahasia nafas jiwanya terhadap syeikhnya, berarti ia telah menghianati kesantrian terhadap syeikh.
Apabila terjadi suatu perbedaan dengan petunjuk syeikhnya, ia wajib berikrar di hadapan syeikh pada saat itu pula, kemudian menyerahkan sepenuhnya kepada syeikh, hukuman apa un yang dijatuhkan kepadanya atas tindak keburukan dan sikatp kontranya. Hukuman itu terkadang, ia disuruh bepergian atau perintah yang diketahuinya. Bagi para syeikh sendiri tidak dibenarkan melampaui apa yag menjadi kesalahan para murid. Karena hal demikian berarti menelantarkan hak-hak Allah swt.
Syeikh tidak boleh menuntun murid dengan suatu dzikir apabila murid belum menyingkirkan segala ketergantungan duniawi, namun, seharusnya seorang syeikh cukup melatihnya saja. Namun apabila sang syeikh telah menyaksikan murid melalui hatinya, bahwa murid telah benar hasrat utamanya, maka syeikh harus membuat syarat agar murid ridha terhadap apa  yang dihadapi dalam tharikat ini berupa bagian bagian praktis dari aturannya. Maka, demikian syeikh mengambil janji kepada murid untuk tidak berpaling dari tharikat ini, manakala murid menghadapi berbagai  masalah seperti kesengsaraan, kehinaan, kefakiran, kepedihan dan penyakit.
Sang murid dilarang menebarkan sikap meremehkan, tidak boleh mencari kemudahan ketika  tertimpa kekurangan dan desakan, tidak lebih dahulu meminta dan tidak bersikap malsa-malasan. Sebab kemandegan murid dalam waktu senjangnya merupakan keburukan. Perbedaan antara senjang dan mandeg : bahwa senjang waktu masih ada peluang untuk kembali meneruskan hasrat atau keluar dari cita-cita penempuhan. Sementara kemadegan, berarti berhenti menempuh jalan ruhani, karena dorongan menikmati kemalasan. Setiap murid yang madeg, pada awal hasratnya tidak akan memperoleh sesuatu.
Apabila syeikh memberikan latihan kepadanya, syeikh harus menuntun sebagian dzikir sebagaimana yang ditunjukan. Syeikh memerintahkan kepada murid untuk mengingat ucapan dzikir tersebut melalui lisan, kemudian si murid dianjurkan untuk menyelaraskan ucapan dzikir dengan hatinya. Lalu syeikh menegaskan kepada murid : “Berteguhlah dirimu untuk melanggengkan dzikir itu, seakan-akan kamu, dengan hatimu bersama Tuhanmu selamanya. Jangan ada ucapan dzikir selain ucapan ini, semaksimal mungkin!.”
Selanjutnya Syeikh memerintahkan kepada murid agar senantiasa melanggengkan suci dari hadas *thaharah); tidak tidur kecuali dilanda kantuk; mengurangi makan sedikit demi sedikit secara bertahap, sehingga terbiasa. Bagi Syeikh, hendaknya tidak memerintahkan murid agar meninggalkan kebiasaannya secara serentak. Sebab dalam hadis dijelaskan : “Sesungguhnya benih yang tumbuh tidak pada tanah akan pupus, dan pertumbuhannya tidak lestari,”
Murid dianjurkan untuk memprioritaskan khalwat dan ‘uzlah. Ketekunannya dalam kondisi seperti itu --- tidak mustahil --- untuk menghilangkan bahaya-bahaya yang mengancam agama, serta bisikan-bisikan yang mengganggu hati.”
Ingatlah, kondisi seperti itu --- keraguan dalam akidah – tidak akan sunyi dari perjalanan permulaan seorang murid dalam menempuh hasrat spiritualnya. Apalagi bila si murid memiliki kecerdasan hati, seringkali menghadapi cobaan-cobaan seperti itu. Bahkan hampir semua murid mengalaminya.
Tugas syeikh, apabila melihat muridnya ada yang memiliki kecerdasan seperti itu, seharusnya diarahkan dengan argumentasi rasional. Sebab dengan pengetahuan seperti itu, tidak mustahil akan selesai permasalahannya, terutama untuk menghapus keragguan benaknya. Bila syeikhnya memberikan firasat, akan kekuatan dan keteguhan pada diri murid dalam menempun tharikat ini, si murid diharuskan bersabar dan melestarikan dzikirnya, sampai muncul cahaya penerimaan, dan muncul rahasia mentari wushul. Dalam waktu dekat akan terjadi hal-hal seperti itu. Namun kejadian seperti itu tidak akan muncul kecuali pada individu-individu murid. Sedangkan yang umum, tetapi untuk mereka dikembalikan pada kontemplasi dan perenungan berbagai ayat, dengan syarat untuk memperoleh ilmu tentang dasar-dasar agama, sekedar untuk kebutuhan mendessak bagi murid.
Ingatlah, bagi para murid, secara khusus, akan mendapatkan ujian-ujian dalam menggapai pintu tharikat ini. Karenanya, bila mereka menyendiri dalam tempat-tempat dzikir atau majelis-majelis sima’, atau yang lain, jiwanya sering diganggu, dan kepeduliannya sering dihembusi oleh kemungkaran-kemungkaran yang mengatakan bahwa Allah swt. Suci dari semua itu, disamping si murid tidak dipersepsikan adanya nuansa syubhat yang batil pada bisikan-bisikan itu. Tetapi gangguan itu tidak berjalan lama. Pada saat-saat seperti itu, kepedihan luar biasa menimpa si murid, sampai pada batas, dimana makian yang paling kotor, ucapan yang paling keji, dan bisikan yang paling busuk, yang tidak dapat diungkapkan oleh si murid kepada siapa pun. Inilah gangguan terberat yang menimpa dirinya. Tugas si murid bila terganggu seperti itu, adalah tidak memperdulikan bisikan-bisikan itu dengan tetap melestariakn dzikir, kembali kepada Allah swt. mempertahankannya dengan sikap konsisten. Bisikan-bisikan itu bukanlah hembusan-hembusan setan, tetapi merupakan gangguan naffsu. Apabila hamba dapat menandinginya dengan cara meninggalkan orientasi pada gangguan tersebut, maka gangguan itu akan putus dengan sendirinya.
Di antara adab murid, atau bahkan kewajiban-kewajiban yang menjadi tugasnya, adalah menetapi tempat penempuhannya. Murid jangan sampai pergi sebelum menempuh Jalan, sebelum hatinya wushul kepada Allah swt. Sebab, pergi dengan waktu yag bukan pada waktu yang ditentukan, merupakan racun yang mematikan. Selain itu murid tidak akan meraih harapannya, bila pergi pada saat yang bukan waktunya.
Apabila Allag swt. menghendaki murid suatu kebaikan, Dia akan meneguhkan di awal penempuhan ruhaninya. Tetapi bila Allah swt. menghendaki keburukan apda murid, Allah swt. akan mengembalikan pada suasana semula, keluar dari wahana penempuhan, kembali dengan pekerjaan dan situasi semula, sebelum memasuki gerbang tharikat.
Apabila Allah swt. menghendaki murid dengan suatu cobaan, Allah swt. melemparkan pada wahana keterasingan. Inni pun bila si murid akan mendapatkan kebaikan wushul kepada-Nya. Apabila ia penempuh muda, jalan yang ditempuh adalah berkhidmat secara lahiriah dengan sepenuh jiwanya kepada para fakir. Ia berada di bawah satu taraf mereka dalam tharikat ini. Ia ddan orang gyang sejenjang, secara lahiriah harus menampakan sikap sopan. Mereka berhenti ketika sedang dalam perjalanan. Pangkal dari bagian mereka dalam tharikat ini, adalah memenuhi sasaran yang dihasilkannya, mengunjungi tempat-tempat di mana ia menempuh perjalanan, menemui orang-orang yang lanjut usia dengan ucapan salam, menyaksikan fenomena-fenomena, dan berjalan dengan penuh etika kesopanan. Kewajiban mereka adalah senantiasa pergi, sehingga tidak tergoda untuk berbuat dosa. Sebab orang  muda, bila menemukan keringanan dan godaan, ia berada di gerbang cobaan. Bila ia dicoba dengan cobaan itu, hendaknya, jalan yang ditempuh adalah menghormati orang-orang lanjut usia, melayani kepentingan para sahabt dan meninggalkan konflik dengan mereka, mengentas beban yang bisa meringankan si fakir. Berupaya sepenuhnya, agar tidak melukai hati sang syeikh.
Tugas kewajiban bersahabat dengan orang-orang fakir, bahwa mereka kelak akan mencacinya. Dan bagi murid tidak boleh mencaci mereka, kemudian membenarkan dirinya. Murid harus memandang bahwa dirinya mempunyai kewajiban terhadap masing-masing dari para fakir itu. Sebaliknya dirinya tidak memiliki hak maupun kewajiban yang harus dipenuhi oleh mereka.
Kewajiban murid, tidak boleh kontra dengan siapa pun. Bila kebenaran ada di pihaknya, sebaiknya ia diam saja. Malah, ia harus menampakkan keserasian dengan siapa saja.
Setiap murid, yang berpapasan dengan suatu tempat yang di sana ada tawa, kegaduhan, atau tempat orang lewat, maka ia tidak boleh mendatanginya. Apabila berada dalam kumpulan orang-orang fakir, baik ketika di rumah atau bepergian, seyogyanya sang murid tidak berselisih padang dengan mereka secara lahir, baik dalam hal makanan, puasa, diam dan gerak. Kalaupun berselisih, sebaiknya berselisih lewat batin saja. Demikian pula, sang murid sebaiknya menjaga hatinya untuk senantiasa bersama Allah swt.
Apabila para fakir itu mengajak makan misalnya, sang murid seyogyanya makan satu atau dua suapan. Ia tidak boleh memberi peluang bagi nafsu syahwatnya sendiri.
Wirid yang bersifat lahiriah, bukan termasuk adab para murid, Kaum Sufi, senantiasa berupaya menyingkirkan bisikan-bisikan dan menerapi akhlak-akhlak mereka serta membuang sifat buruk dari hatinya. Bukan justru memperbanyak kebajikan. Yang menjadi keharusan bagi dirinya adalah menegakkan ibadat-ibadat fardhu dan sunnah. Sedangkan ibadat tambahan seperti shalat-shalat sunnah, maka melanggengkan dzikir dalam hati, lebih utama bagi mereka. Modal utama seorang murid adalah mendekati masing-masing adab itu dengan kelapangan jiwa, dan menghadapinya dengan penuh ridha, sabar atas kefakiran dan kepedihan, meninggalkan (sikap) minta-minta dan konflik, baik dalam keadaan terhimpit maupun lapang, dan lebih membatasai diri untuk sekedarnya saja. Siapa saja yang tidak bersabar untuk semua itu, lebih baik pergi saja ke pasar.!
Siapapun yang masih memiliki kesenangan sebagaimana manusia pada umumnya, maka harus memenuhi selera itu seperti kebanyak manusia, dengan kerja keras dan memeras otak. Apabila murid mendisiplinkan diri dengan melestarikan dzikir, memprioritaskan khalwat, lantas dalam khalwatnya menemukan hal-hal yang tidak ditemukan oleh kalbunya, baik dalam keadaan tidur, jaga atau antara tidur dan jaga; berupa bisikan yang didengar atau makna hati yang disaksikan, hal-hal yag menentang adat kebiasaan, maka sebaiknya ia tidak terpaku atau disibukkan oleh hal-hal seperti itu selamanya. Tidak selayaknya murid menunggu datangnya peristiwa-peristiwa ruhani seperti itu. Sebab, peristiwa seperti itu, merupakan ganggguan-gangguan yang menjauhkan murid dari Allah Yang Maha Benar dan Maha Luhur.
Apabila murid mendapatkan peristiwa ruhani seperti di atas, ia harus melaporkan kepada syeiknya, sampai hatinya benar-benar bersih dan kosong dari itu semua. Sementara bagi sang syeikh, menjaga rahasia batin si murid, agar tidak diketahui oleh yang lainnya, dan syeikh pun harus menegaskan bahwa peristiwa seperti itu hanya masalah kecil. Sebab, semua itu tidak lain hanyalah informasi-informasi ruhani. Sedangkan berorientasi pada informasi ruhani merupakan makar atau cobaan. Sebaiknya murid menghaindari untuk meneliti secata detail peristiwa-peristiwa ruhaninya. Lebih baik ia konsentrasi pada cita-citanya yang lebih luhur lagi, dari sekedar menggapai informasi ruhani itu.
Ingatlah, bahwa di antara bahaya terbesar bagi murid, manakala murid merasa senang atas apa yang yang datang dalam batinnya, berupa kedekatan-kedekatan Allah swt. kepadanya, dan anugerah-Nya yang dilimpahkan kepadanya. Semisal merasa gembira, bahwa Allah swt. mengilhamkan : “Aku mengkhusukan dirimu dalam hal ini, dan aku menyingkirkan semua persoalanmu.” Maka bila saja ia mengucapkan. : “Dengan meninggalkan ini.” Pasti dalam waktu dekat hal-hal yang tampak mukasyafah hakikat akan segera dihanguskan darinya. Penjelasan masalah ini termasuk hal-hal yang tidak diperkenankan dalam beberapa kitab.
Di antara aturan-aturan murid adalah apabila tidak menemukan syeikh yang dapat mendidikadab jiwanya di tempat tinggalnya, seharusnya ia hijrah kepda syeikh yag memiliki derajat di zamannya untuk memberi pelajaran petunjuk hati para murid, kemudian mukim di sisi syeikh, dan dilarang pergi dari tempatnya sampai ada waktu yang sudah diizinkan oleh syeikh.
Ingatlah, menjadi kewajiban, bahwa mengenal Tuhannya Baitullah harus didahulukan dibanding ziarah ke Baitullah itu sendiri. Kalau saja dalam dirinya tidak mengenal Tuhan Baitullah, sma sekali tidak wajib menziarahi Baitullah. Orang-orang muda yang pergi menunaikan ibadah Haji, yang dilakukan tanpa melalui petunjuk syeikhnya, merupakan indikasi bahwa orang-orang itu hanya mengikuti semangat nafsu semata. Mereka menanamkan dirinya sebagai pengikut tharikat ini, padahal keberangkatannya tidak memiliki dasar. Indikasinya, mereka tidak memiliki bekal keberangkatan, kecuali bekal perpecahan jiwanya. Padahal, apabila mereka berangkat dari jatidirinya satu langkah saja, niscaya selangkah itu lebih baik dibanding seribu kali bepergian.
Di antara syarat bag murid pula, bila berziarah kepada seorang syeikh, murid harus masuk dengan penuh rasa hormat, memandangnya dengan wajah yang ramah. Apabila sang Syeikh menyilahkan dngan suatu sambutan, tentu, sambutan itu merupakan anugerah kenikmatan.

Sepanjang, 02 Januari  2014



pujo prayitno di Kamis, Januari 02, 2014

Buku Islam Mengungkap Rahasia Hari-Hari



Buku Islam Mengungkap Rahasia Hari-Hari
“....... di balik bilangan tujuh, terselip pekara agung yang sara hikmah dan rahasia ........”




ISLAM MENGUNGKAP RAHASIA HARI-HARI
Al-HAMDANI
Diterjemahkan dari : As-Sabi’yat fi Mawa’izh al-Bariyat
Karangan : Abi Nashr Muhammad bin Abdurrahman al-Hamdani
Terbitan Al-Munawar, Semarang – Tanpa Tahun
___________________________________________________________
Penerjemah : Nabhani  Idris
Penyunting : Ibnu Hasan
___________________________________________________________
Cetakan Pertama : Muharram 1408/September 1987
Cetakan Kedua : Dzulhijjah 1413/Juni 1993

Penerbit :  Al-Bayan (Kelompok Penerbit Mizan)


PENGANTAR  PENERJEMAH
Edit : Pujo Prayitno
Bismillahirrahmanirrahim.
Alhamdulillah, segala Puji dan Syukur saya panjatkan ke Hadirat Allah swt. yang telah menganugrahkan saya kekuatan merampungkan buku yang berjudul “ISLAM MENGUNGKAP RAHAISA HARI-HARI” ini sebagai terjemahan dari “SAB’IYYAT FI MAWA’IZHIL BARRIYAT.” Suatu literatur kuno yang selama ini lebih banyak dikenal oleh para Santri  di Pondok-pondok Pesantren.
Kitab Kuning yang nyaris terkubur dalam timbunan zaman, ini sengaja saya angkat kembali agar dikenal lebih luas oleh ummat Islam Indinesia, terutama mereka yang bukan kalangan santri, dan khususnya para generasi muda. Kendatipun barangkali kisah atau  peristiwa yang dipaparkan di dalamnya, tidak semuanya didukung oleh ayat-ayat Al-Qkur’an atau As-Sunnah, namun buku ini nyata-nyata akan jauh lebih bermutu dan lebih patut untuk dibaca oleh mereka, terutama oleh para remaja taruna yang lebih suka membaca bacaan yang kurang bermanfaat.
Moga-moga ia akan menambah kepustakaan Islam di bumi tercinta Indonesia ini.
Akhirnya, tegur sapa juga saya harapkan dari sidang pembaca demi peningkatan mutu.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala meridhai amal baik kita. Amiin ya Rabbal-‘alamin.

Pulomurub, Bekasi : 14 Juli 1985M/25 Syawal 1405 H.

Nabhan  Idris

ISI   BUKU
Edit : Pujo Prayitno
PENGANTAR PENERJEMAH

BAB : I
TENTANG HARI SABTU
Tipu Daya Kaum Nabi Nuh
Tipu Daya Kaum Nabi Saleh
Tipu Daya Saudara-Saudara Nabi Yusuf
Penghianatan Kaum Nabi Musa
Tipu Daya Kaum Nabi Isa
Tipu Daya Tokoh-tokoh Wuraisyi di Darun Nadwah
Tipu Daya Bani Israil Terhadap Larangan Allah
Kisah Tentang  Uthbah al-Ghulam

BAB : II
TENTANG HARI AHAD
Allah Menciptakan Alam Falak yang selalu berputar
Allah menciptakan Bintang-Bintang yang Senantiasa beredar
Allah Menciptakan Neraka yang Memiliki Tujuh Lapis Pintu
Allah Menciptakan Laut dan Samudra-samudra
Allah Menciptkan Tujuh Anggota Badan Manusia
Penciptaan Tujuh Rangkain Hari

BAB : III
TENTANG  HARI SENIN
Kenaikan Nabi Idris a.s. ke Langit
Kenaikan Musa a.s. ke Bukit Thursina
Turunnya Ayat Tentang Ke-Esaan Allah pada Hari Senin
Kelahiran Rasulullah
Malaikat Jibril Turun Pertama Kali Kepada Rasulullah
Pemaparan Amal-amal Kaum Mukminin Kepada Rasulullah saw.
Wafatnya Rasulullah

BAB : IV
TENTANG HARI SELASA
Terbunuhnya Nabi Jirjis
Terbunuhnya Nabi Yahya a.s.
Terbunuhnya Nabi Zakariya
Terbunuhnya Para Ahli Sihir Fir’aun
Terbunuhnya Asiah binti Muzahim Istri Fir’aun
Terbunuhnya Seorang Bani Israil
Terbunuhnya Habil

BAB : V
TENTANG HARI RABU
Iwaj bin Aniq Binasa
Qarun Ditelan Bumi
Tenggelamnya Fir’aun dan Tentaranya
Kematian Namrud bin Kan’an
Kebinasaan Kaum Nabi Saleh
Kebinasaan Syaddad bin Adi
Kebinasaan Kaum ‘Ad

BAB : VI
TENTANG HARI KAMIS
Nabi Ibrahm Menghrap Raja Mesir
Keluarnya Pelayan Minum Raja Dari Penjara
Saudara-saudara Yusuf menghadap Yusuf
Bunyamin Masuk dan Bertemu Yusuf
Nabi Ya’kub Datang ke Mesir dan Berjumpa Yusuf
Nabi Musa Kembali ke Negeri Mesir
Nabi Muhammad masuk ke Kota Makkah

BAB : VII
Pernikahan Nabi Adam dengan Ibu Hawa
Pernikahan Nabi Yusuf dengan Permaisuri Zulaikha
Pernikahan Nabi Musa dengan Puteri Syafura
Pernikahan Rasulullah saw. dengan Ummul Mukminin Khadijah
Pernikahan Imam Ali dengan Fatimah, puteri Rasulullah

MUKADIMAH
Edit : Pujo Prayitno
Bismillahirrahmanirrahim.
Segala Puji bagi Allah, Maha Suci dari sekutu dan sahabat, Yang tak beristri dan tak beranak, dan tak pula beranak kerabat.
Dia-lah yang menciptakan tujuh langit dan bumi. Pencipta manusia dari tanah dan mengembang-biakannya dari air mani yang amat hina. Betapa Maha Kuasa Tuhan alam semesta, sebaik-baik pencipta segala kejadian dan peristiwa.
Saya bersaksi, Tiada Tuhan selain Allah, yang menunjuki kita ke jalan Islam, dan bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan Rasul pilihan-Nya. Semoga Ia senantiasa mencurahkan salam sejahtera kepadanya sepanjang rangkaian hari dan kurun.
Kemudian, berkatalah Asy-Syeikh Abu Nashr Muhammad Ibnu Abdurrahman al-Hamddani (Semoga Allah merahmatinya) : “Ketahuilah bahwa Allah swt. Mahakuasa, yang tiada terhingga karunianya, yang telah menghiasi tujuh makhluk-Nya dengan tujuh macam hiasan. Yang demikian itu sebagai suatu tambahan ilmu bagi bani insan, bahwa di Mata Tuhan, di balik bilangan tujuh terselip perkara agung yang sarat dengan hikmah penuh rahasia.
Pertama, Allah menghiasi cakrawala raya dengan tujuh lapis langit yang ditaburi bintang gemintang.
“Dan kami bina di atas kalian tujuh langit yang kukuh.” (Qs. 78:12).
“.... dan Kami hias langit itu bagi orang yang memandangnya.” (Qs. 15:15).
Kedua, Allah menghias halaman luas dunia dengan tujuh aneka bumi yang dilengkapi dengan tujuh ragam lautan.
“Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan bumi sepertinya pula.” (Qs. 65:12).
“.... dan laut, ditambahkan kepadanya tujuh buah lautan.” (Qs. 31:27).
Ketiga : Allah menciptakan tujuh tingkat neraka : Jahanam; Sa’ir, Saqar; Jahiem; Huthamag; Ladza dan Hawiyah, dilengkapi dengan tujuh pintu masuk.
“..... baginya tujuh pintu. Bagi setiap pintu tujuh bagian tertentu.” (Qs. 15:44).
Keempat, Allah menghiasi Al-Qur’an dengan tujuh asba’ (sepertujuan), yang dipercantik dengan tujuh ayat Surat al-Fatihah.
“Dan sesungguhnya telah Kami datangkan kepadamu untuk ayat yang dibaca berulang-ulang dan al-Qur’an yang mulia.” (Qs. 15:87).
Kelima, Allah melengkapi kejadian manusia, dengan tujuh anggota badan yang paling banyak bergerak dalam ibadah; dua tangan untuk menadah dalam berdoa; sepasang kaki untuk berkhidmat dalam berlutut; dan lutut untuk bersimpuh tunduk; dan wajah untuk bersujud bertaqarrub.
“...... dan sujud dan mendekatlah (dirimu kepada Allah).” (Qs. 96:19).
Keenam, Allah membagi tujuh tahap masa usia manusia :
1.    Masa menyusui (radhi).
2.    Masa disapih dari menyusu (fathim)
3.    Masa kanak-kanak (shabi)
4.    Masa pancaroba (ghulam)
5.    Masa muda atau remaja (syab)
6.    Masa tua (kahl), dan
7.    Masa tua renta kakek – nenek (Syeikh), yang dipercantik dengan tujuh kata : La ilaha illa Allah, Muhammad Rasul Allah.
“...... dan Allah mewajibkan kepada mereka (orang-orang mukmin) kalimat takwa (kalimat tauhid), dan mereka berhak dan patutu memilikinya......” (Qs. 48:26).
Ketujuh, Allah melengkapi alam dunia dengan tujuh rangkaian hari : Sabtu, Ahad, Senin, Selasa, Rabu, Kamis dan Jum’at. Dengan tujuh hari inilah, Allah kemudian mengisitimewakan tujuh orang nabi-Nya :
1.        Allah mengisitmewakan Nabi Musa a.s. dengan hari Sabtu;
2.        Allah mengisitmewakan Nabi Isa, a.s. dengna hari Ahad.
3.        Allah mengisitmewakan Nabi Daud, a.s. dengan hari Senin.
4.        Allah mengisitmewakan Nabi Sulaiman a.s. dengan hari Selasa.
5.        Allah mengisitmewakan Nabi Ya’qub a.s. dengan hari Rabu.
6.        Allah mengisitmewakan Nabi Adam a.s. dengan hari Kamis.
7.        Allah mengisitmewakan Nabi Muhammad saw. dan ummatnya dengan hari Jum’at.
Maka tatkala kurenungi perkara ini, mekarlah hasratku untuk mengarang kitab yang kuberi nama “KITABUS-SAB’IYYAT FI MAWA’IZHIL BARRIYAT”, berisikan tujuh bab yang akan menyingkap makna dan rahasia yang terkandung dalam peristiwa-peristiwa di balik tujuh rangkaian hari itu (dalam rangka memberikan pitutur dan nasihat kepada ummat), dan sebagai tambahan pelajaran bagi mereka yang dahaga ilmu, dan sebagai peringatan untuk memetik hikmahnya.
Akhirnya, aku memohon kepada Allah Ta’ala akan taufik hidayah-Nya demi selesainya kitab ini. Semoga Allah swt. mengilhamiku sesuatu untuk dapat menyempurnakannya. Dia-lah zat yang sebaik-baik diminta, dan dari-Nya-lah terpancar segala kekuatan dan daya.
                                                               
BAB I.
TENTANG  HARI  SABTU
Edit : Pujo Prayitno
“Dan tanyakanlah kepada mereka (Bani Israil) tentang negeri (Eylah) yang didekat laut ketika mereka melanggar anturan pada hari Sabtu.......” (Qs. 7:163).
Dari Muslim bin Abdillah, dari Sa’id bin Jubair, dari Anas bin Malik (semoga Allah meridhai mereka), diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. pernah ditanya tentang hari yang tujuh, beliau menjawab : “Hari sabtu adalah hari makar dan tipu daya.”
“Mengapa demikian, ya Rasulullah...?”
“Karena pada hari Sabtu, kaum Quraisy membuat tipu daya di Darun-Nadwah.”
“..... dan (ingatlah) ketika orang-orang kafir menipumu .....1” (Qs. 8:30).
Bahwa Rasulullah saw. pemimpin dunia dan akhirat, menamakan hari Sabru sebagai hari tipu daya, lantaran pada hari itu tujuh golongan ummat manusia pernah membuat makar kepada tujuh tokoh mereka, masing-masing :
1.        Tipu daya kaum Nabi Nuh a.s. terhadap Nabi Nuh a.s. “........ dan mereka telah membuat tipu daya yang besar.” (Qs. 71:22). Akhirnya mereka dilanda banjir dan bencana alam. “Maka Kami bukakan pintu-pintu langit, dengan air deras mengalir.” (Qs. 54:11).
2.        Ummat Nabi Saleh a.s. telah membuat makar terhadap Nabi Saleh a.s. “Dan mereka membuat makar dengan sesungguhnya, dan Kami balas tipu daya mereka, sedang mereka tak menyadari.” (Akhirnya mereka binasa). “Sesungguhnya telah kami musnahkan mereka dan pengikut mereka semua.” (Qs. 27:50).
3.        Tipu daya saudara-saudara Nabi Yusuf a.s. terhadap Nabi Yusuf, a.s. “Maka mereka menipu dengan sebuah tipuan.” (Qs. 12:5). Mereka berusaha mencelakakan Yusuf a.s. karena iri dan dengki setelah mengetahui impiannya, namun akibatnya mereka menerima cercaan dan cela. “Apakah kamu mengetahui (kejelekan) apa yang telah kamu lakukan terhadap Yusuf.......?” (Qs. 12:89).
4.        Pengikut Nabi Musa a.s. telah berkhianat kepada Nabi Musa a.s. “Maka himpunlah segala daya (sihir) kalian, kemudian datanglah dengan berbaris-baris.” (Qs.20:63). Akhirnya mereka ditimpa kenestapaan dan hina dina. “...... dan jadilah mereka orang-orang yang hina.” (Qs.7:119).
5.        Makar kaum Nabi Isa a.s. “Dan orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalasnya. Dan Dia sebaik-baik pembalas tipu daya.” (Qs. 3:54).
6.        Makar pembesar Quraisy terhadap Rasulullah saw. “.........Dan (ingatlah) saat mereka (orang-orang kafir) melakukan tipu daya terhadapmu.” (Qs. 8:30). Akibatnya mereka tertimpa azab siksa. “Dan sesungguhnya Kami meresakan kepada mereka siksa yang dekat ( di dunia) sebelum azab yang lebih besar.” (Qs. 32:21).
7.        Tipu muslihat keji Kaum Bani Israil terhadap larangan Allah, pada hari Sabtu. “Dan tanyakanlah kepada mereka (Bani Israil) tentang negeri (Eylah) yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari sabtu ........” (Qs. 7:163). Akhirnya mereka dikutuk oleh Allah dengan disulap menjadi kera. “.........atau Kami kutuk mereka sebagaimana Kami mengutuk Ashabus Sabti, yang berbuat maksiat pada hari Sabtu.” (Qs. 4:47).
8.        Kisah tentang Uthbah al-Ghulam.

1.       TIPU DAYA KAUM NABI NUH
Edit : Pujo Prayitno
Mereka berupaya membinasakannya. Namun mereka gagal, bahkan Allah terlebih dahulu menyapu bersih mereka semua dengan banjir besar.
“.....maka Kami selamatkan dia (Nuh a.s.) dan pengikutnya (yang beriman) di atas biduk yang sarat dengan muatan.” (Qs. 26:119).
Dalam kisah ini, terdapat isyarat seakan-akan Allah berfirman : “Abdi-Ku, jika kau ingin selamat dari cengkeraman kuku setan, dan tidak tergelincir ke lembah kemaksiatan, maka pandanglah ciptaan-Ku sebagai bukti kebenaran-Ku. Lewat telingamu kau peroleh ilmu dan hikmah. Dengan lisanmu kau ikrarkan tauhid dan syahadat. Dengan kedua kakimu, melangkah menuju shalat. Dan dengan segenap anggota badanmu, kau beribadah dan berlaku taat. Sedang dari lubuk kalbumu hendaklah kau tumpahkan segala penyesalan dan taubat. Niscaya engkau ‘kan lepas dari penjara kerugian dan derita. Engkau juga akan Ku-muliakan denegan tempat penuh damai dan selamat.”
Renungkanlah ayat ini : “...... dan mereka telah membuat tipu daya yang besr.” (Qs. 71:22). Mereka hendak menipu dan mengusir Nuh a.s., namun apa yang terjadi?” Ternyata Allah terlebih dahulu membalas kebiadaban mereka, bahkan mencampakkan mereka dari persada bumi.
“...... maka Kami deraikan hujan sangat deras melalui pintu pintu langit. Dan dari Bumi, mataair pun Kami pancarkan.......” (Qs. 54:11-12).
Peristiwa tersebut mengingatkan kita kepada kejadian yang lebih dahsyat pada hari kiamat, saat Allah berseru : “Wahai Israfil, tiuplah sangkakala! Bangkitkanlah ahli kubur hari ini.....! Pada hari itu langit terbelah, bintang-bintang rontok pecah, matahari hancur, dan gunung-gunung berhamburan.
“Apabila matahari hancur, apabila bintang-bintang berhanburan......, apabila gunung-gunung bertaburan......” (Qs. 81:1-3).
Sebelum banjir besar itu melanda, Jibril a.s. datang mengajari Nabi Nuh a.s. cara memahat kayu, dan menitahkan untuk membuat perahu. “Dan buatlah perahu dengan pengawasan dan wahyu-Ku, dan janganlah kamu bicarakan dengan-Ku orang-orang zalim itu.” (Qs. 11-37).
Nuh a.s. bertanya : “Wahai Jibril, bagaimana cara membuat perahu?” Aku tak bisa.”
“Pahatlah 124.000 lembar papan, yang bertuliskan nama-nama para Nabi.” Jawab Jibril.
“Tapi aku tidak tahu nama-nama itu......” ujar Nuh.
Maka turunlah wahyu : “Hai Nuh! Engkau memahat kayu itu, sedang Aku yang mengukirkan nama-namanya.” Lalu mulailah Nuh memahat papan-papan itu satu persatu. Setiap selesai satu papan, terukirlah nama seorang Nabi Adam a.s. papan pertama, Syits a.s. di papan kedua, Idris a.s. di papan ketiga, dan seterusnya, hingga Nabi Muhammad saw. penutup sekalian Nabi.
Selesai Nuh a.s. memahat papan-papan tersebut, ia diperintah oleh Allah membuat paku yang berukir nama Nabi.
Di kala membuat perahu itulah kaumnya yang kafir berlalulalang memperolok-olokkan dan menghina.
“Dan mulailah Nuh membuat perahu. Dan setiap kali pembesar kaumnya berjalan melewati Nuh, mereka mengejeknya.......” (Qs. 11:38).
Mnurut sumber lain, pada saat Nabi Nuh a.s. memerlukan empat lembar papan lagi, datanglah Malaiakat Jibril a.s. menyampaikan wahyu bahwa Allah menyuruhnya merampungkan empat papan itu, dan Ia akan menampakkan di sana nama empat orang sahabat kekasih-Nya, Muhammad saw. Karena kedudukan mereka di sisi Allah sebanding dengan para Nabi-Nya.
Dalam kisah ini terdapat isyarat yang menunjukkan seakan-akan Allah berfirman : “Setelah nama kekasih-Ku, Muhammad, dan empat orang sahabtnya terukir di papan itu, maka berarti engkau menyelamatkan penumpangnya dari banjir besar, sama halnya ketika telah tergores di lembaran hati seorang mukmin rasa cinta kepada Nabi (Muhammad saw.) dan para sahabtnya, sehingga Allah selamatkan (sang mukmin itu) dari azab dan sengsara.
Dalam suatu keterangan (khabar), dikatakan bahwa Abdullah bin Abbas r.a. pernah diminta keterangan : “Ajarilah kami ilmu yang dapat menyelamatkan diri dari jilatan api neraka dan dapat memasukan kami ke desa abadi (surga).” Ibnu Abbas r.a. menjawab :
“Berpegang teguhlah pada lima belas perkara berikut ini : Lima yang pertama adalah lima kalimat suci Subhanallah (Maha Suci Allah), Alhamdulillah (segala puji milik Allah). La ilaha ilallah (tiada Tuhan selain Allah) Allahuakbar (Allah Maha Besar), la hawla wa laquwwata Illabillahil ‘alliyil’azhim (Tidak ada daya upaya kecuali dengan kekuatan Allah, yang Mahaluhur lagi Mahaagung). Kalimat suci ini harus senantiasa membasahi lisanmu.
“Sedang lima macam yang kedua adalah shalat lima waktu (Zuhur, Ashar, Maghrib, Isya, dan Subuh), yang wajib kamu tunaikan sebagai amaliah anggota badan.
“Dan lima hal terakhir ialah rasa cinta kepada lima manusia Utama, Nabi Muhammad saw. Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali (semoga Allah meridhai mereka). Perasaan ini harus terpatri dan berurat akan dilubuk hatimu.”

2.       TIPU DAYA KAUM NABI SALEH
Edit : Pujo Prayitno
“.......... dan mereka telah membuat tipuan, dan Kami membalas tipu daya mereka.” (Qs. 27:5).
Kami ubah warna wajah mereka. Pada hari pertama berwarna merah, hari kedua menjadi kuning dan ketiga menjadi hitam. Sedang gapda ahari keempat, yakni pada hari Sabtu sesudah Ashar, Kami hancurkan mereka lewat jerit keras Jibril a.s.
Di kala mereka menyembelih unta Nabi Saleh as, anak unta itu berpaling menghadapkan mukanya ke arah batu (gunung), tempat persembunyian induknya. Lalu ia menjerit tiga kali dengan jeritan yang dapat memecahkan batu, dan selanjutnya ia masuk ke dalamnya, tak seorang pun melihatnya.
Peristiwa tersebut menunjukkan bahwa :
1.    Seolah-olah Allah berfirman : “Aku adalah Raja Mahakuasa, Makaperkasa, mampu mengeluarkan dan memasukkan sesuatu ke dalam batu (gunung) dan menghancurkannya dengan “batu”.
2.    Keluar unta Saleh dari “batu” dan Kumasukkan anaknya ke dalam “batu”, juga kuhancurkan kaum Luth dengan “batu”.
3.    Kuciptkan iblis dari api, Kupelihara Ibrahim dari lalapan api, begitu pun akan Kusiksa manusia kafir dengan neraka.
4.    Kuciptakan Adam dari tanah, Kulelapkan para Pemuda Gua di dalam tanah, juga Kubinasakan kaum’Ad dengan tanah.
5.    Kujadikan kuda dari angin pula Kuberi kabar gembira Ya’qub.
6.    Kuciptakan manusia dari air, dan Kuselamatkan Musa beserta pendukungnya dengan air (laut), dan Kuberi rizki ikan dan hewan laut di dalam air.
Maka segala seuatu di dalam alam semesta ini merupakan dalil, bukti dan petunjuk tentang keberadaan Allah Maha Pencipta, MahaEsa dan Mahaperkasa. )Kisah tentang Kaum Nabi Saleh ini dapat di baca pada bab hari Rabu – Pen).

3.       TIPU DAYA Saudara-Saudara Nabi Yusuf
Edit : Pujo Prayitno
“......mereka telah menipumu dengan sebuah tipuan.” (Qs. 12:5).
Mereka memperdayakan Yusuf a.s. dan saudara kandungnya (memisashkannya) dari ayahnya, supaya sang ayah mencurahkan kasih sepenuhnya kepada mereka.
“Ketika mereka berkata : “Sesungguhnya Yusuf dan saudara kandungnya (Bunyamin) lebih dicintai ayah kita daripada kita sendiri, padahal kita adalah segolongan (yang kuat). Sesungguhnya kita berada pada kekeliruan yang nyata. Bunuhlah Yusuf. Atau buanglah ia ke suatu daerah (yang asing) supaya perhatian ayahmu tertumpah kepada kamu. Sesudah itu hendaklah menjadi orang-orang baik.” (Qs. 12:8-9).
Namun Allah ‘Azza wa Jalla menakdirkan lain. Dia swt. menegaskan : “Wahai saudara-saudara Yusuf, Aku telah menjadikan mata, ayahmu putih lantaran derasnya air mata, dan telah Kutorehkan di kalbunya rasa rindu kepada Yusuf, saudaramu, sehingga ia tak mampu melupakannya sesaat pun. Akhirnya, ayahmu malah melalaikanmu.”
Kezaliman saudara-saudara Yusuf tersebut, dengan membuang Yusuf agar mereka mendapatkan kasih sayang penuh sang ayah, adalah seperti kejahatan iblis ketika menipu Adam a.s. Iblis terkutuk berkata : “Keluarkan Adam dari surga (tempat yang dekat dengan Tuhannya) ke dunia (tempat yang dekat denganku) agar ia dan anak cucunya berubah dari menaati dan takut kepada-Nya, menjadi menaati bujuk rayuku.”
Tetapi Allah berseru : “Hai iblis, anak cucu Adam dapat melihatmu di dunia dan akan menaatimu? Demi keagunganKu, Kututup mata mereka dari melihatmu, dan akan kutanam di taman kalbu mereka rasa rindu dan mencintai-Ku, hingga mereka selalu mengingat-Ku setiap saat. Dan akan kusingkap tirai hati mereka untuk Kupandangi jiwa mereka tigaratus kelai setiap hati. Dengan demikian, mereka akan memperhatikan Aku sepenuh hati dan akan menaati-Ku dan berpaling darimu. Hai iblis, bahkan akan mengutukmu!” (Kisah ini dapat dibaca selengkapnya pada bab Hari Kamis – Pen).

4.       TIPU DAYA Saudara-Saudara Nabi Yusuf
Edit : Pujo Prayitno
“Maka himpunkanlah segenap daya (sihir) kalian, lalu datanglah dengan berbaris!.” (Qs. 20:64).
Fir’aun dan Haman berkilah lantang : “Hai Musa kau pergi dari sisi kami untuk belajar sihir. Sekarang kau pulang untuk menghancurkan kami dengan ilmumu. Sungguh kami akan kumpulkan para tukang sihir untuk menandingimu.” Berkumpullah para tukang sihir dengan 7000 perangkat yang menakutkan orang yang menyaksikannya, dan membuat Musa gentar, seperti gentarnya seorang Muslim tatkala meliaht malaikat maut hendak mencabut nyawanya, karena saat itu iblis berusaha menyerobot imannya. Pada detik-detik tersbut malaikat datang melipur dukanya. : “Janganlah engkau takut dan bersedih hati. Giranglah dengan surga untukmu!.”
Maka datanglah wahyu Allah kepada Musa pada saat gundah gulana itu : “Wahai Musa janganlah gentar dan takut! Janganlah gentar! Engkau pasti akan menang!.”
“Dan lemparkanlah apa yang ada di tangan kananmu, niscaya ia akan menelan apa yang telah mereka buat.” (Qs. 20:69).
Musa melihat tukang-tukang sihir itu melempar tali temali dan tongkat hingga menjelma menjadi ribuan ular. Namun Musa yakin pada ke-Mahakuasaan Allah Ta’ala. Saat itu, ia melemparkan tongkat, dan jadilah seekor ular yang luar biasa besarnya, menyerang orang-orang kafir, para tukang sihir dan ular-ular buatan mereka. Mereka berhamburan menyelamatkan diri. Dan tiba-tiba menjertilah Fir’aun sejadi-jadinya saat ular besar itu mendekatinya.
“Musa, tolonglah aku!.” Teriaknya.
“Kami beriman kepada Allah, Tuhan alam semesta. Tuhan Harun dan Musa!” ikrar para tukang sihir beramai-ramai sambil bersembah sujud di hadapan Musa yang baru saja mengambil tongkatnya. Ketika mereka bersujud, Allah menyingkapkan tabir, lapisan bumi, sehingga mereka dapat memandang lapis bumi yang ketujuh. Dan ketika mengangkatkan kepala mendongak ke langit, Allah bukakan pula tabir hingga menampaklah di mata meraka Arasy, yang menjadikan mereka kian rindu kepada Allah swt.
“Mengapa kalian beriman tanpa swizinku. Sesungguhnya ia (Musa0 adalah guru sihirmu yang terbesar. Niscaya akan kupotong tangan dan kaki kalian dan akan kusalib di batang-batang kurma!” seru Fir’aun sembari mengancam.
“Engkau tak akan mampu memutuskan tali ma’rifat kami dengan Allah, yang telah kokoh terjalin di kalbu ini, kendati engkau memotong tangan dan kaki kami sekalipun!.” Sahut mereka.
Kisah ini menunjukkan bahwa para tukang sihir dan orang-orang kafir berkhianat dan merintangi kebenaran dan mu’jizat Musa as. Namun setelah mereka pasrah dan bertobat dari dosa-dosa, maka Allah menyibakkan tabir langit dan bumi bagi mereka, dan Allah memuliakan mereka denegan iman dan menjadikan mereka sebagai kekasih dan kesayangan-Nya.
Demikian juga ummat Nabi Muhammad saw. Tatkala mereka menuju rumah Allah dengan pasrah, serta dengan rasa sesasl dan tobat, suci dari najis, berniat ibadah penuh ikhlas, bagaimana mungkin tidak akan mendapatkan anugerah dari-Nya, dan tak memperoleh tempat abadi, yaitu surga?” Kisa itu juga menunjukkan bahwa Allah swt. memberikan tiga nama kepada tongkat Musa as. :
1.        Hayyat : “....maka tiba-tiba jadilah ia ular besar yang berjalan.” (Qs. 20:20).
2.        Jan : “Ia seperti ular yang sangat besar.” (Qs. 27:10).
3.        Tsu’ban : “Maka tiba-tiba ia berupa ular yang nyata.” (Qs. 26:32).
Sedangkan Allah swt. memberi nama kalimat tauhid dengan tujuh puluh nama. Maka ketahuilah, andai tongkat itu adalah mu’jizat Musa a.s., maka kalimat tauhid adalah mujizat Allah al-Maula. “........... dan kalimat Allah itu tinggi ........ (Qs. 9:40).
Dan bila tongkat Musa a.s. mampu mengalahkan tujuh ribu sihir, apalagi kalimat  Allah, yang mampu melebur dosa-dosa tujuh puluh tahun yang lewat dan yang akan datang.

5.       TIPU DAYA KAUM NABI ISA.
Edit : Pujo Prayitno
“......... mereka telah membuat tipu daya, dan Allah telah membalas tipu daya mereka. Dan Allah itu sebaik-baik pembalas tipu daya.” (Qs. 3:54).
Orang-orang Yahudi menuduh Isa a.s. tukang sihir. Karena kemampuannya menghidupkan orang mati, dan karena memiliki mu’jizat lainya. Nabi Isa a.s. menjadi gundah dan duka mendengar dan menerima fitnah keji kaumnya. Ia berdoa kepada Allah : “Ilahi, Engkau Mahatahu tentang kedustaan mereka. Maka ubahlah mereka.”
Kemudian mereka pun berubah menjadi kera dan babi. Mendengar kejadian ini, raja Yahudi ketakutan. Ia segera mengumpulkan kaumnya untuk memilih seorang di antara mereka yang akan diutus untuk membunuh Isa di rumahnya.
Tapi Allah Mahakuasa. Di kala utusan raja, Asy-yu’ membunuh Isa. Jibril menolong dan mengangkat Isa ke Langit. Dan Allah swt. mengubah rupa Asy-yu” menjadi rupa Nabi Isa, hingga orang Yahudi mengeroyok dan membunuhnya dengan rasa puas dan bangga.
“.....Mereka membunuhnya (Isa as.) tetappi sebenarnya Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya .... (Qs. 4:157 – 158).
Dalam hal ini seakan Allah menegaskan : “Kukaruniai Asy-yu’ kesempatan hidup di dunia selam lima tahun hanya untuk menjadi tebusan Isa dari pembunuhnya. Dan Kubiarkan Fir’aun mereguk madu kesenangan hidup di dunia empat ratus tahun lamanya untuk menjadi tumbal Nabi Musa dengan karam di lautan. Juga Kupelihara kambing kibasy Habil di surga Firdaus selama empat ribu tahun guna mengganti Ismail dari penyembelihan. Demikian pun orang-orang Yahudi, Nasrani, kafir dan musyrik. Kubiarkan mereka bebas mengecap aneka kesenangan hidup duniawi, untuk akhirnya menjadi penebus ummat Muhammad dari siksa neraka.”
Isyarat lain dari kisah tentang Nabi Isa adalah bahwa Isa diangkat oleh Allah ke tempat yang tinggi, setelah ia dikhianati kaumnya. Begitu juga Yusuf, yang menjadi raja di negeri Mesir setelah terlebih dahulu menjadi sasaran tipu daya saudara-saudaranya. Dan begitu pula ummat Muhammad saw. Mereka mendapat ampunan dari Allah setelah berbuat maksiat lalu benar-benar bertobat. Sebabnya adalah mereka terkena bujuk dan bisik muslihat iblis. Bila tak orang mukmin, tentu tak ada surga Na’im. Jika tiada orang kafir dan lalim, taka ada neraka Jahim.
Andai tak ada orang yang berbuat maksiat, maka tak mungkin pula ada rahmat Allah ar-Rahim bagi yang bertobat.

6.  TIPU DAYA tokoh-tokoh quraisy di darun-nadwah
Edit : Pujo Prayitno
“Dan ingatlah ketika orang-orang kafir (Quraisy) membuat muslihat untuk menangkap atau membunuhmu atau mengusirmu. Mereka membuat tipu daya dan Allah mengggagalkannya. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.” (Qs.8:30).
Darun-Nadwah, yang terletak di Makkah, adalah sebuah tempat pertemuan orang-orang Quraisy untuk menangani berbagai persoalan dan urusan. Menurut riwayat, di tempat ini berkumpul lima pembesar Quraisy. Uthbah, Syaibah, Abu Jahal, Abu Bathuri dan al-‘Ash bin Wa’il. Mereke berembug menyusun siasat untuk membuat tipu daya terhadap Rasulullah saw.
Menurut Tsalabi, mereka terdiri atas duabelas orang dan seorang iblis (terkutuk) yang menjelma dalam wujud seorang kakek bertongkat. Sebelum rapat dimulai, Abu Jahal berkata kepada si iblis alias sang kakek : “Kami berkumpul untuk suatu rahasia. Mengapa engkau di sini?” Lebih baik pulanglah, wahai kakek tua.”
“Aku seorang kakek dari negeri Nejed. Aku lebih lama menelusuri hidup ini daripada kalian, dan telah banyak makan asam garam dalam berbagai urusan. Menurut pengetahuanku, suatu rencana yang paling baik adalah rencana yang sudah matang dan berdasarkan kesepakatan bersama. Maka izinkanlah aku bersamamu, mungkin aku dapat menyumbangkan pikiranku dan menilai gagasan kalian.” Jawab sang kakek. Mereka pun mengizinkannya, dan segera dimulailah musyawarah.
Uthbah tampil sebagai pembicara pertama : “Sesungguhnya mati itu telah pasti! Bagaimanakah kalau kita lebih baik bersabar saja? Kita biarkan Muhammad sampai ajalnya. Kalau sudah mati, kita pun selamat dari gangguan dan kejahatannya.”
“Tunggu......... apa-apaan ini?” tukas sang kakek, “Gagasanmu tak lebih sekedar buah pikiran bocah ingusan. Ingat, andai kalian bersabar sampai Muhammad menemui ajalnya, pasti akan tersebarluaslah agamanya menyapu jagad raya dan akan bertambahlah pengikutnya, yang akhirnya akan mematahkan sendi-sendi kekuatan kita.”
“Engkau benar, kek!” sambut mereka.
“Bagaimana andai Muhammad kita tahan sampai mati kelaparan?” ujar Syaibah.
“Ini pun suatu pendapat yang salah1” jawab si kakek segera. “Karena Bani Hasyim akan berhimpun kompak untuk membelanya. Dan akan terjadi pertumpahan darah yang tak terkendalikan antara mereka dan kita.”
“Kau betul kek.” Jawab mereka serentak.
“Kalau begitu, lebih baik Muhammad kita ikat. Kita suruh seekor unta berkeliling menyeretnya di atas debu dan pasir sampai ia mati, sambung Ash bin Wa’il.”
“Pemikiran apa pula ini? Suatu gagasan yang picik! Ini tak mungkin, karena Muhammad amat kuat badannya, tampan wajahnya dan penuh simpatik, fasih lisannya lagi mansi tuturnya. Tidak mustahil, bila ada orang yang melihat dan bertemu dengannya lalu bercakap-cakap dan menanyakan keadaan yang sebenarnya, orang tersebut pasti akan tertarik dan membenarkan ceritanya. Akhirnya ia akan mengumpulkan orang. Mereka akan beriman dan mendukung Muhammad dan akan menjadi pembelanya.” Sergah sang kakek.
“Betul kek.” Ujar mereka.
“Hendaknya dari masing-masing kabilah memilih seorang pemuda. Mereka kita persenjatai untuk membunuh Muhammad pada malam yang telah kita tentukan. Dengan begitu, tak dapat diketahui siapa pembunuhnya. Bila keluarga Muhammad minta tebusan atau ganti rugi, kita beri. Barulah kita aman dari kekuarangajarannya!” ujar Abu Jahal.
Setelah sepakat, mereka berangkat. Kemudian turunlah Jibril a.s. dengan membawa ayat ( “...... dan ingatlah ketika orang-orang kafir melakukan tipudaya terhadapmu.....” (Qs.8:30) sambil berkata : “Wahai Muhammad. Allah swt. memerintahkanmu hijrah ke Madinah secara semmbunyi-sembunyi, dan aku akan menyertaimu.”
Sore itu, Rasulullah saw. bermusyawarah dengan para sahabatnya. Beliau menawarkan, siapakah yang bersedia menemani dalam hijrahnya ke Madinah. Dengan segera tampillah Abu Bakar menyatakan keasnggupannya mendampingi beliau.
“Siapakah di antara kalian yang siap menggantikanku tidur di rumah? Dan jaminannya adalah surga.” Kata Rasul.
“Hamba, Ya Rasulullah. Saudaramu, Putera pamanmu. Kuserahkan seluruh jiwa ragaku sebagai tebusanmu.” Sambut Ali bin Abi Thalib.
Dari Jabir bin Abdillah diriwayatkan bahwa ia pernah mendengar Ali bin Abi Thalib (semoga Allah meridhainya) merangkum bait syair di hadapan Rasulullah saw. :
Akulah saudara al-Musthafa
Aku dan dia berkakek satu
Dia kubenarkan di kala insan-insan tenggelam
Kupersembahkan syukur puji
Ke hadirat Ilahi Mahasuci
Mahawelas terhadap abdi
Yang langgeng nan abadi.
Tersenyum Rasulullah saw. mendengar senandung itu, seraya berkata : “Benar engkau, wahai Ali!..”
Setelah malam tiba, berkumpul pemuda-pemuda Quraisy dengan persentaan lengkap – mengepung rumah Rasul, menanti beliau keluar. Kemudian beliau keluar dari rumahnya bersma Abu Bakar r.a. tanpa diketahui oleh mereka. Berkat kemahakuasaan Allah, pada detik itu, mereka tertidur lelap. Sementara itu, Ali bin Abi Thalib tidur di kamar Rasul.
Dalam suatu riwayat, disebutkan bahwa ketika akan melangkah keluar, Rasulullah membaca surat Yasin sembari menaburkan debu di atas kepala mereka, membuat mereka terlelap. Setelah bangun, mereka menggedor rumah Rasulullah, namun Ali yang mereka temui.
“Mana Muhammad?” mereka bertanya kepada Ali dengan garang.
“Muhammad (al-Musthafa) telah pergi dengan Tuhannya yang Mahatinggi, menuju tempat yang Ia Kehendaki. Dia (Allah) mampu menggerakkan hamba-Nya ke tempat yang jauh dan dekat. Dia Mahatau segala sesuatu, dan tidak pernah lupa. Janganlah kalian mencari dia, karena dia kiranya tengah berada di tempat paling tinggi di sisi-Nya.” Jawab Ali tenang dan lantang.
Dalam suatu riwayat, disebutkan Nabi saw. bersabda bahwa Allah pernah mewahyukan kepada Jibril dan Mikail a.s. : “Sesungguhnya kalian berdua (Nabi dan Ali bin Abi Thalib. Pen), telah Kupersaudarakan dan Kujadikan umur yang satu diperpanjang demi memperpanjang umur yang satunya lagi, namun keduanya memilih hidup bersama-sama.”
Kemudian turun wahyu : “Mengapa kaliant idak menjadi laksana Ali, yang Kupersaudarakan dengan Muhammad. Ali memilih mati (pendek usia) sebagai korban dan rela menjadi tebusan bagi keselamatan jiwa saudaranya, Muhammad, dengan berani tidur di rumahnya pada detik-detik yang mendebarkan? Sekarang turunlah kalian, kawal dan lindungi Ali.”
Turunlah Jibril berjaga di kepala Ali, sedang Mikail di kaki Ali.
“Bagus, bagus!” ujar Malaikat Jibril as. Kepada Mikail a.s.
“Siapa lagi orang yang semisalmu, wahai putera Abu Thalib, Allah telah membanggakan dan memujimu di hadapan para malaikat langit dan bumi!” Kata Jibril a.s. kepada Sayidina Ali r.a.
Pada saat itu, Allah menurunkan wahyu kepada Nabi Muhammad saw. yang tengah menuju Madinah, yaitu sebuah ayat tentang keperwiraan Imam Ali r.a. :
“Dan di antara manusia ada yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah, dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-Nya.” (Qs. 2:207).
Bersamaan dengan itu, Ali ra. Sedang berbaring di atas tikar Rasulullah saw., sembari menyusun bait syair :
Kutebus dengan jiwa ini
Dia sebaik-baik makhluk di bumi
Yang tawaf di Baitul ‘Atiq dan Hijir Ismail
Rasulullah .... pribadi yang di segani
Yang selalu dijaga Maha Pemberi
Dari muslihat keji musuh dan kaum tirani
Semalaman,
Ia sembunyi dalam gua bersemayam
Berpeluk damai ketenangan
Di dalam kehangatan selimut Maha Pengaman
Sedang, di sini aku
Menjaga musuh-musuh
Sungguh,
Yang menempa rasa beraniku ini
Hanya kesigapan diri
Ditawan an mati syahid suci
Setelah orang-orang kafir Quraisy berhasil mencium jejak Rasulullah saw., mereka bermusyawarah selama tiga hari untuk mencari langkah-langkah baru. Lalu diutuslah Saraqah bin Malik untuk mengejar Rasulullah dan membunuh Rasulullah.
“Ya Rasul, Suraqah menyusul kita. Upaya apa untuk menghadapi pendekar Arab yang amat pemberani itu?” Tanaya Abu Bakar dengan penuh rasa khawatir kepada Rasulullah, ketika melihat Suraqah di belakang mereka.
“Saudaraku, tenanglah!” Kata Rasulullah menenangkan.
Tatkala Suraqah, dengan pedang terhunus, hampir mendekati Nabi, ia berteriak : “Muhammad, Siapakah yang akan melindungimu? Hari ini adalah detik-detik kematianmu.”
“Allah Mahakuasa lag Maha Perkasa pelindungku.” Jawab Rasul tenang.
Pada saat itu, Jibril turun.
“Muhammad, Allah telah menjadikan bumi ini tunduk kepadamu, perintahlah ia sesuka hatimu!” Ucapannya.
“Hai bumi, telanlah Suraqah,” perintah Nabi.
Seusai Rasul mengucapkan itu, Suraqah amblas bersama kudanya sedalam lutut tanpa daya.
“Muhammad, demi tuhanku al-‘Uzza, aku bertobat. Tolonglah aku. Kau akan bebas dan aman.” Teriaknya minta tolong.
Mendengar ucapan pasrah Suraqah, terbukalah pintu maaf Rasulullah saw. Suraqah kembali seperti sedia kala, lalu pergi ke kaumnya.
Dalam sebagian kitab tafsir, tercatat bahwa ia sampai tujuh kali amblas di telan bumi. Karena acapkali permohonan tobatnya dikabulkan Rasulullah, ia ingkar dan mencoba kembali mengayunkan pedangnya kepada Rasulullah.
Baru pada amblasnya yang ke delapan kali, ia benar-benar psrah, lalu bertobat dan beriman.
Katanya : “Muhammad, aku memiliki banyak unta dan ternak sepanjang jalan ini. Ambillah sesukamu!.”
“Aku tak menginginkan harta bendamu.”
Suraqah melanjutkan : “Sungguh Muhammad, risalahmu akan bersinar di seluruh penjuru bumi dan akan merasuki urat nadi insan. Jika ini terjadi, berjanjilah bahwa engkau akan memberi hadiah kepadaku!.”
“Inilah perjanjian kita.” Jawab Rasulullah seraya memberi kan barang tembikar dan menerangkan kegunaannya.
“Sekarang apa keinginanmu, ya Muhammad?” Tanya suraqah.
“Aku hanya ingin kau kembali kepada pasukanmu, Quraisy.” Jawab Nabi.
Kembalilah Suraqah kepada mereka. Di tengah erjalanan puang menuju Makkah, kepada Abu Jahal, ia menceritakan pengalamannya.
“Ya Abal Hakam (Abu Jahal – Pen), Muhammad tak pernah melalui jalan ini.”
“Tapi aku yakin engkau telah menemuinya. Ceritakanlah hal yang sebenarnya,” timpal Abu Jahal.
Suraqah melantunkan syair :
Abu Hakam
Demi Latta
Andai engkau menjadi saksi
Ketika kudaku amblas ditelan bumi
Engkau pasti tak ragu lagi
Ia seorang Rasul sejati
Mengapa kita tak menghormat
Semestinya kita mencegah ummat
Dari menghina Muhammad
Kulihat suatu saat
Ia akan beroleh pangkat
Dan ‘kan berkibar benderanya
Menaungi jagat

7.       TIPU DAYA BANI ISRAIL TERHADAP LARANGAN ALLAH
Edit : Pujo Prayitno
Allah swt. menjadikan Hari Sabtu sebagai hari raya dan hari besar bagi Musa dan ummatnya, oleh karena itu, pada hari itu Allah melarang mereka melakukan kegiatan dan kesibukkan duniawi seperti berjual-beli dan sebagainya.
Di sebuah negeri yang bernama Eylah, Allah mengutus seorang Rasul (Nabi Daud a.s.) untuk menyampaikan Risalah Ilahiah dan melarang kaumnya sibuk dengan mata pencaharian mereka, yakni menangkap ikan pada hari sabtu. Tetapi mereka tidak menggubrisnya, sehingga Allah menguji mereka dengan mendatangkan ikan-ikan dari berbagai  lautan ke perairan mereka, setiap hari Sabtu.
Musim kering dan paceklik pun melanda mereka sampai terjadi kelaparan dan penderitaan yang amat sangat, hingga memaksa mereka mencari ikan pada hari Sabtu. Maka digalilah parit-parit dan empang-empang untuk dialiri air dari sungai-sungai. Setelah parit-parit dan empang-empang itu penuh dengan aneka ragam ikan, pada ujung-ujungnya, mereka pasang papan dan kayu.
Tersebut dalam riwayat lain, bahwa mereka memasang jala dan jaring pada hari Jum’at setelah Ashar, lalu mengangkat dan menjual ikannya pada hari Ahad.
Menyaksikan praktek buruk ini, para ulama dan orang bijak negeri itu, tak bosan-bosannya mengingatkan dan menasihati mereka. Tapi mereka semakin menjadi-jadi sampai-sampai para ulama memutuskan untuk ber-Uzlah ke temepat-tempat yang jauh agar terhindar dari murka Allah.
Allah lalu memberi tenggang waktu kepada kaum itu dengan mendatangkan ulama-ulama lain yang bertugas mengembalikan kesadaran kaum itu, dalam dua tahun.
Pada suatu hari, setelah tenggang masa itu berlalu, para ulama dan orang-orang bijak yang ber-uzlah itu, kembali kepada kaumnya. Sungguh heran mereka menyaksikan negerinya yang menjadi lenggang. Tak seorang penduduk pun mereka temui. Mereka mencoba mengetuk hampir setiap piintu-pintu rumah. Tercenganglah ketika melihat apa yang nampak di hadapan mereka : monyet-monyet jantan dan betina dalam jumlah yang banyak.
“Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka. Kami selamatkan orang-orang yang melarang perbuatan jahat, dan kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksa yang keras akibat kefasikan mereka. Maka ketika mereka bersikap sombong terhadap apa yang mereka dilarang mengerjakannya, Kami katakan kepada mereka : “Jadilah kalian kera-kera yang hina.” (Qs. 7 : 165:166).
Bila balasan orang yang berbuat maksiat (menangkap ikan pada hari yang dilarang Allah. Pen), ialah diazab menjadi kera hina, maka balasan apa gerangan bagi orang yang menghalalkan riba dan khamr (minuman keras) yang keduanya nyata-nyata diharamkan Allah swt.
Diriwayatkan bahwa para pembuat tipu daya dan mencari ikan pada hari Sabtu, yang kemudian dikutuk menjadi kera, berjumlah tujuh orang. Pelanggaran peraturan pada hari Sabtu ini dipaparkan oleh Allah kepada Muhammad saw. seperti yang kita ketahui dari tujuh tempat dalam Qur’an :
“Sesungguhnya diwajibkan menghormati hari Sabtu atas mereka (orang-orang Yahudi) yang memperselisihkannya. Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar akan memberikan putusan di antara mereka, pada hari kiamat tentang apa yang telah mereka perselisihkan.” (Qs.16-24).
“Dan sesungguhnya kalian telah mengetahui orang-orang yang melanggar di antaramu pada hari Sabtu, maka Kami berfirman kepada mereka : “Jadilah kalian kera yang hina.” (Qs. 2:65).
“....... atau Kami kutuk mereka (yang telah diberi al-Kitab) sebagaimana Kami mengutuk Ashabus Sabtu (mereka yang bermaksiat pada hari Sabtu).” (Qs.4:154).
“Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri (Eylah) yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu.” (Qs.7:163).
“....... di kala datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air pada hari Sabtii.” (Qs. 7:163).
“...........dan pada hari selain Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka ..................” (Qs.7:163).
Mahasuci Allah yang ciptaan-Nya tak pernah menyerupai ciptaan para makhluk-Nya. Tiada yang dapat menemukan hakikat hikmahnya selain orang-orang yang merenung dan menelitinya.
Renungankanlah! Ikan yang diambil oleh orang (Yahudi) tanpa ridha Allah menyebabkan menjadi kera. Sedangkan seekor ikan lain yang diambil oleh seorang Nabi pada zaman dahulu dengan ridha Allah membuatnya menjadi pemimpin dan ketua semua pemilik ikan.
Begitu pula yang dialami iblis. Ia terkutuk dan terusir dari surga dengan hina lantaran sombong dan takabur kepada Allah, padahal sebelum itu ia menjadikan arasy sebagai kiblatnya. Sedangkan Umar bin Khaththab menjadi pribadi utama dan dicintai manusia karena ia berbalik dari berkiblat kepada patung sesembahan ke jalan ridha Allah.
Demikianlah, bila Allah menghendaki, seorang munafik dapat saja melaksanakan itikad buruk kemunafikannya, tetapi bila Ia berkehendak lain, maka sang munafik pun dapat berbuat munafik terhadap niat busuk kemunafikannya. Tak ada sesuatu pun yang dapat menghalangai ketentuan-Nya dan menetang hukum-Nya.
Tentang hari Sabtu, para ulama berbeda pendapat. Sebagian berkata bahwa Sabtu itu agung, karena orang-orang Yahudi menjadikannya sebagi hari besar. Sebagian lain lagi berkata bahwa Sabtu artinya istirahat, seperti firman-Nya :
“Dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat (subata). (Qs. 78:9).
Dinamakan hari Sabtu karena pada hari itulah orang-orang Yahudi beristirahat darii aktivvitas duniawi. Malah mereka beranggapan keliru dengan mengatakan Allah pun pada hari Sabtu berhenti (beristirahat.Pen) dari menciptakan sesuatu.
Diriwayatka bahwa Rasulullah saw. pernah ditanya oleh orang-orang Yahudi : “Wahai Muhammad, terangkan kepada kami tentang apa-apa yang diciptakan Allah dalam seminggu!.”
“Pada hari Ahad, A;;ah swt. menciptakan langit dan bumi, Pada hari Senin, Ia menciptakan gunung-gunung; Pada hari Selasa, Ia menciptakan bintang-bintang, sedang pada hari Rabu, Ia menciptakan Cahaya; Pada hari Kamis, Ia ciptakan surga dan neraka, sedang pada hari Jum’at, Allah menciptakan Adam dan Hawa (manusia)........”
“Andai kau lanjutkan penjelasan itu, pasti kau benar dan alangkah baiknya itu.” Kata mereka memotong pembicaraan Nabi.
“Bagaimana?” Tanya beliau.
“Setelah Allah selesai menciptakan langit, bumi dan isinya, Ia beristirahat pada hari Sabtu. Itulah sebabnya kami menjadikan hari Sabtu sebagai hari besar dan hari libur.”
Mendengar ucapan yang amat buruk itu, wajah Rasul merah padam berbaur duka, menahan marah dan kekecewaan. Maka turunlah wahyu :
“Dan sesungguhnya telah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, dan Kami sedikit pun tidak mengalami keletihan.” (Qs. 50:38).
Hanya yang bekerja dengan menggunakan alat-alat dan anggota badan saja-lah yang akan merasakan penat. Sedangkan Allah, bila ingin menciptakan sesuatu cukup berkata :
“Kun! (jadilah), maka jadilah ia.” “Dan perintah Kami hanyalah satu perkataan laksana  sekejap mata.” (Qs. 54:50).
“Sesungguhnya keadaan-Nya, jika Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya : “Jadilah!”, Maka jadilah ia.” (Qs. 36:82).
Manusia-manusia durjana Yahudi menganggap hari Sabtu sebagai hari libur dan hari istirahat mereka, padahal Allah menjadikannya sebagai hari ujian bagi mereka.
Rasulullah saw. melukiskan hari Sabtu sebagai hari milik orang-orang Yahudi, dan hari Jum’at untuk kaum Muslimin. Dan orang-orang diingatkan untuk tidak menyalahi perintah Allah dalam mengagungkannya seperti mereka (kaum Yahudi) dan orang-orang Nasrani, sehingga mereka terkena bencana dengan menjadi kera dan babi.
Orang-orang mukmin yang menaati perintah Allah pun akan diubah, tetapi bukan bentuk jasad mereka, melainkan amalan mereka dari dosa dan kejahatan menjala pahala dan kebajikan, bila ia bertobat kepada Allah.
“......maka kejahatan mereka diganti oleh Allah dengan kebajikan.” (Qs. 25:70).
Ingatlah, ketika Adam dan Hawa makan bebuahan surga, sedang lebah memakan dedaunannya. Tetapi apa yag masing-masing mereka alami? Pakaian Adam dan Hawa a.s. tanggal hingga nampaklah aurat dan aib mereka, karena apa yang mereka lakukan itu tidak berdasarkan perintah Allah, sementara sang lebah mendapat ridha Allah karena ia melakukan apa yang diperkenankan-Nya. Maka dedaunan yang dilalapnya itu pun menjadi madu. Inilah keistimewaan yang dimiliki lebah.
Ada yang lebih unik lagi. Seekor ulat yang menggerogoti daging Nabi Ayub as. Dengan perkenan Allah, menghasilkan sutera ibraisim yang mahal, sementara manusia yang makan daging ikan dengan melanggar larangan Allah diubah-Nya menjadi kera (lihat tentang tipu daya Bani Israil pada hari Sabtu, di muka. Pen). Karena itu, bagaimana mungkin seorang mukmin yang ikhlas dan taat kepada Allah tidak mendapat rahmat dan karunia-Nya.

8.       KISAH TENTANG UTHBAH AL-GHULAM
Edit : Pujo Prayitno
Ia termasyhur sebagai orang yang paling durhaka dan durjana pada zamannya. Setiap orang pasti mengenal namanya. Sepanjang hari ia lumuri dirinya dengan lumpur dosa dan kemaksiatan dengan bermabuk-mabukan dan melakukan kejahatan-kejahatan lain.
Suatu hari, ketika hadir di Majelis ilmu Syeikh Hasan al-Barsry, ia mendengar seseorang membaca ayat :
“Belumkah datang waktu bagai orang-orang beriman untuk menundukkan hati mengingat Allah dan kepada kebenran yang telah turun (kepada mereka)........” (Qs.57:16).
Kemudian, Syeikh Hasan menerangkan sifat ayat tersebut sedemikian rupa sehingga membuat hadirin menumpahkan air mata.
Tiba-tiba berdirilah seorang pemuda seraya bertanya : “Ya Syeikh, apakah Allah menerima tobat seseorang yang paling durhaka dan berlumur dosa seperti diriku?”
“Tentu saja Allah menerima tobatmu, kendati kesalahan dan dosamu sebanyak yang dipikul Uthbah al-Ghulam.” Jawab Hasan al-Basry.
Maka pucat pasilah wajah sang pemuda yang tidak lain al-Ghulam itu. Tubuhnya bergetar hebat mendengar jawaban itu. Ia lalu menjerit dan jatuh pingsan.
Ketika ia siuman, Hasan menyambutnya dengan untaian syair yang membuatnya pingsan kembali :
“Wahai pemuda
Yang maksiat kepada Pemelihara Arasy
Tahukah dengan apa ia dibalas
Di neraka Sa’ir ia binasa
Pada hari ubun-ubun diremas
Bermaksiatlah
Bila kau sanggup dilalap api
Jika tidak
Jauhilah
Ingatlah
Bila melangkah menuju dosa.
Berarti lumuri diri dengan nista
Maka sungguh-sungguhlah
Mencari selamat jiwa raga”
“Ya Syeikh .....” Katanya setelah sadar, “adakah Allah yang Mahamulia menerima tobat seorang yang paling nista seperti aku?”
“Adakah selain Allah yang Maha Pemaaf yang dapat mengampuni seorang hamba yang selalu menetang dan menjauhi Nya?” Sang Syeikh menanggapi.
Lalu Uthbah al-Ghulam menengadahkan kepala seraya mengangkat tangannya, berdoa : “Ilahi, jika engkau menerima tobatku dan mengampuni dosa-dosaku, maka ilhamkan kepadaku kemampuan memahami dan menghafal, sehingga aku cept mengerti dan selalu ingat serta dapat memelihara al-Qur’an dan setia ilmu yang aku dapat.
“Rabbi, anugerahilah hamba kemerdduan suara dan lembutnya senandung agar siapa saja yang mendengar bacaanku, bertambah sadar dan lembut hatinya, walau ia orang paling sesat sekalipun.
“Ilahi, karuniailah hamba rizki yang halal, yang kedatangannya tidak terduga, dari sisi-Mu.”
Allah Ta’ala akhirnya mengabulkan doanya. Kini setiap kali ia menyampaikan ayat-ayat Qur’an, siapa saja yang mendengarnya menjadi insaf dan bertobat kepada Allah. Tiada pula seorang yang tahu dari mana atau siapa yang memberikan makanan yang selalu terhidang kepadanya, setiap hari.
Ia habiskan sisa umurnya dengan melakukan amal-saleh hingga berpisah dengan dunia fana.
Begitulah keadaan orang yang benarbenar insaf dan kembali kepada Allah.
“Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat ihsan (kebajikan).” (Qs. 9:120).

BAB II.
TENTANG  HARI  AHAD
Edit : Pujo Prayitno
“Katakanllah! Dia-lah Allah yang Mahaesa, Allah tempat bergantung dan meminta, Ia tidak beranak dan tidak diperanakkan, Dan tidak ada bagi-Nya sekutu.” (Qs. 112: 1-4).
Sahabat Anas bin Malik r.a. meriwayatkan bahwa, ketika ditanya tentang hari Ahad, Rasulullah saw. berkata :
“Hari Ahad adalah hari untuk menanam dan membangun.”
“Mengapa hari Ahad dinamakan hari untuk menanam dan membangun, Ya Rasulullah?”
“Karena pada hari Ahad, Allah memulai menciptakan dunia dan meramaikannya.” Jwab Rasulullah saw.
Sebgian ulama mengatakan bahwa pada hari Ahad Allah yang Mahaagung, yang tiada terbilang karunia-Nya, telah menciptakan tujuh macam makhluk, yang masing-masing terdiri atas tujuh bagian :
1.        Allah menciptakan alam falak (jagad raya) yang selalu berputar;
2.        Alla menciptakan bintang-bintang yang senantiasa beredar;
3.        Allah menciptakan neraka yang berlapis-lapis.
4.        Allah menciptakan bumi yang kukuh;
5.        Allah mencitakan laut dan samudera-samudera;
6.        Allah menciptakan tujuh anggota badan yang paling banyak bergerak (berperan) dalam ibadah;
7.        Allah mencitakan tujuh rangkaian hari pada hari Ahad.

1.      ALLAH  MENCITAKAN  ALAM  FALAK  YANG  SELALU  BERPUTAR
Edit : Pujo Prayitno
“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis......” (Qs. 67:3).
“Kemudian Dia menuju penciptaan langit, dan Ia itu merupakan asap.” (Qs. 41:11).
Ayat-ayat di atas menunjukkan betapa Allah Yang Mahakuasa mampu menciptakan tujuh lapis langit yang berbeda-beda dari bahan yang satu : asap. Perhatikan pula suatu kejadian amat unik sebagai salah satu tanda kemahakuasaan-Nya : Dari bahan yang satu (hujan) yang Dia turunkan dari langit, hidup suburlah bumi yang kerontang dan tumbuhlah pepohonan, buah-buahan dan bebungaan puspa ragam, yang merah, putih, kuning dan hitam, yang rasanya manis, pahit dan masam.
“Dan Kami lebihkan sebagaian atas sebagian yang  lain dalam rasa.” (Qs. : 13:4).
Sungguh menarik ciptaan Tuhan. Bermula dari pancaran air mani seorang lelaki yang menitik di rahim perempuan. Dia himpun menjadi segmpal darah, dan Dia proses menjadi sekepal daging, lalu berkembang membentuk tulang belulang, Lewat air mani pulalah berkemebangbiak laki-laki dan perempuan yang Mukmin, yang kafir, yang shaleh dan yang zalim, yang taat dan yang maksiat, yang hidup bahagia dan celaka. Maahsuci Allah, sebai-baik pencipta.

2.      ALLAH  MENCITAKAN  BINTANG-BINTANG YANG SENANTIASA BEREDAR
Edit : Pujo Prayitno
“Dan Dia (Allah) telah menjadikan untukmu bintang-bintang guna kamu jadikan petunjuk di dalam kelamnya daratan dan lautan.” (Qs. 6.97).
Allah membagi bintang-bintang menjadi tiga macam :
1.        Binang yang selalu nampak pada wakttu-waktu tertentu, yang disebut “Tsawabit.”
2.        Bintang-bintang yang timbul tenggelam.
3.        Bintang-bintang yang selalu berputar pada garis edar mengitari jagat raya.
Terdapat petunjuk bahwa di antara bintang-bintang pun ada tujuh bintang paling besar dan utama. Begitu pula di antara para Nabi, ada tujuh Nabi Utama (pilihan) : Nabi Syits a.s.; yang dikaruniai oleh Allah limapuluh shahifah (lembar kitab Pen); Nabi Idris a.s. yang ddianugerahi oleh Allah tigapuluh Shahifah; Nabi Ibrahim a.s. yang dikaruniai oleh Allah duapuluh Shahifah; Nabi Daud a.s. yang dikaruniai oleh Allah Zabur; Nabi Musa a.s. yang dikaruniai oleh Allah Taurat; Nabi Isa a.s. yang dikaruniai oleh Allah Injil; nabi Muhammad saw. yang dikaruniai oleh Allah al-Qur’an.
Hal itu menunjukan bahwa Umat Rasulullah saw. terbagi menjadi tujuh kelompok : Orang-orang yang jujur dan lurus; mereka akan melalui suatu jalan penyeberangan (shirat) pada hari kiamat laksana kilat; orang yang suka beramal, mereka akan melewati jalan penyeberangan bagaikan tiuan angin; Para Wali Abdal yang akan melalui jalan penyeberangan bagai burung terbang; Para Mujahid yang syahid, kelompok ini akan menempuh jalan penyeberangan pada hari kiamat secepat kuda-kuda peperangan yang binal, yakni setengah hari; Para Haji, mereka akan melaluinya sehari; Orang-orang yang taat, mereka akan pada hari kiamat akan meniti jalan penyeberangan selama sebulan; Orang-orang Mukmin yang berbuat maksiat dan dosa, mereka akan terpeleset dan jatuh ke jurang Jahanam tatkala tumit kaki mereka dijejakkan di ujung jalan, karena dosa-dosa dan kesalahan yang berat. Namun mereka masih beruntung. Neraka (Jahanam) mengurunkang niatnya untuk menyantapnya, karena ia menyaksikan cahaya iman di dalam kalbu mereka.

3.      ALLAH  MENCITAKAN  NERAKA YANG MEMILIKI TUJUH LAPIS PINTU
Edit : Pujo Prayitno
“Baginya (neraka) tujuh pintu, yang pada setiap pintu ada bagian-bagian tertentu.” (Qs. 15:44).
Bagian-bagian tersebut adalah tingkat-tingkat yang berbeda-beda :
1.        Jahanam : (“Dan sesungguhnya Jahanam itu benar-benar tempat yang telah diancamkan kepada mereka (para pengikut setan) semua.” (Qs. 15:43).
2.        Sair : (....... dan ia masuk ke dalam neraka Sa’ir.” ((Qs.84:12)).
3.        Saqar : (“Apa yang menjadikanmu masuk ke neraka Saqar?” (Qs. 74:42).
4.        Jahim : (“.........dan diperlihatkan neraka Jahim kepada orang-orang  yang berbuat dosa.” (Qs.26:91)).
5.        Huthamah : (“..... dan apa yang kau ketahui tentang Huthamah?” (Qs. 104:5).
6.        Ladza : (“Tidak, sekali-kali tidak. Sesungguhnya ia adalah neraka Ladza.” (Qs. 70:15).
7.        Hawiyah : (......”maka tempat kembalinya adalah Hawiyah.” (Qs. 1010:9).
Di neraka pertama (paling dasar) berserulah malaikat : “Celakah pada hari ini orang-orang yang mendustakan.” (Qs. 77:15).
Di neraka kedua berserulah malaikat :
“Celakalah orang-orang yang shaat, yang lalai akan shalatnya.” (Qs. 107:4-5).
Di neraka ketiga berserulah malaikat :
“Binasalah bagi setiap pengumpat lagi pencela.” (Qs. 104:1).
Di neraka keempat, berserulah malaikat :
“Maka celakalah mereka, karena apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri.” (Qs.2:79).
Di neraka kelima, berserulah malaikat dengan kerasnya :
“.... dan binasalah orang-orang yang menyekutukan Allah, yang tidak pernah membayar zakat.” (Qs.6:7).
Dan berkatalah malaikat di lapis neraka ke enam dengan lantang :
“ ........ maka kebinasaanlah bagi mereka yang keras hatinya dari mengingat Allah.” (Qs.39:22).
Sedang di neraka terakhir (ketujuh) malaikat berkata :
“Kecelakaan bagi orang-orang yang curang.”  (Qs.83:1).
Sementara itu, para penghuni neraka ketujuh berteriak kesakitan :
“Wahai malaikat, biarlah Tuhanmu membunuh kami saja.....!” (Qs. 43 : 77).
Sedangkan penghuni neraka keenam memanggil-manggil :
“.....Mohonkanlah kepada Tuhanmu supaya Ia meringankan azab kami sehari saja!.” (Qs. 40 : 49).
Dan berteriaklah para penghuni neraka ke limma :
“Wahai Tuhan kami, kami telah meliaht dan mendengar maka kembalikanlah kami ke dunia. Kami akan beramal saleh.....!”. (Qs. 32 : 12).
Kemudian orang-orang yang berada di neraka ke empat berpekik memanggil-manggil :
“Ya Tuhan kami, beri kami kesempatan (kembali ke dunia) walau sesaat, niscaya kami akam mematuhi seruan-Mu  dan mengikuti para Rasul......” (Qs. 14:44).
Dan para penghuni neraka ketiga menjerit tak tahan :
“Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami darinya (neraka), dan kembalikanlah kami ke dunia. Maka jika kami kembali kafir, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim.” (Qs. 23 : 107).
Sedangkan orang yang berada di neraka kedua memekik sejadi-jadinya penuh penyesalan :
“Ya Tuhan kami, kami telah dikuasai oleh kejahatan kami.....” (qs. 23 : 106).
Dan akhirnya penghuni neraka pertama memekik-mekik : “Ya Allah yang Maha Penyayang, Ya Allah Yang Maha Pemurah!”.
Tentang keadaan para penghuni neraka ketujuh, Rasulullah saw. pernah bertanya kepada Jibril as. Lalu Jibril menjawab : “Neraka ketujuh adalah tempat tinggal orang-orang munafik. Neraka keenam adalah bagi orang-orang yan sesat, zalim, durjana dan menjadikan diri mereka setaraf dengan Tuhan. Neraka kelima disediakan untuk orang-orang yang berhati keras, kejam, bengis, perampas hak dan kehormatan orang lain. Sedangkan neraka keempat adalah tempat tinggal orang-orang yang sombong. Dan neraka ketiga dihuni oleh kaum Yahudi. Adapun nereka kedua untuk orang Nasrani.”
“Siapakah penghuni neraka pertama, Ya Jibril?” tanya Rasul saw.
Berat bagi Jibril untuk mengatakannya. IA tercengang sejenak. Lalu Ia pun menjawab : “Adapun penghuni neraka pertama (yang paling ringan) adalah umatmu yang suka berbuat maksiat.”
Maka pingsanlah Rasulullah mendengar keterangan itu. Setelah siuman, beliau menangis, lalu mendoa. Tidak lama kemudian Jibril turun kembali membawa kabar gembira tentang hak istimewa bagi Rasulullah untuk memberikan Syafa’at (pertolongan) kepada umatnya.

4.      ALLAH  MENCITAKAN  LAUT  DAN  SAMUDRA-SAMUDRA
Edit : Pujo Prayitno
“...... dan laut, ditambahkan kepadanya tujuh laut.” (Qs. 31 : 27).
“Dan Dia-lah Allah yang menundukkan lautan....” (Qs. 16 : 14).
Dia menegaskan : “Kuhimpun dalam satu lautan dua jenis yang berbeda : Tawar dan segar, serta asin dan pahit. Namun karena telah Kujadikan di antara keduanya garis pemisah, maka satu dan dengan lainnya tidak berbaur, sebagaimana Aku mengeluarkan susu yang bersih dan segar dari antara kotoran manusia dan darah. Karena di antara keduanya Kuciptakan garis pemisah.
“Demikian pula, telah Kuhimpun Madu dan racun dalam satu lebah. Namun keduanya tidak berbaur karena ada garis pemisah. Racun dapat mematikan orang, sedangkan madu adalah penawar bagi orang yang sakit. Seperti itu pula, Kukumpulkan dalam satu tubuh seseorang, kalbu dan nafsu.. Nafsu selalu cenderung ke alam dunia, sedangkan kalbu ke kehidupan alam baka. Karena Kuciptakan di antara kedua nafsu dan kalbu tersebut dinding pemisah, bila seorang Mukmin Kukaruniai agama dan puspa ragam kesenangan dunia, maka kesenangan hidup dunia tak mengalahkan ibadahnya, dan ketekunan ibadah tak pula menjadikan dirinya menelantarkan kehidupan dunia berkat Rahmat-Ku.”

5.      ALLAH  MENCITAKAN  TUJUH ANGGOTA  BADAN MANUSIA
Edit : Pujo Prayitno
Ketujuh anggota badan tersebut adalah anggota-anggota sujud dalam shalat. Sebagian ulama berkomentar bahwa ada anggota badan paling utama manusia : Otak, urat nadi; otot; tulang; daging; darah dan kulit.
Ahli Isyarat berbicara, bahwa Allah ‘Azza wa Jalla melengkapi manusia dengan tujuh anggota badan. Sungguh, suatu penciptaan yang lebih besar, agung dan unik ketimbang penciptaan alam yang lain, seperti bumi dan langit serta apa yang ada di dalamnya. Betapa tidak! Suatu keterangan menyebutkan bahwa Allah swt. menciptakan tujuh unsur keindahan (kebagusan) sebagai hiasan dan sifat bagi masing-masing tujuh macam makhluk-Nya yang ada di alam langit dan bumi :
1.        Kehalusan (lathafah) surga.
2.        Keelokan (aflahah) bidadari.
3.        Sinar (Dhiya) matahari.
4.        Cahaya (nur) bulan
5.        Kekelaman (Zhalam) malam
6.        Kelunakan (Riqqah) sifat air
7.        Kelembutan (diqqah) udara.
Dia menjadikan tujuh unsur tersebut apda satu jenis makhluk-Nya, yakni manusia (Adam dan Hawa), sebagai sifat keistimewaan. Allah menjadikan kehalusan pada ruh manusia, keelokan pada pipinya, cahaya pada wajah, sinar apda sorot matanya, kekelaman pada rambutnya, dan kelemahlembutan pada kalbu dan perasannya. Maka nyatalah, bahwa kejadian alam manusia jauh lebih besar, agung dan unik aripada kejadian bumi dan langit. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang paling sempurna. Terkumpul pada dirinya segala yang tidak pernah ada pada makhluk lain.
Kalau langit memiliki ketinggian, manusia pun memiliki bentuk dan sikap tegak (tinggi). Jagad raya mempunyai matahari dan bulan, manusia juga memiliki dua mata yang bersinar. Jika di galaksi terdapat taburan bintang gemintang, maka pada manusia terdapa tgigi-gigi yang putih cemerlang. Apabila langit menumpahkan hujan, manusia menumpahkan air mata. Jikalau langit mengeluarkan petir, maka manusia mengeluarkan suara bersin. Bila bumi memiliki kemantapan tiada terguncang, manusia memiliki ketenangan. Kalau bumi mengalirkan sungai-sungai, maka manusia mengalirkan keringat. Sedangkan perasaan manusia adalah laksana tetumbuhan.
Jika di langit ada “Arasy”, maka pada diri sang mukmin ada cita-cita yang lebih tinggi dan besar. Di sana terdapat surga nan Indah, di dalam diri sang Mukmin terdapat kalbu yang lebih indah. Karena surga adalah tempat pelampiasan kepuasan kehendak dan nafsu syahwat, yang penjaganya adalah malaikat, Adapun kalbu, ia adalah tempat mukmin ma’rifat, yang pemeliharanya adalah Allah Maha Melihat.
Telah diriwayatkan, pernah seorang Nabi bermunajat kepada Allah Ta’ala : “Ilahi, setiap penguasa (raja) memiliki gudang (kas) perbendahraan. Maka apakah gudang-Mu?”
“Gudang perbendaharaan-Ku lebih besar daripada Arasy, lebih lebar daripada kursi-Ku, lebih semerbak dari pada bau surga, dan lebih megah daripada seluruh kerajaan : hati sang mukmin. Buminya adalah ma’rifat, langitnya iman, mataharinya rindu kasmaran pada Allah, bulannya rasa cinta (mahabbah), bintang-bintangnya detak-detak suara hati, sedang debunya cita-cita (himmah). Adapun temboknya berupa keyakinan, meganya akal budi dan hujannya rahmat (kasih sayang). Pohon-pohonnya ketaatan, yang buahnya adalah hikmat. Dan semuanya memiliki empat tiang : tawakal, sabar, yakin dan kemuliaan; keperkasaan; keagungan serta harga diri, yang dilengkapi dengan pintu ilmu, pintu keramahan, pintu keridhaan dan pintu kesabaran, yang kuncinya adalah akal pikiran.”
Allah menciptakan di alam ini tujuh langit, sedang bagi manusia Ia ciptakan tujuh anggota badan. Allah menciptakan di alam ini matahari, sedang pada manusia (mikmin) Ia ciptakan ma’rifat hati. Bila di alam ini Allam menciptakan bulan, maka pada manusia Ia ciptakan pikiran. Jika di alam (langit) ini bertaburan butir-butir bintang, maka pada manusia bertaburan ilmu pengetahuan. Andai di alam ada burung-burung beterbangan, maka pada manusia ada detak hati dan aneka perasaan. Adapun gunungnya (manusia) ialah tulang belulang. Jika di alam ada empat macam air : tawar, pahit, asin dan berbau busuk, maka pada manusia terdapat ludah yang tawar, air telinga yang rasanya pahit, air mata yang asin, dan air hidung yang berbau busuk.
“Dan dalam kejadian dirimu, apakah kamu tidak pernah memandang (memperhatikan) dan memikirkan......?” (Qs. 5 : 21).

6.      PENCIPTAAN TUJUH RANGKAIN HARI
Edit : Pujo Prayitno
Andai orang-orang mau menggunakan akal mereka memikirkan hakikat kejadian tujuh langit, tujuh bumi, tujuh samudra, tujuh neraka, serta jika mereka mau merenungkan penciptaan manusia yang dilengkapi dengan tujuh anggota badannya, dan bahwa Allah pemberi rizki mereka (orang-orang gyang punya otak), niscaya sadarlah ia sesadar-sadarnya bahwa semua itu merupakan dalil dan bukti bahwa Pencipta semua itu bukanlah termasuk ke dalam makhluk-Nya yang tujuh macam, yang tidak serupa sama sekali dengan mereka, dan tak pula bergantung pada mereka, bahkan Dia-lah pencipta yang tujuh, pemberi rizki mereka, yang menghidupkan dan yang mematikan makhluk-makhlluk-Nya.
Sebagin ulama berbicara : “Oleh karena Allah swt. menciptakan langit dan bumi pada hari Ahad, maka bagi siapa saja yang hendak membangun sesuatu atau bercocok tanam, sebaiknyalah pada hari Ahad. Dan oleh karena Matahari dan Bulan sebagai benda angkasa yang selalu beredar dan berkeliling diciptakan oleh Allah pada hari Senin, maka sebaiknyalah orang yang hendak berangkat menuju suatu tempat atau bepergian, melakukannya pada hari Senin.
Sedangkan untuk seseorang yang ingin melakukan bekam (canduk) atau mengeluarkan darah kotor hendaklah hari Selasa, yang pada hari itulah Allah swt. menciptakan hewan dan binatang-binatang dan memperkenankan penyembelihannya. Dan bilamana Alah Pencipta telah menjadikan laut dan sungai pada hari Rabu, juga membolehkan memanfaatkan mulai hari itu, maka bagi orang yang ingin meminum obat, mulailah pada hari Rabu. Adapun pada hari Kamis, Allah menciptakan surga, menanamkan rasa rindu surga kepada manusia, menciptakan neraka, dan meletakkan rasa benci, takut dan tak ingin masuk neraka pada hati manusia. Karena itu jika anda ingin meminta, mengharapkan atau membutuhkan  sesuatu dari orang lain, maka hendaknya lakukanlah pada hari Kamis. Sedangkan pada hari Jum’at, selain menciptakan Adam dan hawa (manusia), Allah menikahkan keduanya. Pada hari Jum’at pula sebaiknya orang menikah atau menyambung tali silaturarahim.
Mengapa Allah menamakan hari pertama hari Ahad? Menurut sebagian ulama, karena : “Pada hari itu Allah memulai penciptaan.”
Hari Ahad adalah awal semua rangkaian hari. Tak pernah ada sesuatu pun (ciptaan-Nya) sebelumnya.
Dialah Allah Mahaada, yang Dahulu, yang Tak Berawal, Mahasuci Allah, Mahaluhur, tiada Tuhan selian Allah, sebenar-benar Raja.
Berikan hatimu kepada yang engkau cintai
Dan kau rindu
Namun ketahuilah
Tiada cinta sejati, kecuali
Kekasihmu pertama (Allah Ta’ala).
Dialah yang Awal dan yang Akhir, yang Lahir dan yang Batin. Ketahuilah! Andai hatimu rindu dan cinta kepada ayah bunda, kepada anak istri atau saudara, karib kerabat dan harta benda, namun tatkala hayatmu berpisah dari badan, berakhirlah segalanya, dan putuslah hubungan kalbumu dengan mereka. Oleh karena itu, jadikanlah Tuhan-mu, Allah, sebagai kekasih pertama dan sejatimu. Dengarlah seruan Mahasuci : “Abdu-Ku, Akulah kekasihmu yang pertama. Kau akan Merindukan-Ku. Dan membutuhkan-Ku pada Hari Kiamat, niscaya Aku akan memuliakanmu.”
“Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha lagi diridhai.” (Qs. 89:27-28).
Dengarlah pula seruan-Nya yang lain :
“Abdi-Ku, ketahuilah! Bahwa kekasihmu itu ada empat :
1.        Kekasih yang bermanfaat pada masa kecil atau mudamu, namun menjadi berkurang daya manfaatnya, pada hari akhir (saat besar dan tua) hidupmu. Itulah orang tuamu. Mereka bermanfaat dan meberi perhatian penuh kepadamu. Mereka mampu mengasuh, mengurus, membesarkan dan mencukupi segala kebutuhan hidupmu tatkala engkau masih kecil dan muda. Setelah engkau besar, terlebih-lebih setelah engkau tua, mereka menjadi tua renta, lemah dan tak mampu mengasuh dan mengurusmu lagi.
2.        Kekasih yang memberi manfaat, mampu mengurus dan mencurahkan perhatian kepadamu ketika engkau tua, namun tidak mampu mengurusmu (kurang bermanfaat) serta tidak mampu mencukupi kebutuhanmu pada awal masa muda dan kuatmu. Kekasih itu tak lain adalah anak-anak (putra-putrimu). Mereka mengurusmu dan membalas jasa (bermanfaat) kepadamu pada hari-hari tuamu hingga akhir hayatmu.
3.        Kekasih yang hanya mampu dan melibatkan diri dalam urusan lahiriahmu, dan tak mampu serta tak boleh melibatkan diri dalam persoalan batin, keluarga, dan pribadimu. Itulah kenalan, sahabt atau rekanmu. Mereka hanya menyambung gagasan dalam masalah lahiriahmu.
4.        Kekasih yang hanya layak dan bermanfaat dalam masalah-masalah batiniah dan rumah tanggamu, namun tidak mampu, tidak layak, serta kurang bermanfaat dalam masalah-masalah lahiriahmu. Kekasihmu ini adalah isteri dan keluargamu. Mereka hanya patut melibatkan diri dalam memecahkan perkara pribadi dan batiniah dengan mencurahkan daya dan perhatian.”
Allah melanjutkan : “Hamba-Ku, jika engkau ingin mencintai seseorang, maka cintailah Aku. Aku adalah kekasihmu yang paling patut, paling memberi manfaat dan mampu menolongmu kapan saja dalam segala persoalan, baik pada masa kecil dan muda perkasamu, maupun pada masa akhir dan tuamu, dalam masalah lahiriah maupun batiniah.
Alah menamakan hari Ahad, dari salah satu nama-Nya. Al-Ahad.
“Katakanlah! Dialah Allah yang Ahad (Esa, Tunggal).” (Qs. 112:1).
Al-Ahad, dalam al-Qur’an mempunyai tujuh arti :
1.        Allah swt. (seperti ayat di atas (Qs.112:1) juga dalam ayat : “Apakah ia menyangka bahwa tiada (Allah) yang melihatnya?” (Qs. 90:7); “Apakah ia (Manusia) itu menyangka bahwa sekali-kali tiada yang berkuasa atasnya?” (Qs. 90:5).
2.        Nabi Muhammad saw. : “(Ingatlah) ketika kalian lari dan tidak menoleh kepada seseorang (Muhammad) (Qs. 3:153); “.......... dan kami selama-lamanya tidak akan patuh kepada seseorang pun (Muhammad) untuk menyusahkannya.” (Qs. 59:11).
3.        Bilal r.a. : “Padahal tidak ada satu pun yang memberikan sesuatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya.” (Qs. 92:19).
4.        Amalikha (salah seorang pemuda gua (Ashabul Kahfi) : “Maka utuslah seorang di antaramu pergi ke kota dengan uang perakmu ini.” (Qs. 18:19).
5.        Diqyanus : “Dan janganlah sekali-kali dia menceritakan halmu kepada seseorang pun (Diqyanus).” (Qs. 18:19).
6.        Zaid bin Haritsah. R.a. : “Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang lelaki di antara kalian.” (Qs. 18:19).
7.        Makhluk Allah : “..... dan janganlah mempersekutukan dengan apa pun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (Qs. 18:110).
Pengakuan orang-orang Nasrani : “Ini hari kita.” Maka Allah swt. menolak pengakuan mereka dengan penegasan-Nya tentang hari Ahad.
Ketahuilah bahwa manusia, setelah Nabi Isa a.s. terpecah menjadi empat kelompok :
1.        Kelompok Nusthuriah : Kelompok ini berpendapat bahwa Isa as. Adalah anak Allah, dan Maryam adalah isteri-Nya (Maha Suci Allah dari tuduhan keji mereka ini, Pen).
2.        Kelompok Ya’qubiah : “Mereka berpendapat bahwa Isa a.s. ialah Tuhan Allah yang turun dari langit ke rahim Maryam, lalu lahir ke bumi (Maha Suci Allah dari tuduhan keji ini dan semoga Allah mengutuk mereka. Pen).
3.        Kelompok Malkaniah : “Mereka menuduh bahwa Tuhan itu ada tiga : Maryam, Isa dan Allah (Maha Suci Allah dari kedustaan mereka. Pen). Al-Qur’an telah menolak pendapat orang-orang pandir ini : “Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan Allah itu yang ketiga dari yang tiga.” (Qs. 5:75).
4.        Kelompok (ahli) Haq : “Mereka membantah keras tuduhan busuk ketiga golongan di atas, kelompok ini mengatakan “Tidak. Isa bukanlah Tuhan. Dia adalah hamba Allah.” Kelompok ini bertumpu pada dua ayat berikut :  (1) “Itulah Isa Putera Maryam, yang mengatakan kata-kata yang benar, yang mereka berbantah-bantahan tentang kebenarannya.” (Qs. 19:34). (2) “Katakanlah! Dia-lah Allah yang Mahaesa. Yang tidak beranak dan tak diperanakkan. Yang tidak pula ada sesuatu yang setara dengan-Nya.” (Qs. 112:1-4).
.Tentang surat terakhir ini sebagian ulama mengatakan bahwa sebab turunnya surat tersebut aalah lantaran seorang kafir musyrik dengan sombong mengaku dan menyatakan diri sebagai sekutu Tuhan, dan surat tersebut turun sebagai penolakan terhadapnya. Sebagian yang  lain mengatakan bahwa pada suatu saat kaum musyrikin Arab mengejek Rasulullah saw. : “Ceritakanlah kepada kami tentang Tuhanmu, hai Muhammad! Dari bangsa dan jenis apakah Ia?” Dari emas, perak, besi atau tembaga?” Pada saat itulah Jibril a.s. turun dengan membawa surat (al-Ikhlas) ini dan berkata :
“Wahai insan gagah satria
Wahai insan peling lembut dan manis
Tuturnya
Wahai Nabi termulia, Rasul paling utama,
Katakanlah : “Dialah Allah yang Mahaesa.
Yang kepada-Nya bergantung segala sesuatu (ash-Shamad).”
Pengertian Ash-Ahamad ialah yang punya puncak kemuliaan (yang tak satu pun melebihi kemuliaan-Nya). Ash-Shamad adalah Dia yang kita tuju yang kita bergantung kepada-Nya) dalam segala urusan dan kebutuhan. Ada yang mengatakan bahwa arti Ash-Shamad ialah yang tak makan dan tak minum, yang tidak tidur dan yang berdiri sendiri, yang tak beranak dan tak diperanakkan.
Menurut Ibnu Abbas, arti Ash-Shamad ialah yang tak mungkin siapa pun dapat mengatasi atau melebihi-Nya. Dan menurut Maqatil, Ash-Shamad ialah yang suci dari aib dan segala cela. Adapun menurut Imam Malik, Ash-Shamad ialah yang tak tersentuh oleh kantuk ataupun tidur. Sedangkan menurut Abu Hurairah, arti Ash-Shamad ialah Yang Mahakaya, Mahacukup (tak membutuhkan segala sesuatu), dan yang dibutuhkan oleh segala sessuatu.
Dari sisi lain, makna surat ini, ialah :
1.        Qul : mengandung rahasia : “Menetapkan wahyu da al-Qur’an.
2.        Huwa : mengandung rahasia : “bebas dari ketiadaan dan kehampaan.”
3.        Allah : mengandung rahasia : “bebas dari kekafira dan penggantian agama.”
4.        Ahad : mengandung rahasia : “bebas dari kemusyrikan.”
5.        Allahu Shamad : mengandung arti rahasia : “ketidakadaan cela dan bencana dari-Nya secara terperinci (tafshili).”
6.        Lamyalid walam yulad : mengandung rahasia “tidak memperbanyak serta melebih-lebihkan.”
7.        Walam yakul lahu kufuan Ahad : mengandung arti rahasia : tidak adanya sekutu dan keserupaan.”
Wahai orang-orang yang bijak, katakanlah : “Huwa.” Wahai orang-orang yang rindu, katakanlah : “Allah.” Wahai orang-orang yang taat, ucapkanlah : “Ahad.”  Wahai orang-orang yang zuhud, katakanlah : “Ash_Shamad.” Wahai orang-orang yang ‘alim, katakanlah : “Lam yalid.” Dan wahai orang-orang  yang berbuat maksiat, ucapkanlah : “Walam yakul lahu kufuan Ahad!”.
Ada pula yang mengatakan, wahai hati, ucapkanlah : “Huwa.” Wahai sirr (nurani), ucapkanlan : “Allah.” Wahai ruh, katakanlah : “Ahad.” Wahai lisan sebutlah : “Ash_shamad.” Wahai pendengaran, katakanlah : “Lam yalid wa lam yulad.” Wahai pandangan, ucapkanlah : “Wa lam yakul lahu kufuan Ahad.”
Selanjutnya, hayatilah seruan Allah di bawah ini dalam kata-kata lain : “Wahai para musafir pencari kebenaran : “Huwa” adalah isyarat tentang-Ku. Wahai orang-orang yang mencintai-Ku, “Allah” adalah nama-Ku. Waahai umat tauhid, “Ahad” ialah sifat-Ku. Wahai orang-orang yang rindu kepada-Ku, “Ash_shamad adalah sifat-Ku. Wahai orang-orang yang suka beramal : “Lam yalid walam yulad” adalah nisbat-Ku. Wahai orang-orang yang bijak, “Wa lam yakul lahu kufuan Ahad.” Adalah kehebatan-Ku.”

BAB III.
TENTANG  HARI  SENIN
Edit : Pujo Prayitno
“Jangan kalian menjadikan dua Tuhan!.” (Qs. 16:51).
Anas bin Malik r.a. berkata : “Rasulullah pernah ditanya tentang hari Senin. “Hari Senin adalah hari bepergian dan berdagang.” Jawab beliau.
“Mengapa disebut hari bepergian dan berdagang, Ya Rasulullah?” tanya mereka kembali.
“Karena pada hari Senin, Nabiyullah Syits a.s. pergi berniaga dan memperoleh keuntungan.” Jawab Rasulullah saw.”
Sebagian ulama meriwayatkan bahwa ada tujuh kisah penting yang terjadi pada hari Senin : “Kenaikan Nabi Idris a.s. ke langit; bepergian Nabi Musa a.s. ke bukit Thursina; turunnya wahyu tentang ke-Esaan Allah Ta’ala; lahirnya Muhammad Rasulullah saw.; awal turunnya Jibril a.s. membawa wahyu kepada Rasulullah saw.; diperlihatkannya amal-amal Mukminin kepada Nabi Muhammad saw.; wafatnya Habibullah, Muhammad saw.

1.         KENAIKAN NABI IDRIS a.s. KE LANGIT
Edit : Pujo Prayitno
“Dan ceritakanlah (hai Muhammad) kepada mereka kisah Nabi Idris yang tersbut di dalam al-Qur’an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat benar lagi seorang Nabi. Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi.” (Qs. 19:56 -57).
Sebenarnya, nama Idris adalah “Uhnukh”. Ia mendapat predikat Idris karena banyak ber-tadarus (membaca) Kitabullah (al-Qur’an). Padahal pekerjaan sehari-harinya ialah tukang jahit. Acap kali ketika menusukan jarum, ia senantiasa melafalkan tasbih (Subhanallah, Pen). Kepada Allah. Bila sudah selesai jahitan diserahkan kepada pemiliknya dengan segera tanpa menuntut imbalan. Di samping seorang penjahit, ia juga ahli ibadat siang dan malam, sampai-sampai malaikat maut ingin menziarahinya, agar langsung dapat mengetahui ketekunan inbadahnya.
Suatu ketika, setelah memohon izin kepada Allah, datang kepadanya  malaikat maut menyamar sebagai seorang lelaki tampan membawa makanan surga untuk hidangan buka puasa Nabi Idris a.s. sore itu. Sebagaimana biasa, ia berbuka puasa setiap hari dengan makanan surga yang dibawakan oleh malaikat.
“Makanlah!” Nabi Idris a.s. mulai berbuka seraya menawarkan kepada lelaki (malaikat maut) yang duduk mendampinginya. Sang lelaki diam saja. Seusai berbuka, Idris a.s. shalat. Lali ia menenggelamkan diri dalam kekhusyukan ibadah dan munajat kepada Allah swt. hingga menjelang fajar, bahkan sampai matahari menyingsing. Sang lelaki tetap menunggunya dan tidak pernah bergeser dari tempat duduknya.
“Hai laki-laki!” tegus Idris sesudah Shalat. “Tidaklah lebih baik kita berjalan-jalan menghilangkan kebekuan, menjemput keceriaan dan keriangan?”
“Baiklah.” Sambut malaikat maut. Maka berjalanlah keduanya hingga sampai di persawahan.
“Aduhai ‘kan kupetik tangkai padi itu, untuk kumakan isinya.” Ujar sang lelaki.
“Subhanallah,” sekarang Anda hendak makan barang haram setelah semalam tak mau kuajak makan?” sambut Nabi Idris terkejut.
Empat hari lamanya mereka bergaul. Dan nampaklah oleh Idris bahwa sifat dan tabiat lelaki tersebut banyak berlainan dengan manusia biasa. Akhirnya Nabi Idris bertanya kepada lelaki itu : “Siapakah Anda sebenarnya?”
“Aku malaikat maut.”
“Anda sang pencabut nyawa?”
“Betul.”
“Sudah empat hari Anda bersamaku. Apakah Anda sudah mencabut nyawa seseorang?”
“Tentu. Malah sudah banyak sekali nyawa yang kucabut. Begitu aku mencabut nyawa seperti mencomot hidangan di piring sesuap demi sesuap.”
“apakah maksud kedatangan Anda untuk menjemputku, atau berkunjung?”
“aku datang untuk berkunjung.”
“Sekarang aku ingin Anda mencabut ruhku, Tetapi mohonlah kepada Allah supaya aku dihidupkan kembali. Sehingga setelah merasakan mati, aku akan bertambah beribadah.” Pinta Idris.
“Aku tak akan mencabut nyawa siapa pun tanpa izin Allah Ta’ala.” Jawab malaikat maut.
Lalu turunlah wahyu mengabulkan keinginan Idris a.s. Malaikat maut pun mencabut nyawa Idris. Setelah Nabi Idris a.s. wafat, malaikat menjadi sedih berurai air mata. Ia berdoa agar temannya. Idris dihidupkan kembali. Doanya dikabulkan Allah. Idris a.s. kembali hidup seperti sedia kala.
“Saudaraku, Idris bagaimanakah rasanya mati?” tanya malaikat maut kepadanya seraya merangkulnya.
“Sungguh, betapa mati itu lebih terasa pedih ketimbang yang dirasakan oleh seekor binatang yang dikuliti dalam keadaan hidu-hidup sampai seribu kali.” Demikian Idris melukiskan pengalaman matinya.
“Padahal inilah pencabutan nyawa yang paling hati-hati kulakukan dan dengan amat kasih sayang kepadamu, yang belum pernah kuperbuat terhadap seseorang pun selainmu.” Sambut malaikat maut.
“Wahai malaikat maut, kini kau punya keinginan lain. Aku ingin melihat Jahanam untuk rasa takutku kepadanya, dan agar akau semakin giat beribadah kepada Allah, setelah aku menyaksikan berbagai siksaan dan keadaan di sana.” Kata Idris.
“Mana mungkin kita bisa ke neraka tana izin-Nya.” Wahyu pun turun memperkenankan. Maka pergilah Idris bersama malaikat maut ke neraka Jahanam menyaksikan berbagai alat penyiksaan. : belenggu dan rantai-rantai, kobaran api dan duri-duri, timah amat panas dan air yang mendidih bergolak, ular-ular besar dan kalajengking-kalajengking.
Sepulang dari neraka, ia berkata : “Malaikat maut, sekarang aku ingin mengetahui surga. Aku ingin menyaksikan segala yang ada di sana : seperti puspa ragam keindahan, aneka kenikmatan dan kesenangan yang disediakan oleh Allah untuk orang-orang yagn beramal saleh. Agar aku lebih taat lagi.”
“Kita dapat masuk surga hanya dengan izin Allah.” Jawab malaikat. Wahyu pun turun, dan berangkatlah mereka ke surga. Tampak di mata Idris a.s. perbagai keindahan di kanan kiri aneka pemandangan penuh nikmat dan kesenangan, kelezatan dan kemegahan yang amat mengesankan, menyejukan hati dan sedap dipandang mata. Ketika itulah ia berkata kepada malaikat mat : “Saudaraku pahit getir dan sakit pedihnya mati telah kurasakan. Neraka telah kumasuki, dengan keadaannya yang mengerikan. Maka mohonkan kepada Allah agar aku boleh masuk ke dalam surga dan meneguk airnya yang sejuk segar, penghapus rasa getir dan penawar pedihnya mati.
Ia masuk setelah Alalh memperkenankan. Kemudian keluar sebentar, lalu kembali masuk untuk kedua kalinya sambil menaruh terumpahnya di pohon surgawi. Sesudah keluar, ia berkata kepada malaikat mat : “Terumpahku telah kutinggalkan di dalam surga sana.”
“Ambillah!” seru malaikat.
Idris a.s. masuk sekali lagi, dan tidak mau keluar lagi. Ketika malaikat maut memanggilnya keluar, Idris a.s. menolak tak perduli.
“Bukankah Allah berfirman :
“Setiap jiwa akan mengalami mati .....” (Qs. 3:185).
Dan aku sudah mati. Dan Dia berfirman :
“Dan tiadalah seseorang melainkan mendatanginya (neraka)...” (Qs. 19:71).
Sedang aku sudah ke sana. Juga firman-Nya :
“Dan tidaklah mereka (di dalam surga) keluar darinya........” (Qs. 15 : 48).
Maka Allah mewahyukan : “Ya malaikat maut, biarlah dia! Aku memutuskan dia untuk terlebih dahulu tinggal di dalam surga.” Kisah ini dibawakan olrh Rasulullah saw.
“Dan ceritakanlah (hai Muhammad) kepada mereka kisah Idris yang tersebut di dalam al-Qur’an. Sesungguhnya ia seorang yang benar dan seorang Nabi. Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi.” (Qs. 19:56-57).
Sungguh berbahagia Idris di tengah-tengah keindahan taman Firdaus nan abadi dan di taman bahagia duniawi, berkat pelajaran yang dianugerahkan Allah Pengurus langit dan bumi. Idris banyak membaca Kitabullah dan dapat menentang kejahatan iblis terkutuk.

2.         KENAIKAN   MUSA a.s. KE BUKIT  THURSINA
Edit : Pujo Prayitno
“Dan tatkala Musa datang (untuk bermunajat kepada Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan .....” (Qs. 7:143).
Ada tujuh perjalanan Musa a.s. yang bersejarah dalam hidupnya :
1.    Perjalanan untuk menghindari amarah serta ancaman Fir’aun yang zalim, dengan dihanyutkan oleh ibunya di sungai (safarul ghadhab). “Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa : Susukanlah dia, dan apabila kamu khawatir kepadanya, hanyutkanlah dia di sungai (nil)” .....” (Qs. 28:7).
2.    Perjalanan Musa a.s. sewaktu melarikan diri dari negeri Mesir ke Madyan (safarul Harb).  “(Maka keluarlah Musa a.s.) dari kota itu, dengan rasa takut menunggu-nunggu, ia berdoa : “Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang zalim!” (Qs. 28:21).
3.    Perjalanan dalam mencari titik cahaya api yang dia lihat ketika membutuhkannya di tengah perjalanan pulang dari negeri Madyan (Safaruth thaib). “Maka tatkala Musa telah menyelesaikan waktu yang ditentukan dan berangkat bersama isterinya, dilihatnya api yang berkedip di lereng gunung, ia berkata kepada keluarganya : “Tunggulah (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa suluh api agar kamu dapat menghangatkan badan.” (Qs. 28:29)
4.    Perjalanan yang menyebabkan kebinasaan musuhnya. Yaitu tatkala ia membelah laut untuk menyelamatkan diri dan kaumnya, sedang Fir’aun dan pasukannya yang menguntitnya tenggelam digulung air hingga binasa (safurus sabab). “Dan Kami tenggelamkan golongan yang lain (Fir’aun dan kaumnya.” (Qs. 26:65-66).
5.    Perjalanan yang sarat dengan keheranan, sat Musa a.s. dan para pengikutnya terdapar di tanah sesat (negeri Tih) selama empat puluh tahun, yang Allah beri makan mereka dengan manna dan salwa (sebangsa madu dan manisan – Pen), dan Ia pancarkan mata air dari batu sebagai minuman mereka (safarul ‘ajab). “Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu kami berfirman : “Pukullah batu itu dengan tongkatmu! ‘Lalu memancar darinya dua belas mata air. Sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui tempt minumnya.” (Qs. 12:60). “Dan Kami naungi kamu dengan awan, dan Kami turunkan kepadamu Manna dan salwa .....” (Qs. 2:56).
Menurut sumber lain, jumlah pengikut Musa di negeri Tih kala itu adalah tujuhpuluh ribu orang.
6.    Perjalanan dalam mencari Nabi Khdihir a.s. untuk berguru, hingga sampai di tempat pertemuan dua laut (safarul ladab). “Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya (Yusya bin Nun) : “Aku tak akan berhenti berjalan sebelum sampai di pertemuan dua lautan, atau aku akan berjalan hingga bertahun-tahun.” (Qs. 18:60).
7.    Perjalanan penuh suka cita, yaitu ketika naik bukit Thursina untuk bermunajat kepada Alalh swt. (safiruth tharb).
“Dan ketika Musa datang (bermunajat kepada-Ku) pada wktu yang Kami tentukan.” (Qs. 7:143).
Ayat ini melukiskan mi’rajna Musa dan sebagai dalil penguat kejadian besar (Isra Mi’raj nabi Muhammad saw.) yang diabadikan dalam ayat :
“Maahsuci (Allah) yang telah menjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Qs. 17:1).
Pada Mi’raj keduanya (Musa a.s. dan Rasulullah saw.) terdapat beberapa perbedaan :
1.        Musa a.s. naik ke Bukit Thursina. Sedangkan Rasulullah saw. turun dari Buraq di Batil Maqdis lalu dinaikan oleh Allah Maula ‘Azza wa Jalla ke angkasa hingga ke Sidratil Muntaha. Sesampainya di sebuah tempat, beliau berkata dalam hati : “Wahai, di manakah gerangan berada jiwa al-Musthafa ini?”  Kalbunya menyahut dengan seuntai tanya : “Wahai, dimanakah perasaan al-Musthafa ini berada?” “Ah, Muhammad tengah menyaksikan apa pula ?” nuraninya bertanya.
2.        Nabi Musa a.s. Mi’raj ke bukit Thursina, sedangkan Nabi Muhammad Mi’raj ke atas hamparan cahaya.
3.        Kepada Nabi Musa a.s. Allah berfirman : “Mengapa kamu datang lebih cepat daripada kaummu hai Musa>” (Qs. 20:83). Sedangkan kepada Rasulullah saw. Allah berfirman : “Mahasuci Allah yang telah menjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Qs. 17:1).
4.        Kepada Musa a.s. Allah memerintahkan agar melepas alas kakinya. “ ..... maka tanggalkan kedua terumpahmu, sesungguhnya kamu berada di lembah suci Thuwa.” (Qs. 20:12). Adapun kepada Nabi Muhammad saw. Allah melarang melepaskan terumpahnya : “Jangan kau lepaskan sandalmu!.”
Menurut sebuah riwayat, Rasul saw. pernah bercerita : “Aku bermaksud akan melepas alas kaki pada malam Isra Mi’rajku. Tapi tiba-tiba kudengar suara : “Jangan! Jangan kau tinggal terumpahmu. Kenakanlah! Agar “Arasy mendapat kehormatan dan Kursi-Ku menjadi di bawah tapak alas kakimu!”. Aku Muhammad berkata : “Ya Rabbi, Kau titahkan saudaraku, Musa, meelpaskan alas kakinya saat di lembah suci Thuwa untuk menghadap-Mu.” Allah Ta’ala menjawab : “Dekatlah engkau ke sini Ya Ahmad! Hampirlah kemari, wahai Abal Qasim! Engkau bukanlah Musa. Dia Kalim-Ku, sedang engkau Habib.”
Adapun Musa a.s. (Sebagaimana tersebut dalam Qs. 7:43), dikala datang ke Miqat Allah swt. (pada saat yang telah Ia tentukan), dia berkeinginan amat melewati batas kehendak seorang manusia : ingin melihat Allah secara langsung. Tapi Allah berfirman : “Wahai Musa! Itu tak mungkin. Jauh ....! Amat jauh sekali engkau dapat melihat-Ku. Aku adalah Allah, Mahawelas, Mahasayang, yang apda hari ini ( di dunia) tak mungkin mata dapat memandang dan melihat-Nya.

3.         TURUNNYA  AYAT  TENTANG  KEESAAN  ALLAH  PADA  HARI  SENIN
Edit : Pujo Prayitno
“Janganlah kalian menduakan Tuhan.” (Qs. 16:51).
“...... maka jika anak itu semuanya perempuan, lebih dari dua.” (Qs. 4:11).
Mahasuci Allah dari semua itu. Dialah Allah Tuhan Mahaesa, Mahatunggal, tiada sekutu bagi-Nya, tiada yang menyerupai-Nya, yang menjadikan sesuatu berpasang-pasangan (itsnain). Dia menciptakan Arasy dan Kursi, siang dan malam, pepohonan dan sungai, dan manusia, surga dan neraka, daratan dan lautan, Lauh (papan) dan Qalam (pena), Dia ciptakan bulan dan matahari, langit dan bumi. Ia pasang-pasangkan sehat dan sakit, luas dan sempit, sunnah dan kewajiban, pertemeuan dan perpisahan, kebaikan dan keburukan, mafaat dan mudharat, mati dan hidup.
Dialah Allah pencipta tanah dan tanaman, yang menjadikan terang dan gelap, teduh dan panas, bermacam-macam penyakit, kesenangan, kedukaan, bebatuan, rambut, laki-laki dan perempuan, kalbu dan lisan, tangan, kaki, telinga dan mata. Semua merupakan bukti, fakta dan pernyataan kepada segenap makhluk bahwa Dia Mahapencipta, Tuhan yang Mahaesa, tempat bergantung segala sesuatu, yang tiada Tuhan selain-Nya.
“Janganlah kalian menduakan Tuhan.” (Qs.16:51).
Ayat ini merupakan dalil tentang keesaan Allah Ta’ala. Siapa yang mau memikirkan dan melihatnya dengan mata ma’rifat dan iman, niscaya ia akan mendapatkan bahwa penciptanya adalah Allah yang Mahakuasa, Mahatunggal, Maha Pengasih dan Pengarunia nikmat, yang mewujudkan alam semesta, Pengendali peredaran waktu.
“Sungguh heran
Mengapa bermaksiat, menetang dan ingkar
Terhadap Allah Rabbul ‘Izzati
Padahal
Dialah Penggerak, Pengendali segala
Sesuatu
Lagi Penyaksi abadi
Di balikyang berkelip ada bukti
Dialah, Allah Mahaesa lagi Mahasuci.”

4.         KELAHIRAN  RASULULLAH
Edit : Pujo Prayitno
Ada beberapa mukjizat yang mengiringi kelahiran Rasulullah :
1.    Lepasnya sang bunda al-Mushtafa tercinta (Aminah) dari derita selama mengandung.
2.    Tiada menembus kalbu sang Mukmmmdirasakan sang bunda rasa sakit dan pedih sewaktu melahirkan.
3.    Beliau lahir sudah dalam keadaan dikhitan.
4.    Dari sejak beliau lahir hingga kiamat, setan dilarang memanjat ke langit untuk mengikuti pecakapan para malaikat.
Pada saat kelahiran Rasulullah, setan dan iblis terkutuk berembuk : “Dahulu kita diperkenankan Allah naik ke langit, namun mulai hari ini kita dilarang ke sana untuk selamanya.”
“Sekarang.” Ujar iblis kepada setan, “berkelilinglah kalian, berpencarlah ke timur da ke barat, ada kejadian apakah kiranya!” Mereka pun berkeliaran hingga bertemu di Makkah. Setiba di sana, mereka terheran-herandemi menyaksikan suatu peristiwa yang sang bayi al-Musthafa tengah dikelilingi malaikat yang dengan riang gembira – mengucapkan selamat. Sementara dari dirial-Musthafa mencuat cahaya ke langit.
“Binasalah aku!” pekik iblis menerima laporan dari setan-setan.
“Kiranya telah datang rahmat anak Adam, telah terbit tnda-tanda alam. Itu sebabnya kita dilarang oleh Allah untuk nai ke langit. Karena langit merupakan pusat pandang mata Muhammad dan ummatnya.” Katanya lagi.
“Dan Kami hiasi langit bagi orang-orang yang memandangnya.” (Qs. 15:16).
Apabila setan-setan tak mampu lagi menembus langit yang menjadi pusat pandangan orang-orang Mukmin, bagaimana mungkin mereka dapat  menembus kalbu sang Mukmin yang merupakan tempat dan pusat pandang Allah al-Muhaimin.
Ka’ab al-Akhbar berkata : “Aku pernah membaca di dalam Taurat, bahwa Alalh pernah menerangkan kepada umat Musa a.s. tentang saat kelahiran Muhammad saw. Disebutkan bahwa apabila bintang ‘ats-Tsabit” (yang diam tak bergerak) yang kalian kenal itu suatu ketika bergerak dan berjalan, maka pada saat itulah kelahiran Rasulullah saw. Namun setelah Rasul lahir, mereka membungkam dan mengubur berita itu dalam kebencian mereka.”
“Allah telah menjelaskan pula dalam Injil, kepada kaum Isa a.s. bahwa saat kelahiran seorang Rasul terakhir akan ditandai dengan tumbuh menghijau dan berbuahnya kembali sebatang kurma yang telah kering kerontang. Tapi tatkala kabar dalam injil ini terbukti (pohon kurma itu hidup dan berbuah) mereka mengingkari kenyataan, dan memendam peristiwa kelahiran al-Musthafa itu di dalam kebungkaman lantaran iri dan benci.
Di dalam Zabur pun disebutkan bahwa ada sebuah mata air termasyhur yang telah lama kering. Suatu saat ia akan kembali memancarkan airnya tepat pada saat lahirnya Nabi akhir zaman. Namun setelah mengetahui hal itu, mereka menyembunyikannya di balik perasaan iri-dengki mereka.”
5.    Tercurahnya kembali air susu Halimah Sa’diyah pada saat menyusui Nabi. Padahal sebelumnya telah berhenti, tidak memancar dalam waktu yang lma. Dalam sebuah riwayat, dikatakan bahwa Abdul Muthalib bercerita : “Kala itu aku tengah berada di sekitar Ka’bah. Tiba-tiba aku terkejut melihat patung-patung bergelimpangan tunduk sujud ke hadirat Allah. Lalu kudengar suara dari balik dinding Ka’bah : “Telah lahir seorang Rasul yang akan menghancurleburkan benteng-benteng kekufuran dan menyucikan-Ku dari berhala-berhala sesembahan serta menitahkan para insan beibadah kepada Allah, Maha Raja Diraja semesta alam.”

5.         MALAIKAT JIBRIL TURUN PERTAMA KALI KEPADA RASULULLAH
Edit : Pujo Prayitno
Ada beberapa hal yang menjadi sebab turunnya wahyu yang pertama kepada Rasulullah. Di antaranya ialah bahwa Muhammad bin Abdullah, sebelum menerima Nubuwwat,a dalah seorang yang gemar ber-Khalwat (menyendiri untuk bertafakur – Pen) dan banyak beribadat. Beliau isi hari-harinya selama empat puluh tahun dengan taat dan dekat kepada Allah. Sikap dan kebiasaannya yang terpuji, luhur, disegani, dikagumi, dihormati, dan amat dicintai, hingga digelari “al-Amin” (orang yang jujur dan terpercaya).
Kebiasaan-kebiasaannya seperti itu menambah terang cahaya cinta (mahabbah) kepada-Nya di relung kalbunya, hingga mengalahkan rasa cinta kepada selain-Nya, dan mendorong banyak bertafakur serta mengalirkan butir-butir airmata kepatuhan kepada-Nya.
Bila melihat orang karam di laut kesibukan
Katakanlah, ia tengah tenggelam dan kerinduan
Dan orang lain pun niscaya tahu keadaannya
Hamzah bin Abdul Muthalib paman Rasulullah, bertanya kepada Atikah, saudaranya : “Tahukah kau apa yang sedang dirundung Muhammad, keponakan kita? Ia nampak demikian pucat pasi, banyak merenung, tiada gairah bergaul seolah-olah ada sesuatu yang menimpanya.”
Atikah diam. Sementara itu kaumnya, demi melihat keadaan Rasulullah murung, mencoba melipur dan memecahkan persoalan yang dihadapi beliau.
“Muhammad, andai hatimu duka atau sakit, ceritakanlah kepada kami agar deritamu, dapat kami tanggung pula.”
Tapi Rasulullah diam saja.
Beliau mengenakan kainnya, lalu berjalan menuju bukit Hira. Di sana beliau merintih khusuk ke hadirat Alalh dengan rintihan yang menggoncangkan istana di tujuh langit, dan menjadikan para bidadari surgawi mengadu kepada Allah tentang beliau karena iba.
“Ilahi, kami mendengar rintihan seorang manusia yang paling mencintai-Mu.” Saat itulah Allah swt. menyuruh Jibril a.s. “Ya Jibril, tiba saatnya engkau membawa wahyu untuk menerangkan hukum-hukum tentang perintah dan larangan-Ku. Turunlah kepda kekasih-Ku, yang paling baik dan utama dari seluruh makhluk-Ku. Sampaikanlah salam dari-Ku kepadanya! “Malaikat Jibril pun turun dan memanggil-manggil Nabi Muhammad saw. dari ruang angkasa. Maka nampak di mata beliau sesosok makhluk berpakaian hijau-hijau.
“Bacalah!” perintah Jibril a.s. kepada Rasulullah yang merentangkan tangannya ketakutan.
“Bacalah! Perintah Jibril sekali lagi sambil memegang dan mendekap Rasul.
“Aku tak bisa membaca.” Jawab Rasul gemetar.
“Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah mencipta. Ia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.” (Qs. 96:1-2).
Setelah mengalami peristiwa bersejarah itu, Rasulullah pulang mengisahkan kepada sang isteri, Khadijah.
“Khadijah, isteriku, selimuti aku! Selimutilah! Sungguh aku takut pada peristiwa luar biasa tadi.”
“Duhai suamiku. Engkau penyambung silaturahim. Penyayang para yatim, pecinta perkara-perkara agung, dan berbudi amat luhur, Tuhanmu niscaya tak akan memperlakukanmu melainkan dengan kebaikan.” Khadijah sang isteri, mencoba menghibur dan menenangkan perasaan sang sami dengan tutur yang lembut dan sendu.
“Terbertik di hatiku, mungkin peristiwa itu merupakan suatu berita besar dan agung yang belum pernah dialami oleh para Nabi terdahulu.” Sambung Khadijah yang kemudian menyelimuti Nabi. Lalu turun pula wahyu :
“Wahai orang yang berselimut, bangkitlah. Beri peringatanlah. Dan Tuhanmu, besarkanlah!” (Qs. 74:1-3).
“Ya Khadijah, inilah makhluk yang pernah datang itu.”
“Wahai suamiku, akan kuuraikan rambutku. Bila setan, ia akan nampak, dan jika utusan Allah ia tak terlihat.”
Setelah Khadijah menyibakkan rambut, bertuturlah Rasulullah : “Hai Khadijah, ia lenyap dari pandanganku.”
“Ajaklah aku kepada Islam. Sungguh engkau adalah utusan Allah. Jibril a.s. telah datang kepadamu.” Akhirnya masuk Islamlah Khadijah, Ummul Mukminin, satu-satunya wanita paling awal memeluk Islam.

6.         PEMAPARAN  AMAL-AMAL  KAUM  MUKMININ  KEPADA RASULULLAH
Edit : Pujo Prayitno
Abu Hurairah meriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda : “Hidupku lebih baik bagimu, dan matiku pun lebih baik bagimu.”
“Ya Rasulullah kami tahu bahwa hidupmu lebih baik bagi kami. Namun bagaimanakah tentang wafatmu yang juga lebih baik bagi kami?”
Rasulullah menjawab : “Hidupku lebih baik untukmu, yakni kuajak kalian ke jalan Allah dengan hikmah dan nasihat yang bijak. Adapun mengenai matiku lebih baik bagimu, karena amal-amalmu diperlihatkan kepadaku pada setiap hari Senin dan Kamis Andai kutemui amal saleh, gembiralah aku. Jika kulihat amal buruk dan dosa, aku beristighfar dan memohon kepada Allah swt. agar mengampunimu.”

7.         WAFATNYA  RASULULLAH
Edit : Pujo Prayitno
Ibnu Mas’ud berkata : “Di kala hari perpisahan Rasulullah saw. telah dekat, kami berkumpul di rumah Aisyah. Beliau memandangi kami dengan berlinang air mata : “Selamat datang saudara-saudaraku. Semoga Allah melimpahkan hidayah kemuliaan dan kasih sayang kepada kalian. Aku berwasiat kepadamu, bertakwalah kepada Allah. Dia telah berpesan kepadaku, yang telah menjadikanku khalifah kalian, bahwa aku adalah pembawa peringatan yang nyata. Jangalah kalian berlaku sombong kepada-Nya. Sesungguhnya Allah adalah Tuhan kita!.”
“Negeri akhirat itu Kami jadikan bagi orang-orang yang tidak menyombongkan diri dan tidak berbuat kejahatan di muka bumi. Dan kesudahan yang baik itu bagi orang-orang takwa.” (Qs. 28:83).
“Kemudian kami bertanya tentang ajalnya. “Sesungguhnya.” Jawabnya : “Ajal telah dekat, dan tempat berpulang hanyalah kepada Allah, ke sidratul Muntaha, ke surga dan Asary yang tinggi.”
“Siapakah yang berkenan memandikanmu?”
“Seorang glaki-laki Ahlul Baitku.”
“Bagaimana cara kami mengafanimu, ya Rasulullah>”
“Cukup dengan bajuku ini, atau dengan kain tenunan Yaman, bila kalian mau.” Jawabnya sendu.
“Dan siapa pula yang akanmenyalatimu?”
“Sementara beliau belum sempat menjawab, berderailah air mata sendu-sedan kami, tiada tertahankan, menanggung kesedihan mengiringi cucuran air mata beliau. Beliau lantas menjawab : “Tunggulah sejenak. Semoga Allah memaafkan kalian.”
“Seuasai memandikan dan mengafaniku, baringkanlah aku di atas peterana di rumah ini, di sisi lobang lahatku. Lalu keluarlah kalian sejenak, yang pertama kali menyalatiku adalah karibku Jibril, kemudian Mikail, Israfil dan izrail, bersama bala tentara mereka masing-masing. Sesudah mereka, masuklah kalian secara bergantian. Hendaklah orang yang pertama kali menyalatiku di antara kalian adalah seorang lelaki dari Ahlil Baitku, kemudian kamum wanitanya. Barulah yang lain.”
“Sehari atau dua hari berselang, Rasulullah jatuh sakit (sakit terakhir) selama delapan belas hari yang mengantarkannya ke akhir hayatnya. Pada hari Ahad, semakin bertambah sakitnya. Kala itu Bilal mengumandangkan azan. Kemudian memanggil Rasul saw.
“Assalamu’alaikum, ya Rasulullah. Telah tiba waktu shalat!” Dari dalam, Fatimah az-Zahra menjawab : “Rasulullah tengah sakit.” Mendengar jawaban Fatimah, Bilal kembali masuk ke Masjid dengan perasan gelisah sampai fajar. Ketika fajar tiba, kembali memanggil-manggil nabi. Kali ini beliau mendengar suara Bilal. “Masuklah Bilal, Aku sdang menanggung sakit. Suruhlah Abu Bakar menjadi imam shalat kalian.”
“Dengan langkah gontai, Bilal keluar sambil mengeluh : “Oh, tolonglah aku. Tolonglah, betapa remuk redam tulang balungku. Seandainya ibuku tak melahirkanku.”
“Wahai Abu Bakar, Rasulullah menyuruh Anda mengimami shalat pada subuh ini.” Kata Bilal.
“Abu Bakar, yang berperasaan lembut, demi melihat Rasulullah tak ada di tempat shalatnya, pingsan sehingga jamaah berhiruk pikuk sampai terdengar oleh Rasulullah. “Fatimah, suara apakah itu?” Rasulullah bertanya kepada puterinya.”
“Suara riuh kaum muslimin di masjid, karena kehilangan ayah.” Jawab Fathimah.”
“Saat itu juga Rasulullah memanggil Ali bin Abi Thalib untuk membimbing Nabi ke Masjid. Seusai shalat, Rasulullah berpidato : “Hadirin! Kalian adalah amanat Allah, dan dalam naungan-Nya. Aku berpesan, bertakwalah kalian kepada Allah. Aku akan segera meninggalkan dunia ini. Hari ini adalah hari awal akhiratku, dan hari akhir duniaku.”
Kemudian Allah memerintahkan malaikat maut :
“Datanglah engkau kepada kekasih-Ku, Muhammad, dengan sebaik-baik rupa dan penampilan. Dan lemah-lembutlah dalam menjemput ruhnya. Bia ia memperkenankamu, masuklah. Jika tidak, maka kembalilah!.”
“Assalamu’alaikum ya Ahlul Bait wahyu dan Risalah.” Malaikat maut turun mengetuk pintu Rasulullah dengan sosok seorang Arab amat tampan.
Mendengar suara itu itu, Fatimah menjawab :
“Wahai hamba Allah, Rasulullah sedang sakit.” Kemudian malakul maut mengulangi salamnya.
“Assalamu’alaikum.” Ucap malaikat maut lagi.
Mendengar seseorang mengucap salam, Rasulullah bertanya kepada Fatimah : “Siapakah dia?”
“Seorang lelaki, Ayah. Sudah kusampaikan bahwa Rasul sedang sakit.”
Tidak lama kemudian, malaikat maut mengucapkan salam kembali dengan suara yang menggetarkan badan dan mengguncangkan sendi-sendi.
“Tahukah engkau, hai Fatimah, siapakah dia?” beliau berkata kepada puterinya setelah mendengar suara itu.
“Tidak!” jawabnya.
“Itulah dia yang menceraikan kita dari aneka kelezatan yang memisahkan kita dari riang gembira berkumpul bersama, yang membuat rumah-rumah menjadi kosong, yang menjadikan kuburan-kuburan bertambah ramai.” Lanjutnya.
“Masuklah, hai Malaikat maut!” seru Nabi.
“Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikum salam, Kau datang untuk berziarah atau untuk menjemputku?” tanya Nabi kepada sang Malaikat.
“Aku datang untuk berziarah sekaligus menjemputmu, jika kau mengizinkan. Tapi kalau tidak, aku akan segera kembali.”
“Wahai malaikat maut, dimana kekasihku Jibril.”
“Ia kutinggal di langit dunia. Dan segenap malaikat akan melayatmu.”
Tidak lama kemudian, Jibril a.s turun dan duduk di dekat kepala Nabi saw.
“Wahai Jibril, bukankah engkau telah tahu ajalku sudah hampir?”
“Betul, ya Habiballah.” Sambut Jibril.
“Ceritakanlah kepadaku, apa yang sudah disediakan di sisi Allah untukku?”
“Semua pintu-pintu langit telah dibuka. Seluruh Malaikat berkumpul berbaris akan menyabut ruhmu.” Jawab Jibril.
“Alhamdulillah.” Ucap Rasul. “dan hiburlah aku dengan berita yang lain, ya Jibril!.”
“Pintu-pintusurga sudah dibuka. Sungai-sungai telah mengalir,d an puspa ragam bebuahan lezat telah tersedia. Semua menanti ruhmu. Dan engkau adalah manusia yang pertama kali memberi syafa’at.” Kata Jibril menghibur
“Segala syukur dan puji bagi Allah. Tolong ceritakan berita yang lain kepadaku, ya Jibril!.”
“Tentang apa?” tanya Jibril.
“Tentang orang-orang yang membaca al-Qur’an sepeninggalku. Orang-orang yang berpuasa pada bulan Ramadhan. Orang-orang yang berziarah ke Baitullah Al-haram untuk menunaikan Haji. Bagaimanakah mereka?”
“Allah telah menandaskan.” Aku telah mengharamkan surga bagi segenap Nabi dan umatnya, sebelum engkau beserta umatmu masuk surga terlebih dahulu.”
Mendengar penjelasan dari Jibril, Nabi berkata : “Kini tenteramlah hatiku!” Wahai malaikat maut, mendekatlah!.”
Saat itu Ali bin Abi Thalib bertanya kepada beliau : “Siapakah yang menadikan dan mengafanimu, ya Rasulullah?”
“Yang akan meandikanku adalah engkau. Sedang Ibnu Abbas yang mencucurkan airnya. Sesudah kalian berdua memandidkan dan mengafaniku, keluarlah beberapa saat sebagaimana yang pernah kujelaskan dahulu.”
Maka malaikat maut mulai menjemput ryh Rasulullah dengan amat hati-hati dan lemah lembut. Akhirnya, manusia teladan paling utama itu berpisah dari dunia fana.
Anas bin Malik bercerita : “Aku pernah lewat di depan pintu rumah Aisyah. IA tengah bersedu sedan berurai air mata ssambil merangkai kalimat :
Wahai yang tak pernah mengenakan sutera
Dan tak pernah tidur di atas tilam
Wahai yang gpergi dari dunia fana
Dan yang tak pernah kenyang
Wahai yang lebih memilih tikar ilalang
Ketimbang ranjang
Wahai yang setiap malam tiada lelap
Lantaran takut api neraka Sa’ir
Diriwayatkan pula dari Said bin Ziyad, dari Hadid bin Sa’ad bahwa Muadz bin Jabal bertutur : “Aku pernah diutus oleh Rasulullah saw. ke negeri Yaman. Di sana aku tinggal selama duabelas tahun di rumah tingkat.
“Pada suatu malam aku bermimpi didatangi seseorang. Katanya : “Wahai Muadz, engkau asyik mendengkur, sedang Rasulullah berbaring di dalam kubur.” Maka aku tersentak bangun, berlindung kepada Allah dari setan terkutuk dan terus shalat malam.
“Pada malam kedua, aku bermimpi lagi seperti sebelumnya. Impian ini pasti bukan dari setan, kataku setelah bangun menjerit.
Pada pagi harinya aku menceritakan impian itu kepada khalayak yang datang berrkerumun : “Semalam aku bermimpi. Tolong bawakan kepadaku satu Mushaf.” Hal itu sesuai dengan apa yang pernah dipraktekkan Rasulullah bila melihat mimpi aneh, yaitu beliau bertafa’ul (mengharap kebaikan – Pen), melalui al-Qur’an.
“Setelah dibuka, ayat yang pertama nampak dan terbaca adalah :
“Sesungguhnya engkau (Muhammad) adalah mayat, dan merekan pun mayat pula.” (Qs. 39:30). Sesudah membaca ayat itu aku pingsan. Ketika sadar dari pingsan, aku buka al-Qur’an sekali lagi. Ayat yang terbaca ialah :
“Muhammad itu tak lain hanyalah seorang Rasul. Sungguh telah berllu sebelumnya beberapa orang Rasul. Apakah jia ia wafat atau terbunuh, kamu berbalik ke belakan?” Barangsiapa berbalik ke belakang, maka tak sedikit pun ia merugikan Allah......” (Qs. 3:244).
Selanjutnya aku berkata : “Andai hal ini bertul terjadi, maka akan menderitalah para janda, para yatim, dan kaum miskin. Kita akan menjadi laksana domba-domba liar kehilangan pengembala. Betapa pilu berpisah dengan Muhammad! Oh Muhammad, alangkah baik sekiranya aku tahu tentangmu yang sebenarnya. Di atas bumi atau dalam timbunan tanah-kah?”
“Ketika hampir sampai di Madinah, tiba-tiba aku mendengar gema suara dari balik bukit :
“Setiap jiwa akan merasakan mati.” (Qs. 3:184).”
“Aku mendekat dan bertanya : “Siapakah Anda?”
“Aku adalah seorang hamba Allah.” Jawab seorang Anshar.
“Wahai hamba Allah. Apa yang terjadi pada diri Rasulullah?” aku bertanya penasaran.
“Rasulullah sudah kembali ke pangkuan Allah.” Jawab sang lelaki itu.
Aku jatuh pingsan sesudah mendengar keterangan itu.
“Kau memang patut utnuk pingsan Muadz.” Kata orang itu.
“Setelah siuman, aku diberi sebuah kitab. Kukecup dan kuletakkan kitab itu di atas kedua mataku sebentar. Tak terasa air mata duka membasahi pipi.
“Pada subuh hari, aku tiba di Madinah. Terdengar olehku alunan merdu azan Bilal berazan. Saat Bilal meninggikan suaranya, aku kembali tak sadarkan diri di sisi Salman al-Farisi yang tengah duduk.
“Bilal!  Lanatangkan suaramu dalam menyebut kalimat Muhammad!  Muadz sedang pingsan teringat kepadanya.” Kata Salman.
“Assalamu’alaikum! Angkatah kepalamu, hai Muadz, saudaraku! Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda : “Sampaikan salamku kepada Muadz.” Ujar Bilal.
“Aku mengangkat kepala dan tiba-tiba menjerit sejadi-jadinya, membuat para jamaah menyangka rhku meregang jasad, kalau saja aku tidak segera bicara : “Demi Allah mengapa tak seorang pun ingat kepadaku pada saat Rasulullah wafat?” Sekarang marilah kita ke kuburnya, ke rumah Aisyah.”
“Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, aku mengucap salam.
“Mendengar salamku, Raihanah keluar dan memberitahukan bahwa Aisyah pergi ke rumah Fathimah az-Zahra. Aku segera ke sana.
“Assalamu’alaikum, ya Ahlil Bait Rasul!.
“Wa’alaikun salam,” sambut Fathimah.
“Aku kembali pingsan demi melihat Fathimah dan Aisyah. Beberapa saat sesudah aku sadar, Gathimah berkata : “Aku masih ingat sabda beliau kepadaku : “Sampaikan salam dariku (buat Muadz – Pen). Hai Fathimah. Dan ceritkan kepada Muadz bahwa pada hari kiamat ia akan menjadi pemimpin para ulama.”
“Sesudah itu, aku berziarah ke makam Nabi ditemani Imam Ali yang bercerita kepadaku bahwa Fathimah pernah menggenggam sekepal debu pusara Rasul saw. dan diciumnya sambil menyusun untaian kata :
Dia yang mencium debu pusara Ahmad
Tiada ‘kan pernah menemukan lagi sepanjang hayat
Sesuatu yang paling berharga
Demi, aku terlanda musibah mahaberat
Yang andai menimpa siang
Niscaya ia akan berganti menjadi malam kelam.

BAB IV.
TENTANG  HARI  SELASA
Edit : Pujo Prayitno
“Dan ceritakanlah kepada mereka kisah dua putera Adam (Qabil dan Habil) dengan sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterimalah (kurban) salah seorang mereka (Habil), dan ditolak (kurban) yang lainnya.” (Qs. 5:27).
Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah saw. pernah ditanya tenetang hari Selasa. “Hari Selasa adalah hari pertumpahan darah. Karena pada hari itu terjadi pembunuhan putra Adam oleh Saudaranya.” Jawab Rasul.
Sebagian ulama menerangkan bahwa pada hari Selasa terjadi tujuh tragedi berdarah :
1.        Terbunhnya Nabi Jirjis a.s.
2.        Terbunuhnya Nabi Yahya a.s.
3.        Terbunuhnya Nabi Zakariya a.s.
4.        Terbunuhnya para tukang sihir Fir’aun.
5.        Terbunuhnya Asiah binti Muzahim, isteri Fir’aun
6.        Terbunuhnya seorang Bani Israil
7.        Terbunuhnya Habil Putra Adam a.s.

1.         TERBUNUHNYA  NABI  JISRJIS a.s.
Edit : Pujo Prayitno
Jirjis bin Qulthin hidup di zaman seorang raja zalim penyembah berhala, Dardiyan. Suatu hari, patungnya dihiasi emas permata diminyaki dengan kafur dan misik, dan diletakkan di sebuah tempat yang indah. Siapa saja yang bersembah sujud kepadanya, selamat. Ddan barangsiapa yang tidak tunduk menyembah, maka ia dilemparkan ke api bessar yang telah disediakan.
Allah mengutus seorang Nabi-Nya, Jisjis kepada raja durjana itu.
“Mengapa Anda tunduk menyembah kepada benda yang tak dapat mendengar, melihat dan tak dapat memberi kekayaan kepadamu?” Kata Jisjis memulai dakwahnya kepada sang raja.
“Sesungguhnya harta dan tahta kerajaan, seluruh nikmat kemegahan yang tiada terbilang ini kuperoleh semenjak aku menyembah kepadanya. Dan aku tak melihat kesenangan pada dirimu sebagai hasil penyembahanmu kepada Tuhanmu?” jawab dan sanggahan sang raja.
“Sesungguhnya segala kenikmatan dan kesenangan duniawi akan sirna. Sedangkan Allah menganugerahiku nikmat akhirati yang langgeng di alam surgawi.” Sahut Jisjis a.s. menyadarkan san g raja.
Terjadilah debar sengit antara keduanya, yang memebangkitkan emosi sang raja, sehingga sang raja menitahkan pengawalnya untuk menyiksanya. Lalu Jirjis disiksa. IA disiram dengan air matang mendidih yang dicampuri dedaunan, merontokkan kulit-kulitnya. Kemudian dagingnya diiris-iris dengan besi tajam, hingga nampak tulang belulangnya. Namun setelah itu, Allah swt. menghidupkan kembali dengan bentuk semakin rupawan.
Melihat kejadian menakjubkan itu, sang raja menyuruh pengawalnya membawa enam buah pasak besi. Diikatnya dua tangannya dan direntangkan. Satu di kepalanya, dan yang lain diperutnya. Tapi Allah mengutus Malaikat Jibril a.s. mencabutnya. Tiba-tiba ia pun hidup kembali.
“Wahai yagn zalim, katakanlah : Tiada Tuhan selain Allah.!.”
Raja Dardiyan semakin marah. Ia memerintahkan memasak air di sebuah belanga besar dan melemparkan Jisjis ke dalamnya. Namun golakan air yang panas itu pun dingin dirasakannya. Demikianlah, sang raja zalim menyiksa Jisjis a.s. dengan siksaan yang beragam dan berulangkali sampai tuju puluh kali, bahkan menurut sebagian kitab sampai seratus kali. Setiap kali disiksa, setiap kali pula ia selamat dan tetap hidup berkat kodrat Allah.
Setelah kewalahan dan kehabisan cara, raja zalim berkata merayu : “Jisjis, jika kau menaatiku, aku akan menaatimu. Sembahlah berhalaku sekali, aku akan menyembah Tuhanmu. Bagaimana?”
Lama Jirjis tak menyahut, sampai-sampai seorang lelaki menduga ia menerima tawaran itu.
“Aku telah berkali-kali menyiksamu dengan pelbagai siksaan. Kini marilah ke rumah untuk melepaskan keletihanmu malam ini. Dan beristirahatlah.” Kata raja kepadanya.
Di rumah raja Dardiyan, Jirjis a.s. menunaikan shalat dan membaca Zabur sampai fajar. Bacaannya malam itu meresap ke kalbu sang Permaisuri sampai menagis, bertobat dan secara diam-diam menyatakan masuk Islam.
Pada pagi hari, sang raja sekali lagi menyuruh Jirjis sujud. Tapi ia tetap menolak. Akhirnya ia dibawa ke sebuah gubuk milik seorang nenek pikun yang tinggal bersama puteranya yang buta, tuli dan bisu. Di situ Nabi Jirjis a.s. dipenjara tanpa diberi makan minum. Tatkala melihat sebatang kayu tiang rumah itu, ia berdoa kepada Allah swt.
Maka kayu itu menghijau tumbuh, dan berbuah. Sang nenek keheranan demi menyaksikan hal itu. Lalu memohon kepada Jirjis agar mendoakan puteranya supaya sembuh sehingga dapat masuk Islam bersama-sama.
“Nak, pergilah ke tempat berhala-berhala. Sampaikan kepada mereka bahwa Jirjis mengundang mereka.” Ucapnya kepada putera nenek yang sudah sembuh dan masuk Islam itu.
Sang anak berangkat. Setelah sampai, ia menyampaikan undangan Jirjis kepada tujuh puluh buah patung. Dengan kodrat Allah, serentak patung-patung itu mencabut diri dari tempat dan berjalan menuju Jirjis.
Sesampainya di hadapan Jirjis, ia memberi isyarat kepada bumi dengan menjejakkan kaki. Bumi terbelah menelan habis mereka semua. Sang permaisuri raja, yang menyaksikan kejadian luar biasa itu pun, tampil di atas panggung Istana : “Wahai penduduk negeri, sayangilah jiwamu. Islamlah kalian!.”
“Sungguh, sejak tujuh puluh tahun aku menyaksikan banyak sekali mukjizat dan keajaiban, tapi aku tak pernah masuk Islam. Namun mengapa engkau masuk Islam hanya karena melihat satu mukjizat saja, wahai sayangku?” Kata sang raja.
“Tidak. Yang demikian itu semata-mata kedurjanaan dan kezaliman belaka. Itulah kemalanganmu. Sedangkan ini adalah keberuntunganku.” Jawab sang Permaisuri.
Akhirnya sang Permaisuri dibunuh. Lalu Jirjis berdoa kepada Allah swt. : “Ilahi, tujuh puluh tahun hamba menanggung siksaan kaum kafir, sehingga hamba kehilangan daya. Maka anugerahilah hamba mati syahid.” Seusai berdoa, ia melihat nyala api turun dari langit kepada mereka (pengikut) raja). Serempak merekapun mengangkat pedang membunuh Jirjis a.s.

2.         TERBUNUHNYA  NABI  YAHYA, a.s.
Edit : Pujo Prayitno
Pada zaman Nabi Yahya a.s. ada seorang raja Bani Israil yang beristerikan janda yang telah mempunyai seorang puteri. Karena khawatir puterinya jatuh ke tangan lelaki lain, maka sang permaisuri memutuskan mengawinkannya dengan suaminya, sang Raja. Ia mengundang Yahya a.s. untuk menghadirinya. Yahya a.s. menolak, bahkan menegaskan bahwa perkawinan tersebut haram menurut Islam. Mendengar keterangan itu, permaisuri menjadi benci dan berupaya membunuhnya. Ia menemukan satu cara, yakni memberinya minuman memabukkan.
“Wahai Kakanda, sesungguhnya Yahya menentangku untuk mengawinkan engkau dengan si manis puteriku.” Kata sang permaisuri.
Lalu raja memanggil Yahya. Akhirnya, Yahya dismbelih laksana seekor kambing, lantaran tetap pada keputusannya. Suatu kejadian yang menduka-pilukan para Malaikat di langit.
“Ilahi, dosa apakah yang telah diperbuat Yahya, sehingga ia dibunh dengan amat –amat kejam?” Malaikat bertanya kepada Allah.
“Yahya tidak berdosa. Ia mencintai-Ku, maka Aku pun mencintainya. Cintanya yang amat sangat kepada-Ku memestikannya dibunuh.” Kata Allah swt.
Mengenai cinta yang amat sangat ini, ada sebuah riwayat ketika Husein al-Hallaj ditahan selama delapan belas hari, asy-Syibli datang kepadanya dan berkata : “Ya Hisein,a da apa di balik cinta (mahabbah) itu?”
“Jangan kau bertanya tentang itu hari ini. Esok sajalah,” jawabnya.
Esok harinya, orang-orang membawa al-Hallaj untuk dibunuh di atas batang pohon kurma. Dan asy-Syibli pun lewat. Al-Hallaj, yag akan dibunuh itu, memanggil-manggil : “Syibli, cinta itu permulaannya dijemur, sedangkan akhirnya dibunuh!.”
Abu Yazid al-Busthami berkata : “Suatu hari aku berjalan menelusuri gurun pasir. Sekonyong-konyong aku menemukan empat puluh sosok pemuda ahli tharikat mati terkapar kehausan dan kelaparan. Lalu aku bermunajat kepada Allah : “Ya Allah, Kau matikan mereka, dan kau alirkan darah para sahabtku ini. Lantas terdengar suara : “YA Abu Yazid, Aku alirkan darah, dan Kubayar diyat-nya.”
“Apa diat meraka?”
Suara itu menjawab : “Diyat (tebusan) orang yang terbunuh karena makhluk adalah dinar (uang), sedangkan diyat orang yang mati karena membela haq (kebenaran) ialah melihat Allah Maha Pengampun.
Abu Bakar asy-Syibli pernah ditanya tenang cinta. Ia menjawab : “Cinta adalah minuman. Bagi mereka yang mereguk dengan piala “cinta”, dunia terasa sempit. Barangsiapa mengenal Allah dalam Keagungan-Nya, ia akan kagum terhadap Kemaha-Kuasaan-Nya. Dan barnagsiapa meneguk cinta dengan gelas “riindu kepada-Nya”, ia akan karam dalam samudera “akrab dengan-Nya”, dan merasa puas bila selalu bermunajat kepda-Nya. Dan barangsiapa mengenal Allah ‘Azza wa Jalla, tiadalah ia senang dengan selain-Nya, dan tak pula senang berteman dengan selain-Nya.”
Duhai
Ingat kepada kecintaan
Membuatku mabuk kepayang
Adakah perrnah kau saksikan
Orang yang tengah diamuk badai cinta?
Ia tenang, tiada lupa daratan dan lautan

3.         TERBUNUHNYA  NABI  ZAKARIYA, a.s.
Edit : Pujo Prayitno
Tatkala orang-orang Yahudi semakin dekat mengejar, Zakariya a.s. melihat sebatang pohon. “Hai pohon, sembunyikan aku ke dalam tubuhmu!” Katanya. Pohon itu terbelah dan ia pun masuk. Tak lama kemudian, kaum Yahudi sampai disekitar tempat itu. Dalam kebingungan itu, tiba-tiba iblis terkutuk memberitahu bahwa Zakariya masuk ke dalam batang pohon. Maka mereka menggergajinya sampai terbelah dua. Di saat gergaji menembus dahi, Zakariya menjerit menanggung sakit, dengan jeritan yang mengguncangkan  kerajaan langit.
Yahya bin Muadz ar-Razi berkata : “Pada suatu malam, Nabi Zakariya berdoa : “Ilahi, bebanilah hamba kesusahan, jika hamba benar-benar mencari ridha-Mu. Dan andai hamba lari dari-Mu, maka bakar matikan aku sebagai seorang yang mencintai-Mu. Sungguh, Aku tak akan berpaling dari-Mu!.”

4.         TERBUNUHNYA  PARA AAHLI SIHIR  FIR’AUN
Edit : Pujo Prayitno
Setelah menyatakan diri beriman kepada Allah, Tuhan Musa dan Harun a.s., Fir’aun mengancam, dengan amat marah, akan memotong tangan dan kaki mereka dengan disalib. Mereka tetap pada keyakinannya. Akhirnya tangan dan kaki mereka di salib dan dipancang di pelepah-pelepah kurma.
Dalam suatu hadis, Rasulullah saw. bersabda : “Pada malam Isra Mi’raj-ku ke langit, kulihat di surga sekawanan burung hijau di dahan-dahan pepohonan. Aku bertanya kepada Jibril. Ia berkata, itulah roh tukang-tukang sihir Fir’aun yang dibunuh oleh Fir’aun terkutuk dan disalib di batang-batang pohon kurma, setelah mereka beriman kepada Allah Ta’ala.”

5.         TERBUNUHNYA  NABI  YAHYA, a.s.ASIAH  BINTI  MUZAHIM, ISTERI FIR’AUN
Edit : Pujo Prayitno
“Dan Allah telah mengadakan contoh bagi orang-orang yang beriman, yaitu isteri Fir’aun tatkala ia berkata : “Wahai Tuhanku, dirikanlah untukku di sisi-Mu rumah di dalam surga, dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatan durjananya.” (Qs. 66:11).
Asiah adalah seorang wanita Muslim yang saleh. Selama enampuluh tahun ia menyembunyikan keimanannya dari suaminya, Fir’aun. Tatkala Fir’aun mengetahui ia beriman, ia disiksa dengan berbagai siksaan.
“Kembalilah kepada agamamu, hai Asiah!” seru Fir’aun.
“Tidak!” jawab Asiah mantap, “Engkau boleh menyiksa diriku sesukamu. Namun ketahuilah ha itu hanya akan menambah rasa cintaku kepda-Nya.”
Di tengah-tengah penyiksaan, lewat;ah Musa a.s. Asiah memanggilnya memelas : “Wahai Musa, ceritakanlah kepadaku tentang Tuhanku, ridha atau tidakkah Dia kepdaku?”
“Wahai Asiah, para malaikat di tujuh langit tengah menantimu. Dan Allah swt. memuji-muji dan membanggakanmu di hadapan mereka. Mintalah kepada-Nya, ia pasti mengabulkan!”
Asiah berdoa : “Ya Rabbi, binalah untuk hambamu gedung di sisi-Mu di dalam surga!.”

6.         TERBUNUHNYA  SEORANG  BANI ISRAIL
Edit : Pujo Prayitno
“Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk menyembelih lembu......” (Qs. 2:67).
Sebab, penyembelihan sapi tersebut adalah dua orang bersaudara yang fakir papa bersepakat hendak membunuh pamannya yang kaya, Amili. Padahal mereka adalah pewaris tunggal. Namun karena selama ini tak pernah ditolong dan tidak mendapat tunjangan hidup sepeser pun, mereka tak sabar untuk segera memperoleh harta warisan.
Setelah dibunuh, mayat sang paman dilemparkan ke tengah-tengah dua kampung Bani Israil. “Kita mesti melapor kepada ketua kampung bahwa kita menemukan pama kita mati terkapar di sana. Kita harus menuntut diyat” kata keduanya. Ulah licik ini ternyata menimbulkan fitnah, hingga kedua kampung itu bersilang sengketa.
“Dan (ingatlah) ketika kamu membunuh seorang manusia lalu kamusaling tuduh tentang itu. Dan Allah hendak menyingkapkan apa yang selama ini kamu sembunyikan.” (Qs. 2:72).
Kemudian berangkatlah wakil penduduk kedua kampung itu kepada Nabi Musa a.s.
“Wahai Musa, mohonlah kepada Allah agar terungkap siapakah gerangan pembunuh misterius itu?”
“Agar peristiwa itu terungkap, Allah menyuruh kalian menyembelih seekor lembu.” Jawab Musa a.s.
“Kau hendak menjadikan kami buah ejekan?”
“Demi Allah, aku berlindung kepada-Nya dari tipu daya orang-orang zalim.” Sahut Musa.
“Baiklah kalau begitu. Tapi mohonkan kepada Tuhanmu agar menjelaskan kepada kami sapi apakah itu?”
“Allah berfirman bahwa sapi itu adalah sapi yang tidak tua dan tidak muda. Laksanakan, kerjakanlah perintah-Nya.”
“Mohonlah kepada-Nya untuk menerangkan kepada kami, bagaimanakah warnanya?”
“Allah menjelaskan bahwa sapi itu berwana kuning tua, sedap dipandang mata.”
“Tapi, mohonlah kepada Tuhanmu agar Dia menjelaskan hakikat sapi itu. Karena sesungghnya kami, insya Allah, akan mendapatkan petunjuk.”
“Allah berfirman bahwa lembu itu belum pernah dipakai membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tetanaman, tidak cacat, dan tidak da belangnya.”
“Kini barulah engkau menjelaskan yang sebenarnya,” kata mereka.
“Maka mereka pun menyembelih dan hampir saja mereka tidak melaksanakan.” (Qs. 2:67-71).
Setelah itu, Allah memerintahkan kepada Musa supaya memukulkan lidah sapi semeblihan kepada orang yang terbunuh itu. Dan ia pun hidup kembali seraya berkata : “Aku dibunuh oleh dua orang saudaraku.”
“Pkullah mayat itu dengan sebagian anggota badan sapi itu. Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang sudah mati, dan memperlihatkan kepadamu tanda kekuasaan-Nya agar kamu mengerti.” (Qs. 2:73).
Peristiwa di atas menyiratkan peringatan agar mereka sadar bahwa sapi tak patut di sembah atau diagung-agungkan, melainkan sapi adalah binatang yang hanya patut untuk disembelih.
Menurut riwayat, sapi yang disemeblih itu milik seorang yatim. Dibeli dengan emas sekarung. Betapa untuk si yatim. Itulah suatu balasan kebaikan bagi seorang anak yang hormat dan taat kepada orang tua.
Ketika sampai pada detik-detik terakhir hidupnya. Sang ayah berdoa : “Ilahi, hamba fakir dan papa, tak mempunyai apa-apa kecuali seekor sapi sebagai warisan satu-satunya untuk puteraku tersayang. Maka ia kupasrahkan kepda-Mu. Peliharalah agar warisan itu bermanfaat baginya.”
Allah swt. mengabulkan doanya.
Adalagi riwayat serupa yaitu, seorang lelaki bersama anaknya yang serupa pernah datang kepada Umar bin Khaththab. Khalifah terkejut melihat dua orang bapak dan anak yang persis serupa. Belum pernah ia melihat sebelumnya.
“Ya Amirul Mukminin, anakku ini lain daripada yang lain. Ia tinggal di dalam kubur selama sembilan bulan dalam keadaan hidup.” Kata sang bapak.
“Betul, ya Amirul Mukminin, dahulu ketika aku akan bepergian, ia masih dalam kandungan rahim bundanya. Sebelum berangkat, aku terlebuh dahulu shalat dua rakaat dan berdoa : “Ya Allah, aku bertawakal kepada-Mu. Lindungilah ia yang akan kutinggalkan, sampai aku pulang kembali.” Maka aku berangkat.
“Sembilan bulan kemudian, aku pulang, aku mendapati rumahku lengang. Kiranya isteriku telah berpulang. Maka kudatangi kuburnya. Di sana aku menangis. Tiba-tiba aku dikejutkan oleh suara dari balik tanah pusara. Aku penasaran hingga aku menggalinya. Sungguh, kutemui isteriku telah berubah jasadnya, kecuali puting susunya yang masih sehat, yang sedang diisap oleh si buyungku ini. Ia pun kuangkat, dan aku berkata : “Ilahi, Dikau anugerahi hamba dengan puteraku ini. Sungguh andai isteriku kau kembalikan, bertapa bertambah besar nikmat-Mu buat hamba.” Selanjutnya kudengar suara : “Kau hanya menitipkan anakmu. Jika dahulu engkau memasrahkan isterimu, niscaya ia juga Kulindungi dan Kukembalikan dengan selamat.” Kisah sang Bapak selanjutnya.

7.         TERBUNUHNYA  HABIL
Edit : Pujo Prayitno
“Dan ceritakanlah kepada mereka kisah dua putera Adam (Qabil dan Habil) dengan sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterimalah (kurban) salah seorang mereka (Habil), dan ditolak (kurban) yang lainnya.” (Qs. 5:27).
Ibunda Hawa a.s. melahirkan seratus duapuluh orang anak. Dalam riwayat lain, seratud delapan puluh, bahkan ada satu sumber mengatakan limaratus orang anak. Setiap kali melahirkan keluarlah dua bayi kembar : lelaki dan perempuan. Qabil adalah anak pertama yang lahir bersama Aqlimah. Sedangkan Habil, anak kedua, bersaudarakan Damima (menurut riwayat lain bernama Laburra).
Setelah mereka dewasa, Allah mewahyukan kepada Adam untuk mengawinkan Qabil dengan Damima (Saudara Habil), dan Habil dengan Iqlima. Nabi Adam menyampaikan wahyu tersebut kepada mereka, namun Qabil menolak.
“Iqlima, saudara kembarku jauh lebih cantik daripada Damima. Aku tak mau.” Kata Qabil.
“Anakku, jangan menetang perintah Allah.” Kata Adam memperingatkan puteranya.
“Allah tidak pernah memerintahkan ha ini, melainkan semata-mata karena ayah lebih menyayangi Habil ketimbang aku, hingga menikahkannya dengan Iqlima yang lebih cantik.” Jawb Qabil.
“Baik, kalau begitu.” Kata Nabi Adam a.s., “pergilah kalian kalau meinta keputusan kepada Allah dengan mempersembahkan kurban. Siapa kurbannya yang dikabulkan Tuhan, berati ia yang berhak.”
Mereka berdua berangkat ke sebuah tempat yang telah ditetapkan. Qabil, sebgai seorang petani, membawa beberapa tangkai padi. Sementara adiknya, Habil, seorang penggembala, mempersembahkan kambing kibasy. Masing-masing diletakkan di atas bukit Mina.
Habil berdoa : “Ya Allah, termilah kurbankanku.” Tidak lama kemudian, turunlah sebentuk api tanpa asap berbentuk dia sayap berwana hijau menghanguskan kurban Habil, bukan kurban Qabil.
Setelah kurban Habil dikabulkan Allah. “Niscaya akan ku bunuh engkau.” Ancam Qabil. Habil menjawab tenang, sebagaimana firman Allah :
“Sesungguhnya Allah menerima persembahan orang-orang gyang betakwa.” (Qs. 5:27).
Ada tujuh karunia Allah :
1.    Allah ‘Azza wa Jalla menghapus dosa-dosa mereka. “Dan barang siapa takut (takwa) kepada Allah, IA akan menghapus segala kesalahan (dosa)nya.” (qs. 65:5).
2.    Allah menyelamatkan mereka dari lumatan api neraka. “ Dan Allah menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dengan kemenangan.” (Qs. 39:61).
3.    Allah akan mengaruniai mereka balasan yang baik. : “.... dan akibat (balsan) yang baik itu untuk orang-orang yang bertakwa.” (Qs. 83:28).
4.    Allah Rabbul ‘Izzati mewariskan kepada orang-orang yang bertakwa surga. : “Itulah surga yang akan Kami wariskan kepada hamba-hamba-Ku yang selalu bertakwa.” (Qs. 19:63).
5.    Allah meberikan kepad mereka kemenangan. “Sesungguhnya Allah menyertai orang-orang yang bertakwa dan mereka yang berbuat ihsan.” (Qs. 16:128).
6.    Allah swt. mencintai mereka. “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertakwa.” (Qs. 9:4).
7.    Allah Ta’ala menerima ketaatan dan doa mereka.. “Hanya Allah menerima doa (persembahan) orang-orang yang bertakwa.” (Qs. 5:27).
Ketika Qabil mengancam akan membunuh, Habil menjawab :
“Demi, andai kau julurkan tanganmu untuk membunuhku, aku tak akan mengayunkan tanganku untuk membalas membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan alam semesta.” (Qs. 5:18).
Hari selasa merupakan saat yag paling tepat bagi Qabil untuk melaksanakan rencana kejinya. Berangkatlah ia mencari Habil, saudaranya. Habil tengah mendengkur melepaskan penat, di dekat sekumpulan kambing gembalaannya. Ia angkat seonggok batu dan menimpakannya di kepala Habil sampai bercucuran darah.
Habil menghembuskan nafas terakhir, disaksikan oleh segerombolan burung garuda. Maka terjadilah, untuk pertama kali dalam sejarah hidup umat manusia, pertumpahan darah di atas bumi.
Seusai membunuh, Qabil berkeliling dari satu tempat ke tempat yang lain, memanggul mayak adiknya itu. IA bingung bagaimanakah cara menyembunyikan jasad yang sudah tidak bernyawa itu.
Sementara itu, darah menitik melumuri setiap bumi yang ia lalui. Pada saat itulah Allah swt. mengutus burung gagak memperagakan kepadanya cara mengubur mayat, menimbunnya di galian tanah.
“Ah mengapa aku sedungu ini. Tak mampu berbuat seperti burung gagak itu?” Ujarnya sesudah menyaksikan burung gagak tersebut. IA nampak menyesali kepandirannya, tanpa menyesali perbuatan jahatnya. Persis seperti kaum Nabi Saleh a.s. yang menyessali pembunuhan terhadap anak unta, namun tak pernah menyesal membunuh induknya.
Selesai mengubur, ia pulang. Sedang ayahnya, Adam a.s. saat itu tengah menuju Baitul Haram. Beberapa hari kemudian ia pulang dan disambut penuh ceria oleh putera puterinya. Mereka berkata : “Sudah beberapa hari ini Habil tak berkumpul bersama kami. Entahlah, kami tak tahu kemana dia?” Mendengar laporan itu, Adam menjadi sedih semalaman. Dalam tidurnya ia bermimpi Habil memanggil-manggil namanya dari kejauhan : “Ayah, tolonglah puteramu.” IA tersentak bangun gemetaran dan menjerit pingsan. Jibril a.s. turun mebawa dan meletakkan Adam di atas tempat tidur.
“YA, Jibril, didmanakah puteraku, Habil?”
“Ya, Adam, Alalh telah mengagungkan pahala buatmu dalam hal Habil, IA telah dibunuh oleh Qabil.”
“Aku lepas dari perbuatan terkutuk Qabil.” Sahut Adam. “Begitu juga aku.” Timpal Jibril.
:Jibril, tunjukkan aku kuburnya!.”
Setelah menemukan kubur puteranya yang tercinta, nampak oleh Adam sekujur jasad Habil bermandikand arah, yang membuatnya menjerit : “Wahai puteraku, duhai pelita hatiku.” Adam menangis tersedu berurai air mata, yang menjadikan malaikat tujuh langit menangis karena iba.
“Ilahi, Adam menangis sedih selama tigaratus tahun taida berhenti kecali sebentar saja.” Sembari menangis Adam melantunkan kidung :
Telah berubah negeri-negeri dan
Penduduknya
Maka aduhai sayang, Habil puteraku
Betapa wajah bumi redup berdebu
Puteraku terkapar di dalam pusara
Apabila sampai di suatu lembah, menangislah leba karena tangisannya. Jika Adam mendaki gunung, menangislah bebatuanlanarannya. Sedang apabila bertemu dengan binatang-binatang, mereka pun lari sambil berkata : “Tak ada baginya beban tanggung jawab terhadap orang yang tidak mengasihi saudaranya. Maka bagaimanakah ia yang tak menyayangi itu akan menyayangi kita?”

BAB V.
TENTANG  HARI  RABU
Edit : Pujo Prayitno
“Sesungguhnya kami telah meniupkan kepada mereka angin yang sangat kencang pada hari nahas yang terus menerus.” (Qs. 54:19).
Peristiwa yang dilukiskan oleh ayat di atas terjadi pada hari Rabu, berdasarkan hadis yang diriwayatkan Anas bin Malik. Katanya, Rasulullah pernah ditanya tentang hari Rabu. “Hari Rabu adalah hari nahas (sial) yang terus menerus. Allah swt. telah menenggelamkan Fir’aun dan kaumnya. Ia juga telah membinasakan kaum Ad dan Tsamud (umat Nabi Saleh a.s.) pada hari Rabu.”, jawab Rasul.
Sebagian ulama berkata bahwa pada hari Rabu, Allah atelah membinasakan tujuh golongan kafir dengan tujuh cara :
1.    ‘Iwaj bin Aniq binasa oleh burung Hud-Hud.
2.    Qarun ditelan bumi.
3.    Fir’aun bersama kaumnya tenggelam di alutan.
4.    Matinya Raja Namrud karena seekor nyamuk
5.    Kaum Nabi Luth a.s. musnah oleh bebatuan.
6.    Syaddad bin ‘Ad dibinasakan oleh teriakan keras Jibril a.s.
7.    Hancurnya kaum ‘Ad oleh amukan angin.

1.         IWAJ  BIN  ANIQ  BINASA
Edit : Pujo Prayitno
IA berusia 4.500 tahun. Perawakannya amat tinggi, sampai-sampai air bah yang mengaramkan gunung-gunung paa zaman Nabi Nuh a.s. pun tiada sampai melintasi lututnya. Konon, ketika banjir tersebut, ia mendaki gunung membenamkan tangnnya, menciduk ikan dan menggorengnya di terik matahari. Jika membenci suatu negeri, ia cukup mengencinginya hingga meneggelamkan penduduknya. Dikala Nabi Musa a.s. ada di negara Tih, ‘Iwaj bermaksud jahat ingin mengahcurkan seluruh jiwa yang ada di situ. Untuk itu, terlebih dahulu ia mencari dan mengintai tempat pemukiman Musa a.s. dan tentaranya, utnuk dikethui seberapa dan bagaimana kekuatan mereka.
Setelah berhasil menemukan tempat Nabi Musa a.s. beserta tentaranya di sebuah lokasi sejauh kurang lebih 1 farsakh (8 km), ia menjebol sebuah batu (gunung) untuk ditimpakan kepada mereka. Namun Allah swt. mengutus burung Hud-Hud melempar sebongkah batu untuk memecahkan batu gunung yang sedang dijunjungnya itu. Akhirnya pecahlah batu itu menimpa lehernya hingga ia terluka, jatuh terkulai tiada berkutik.
Ddalam riwayat lain, disebutkan bahwa tinggi badan Nabi Musa a.s. sama dengan panjang tongkatnya, yakni empat puluh hasta. Sambil melompat sejauh empat puluh hasta pula, ia memukul ‘Iwaj dengan tongkatnya dan mengenai mata kakinya. Waktu itulah, ‘Iwaj tersungkur tak bernyawa.
Maut adalah pintu nanpasti
Setiap insan pasti memasuki
Aduhai kiranya kutahu
Di sana tempatku surga abadi
Karena amal diridhai Ilahi
Atau Neraka
Lantaran aku menentang-Nya
Bagi setiap insan
Hanya uda ini, tiada lagi
Pandang dan renungi dirimu
Mana tempatmu

2.         QARUN  DITELAN  BUMI
Edit : Pujo Prayitno
Ketika Allah Ta’ala memerintahkan menulis Taurat dengan tinta emas, Musa berkata : “Ilahi, di mana aku mesti mendapatkan tinta emas itu?” Kemudian Allah mengajarinya ilmu kimia.
Tersebutlah pada zaman itu, seorang yang fakir dan papa, sarat dengan tanggungan keluarganya yang amat banyak. Qarun namanya, meskipun demikian ia selalu beribadat. IA bangun pada malam hari dan puasa pada siangnya. Melihat ihwal yang memprihatinkan itu, kalbu Nabi Musa a.s. terusik dan jatuh iba kepadanya, maka ia pun mengajarinya ilmu kimia dengan harapan dapat meringankan beban derita hayatnya dalam rangka bertakwa kepada Allah swt. Akhirnya, Qarun menjadi kaya raya.
“......... dan Akmi telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta, uang kunci-kuncinya sangat berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat......” (qs. 28:76).
Demikianlah al-Qur’an melukiskan kekayaan Qarun. Jumlah kunci lemari dan petinya sebanyak muatan seratus unta.
Al-Mujahit berkata : “Berat setiap kuncinya adalah satu dirham (pada riwayat lain setengah diirham), dan tiap satu buah kunci dapat digunakan untuk seratus buah pintu.
Kesibukannya mengumpulkan dan mengurusi hartanya yang melimpah ruah itu, membuat ia mulai meninggalkan ibadat-ibadat sunnat.
Akhirnya, ketika Allah Rabbul ‘alamin menyuruh Nabi Musa a.s. meminya zakatnya, Qarun menolak, karena sayang akan betapa banyaknya harta yang mesti dikeluarkannya. Ia memiliki seribu budak lelaki dan seribu pelayan perempuan, yang masing-masing memiliki kuda tunggangan lengkap dengan pakaian dan pelananya dari emas.
Pada saat itu, kaum Bani Israil terbagi dua kelompok. Kelompok pertama adalah pengikut Musa, sedang kelompok kedua adalah pendukung Qarun. Sesudah berulangkali Musa a.s. menuntut zakatnya, ia menjawab amat sombong dan menantang : “Baiklah, tunggulah esok. Aku akan menghimpun penduduk Mesir untuk berdebat denganku. Bila aku kalah, akan kukeluarkan zakatku, Jika tidak, tidak!.”
Sebenarnya ia ingin membuat suatu tipu muslihat terhadap Nabi Musa a.s. Seba  ia akan mengundang seoarng wanita jelita pelacur terkenal dukana di negeri itu. Qarun berkata kepadanya : “Esok aku akan mengumpulkan kaum Bani Israil. Bila kau melihat Musa datang, berbicaralah bahwa ia telah menghamilimu. Kau akan kuberi hadiah yang banyak lagi memuaskan.” Pada hari yang didtentukan, Bani Israil berdatangan memenuhi undangannya, disusul oleh Musa yang disambut hangat oleh mereka.
“Wahai Musa, nasihatilah kami dengan nasihat yang berguna!.” Pinta mereka.
Nabi Musa a.s. mulai berkhutbah : “Barangsiapa mengambil barang orang lain, niscaya akan kupotong tangannya. Barang siapa merampok, akan kutebas batang lehernya. Dan barangsiapa berzina, akan kurajam.”
“Musa!, bagaimanakah bila engkau sendiri yang berbuat?” tanya Qarun.
“Hukumnya sesuai dengan hukum Allah.” Jawab Musa a.s.
“Aku mempunyai seorang saksi bahwa engkau telah berzina dengan seorang perempuan. Dan ia mengaku telah hamil. Inilah dia orangnya!.” Qarun menunjuk kepada seorang wanita di sampingnya. Ketika wanita itu berdiri untuk berbicara membenarkan ucapan Qarun, Allah swt. menanamkan rasa takut dikalbunya, maka terlontarlah dari mulutnya kalimat yang sebenarnya : “Sungguh, Musa tidak seperti yang dituduhkan Qarun, Qarun telah mengundangku ke sini. IA telah menyediakan hadiah yang besar untukku agar aku memfitnah Musa. Sekarang aku takut dan bertobat kepada Allah.”
Mendengar penuturan tersebut, merah padamlah Musa lantaran marah.
“Hai musuh Allah, apa pula maksud kedurjaanmu ini?” kata Musa sambil meninggalkan kumpulan orang. Selanjutnya ia sujud kepada Allah mengadukan ulah jahat Qarun.
“Wahai Musa, Allah telah menjadikan bumi tunduk menerima perintahmu demi kehancuran Qarun!.” Kata Jibrl a.s. Musa lantas kembali menemuinya. Ia tengah duduk di atas singgasananya yang bepermadanikan sutera na  indah berhiaskan warna-warni lukisan.
Tongkat Musa dipukulkannya ke bumi sembari menunjuk Qarun, maka amblaslah singgasananya. Qarun sempat melompat. Musa kembali berkata : “Wahai Bummi telanlah Qarun!” Ia amblas sampai ke lutut. Pada saat naas itu, ia tunduk berlutut di hadapan Musa. Namun Musa tidak perduli : “Hai bumi, telanlah dia!.” Maka Qarun pun lenyap bersama istananya dilumat bumi.
Kisah di atas mengisyaratkan bawah Qarun binasa karena tiga faktor utama : “Cinta dunia, menolak membayar zakat dan berbuat dusta kepada Musa a.s. Maka wahai yang bangga dengan hidup bergelimang materi, ambillah kisah Qarun ini sebagai pelajaran. Janganlah mendustai seseorang. Wahai yang enggan membayar zakat, petiklah hikmah dari peristiwa amblasnya Qarun. Dan wahai para hartawan, pikir dan hayatilah binasanya Qarun. Dengarlah untaian kata berikut :
Jika Anda kaya
Beramallah
Tiadalah kedermawanan memfanakan harta
Malah mendatangkan barakah
Dan kebakhilan tiada ‘kan mengekalkannya
Dialah penyebab musnahnya

3.         TENGGELAMNYA  FIR’AUN  DAN  TENTARANYA
Edit : Pujo Prayitno
Nabi Musa a.s. sampai di tepi laut bersama tujuh puluh pasukann, dan Fir’aun mengejarnya dengan dua juta tentara. Manyaksikan musuh sebanyak itu, para pengikut Musa menjadi gentar : “Wahai Musa, kiranya riwayat hidup kita akan tamat di tepi laut ini.”
“Tidak!” Demi Allah, tenanglah kalian. Tuhan bersama kita!.” Tegas Musa tenang.
“Dan Dia senantiasa menyertaimu di mana pun kamu berada.” (Qs. 57:4).
Telah nyata, bila Nabi Musa dan Nabi Muhammad berkata : “Tuhan selalu bersama kita,” maka akan selamatlah mereka dari kejaran orang-orang kafir. Karena itu, maka mana mungkin orang yang kepadanya Allah Mahaperkasa menegaskan : “Aku selalu besertamu.” Akan terjerumus ke jurang neraka.
Di dalam keadaan terjepit itu, Allah menurunkan wahyu kepada Musa a.s. untuk melemparkan tongkatnya ke atas batu. Tiba-tiba terbentanglah jembatan membelah laut. Musa dan pengikutnya menyeberang dan dikejar oleh Fir’aun. Dan begitu Fir’aun bersama pengikutnya sampai di tengah lautan, karamlah mereka digulung air.
Sungguh dikala lalim
Fir’aun dustakan Allah
Bila ia insaf
Memohon ampunan Allah ar-Rahim
Niscaya terampuni

4.         KEMATIAN  NAMRUD  BIN  KAN’AN
Edit : Pujo Prayitno
“........ dan tiada seorang pun yang mengetahui serdadu Tuhanmu, kecuali Dia.” (Qs. 74:31).
Namrud adalah seorang raja perkasa lagi zalim. Pasukannya berjumlah tujuh ratus ribu penunggang kuda berbaju besi. Mereka menggunakan penutup kepada yang kuat, bersenjatakan amat lengkap, gagah tegap.
Suatu hari Namrud menantang Nabi Ibrahim a.s. : “Hai Ibrahim, Jika Tuhanmu mempunyai seorang raja, utuslah ia untuk beradu kekuatan denganku, dan rubuhkanlah kursi kerajaanku!.”
“Ilahi, Namrud telah siap di atas kuda bersama bala tentaranya menanti prajurit-Mu. Utuslah nyamuk-nyamuk makhluk-Mu yang terlemah.” Ibrahim bermunajat.
Sementara Namrud dan para prajurit perangnya berkumpul siap tempur, Allah swt. mengirimkan rombongan nyamuk amat banyaknya memenuhi daratan di tepi laut.
“Ya Allah, apa tugas kami?” tanya mereka.
“Hari ini rizkimu adalah daging dan darah serdadu Namrud. Bertebaranlah kalian! Bergegaslah ke sana!” firman Allah.
Terbanglah nyamuk-nyamuk itu menyerbu tentara Namrud dengan daya sengatnya dapat menembus baju besi dan penutup kepala mereka, dan mengisap darahnya. Maka bergelimpangan jasad-jasad kaku tiada bernyawa dalam sekejap. Namrud dapat melarikan diri. Ia diberi waktu oleh Allah untuk menyaksikan kematian tentaranya, untuk menyelamatkan diri dan bertobat. Melihat petaka dahsyat itu, nabi Ibrahim a.s. takjub.
“....... dan tiada seorang pun yang mengetahui tentara Tuhanmu, kecuali Dia.” (Qs. 74:31).
Pada detik-detik kematian Namrud, Allah Ta’ala mengutus seekor nyamuk berputar-putar mengelilingi sebatang pohon. Setelah tiga hari terbang, ia hinggap dan masuk hidung Namrud, menyelusup dan menghisap otak dan sumsunya selama empat hari sampai mati.
Kisah di atas menyiratkan bahwa seolah-olah Allah swt. menegaskan kepada nMarud : “Kukaruniai engkau, hai Namrud, hidup dengan maksiat kepada-Ku. Jika dalam sisa hari-hari di dunia engkau kembali kepda-Ku dan beriman, maka selamatlah dirimu dan Kukabulkan tobatmu. Tetapi apabila kau tetap dalam kekafiran, maka Aku akan mencelakakanmu. Dan hal itu tidak berarti bahwa Aku tidak memiliki sifat pemurah dan belas kasih.”

5.         KEBINASAAN  KAUM  NABI  SALEH
Edit : Pujo Prayitno
“Sesungguhnya Kami telah mengirim kepada mereka suatu jeritan yang membinasakan.” (Qs. 54:31).
Nabi Saleh a.s. menerangkan kepada kaumnya bahwa pada zaman itu akan lahir seorang bayi yang kelak akan menjadi penyebab kehancuran mereka. Mendengar keterangan tersebut, berkumpullah para tokoh mereka, mengadakan rapat untuk menjauhkan diri dari isteri-isteri mereka. Barangsiapa ternyata isterinya hamil dan melahirkan anak laki-laki, maka anak tersebut berhak dibunuh. Kemudian isteri seseorang melahirkan bayi laki-laki. Karena anak pertama, ia dibiarkan oleh orang tuanya hingga dewasa. Kehadiran Qidar (demikian nama anak itu) menjadikan mereka kesal dan dendam terhadap Nabi Saleh. Lalu mereka bermusyawarah akan membunuhnya.
“....... dan adalah di sebuah negeri terdapat sembilan orang pembuat kerusakan di muka bumi, bukan memelihara kesejahteraannya.” (Qs. 27:48).
Mereka sepakat : “Kita pergi ke sebuah daerah, lalu kita kembali secara sembunyi-sembunyi. Setelah itu kita bunuh Saleh, dan bersumpah bahwa kita bukan pelakunya, bahkan kita tak mengetahui pembunuh misterius itu.”
Pada suatu hari seusai asyik minum arak di suatu tempat, mereka membutuhkan air. Kebetulan hari itu adalah giliran unta Nabi Saleh meminum air yang ada di sekitar negeri itu. Setelah gagal mencari air di berbagai tempat, berkatalah Qidar yang sudah pemuda. “Bagaimana kalu kubunuh saja unta itu? Gara-gara dia, kita tidak kebagian air, habis diminum olehnya.”
“Suatu gagasan yang baik, Qidar.”
Tidak lama kemudian ia pergi dengan pedang terhunus, bersembunyi direrumputan semak belukar di balik bukit, menanti unta Nabi Saleh pulang dari sumber air. Setelah dekat, Qidar menyeret dan membunuhnya. Qidar selanjutnya menuju ke tempat persembunyian unta itu yang teletak tidak jauh dari lereng bukit guna membunuh anaknya. Sesampai di sana, gunung pun pecah, berkat kudrat Ilahi. Qidar tertimpa akhirnya mati terkubur di bawah reruntuhan batu gunung sebelum sempat membunuh anak unta itu.
Said bin Musayyab berkata bahwa penyebab utama terbunuhnya unta Nabi Sale a.s. adalah minuman keras. Begitu juga penyebab dibunuhnya Nabi Yahya a.s. dan kezaliman kaum Nabi Nuh a.s. Minuman keras juga penyebab orang-orang Bani Israil menyembah sapi, dan penyebab terjadinya permbunuhan terhadap Usman bin Affan. Begitu juga terbunuhnya Husen, cucu  Rasulullah saw. Itulah makanya Rasulullah bersabda :
“Minuman keras adalah ibu dan pangkal segala bencana dan kejadian.”
Setelah Nabi Saleh a.rsenang-senanglah hari ini. Tiga hari lagi kalian akan merasakan balasan Allah, yang akan datang kepada kalian dengan ciri-ciri wajah kalian akan berwarna merah pada hari pertama, dan warna kuning pada hari kedua, serta warna hitam pada hari ketiga.” Maka ketika nampak tanda-tandan itu, mereka mengancam Saleh : “Kita akan bunuh Saleh, seperti membunuh untanya!.”
Ketika mereka beramai-ramai menuju rumah Saleh a.s. datanglah Jibril a.s. berpekik amat kerasnya mengguncangkan tembok-tembik negeri, merontokkan nyawa-nyawa mereka. Allah yang Mahakuasa mampu mengeluarkan unta Nabi Saleh a.s. dari gunung. Dia juga mampu menyelamatkan unta itu dari pembunuhan mereka. Namun Allah menakdirkan unta itu terbunuh, agar-agar orang-orang Muslim yang mendengar dan membaca kisahnya merasa tersinggung dan dihina serta merasa tersakiti hatinya, untuk pada akhirnya mendapat kebahagiaan. Sedangkan orang kafir, yang membenci Nabi Saleh dan membunuh untanya, bergembira lantaran berhasil melaksanakan niat jahatnya itu, guna akhirnya memperoleh siksaan pedih.
Hal itu juga seperti tragedi berdarah yang menimpa cucu Rasulullah saw. Sayyidina Husein r.a. Pada hakikatnya Allah kuasa menyelamatkannya dari pembunuhan musuhnya yang biadab itu. Namun Allah swt. menakdirkan Husein terbunuh, agar akhirnya musuh-musuhnya itu tertimpa siksaan pedih abadi, sedangkan kaum Muslimin yang tentunya tersinggung dan terhina lantaran itu, akhirnya memperoleh pahala dengan menarik hikmah dari peristiwa itu.
Mengapa terhadap para pembunuh unta Nabi Saleh tersebut Allah swt. langsung mengazabnya – dengan pekikan Jibril, sedangkan kepada para pembunuh cucu Rasul (Husaein r.a.) Allah tidak langsung menyiksanya? Padahal Husein nyata-nyata jauh lebih utama dan mulia ketimbang unta tersebut ?
Jawabnya sebagai berikut :
1.        Unta tersebut adalah penyebab berkobarnya api cobaan (fitnah) bagi kaum Nabi Saleh a.s. “Sesungguhnya kami kirimkan unta betina sebagai cobaan bagi mereka, maka tunggulah tindakan mereka dan bersabarlah.” (Qs. 54:27).
2.        Setelah Rasulullah lahir, Allah swt. menghilangkan siksaan langsung. “Dan tiadalah Allah menyiksa mereka sedangkan engkau (Muhammad) ada di kalangan mereka.” (Qs. 8:33).
3.        Husein r.a. adalah keturunan seorang yang diutus untuk menjadi rahmat bagi alam semesta. “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk menjadi rakhmat bagi semesta alam.” (Qs. 21: 107).
4.        Pada masa Nabi Saleh a.s. pintu azab senantiasa terbuka, sedang pada masa sesudah kenabian Muhammad Rasulullah, pintu-pintu rakhmatlah yang selalu terbuka. “Dan tiadalah Kami mengutus engkau, melainkan untuk menjadi rakhmat bagi semesta alam.” (Qs. 21:107).

6.         KEBINASAAN  SYADDAD  BIN  ADI
Edit : Pujo Prayitno
Adi mempunyai dua orang anak : Syadid dan Syaddad. Adi adalah seorang yang tekin mempelajari al-Kitab, di samping seorang yang mempunyai karisma dan pengaruh besar yang menundukkan para raja saat itu.
Suatu hari seusai membaca suatu keterangan tentang hal-ihwal surga di al-Kitab, ia berkata : “Aku akan membuat sebuah taman surgawi di dunia ini seperti surga yang dilkukiskan itu.” Lalu ia bermusyawarah dengan para raja untuk mewujudkan hasratnya itu. Dengan penuh antusias meereka menyambut  : “Segala urusan ada dalam genggamanmu, bahkan seluruh dunia tunduk kepadamu, serta seluruh perbendahaaraan kami adalah milikmu.”
Maka ia memerintahkan mereka untuk mengumpulkan bhan-bahannya : emas, perak, intan, permata, mutiara dan ratna kumala dari barat sampai timur. Di samping itu, ia juga menunjuk tiga ratus arsitek dan insinyur dari berbagai negeri, yang masing-masing membawahi seribu pekerja.
Mulailah mereka sibuk mondar-mandir mencari lokasi yang strategis. Akhirnya mereka menemukan suatu daerah yang sesuai, penuh panorama indah menarik. Di situlah mereka membangun taman surgawi dengan emas permata dan butiran-butiran mutiara. Dan mempercantiknya dengan hamparan intan kumala yang berkilauan. Selain itu, ditata tetanaman dan bebungaan yang sejuk menawan serta tetumbuhan dengan ranting emas berlian.
Setelah itu, mereka membangun istana dan villa-villa menjulang, bertahtahkan marmer pualam, batu-batu yakut merah dan ratna mutu manikam dan perhiasan lainnya. Sementara di pelatarannya ditaburi misik dan aroma wewangian.
Setelah rampung, mereka melapor kepada putera Adi yang bernama Syaddad bahwa taman surga yang diinginkan telah selesai. Maka ia berangkat. Untuk berkeliling diperlukan masa sepuluh tahun lamanya.
Sebenarnya, perbuatan para raja dan pendukung Adi – mengumpulkan pelbagai jenis perhiasan itu – merupakan suatu kezaliman semata. Di kala itu di dunia, tiada lagi emas dan intan berlian, sampai-sampai seuntai kalung seorang anak yang sedang menggantung di lehernya diambil dengan paksa. Sang anak bertanya kepada mereka saat kalungnya diminta : “Mengapa kalian ambil kalungku ini?” Mereka menyahut : “Ini perintah paduka raja.”
Mendengar jawaban itu, bocah itu bengong seraya memandang ke langit penuh hampa : “Ya Ilahi, Engkau Mahatahu kelakuan manusia zalim terhadap hamba-hambamu yang lemah. Maka tolonglah hamba, Engkau Maha Penolong!” Kemudian Allah swt. mengutus malaikat Jibril a.s. untuk berteriak senyaring-nyaringnya menjadikan Syaddad dan para pendukungnya mati bergelimpangan sebelum sempat menapakkan kakinya di taman surgawi itu, dan musnahlah orang-orang kafir itu.
“Dan berapa banyak telah Kami binasakan umat sebelum mereka. Adakah kamu melihat seorang pun dari mereka, atau kamu dengar suaranya yagn samar-samar.” (Qs. 19:98).

7.         KEBINASAAN  KAUM  ‘AD
Edit : Pujo Prayitno
:Sesungguhnya Kami mengirim kepada mereka angin yang amat kencang.” (Qs. 54:19).
“Hai Hud, apa pun yang akan terjadi kami akan tetap menyembah berhala-berhala, persetan dengan dakwahmu! Kami tak pernah gentar kepadamu. Kalau memang kau benar-benar seorang Rasul, turunkanlah kepada kami sikssa!” Ucap kaun Hud.
“Sungguh, pasti siksa Allah itu akan datang menghancurkan kalian!” tanggap Hud tenang.
Untuk membuktikan kata-kata Rasul-Nya itu, Allah swt. menahan hujan selama tiga tahun, hingga terjadilah paceklik dan kemarau panjang. Ketika itu Nabi Hud a.s. berseru : “Tobatlah kalian kepada Allah!.”
“Kami tak akan bertobat. Kami akan mengutus orang-orang pilihan untuk pergi ke negeri Makkah mencari air.” Jawab mereka.
Pada saayang telah ditentukan, berangkatlah enam orang ke sana. Setibanya di Makkah, dua orang dari mereka masuk Islam, dan berdoa : “Ilahi, hamba tahu Engkau akan menghancurkan kaum Hud, namun  kami sekarang bukan lagi termasuk mereka. Oleh karena itu, kabulkanlah doa kami. Penuhilah segala kebutuhan kami!.”
“Sebutlah permintaanmu, niscaya akan diberi!” mereka tiba-tiba mendengar suara itu.
“Ya Tuhan, hamba memohon dipanjangkan umur sebanyak umur tujuh ekor garuda.” Doa seorang di antara mereka.
“Baiklah, permintaanmu akan dipenuhi,” sambut suara tadi.
“Wahai Tuhan, hamba datang ke sini bukan untuk mengobati orang sakit, bukan pula untuk membebaskan tawanan. Tuhanku, beri minumlah suku ‘Ad seperti dahulu.” Doa yang satu lagi.
Seuasai berdoa beraraklah awan merah, putih dan hitam.
“Pilihlah awan yang kamu senangi!” kata suara gaib itu.
“Aku memilih yang hitam.” Katanya sambil memandangi awan-awan itu.
“Berarti engkau memilih penyakit mata yang akan menimpa kaum ‘As,” kata suara itu lagi.
Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk mengatur angin topan supaya berhembus dahsyat dengan bergumpal sebesar lubang kerah baju perang.
Mengenai angin, Wahab bin Mubbah al-Yamani berkata bahwa di lapis tanah yang paling besar terdapat angin yang bernama ‘Aqim. Ia akan bertiup amat kerasnya pada hari kiamat, menjebol gunung-gunung dan mengguncangkan bumi serta meruntuhkan langit.
“Dan diangkatlah bumi dan gunung-gunung, lalu dibenturkan keduanya sekali benturan .......” (Qs. 69:24).
Untuk mengatur angin ini, Allah menugaskan tujuh puluh ribu malaikat. Satu malaikat diperintahkan membawa segumpal dari angin tersebut untuk menumbangkan kaum ‘Ad.
“Berapakah ukuran angin yang mesti hamba kirim?” tanya sang malaikat.
“Sebesar lubang hidung banteng.”
“Besar sekali, wahai Tuhan?”
“Kalau begitu, bawalah seukuran lubang jarum!.”
Ketika kaum ‘Ad melihat arak-arakan awan itu, mereka girang. “Inilah dia, hujan akan segera turun!.”
“Bukan, itu bukan hujan. Itulah siksa Allah yang amat pedih yang pernah kau minta untuk disegerakan!” sambut Nabi Hud a.s. mengingatkan mereka.
Di kala angin topan itu tiba, sebanyak tujuh ribu orang lelaki keluar mendaki gunung. Mereka saling merentangkan tangan, saling berpegangan erat. Setelah kian keras tiupan angin itu, berteriaklah mereka sambil lari pontang-panting, dan akhirnya terbanting jatuh.
Hitamlah langit kini. Dan menggunturlah petir, kemudian angin turun menumbangkan bangunan-bangunan hingga berhamburan laksana tepung terhempas angin. Maka Kaum ‘Ad pun jungkir balik mati bagai pelepah-pelepah korma yang patah.
Menurut Lathaiful  Qashash, saat itu Nabi Hud mengumpulkan kaum muslimin (pengikutnya) di sebuah daerah tertentu. Maka selamatlah ia dan pengikutnya.
“Sesungguhnya telah Kami kirim kepada mereka angin yang sangat dahsyat.” (Qs. 54:19).
Wahab bin Munabbih berkata bahwa ada tujuh macam angin : tiga angin rahmat dan empat angin azab. Yang tergolong angin rahmat, adalah :
1.        An-Nasyirat : “ ..... dan demi angin yang tertiup keras (membawa hujan).” (Qs. 77:3).
2.        Mubassyirat : “ ......dan sebagian ayat (tanda-tanda) kekuasaan-Nya adalah Dia yang mengirimkan angin (membawa kabar gembira)” (Qs. 30:46).
3.        Adz-Dzariyat : “Demi angin yang menerbangkan debu dengan kuatnya.” (Qs. 51:1).
Adapun yang tergolong angin azab (bencana) adalah :
1.        Ash-Sharshar : “.....maka mereka (kaum ‘Ad) dibinasakan dengan angin yang amat kencang lagi dingin.” (Qs. 69:5).
2.        Al-‘Aqim : “Ingatlah, saat Kami mengirim kepada mereka angin yang membinasakan.” (Qs. 51:41).
3.        Al-‘Ashif : “ ..... dan mereka bergembira karenanya, maka datanglah angin badai.” (Qs. 10:22).
4.        Al-Qashif : “..... lalu Dia meniupkan kepadamu angin topan.” (Qs. 17:69).

BAB VI.
TENTANG  HARI  KAMIS
Edit : Pujo Prayitno
“Sesungguhnya Allah membuktikan impian itu dengan sebenarnya kepada Rasul-Nya ....” (Qs. 48:27).
Anas bin Malik meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. pernah ditanya tentang hari Kamis. “Hari Kamis adalah hari tertunaikannya maksud dan keperluan, karena Ibrahim pada hari Kamis menghadap raja Mesir terpenuhi kehendaknya, dan menerima hadiah seorang wanita bernama Hajar,” sabda Rasulullah saw.
Menurut sebuah riwayat, pada hari Kamis tujuh Nabi dan Wali berhasi memenuhi harapan mereka :
1.        Nabi Ibrahim mengahdap raja Mesir, memperoleh apa yang diharapkannya, dan berjumpa dengan Hajar.
2.        Si pemberi minum raja (As-Saqi) keluar dari penjara. Kemudian ia memperoleh nasib baik: memegang tampuk kerajaan. “dapun salah seorang di antaramu akan memberikan minum kepada tuannya dengan arak.” (Qs. 12:41).
3.        Saudara-saudara Yusuf menghadap Yusuf. Maka dia mengenal mereka, sedang mereka tidak mengenalnya.” (Qs. 12:58).
4.        Bunyamin (Saudara kandung Yusuf) masuk dan bertemu dengannya. “Dan tatkala mereka masuk meenemui Yusuf, maka Yusuf  membawa saudara kandungnya (Bunyamin) ke kamarnya.” (Qs. 12:69).
5.        Ya’qub a.s. datang ke negeri Mesir,d an berjumpa dengan Yusuf (anaknya) dengan penuh kegembiraan hati.”..... dan Yusuf berkata : “Masuklah kalian ke negeri Mesir. Insya Allah dalam keadaan aman.” Dan ia menaikkan ibu bapaknya ke atas singgasana....” (Qs. 12:100).
6.        Nabi Musa a.s. masuk kembali ke negeri Mesir dan bertemu dengan seorang Qibthi. : “Dan Musa masuk ke kota (Mamphis) ketika penduduknya tengah terlena, maka didapatinya di dalam kota itu dua lelaki sedang berkelahi.” (Qs. 28:15).
7.        Nabi Muhammad saw. masuk ke kota Makkah dan menyandang kemenangan. “Sesungguhnya  Allah membuktikan mimpi itu dengan sebenarnya kepadsa Rasul-Nya.” (Qs. 48:27).

1.         NABI  IBRAHIM  MENGHADAP  RAJA  MESIR
Edit : Pujo Prayitno
Setelah selamat dari api Namrud, Ibrahim berangkat ke Mesir beserta isterinya, Sarah. Ibrahim berkata :
“Sesungguhnya aku pergi kepada Tuhanku yang akan menunjukki jalan bagiku.” (Qs.37:99).
Konon raja Mesir itu adalah seorang kaisar yagn zalim. Ia suka merampas isteri orang yang cantik jelita. Ia memiliki tentara yang ditugaskan untuk merampok para musafir. Sebelum berangkat, Ibrahim membuat peti untuk menyembunyikan Sarah, seorang wanita paling cantik pada zaman itu. Kemudian dengan mengendarai seekor unta, ia berangkat. Di pintu gerbang kota, Ibrahim diminta bayaran msuk. Ketika sang penjaga hendak memeriksa petinya, Ibrahim menolak keras : “Akan kubayar sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tetapi jangan buka peti ini.” Mereka memaksa hendak membukanya.
“Apakahdia isterimu?” mereka bertanya garang setelah nampak seorang wanita yang luar biasa cantiknya.
“Dia saudara perempuanku .....” jawab Ibrahim.
“Amat serasi sekali ia buat tuan raja.” Sambung mereka sembari merebut sarah dari Ibrahim. Saat itu, Allah swt. menyingkap tabir dinding-dinding bangunan, hingga Ibrahim dapat melihat apa yang dibuat si raja durjana terhadap isterinya. Ketika sang raja zalim hendak mendekati Sarah, tiba-tiba tangan dan kakinya kaku.
“Kiranya engkau wanita tukang sihir.” Ucap raja terheran-heran.
“Bukan, aku bukan tukang sihir. Tapi aku adalah isteri Khalilullah (Ibrahim a.s.). Oleh karena itu Allah mengakukan tangan dan kakimu. Bertobatlah dan minta ampunlah kepada Allah, Ia akan menyembuhkanmu.” Jawab Sarah.
Sang raja bertobat, dan ia pun sembuh. Tapi, melihat Sarah jelita di hdapannya, darahnya kembali tersirap nafsunya kembali bergolak tak tahan hendak mengganggunya lagi. Kali ini ia menjadi buta.
“Kau memang tukang sihir.” Katanya geram.
“Bukan, aku bukan tukang sihir. Aku isteri kekasih Allah. Karena engkau akan melakukan perbuatan terkutuk, maka engaku dibutakan oleh Allah, sekarang bertobatlah atas dosa-dosamu dengan sebenar-benarnya. Sarah kembali menyadarkannya.
Setelah bertobat, dan ia pun sembuh, raja kembali mencoba hendak mencengkeram Sarah, tapi tak mampu, karena Allah ta’ala melumpuhkan seluruh badannya.
“Engkau memang benar-benar tukang sihir, wahai perempuan!” ucapnya kesal.
“Sudah kukatakan, aku bukan tukang sihir. Aku adalah isteri Ibrahim, Khalilullah. Minta ampunlah kepada Allah!.” Jawab Sarah tenang.
Barulah setelah itu sang raja memanggil Nabi Ibrahim.
“Wahai Ibrahim, hukumlah aku sekehendakmu. Kini aku benar-benar bertobat. Mohonkanlah kepada Allah agar aku sembuh!.” Pinta sang raja.
“Kuserahkan perkara kepada-Nya. Aku tak dapat menghukummu tanpa izin-Nya.” Jawab Ibrahim a.d.
Sekonyong-konyong datang Malaikat Jiril a.s. menyampaikan wahyu bahwa Dia menyuruh raja supaya melapas baju kerajaannya dan menyerahkan tahta kekaisarannya kepada Nabi Irahim a.s. Raja menerima keputusan tersebut dengan kesadaran imannya, dan Ibrahim A.s. pun berddoa sampai sang raja sembuh.
Kisah ini menyiratkan baha Sarah adalah seorang isteri yang amat dicintai suaminya. Maka Allah melindunginya dari tangan najis manusai zalim. Dan bahwa kalimat tauhid yang terpateri di kalbu mukmin amat dicintai pemiliknya, yaitu Allah swt. Maka apabila seorang musuh (sang raja zalim) saja tak mampu, walau dengan berrbagai cara, mengganggu dan menjahati seorang yang menjadi kekasih Ibrahim Al-Khalil (sarah), maka mungkin setan erkutuk akan dapat menemukan jalan untuk mengganggu dan membencanakan mukmin, kekasih Allah Mahaagung.
Akhirnya Nabi Ibrahim a.s. menjadi raja. Ia mendapat hadiah dari raja Mesir itu seorang wanita yang diserahkannya melalui Sarah.
“Kuserahkan Hajar untukmu, wahai suamiku. Karena engkau telah bersussah paya membelaku.” Kata Sarah.
Hajar takut dan malu-malu sewaktu diterima oleh Nabi Ibrahim a.s.
“Jangan takut. Jangan sedih dan malu, ;hai Hajar! Allah swt. membuka tabir antara kita. IA telah menyatakan hubungan kita secara terang.” Nabi Ibrahim a.s. mencoba menenangkannya.
Andai ada seorang yang berkata bukankah Nabi Muhammad saw. lebih utama daripada Nabi Ibrahim a.s. namun mengapa Allah tidak menyingkap tabir antara Nabi Muhammad saw. dan Aisyah, iterinya, tatkala isterinya tertinggal sewaktu pulang dari suatu peperangan, yang mengakibatkan orang-orang munafik dengan yakin menuduhnya telah berbuat serong dengan seorang sahabat (Safwan bin al-Mu’aththal). Mengapa tidak disingkapkan tabir untuk beliau, sehingga dengan tersingkapnya tabir tersebut, seperti yang dialami Nabi Ibrahim a.s. Rasulullah dapat melihat langsung dan mengetahui – walau dari kejahuan – kejadian sebenarnya yag dialami oleh Aisyah? Denagn begitu, maka tidak terjadi fitnah yang dikobarkan oleh kaum munafik itu.
Andai tabir dibuka, tentu Rasulullah dapat mengetahui secara psti hal-ihwal isterinya (Aisyah) saat tertinggal jauh sendirian itu. Dengan demikian, tak akan ada persoalan apa-apa, dan tak ada fitnah yang ditebarkan oleh orang-orang munafik. Tetapi, sengaja Alalh tidak membukakan tabir itu untuk Rasulullah (melainkan hanya dengan Wahyu tentang kesucian Aisyah dari berbuat serong seperti yang dihebohkan orang-orang munafik). Hal itu agar orang-orang munafik tidak ragu-ragu dan tanggung-tanggung dalam melontarkan tuduhan keji.
Seakan-akan Alalh berfirman : “Wahai Muhamad, kusingkap tirai dari padangan mata Ibrahim supaya ia dapat mengetahui langsung keadaan isterinya di istana raja, sehingga walau jauh, ia dapat selamat dari nafsu serakah raja. Tapi Aku tidak membuka tabir bagimu, karena Aku sendiri langsung yang menyelamatkan isterimu. Sarah dijaga oleh al-Khalil (Ibrahim), sedang Aissyah dijaga langsung oleh al-Jalil (Allah swt.).

2.         KELUARNYA  PELAYAN  MINUM  RAJA  DARI  PENJARA
Edit : Pujo Prayitno
“Dan bersamanya (Yusuf a.s.) masuklah pula ke dalam penjara dua orang pemuda....” (Qs. 12:36).
Yang satu adalah as-Saqi (pelayan minum raja), dan yang satu lagi ialah juru masak raja.
Mereka masuk penjara karena kaisar agung Romawi membujuk mereka berdua dengan uang agar mereka meracuni raja mereka. Si juru masak menerima uang itu, sedang si pelayan minum menolak, bahkan melaporkan hal itu kepada sang raja. Setelah menerima laporan itu, sang raja menjebloskan mereka ke dalam penjara untuk masa satu tahun (Dalam riwayat lain hanya tiga hari). Di dalam sel, mereka bertemu dengan Nabi Yusuf. Untuk menguji kebenran takwil Yusuf, mereka mencoba mengajukan impian kepada Yusuf, padahal mereka tak bermimpi.
Sebagian ulma mengatakan bahwa si pelayan minum memang bermimpi, sedang si juru masak tidak. Sebagian lagi mengatakan, malah keduanya bermimpi, tapi mereka menukarkan impina mereka untuk diajukan kepada Yusuf a.s. menurut riwayat yang paling benar, keduanya bermimpi.
“Aku pernah bermimpi melihat tiga mangkuk emas, dan aku memeras anggur di dalamnya untuk hidangan sang raja.” Kata as-Saqi.
“Aku bermimpi menjunjung roti da dimakan oleh burung, kata yang lain.” Mendengar keterangan tersebut, Yusuf a.s. mencoba mentakwilnya : “Wahai kedua teman sepenjaraku, seorang di antara kalian akan memberi minum tuannya arak, sedang yang lainnya disalib dan kepalanya dipatuk burung.” Seusai mendengar penjelasan Yusuf itu, seorang dari mereka tertawa mengejek : “Yusuf, sebenarnya aku tak pernah bermimpi seperti itu.”
“Aku hanya mentakwil, sedang kepastian hanya di tanagn Allah.” Jawab Yusuf tenang.
“Telah diputuskan perkara yang kamu berdua menanyakannya....” (Qs. 12:41).
Sesudah beberapa saat berselang, datanglah utusan raja mengambil si juru masak dan menyalibnya.
Kisah ini mengisyaratkan bahwa orang yang menantang dan tidak setia kepada raja (tuan)nya disalib dan ditebas kepaalanya, maka bagaimana orang yang mencoba-coba berkhianat dan menetang Allah?
Sementara itu, si pelayan minum tetap mendekam di balik terali-terali besi selama tiga hari. Kemudian dikeluarkan, Saat ia akan menghadap raja dengan penuh rasa bahagia, Yusuf a.s. berkata kepadanya : “Saudaraku, bicarakanlah tentang nasibku kepada tuanmu!.” Waktu Yusuf a.s. mengucapkan kata-kata itu, seakan-akan goyanglah gunung-gunung, guncanglah tembok-tembok, dan menyingkirlah malaikat-malaikat darinya. Lalu turun malaikat Jibril : “Hai Yusuf, siapakah yang menaruh rasa “menyayangimu” di kalbu ayahmy?”
“Allah,” jawab Yusuf.
“Siapakah pula yang menyelamatkanmu dari tipu muslihat busuk saudara-saudaramu?”
“Tuhanku.”
“Dan siapakah yang memeliharamu di dalam sumur itu?”
“Juga Allah.”
“Siapa pula yang menjadikan engkau dicintai oleh Zulaikah?”
“Alalh, Tuhanku.”
“Lalu siapakah yang meluputkanmu dari tergelincir ke lembah dosa dengannnya?”
“Allah swt.”
“Hai Yusuf. Ketahuilah, Alalh teleh menghimpun pada dirimu segala ketampanan. Maka adakah engkau merasakan sesuatu kekurangan, sehingga engkau meminta tolong kepada selain Allah? Padahal kakekmu, Ibrahim (as.) tak pernah minta tolong kepada selain Allah, kepada Jibril sekalipun saat ia menawarkan kepada Ibrahim akan keselamatannya dari api yang berkobar. Begitu pula kakekmu, Ismail (as) tak pernah meminta tolong kepada ayahnya saat ia disembelih. Ia malah mengatakan : “Ayah, akan ayah dapati puteramu (Insya Allah) dalam golongan orang-orang yang sabar.” Tetapi mengapa baru saja tiga hari dalam penjara engkau tak sabar, minta tolong kepada sang raja?”
Yusuf a.s. akhirnya menangis bertobat kepada Allah demi mendapat teguran itu : “Ilahi, demi kemuliaan kakekku, Ibrahim, Ishak dan Ismail, dan dengan kebenaran ayahku Ya’qub, kasihanilah dan maafkanlah hamba.”
Tak lama kemudian, Jibril a.s. datang lagi : Yusuf, Alalh swt. telah memaafkanmu. Kendati begitu, engkau tetap mesti meringkuk di dalam penjara selama tujuh tahun, karena satu kesalahan.” Dengan demikian bagaimanakah bila orang berkecimpung dalam lumpur dosa dan kesalahan selama tujuh puluh tahun? Berapa lamakah yang harus ditempuhnya untuk tinggal di tengah kobaran api neraka?

3.         SAUDARA-SAUDARA  YUSUF MENGHADAP  YUSUF
Edit : Pujo Prayitno
“Dan datanglah saudara-saudara Yusuf ke Mesir. Lalu mereka masuk ke tampatnya. Maka Yusuf mengenal mereka, sedang mereka tidak mengenalnya lagi.” (Qs. 12:58).
Tatkala hampir sampai di tanah Mesir, Jibril a.s. memberitahukan kepaa Yusuf tentang kedatangan mereka.
“Yusuf, saudara-saudaramu akan menemuimu! Bagaimanakah sikapmu?” kata Jibril.
Dahulu mereka mendatangiku untuk menyakitiku, mala hendak membunuhku. Kini mereka datang kepadaku sebagai musafir yang menghajatkan uluran tangan. Maka tak ada yang harus kuperbuat selain memberi maaf.” Ucap Yusuf.
Sebagian ulama mengatakan bahwa saudara-saudara Yusuf datang kepadanya, tiga kali :
1.        Mereka datang untuk meminta tolong, yang disambut oleh Yusuf dengan hati lapang dan dada terbuka. “Bawalah barang-barang ini ke kendaraan kalian!.” Kata Yusuf.
2.        Mereka datang dengan penuh bangga dan berbesar hati. Namun akhirnya meraka pulang dengan sedih dan kecewa ketika Yusuf berkata : “Pulanglah kalian dan sampaikanlah kepada ayahmu bahwa Saudaramu Bunyamin, telah mencuri.” Dan lakukan itu, karena dia adalah seorang raja yang tidak menyenangi orang-orang yang tinggi hati.
3.        Mereka datang dengan penuh rendah ahti. Kemudian mereka pulang dalam kegembiraan, karena Yusuf a.s. adalah seorang raja yang santun dan pemurah, maka Allah juga sangat mencintai orang-orang seperti itu.
Saat mereka memasuki negeri Mesir, Yusuf a.s. menitahkan anak buahnya untuk menghias kota. Ia menginstruksikan para pelayan dan pengawalnya untuk menggunakan pakaian resmi kerajaan, menghampari istana dengan warna-warni pemadani, menyiapkan perlengkapan, serta tempat-tempat duduk yang indah megah, guna menyambut sang tamu. Setelah itu Yusuf a.s. duduk di atas singgasana megah didampingi oleh para menteri dan staf kerajaan. Ketika saudara-ssaudaranya datang, Yusuf a.s. masih mengenalnya, sedang mereka sudah tidak mengenalnya lagi.

4.         BUNYAMIN  MASUK  DAN  BERTEMU  YUSUF
Edit : Pujo Prayitno
“Dan tatkala mereka masuk menghadap Yusuf, Yusuf membuka tirai membawa mereka ke dalam (tempat khususnya)” (Qs. 12:69).
Disebutkan bahwa sesudah Nabi Yusuf memenuhi segala keperluan mereka, maka mereka menyuru Bunyamin untuk menghadapnya langsung.
Saat itu, Yusuf tengah berada  di atas singgasana, di dalam ruangan khusus istana. Diperhatikannya wajah saudaranya (Bunyamin). Tiba-tiba tak terasa berlinang air mata sedihnya demi terlukis di relung matanya wajah ayahnya tercinta, Ya’qub a.s. Maka ia menitahkan seorang pengawal menanyakan kepada mereka ihwal ayahnya.
“Ayah kami tengah dirundung duka nestapa. IA menangis terus karena kekecewaan yang amat menusuk hatinya.” Jawab mereka.
Yusuf a.s. lalu menyuruh membuka tabir, dan mereka masuk mengucap salam. Seorang di antara mereka, Bunyamin, tampil menyerahkan sepucuk surat kepadanya. Isinya melukiskan keduka-piluan dan musibah yang diderita ayah tercinta mereka, Ya’qub a.s. Air mata Yusuf a.s. kembali mengalir membaca surat tersebut. Kemudian Yusuf menjamu mereka.
“Mengapa tuan muda yang satu itu tidak menyantap hidangan dan nampak bermuram durja?” tanya Yusuf kepada mereka.
“Ia teringat saudara kandungnya yang telah lama berpisah karena hilang dimangsa harimau.” Jawab mereka.
“Akulah Yusuf, saudaramu seibu dan seayah.” Kata Yusuf akhirnya pecahlah suara sedu sedan, mereka berpelukan melepas rindu.

5.         NABI  YA’QUB  DAAN  KE MESIR DAN  BERJUMPA YUSUF
Edit : Pujo Prayitno
“Maka tatkala mereka masuk kepada Yusuf, ia bawa kedua ibu bapaknya ke tempatnya, dan ia berkaa : “Masuklah kalian ke negeri Mesir (Insya Allah) dalam keadaan aman.” (Qs. 12:99).
Wahab bin Munabbih berkata bahwa tatkala hampir sampai di negeri Mesir, Ya’qub a.s. menugaskan seorang Yahudi bersama seratus orang lainnya untuk menyampaikan berita kedatangannya kepada Yusuf. Setibanya di Mesir, mereka menyaksikan mega memayungi Ya’qub a.s. Dan saat bertemu dengan Yusuf, berangkulan keduanya memadu rindu, begitu juga bibinya yang telah menjadi ibunya, yakni isteri Ya’qub yang dinikahinya sesudah ibu kandung Yusuf wafat, setelah lama berpisah, yakni sejak Yusuf berumur tujuh tahun sampai tujuh puluh tahun.
Dalam peristiwa tersebut, ada satu isyarat yang menunjukkan bahwa seakan-akan Alalh berfirman : Di kala Ya’kub meninggalkan negerinya (Kan’an), Kujadikan Yusuf sebagai tempat untuknya bernaung. Dan Rasul-Ku, Muhammad, tatkala kehilangan kedua orang tuanya, Kujadikan pemelihara dan pengasuhnya, Abu Thalib, sebagai tempat baginya berlindung. Begitu pun seorang Mukmin di saat terasing dari kesenangan hidup di dunia (meninggalkan kemewahan dunia), Kujadikan surga sebagai tempat mukim abadinya.
“dan orang-orang yang menahan diri dari nafsunya, maka sesungguhnya surga ialah tempat tinggalnya.” (Qs. 79:41-42).
“Siapakah mereka?” Ya’kub bertanya kepada Yusuf saat melihat banyak orang di istana.
“Ayah, mereka adalah hamba sahaya dan para pelayanku yang kumerdekakan kaerna pertemuanku dengan ayah.” Jawab Yusuf.

6.         NABI  MUSA  KEMBALI  KE  NEGERI  MESIR
Edit : Pujo Prayitno
“Dandia masuk ke kota Mesir ketika penduduknya sedang tidak sadar, lalu ia bertemu dengan dua orang yang sedang baku hantam.” )Qs. 28:15).
Tentang masuknya Musa ke Mesir, ada beberapa pendapat. As-Suda berkata bahwa, ketika Musa a.s. tumbuh dewasa, pada suatu hari ia naik kuda bersma Fir’aun ke luar kota, lalu kembali pada tengah hari. Menurut Muhammad ibnu Ishak, setelah Musa dewasa, ia mengerti dan mengetahui tentang kesesatan dan kedurjanaan Fir’aun. Semenjak itulah ia mencoba kabur dari lingkugan kerajaan. Tapi pada suatu hari, ia kembali pulang pada tengah hari. Dan menurut Abu Yazid, setelah Musa memukul Fir’aun, ia diusir dari istana. Tapi kemudian ia pulang kembali pada saat penduduk sedang terlena (tidur).
Hasan al-Bashri mengatakan bahwa peristiwa itu terjadi pada hari raya. Adapun menurut Muqtil, kejadian itu adalah antara waktu Maghrib dan ‘Isya. Pada waktu keluar, ia menjumpai dua orang tengah berkelahi. Seorang dari sukunya (Bani Israil) dan yang lain dari kelompok Fir’aun (Qibthi). Melihat Musa, orang Bani Israil itu meminta bantuan. Maka Musa membantunya. Tapi ia ditinju oleh Qibthi tersebut, akhirnya Musa marah dan membunuhnya. Namun ia menyesali perbuatan itu, lalu bertobat : “Ilahi, aku bertobat. Mulai hari ini aku tak akan lagi berbuat semacam itu.” Dalam janjinya itu ia tidak mengucapkan Insya Allah.
“Wahai Tuhanku, dengan nikmat yang Kau anugerahkan kepasaku, aku tak akan lagi menjadi orang yang berbuat dosa.” Lanjutnya.
Esok harinya, di tengah perjalan pulang, Musa berjumpa lagi dengan orang Bani Israil yang kemarin dibelanya sedang baku hantam dengan pengikut Fir’aun yang lain.
“Kau memang keterlaluan.” Kata Musa.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa lelaki Bani Israil itu mengepalkan tinjunya hendak menghantam lawannya. Tapi tidak jadi, akrena takut kepada Musa yang menyaksikannya dengan marah, kendati dalam hatinya ia marah kepada si Qibthi.
“Musa kau akan bunuh pula aku seperti temanku kemarin?” kata si lelaki Qibthi ketakutan demi melihat Musa. Ia terus pulang melapor kepada Fir’aun, sesudah ia mendengarkan pembicaran antara si lelaki Bani Israil itu dengan Musa. Akhirnya Fir’aun memaklumkan untuk membunuh Musa a.s. Dari peristiwa ini lahirlah pepatah :
“Musuh yang cerdik dan berakal lebih baik daripada sahabat yang pandir lagi bodoh.”

7.         NABI  MUHAMMAD  MASUK  KE  KOTA  MAKKAH
Edit : Pujo Prayitno
“Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mempinya dengan sebenarnya, bahwa sesungguhnya kamu akan memasuki Masjidil Harm dalam keadaan aman...” (Qs. 48:27).
Impian tersebut dialami oleh rasulullah pada tahun enam Hijriah.
“Alalh telah memperlihatkan kepadaku suatu impian berupa kemenangan dan penaklukan kota Makkah.” Tuturnya kepada para sahabtnya.
Ketika menuju Makkah, beliau dihadang oleh Suhaib bin ‘Amr untuk mengadakan perjanjian mengurungkan maksud memasuki Makkah pada tahun itu dan kembali ke Madinah. Saat itu Umar bin Khaththab bertanya : “Ya Rasulullah, mengapa kita mesti kembali?”
Insya Allah kita akan menaklukkan Makakh pada tahun depan.” Jawab Rasul. Tahun yang ditunggu-tunggu pun tiba. Maka Rasulullah saw. berangkat bersama para sahabt menuju Makkah dan berhasil menaklukkannya. Ketika itu Malaikat Jibril a.s. datang membawa ayat tersebut di atas (Qs. 48:27).
Para ahli berkata bahwa di dalam Al-Qur’an Allah menyebutkan tujuh macam impian :
1.        Impian Nabi Ibrahim a.s. : “Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku akan menyembelihmu (Ismail). .....” (Qs. 37:102).
2.        Impian nabi Yusuf a.s. : “Aku melihat dalam mimpi sebelas bintang dan matahari serta bulan sujud padaku.” (Qs. 12:4).
3.        Impian as-Saqi (pelayan minum raja) : “Sesungguhnya aku bermimpi diriku sedang memeras anggur.” (Qs. 12:36).
4.        Impian seorang juru masak raja. : “Sesungguhhya aku bermimpi menjunjung roti yang sebagaiannya dimakan burung.” (Qs. 12:36)
5.        Impian Raja : “Aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang geuk-gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus, dan tujuh butir gandum yang hijau segar dan tujuh butir lainnya yang kering...” (Qs. 12:43).
6.        Impian orang-orang Mukminin : “Bagi mereka ada berita gembira mengenai kehidupan di dunia dan akhirat ....” (Qs. 10:64).
7.        Impian Rasulullah saw. : “Sesungghnya Allah membuktikan kepada Rasul-Nya kebenran impiannya....” (Qs. 48:27).
Setelah Rasul memasuki Kota Makkah, kaum musyrik berkumpul di dalam Masjid penuh rasa cemas dan takut. Lalu beliau menuju Masjid diiringi pasukan dan para tokoh masyarakat. Beliau masuk ke Ka’bah untuk menunaikan shalat, sementara para pengiringnya berdiri tegap menyandang pedang terhunus. Seusai shalat, Rasul keluar berdiri di tangga pintu seraya memandangi wajah-wajah kaum musyrik yang tunduk murung dalam ketakutan.
“Wahai penduduk Makkah, kalian adalah sejahat-jahat kaum terhadap Nabi. Kalian sakiti dan usir aku dari negeri kelahiranku. Sekarang Allah mengaruniakan kemenangan. Maka perbuaan apakah yang paling patut kulakukan terhadap kalian!” kata Rasul.
“Ya Muhammad, engkau saudara kami yang mulia budiman. Andai kami engkau azab, berarti kau berbuat suatu kesalahan. Bila kami engkau maafkan, itulah memang sifatmu yang paling utama!” kata Suhaib bin Amr.
Rasul tersenyum mendengan uracapan itu, seraya memandangi wajah-wajah pasrah mereka.
“Aku akan menyampaikan kepada kalian kata-kata seperti yang penah disampaikan Yusuf kepada Saudara-saudaranya : “”Hari ini tiada lagi dendam dan cerca. Semoga Allah mengampunimu. Pergilah kalian bertebaran, kalian bebas merdeka!” kata Rasul.
Kemudian beliau memerintahkan kepada mereka untuk saling berangkulan dan berjanji untuk tidak lagi saling mengganggu harta mereka atau mencaci maki anak cucu dan keturunan mereka.
Akhirnya mereka semua, baik laki-laki maupun perempuan, bersma-sama beriman kepada Rasulullah saw.

BAB VII.
TENTANG  HARI  JUM’AT
Edit : Pujo Prayitno
“Wahai orang-orang yang beriman, jika diseru untuk shalat pada hari Jum’at hendaklah segera berangkat menuju mengingat Allah, dan meninggalkan perniagaan.....” (Qs. 62:9).
Dari Anas bin Malik, dengan sanad yang sama dengan yang terdapat pada Bab : I, diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. pernah ditanya tentang hari Jum’at. Beliau menjawab : “Hari Jum’at adalah hari untuk menjalin silaturrahim dan pernikahan.”
“Mengapa demikian, Ya Rasulullah?”
Karena dahulu para Nabi menikah pda hari Jum’at” sambut beliau.
Beberapa ulama menjelaskan bahwa ada enam pernikahan pada hari Jum’at :
1.        Pernikaha Nabi Adam a.s. dengan Ibu Hawa a.s.
2.        Pernikahan Nabi Yusuf a.s. dengan Permaisuri Zulaikha.
3.        Pernikahan Nabi Musa a.s. dengan Puteri Syafura.
4.        Pernikahan Nabi Sulaiman dengan Ratu Bilqis.
5.        Pernikahan Rasulullah saw. dengan Ummul Mukminin Khadijah.
6.        Pernikahan Imam Ali dengan puteri Rasul Gathimah az-Zahra

1.         PERNIKAHAN  NABI  ADAM  DENGAN  IBU  HAWA
Edit : Pujo Prayitno
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Allah menciptakan dan menempatkan Adam di surga pada hari Jum’at, begitu juga mengeluarkannya dari sana. Pada hari Jum’at pula Adam bertobat kepada Allah. Oleh karena itu, pada hari Jum’at terdapat saat untuk berdoa yag mustajab.
Seusai Adam tercipta, ia tak menemui satu makhluk pun yang sejenis dengannya. Ia aksana burung yang melayang bersama bayang-bayangnya. Ia merasa kesepian. Ketika tengah dudu-duduk seorang diri, tiba-tiba ia diusap kantuk. Saat itulah Allah emnciptakan seorang wanita, yakni Hawa a.s. Ia menghimpun pada diri Hawa a.s. seluruh unsur kecantikan dan keanggunan, kesejukan tatapan mata dan kesucian kebersihan, yang semuanya itu akan terdapat pada hari kiamat.
Dengan begitu, ia menjadi satu-satunya wanita yang paling cantik di seantero bumi dan langit. Begitupun semua unsur cinta dan perasaan rindu dan kasih sayang, Allah himpun di relung kalbu Adam a.s. sehingga menjadi orang yang paling banyak dan paling dalam rasa cintanya terhadap seorang wanita, yaitu Hawa a.s. Suatu rasa cinta yang tidak dimiliki oleh semua lelaki di dunia.
Kemudian, Allah memakaikan pada hawa tujuh puluh perhiasan surgawi nan indah. Ia duduk di ats kursi emas berlian. Adam terkejut demi bangun dari tidurnya melihat sesosok wanita rupawan.
“Siapa Anda?” tanya Adam.
“Aku diciptakan oleh Allah untukmu.” Jawab Hawa.
“Kalau begitu kemarilah!” ucap Nabi Adam.
“Tidak!” Hawa menjawab.” .... engkaulah yang ke sini.”
Adam bangkit mendekat. Mulai saat itu, berjalan suatu adat kebiasaan, lelakilah yang mendatangi seorang wanita, bukan sebaliknya.
“Hai Adam, bersabarlah. Ia belum halal sebelum engkau menikahinya.” Adam tiba-tiba mendengar suara itu di kala akan menjulurkan tangannya.
Selanjutnya Allah menitahkan segenap penghuni surga untuk menghias surga serta mempersiapkan aneka hidangan untuk memeriahkan pernikahan Adan dan Hawa. Sedang Malaikat langit berkumpul di bawah pohon thuba. Mulailah Allah menikahkan mereka.
“Segala puji hanya bagi-Ku, Keagungan adalah pakaian-Ku. Kesombongan (bangga diri) adalah selendang-Ku, dan makhluk-makhluk adalah abdi-Ku. Kunikahkan Adam dan Hawa, suatu jenis makhluk yag paling rendah, dengan maskawin bertahlil serta bertasbih kepada-Ku. Dan Kujadikan para malaikat dan para penghuni surga sebagai saksi.
Setelah itu mereka menyerahkan Hawa kepada Adam. Ia menerima sambil berkata : “Ya Tuhanku, apa maskawin yang harus kuberikan kepadanya? Emas, perak, atau intan kumala?”
“Bukan.” Rabbul, Izzati menjawab.
“Kalau begitu, apa?”
“Maskawinmu adalah membaca shalawat sepuluh kali kepda Rasul-Ku Muhammad, penutup para Rasul dan penghuu sekalian Nabi.
Kisah ini menyiratkan bahwa Allah swt. memerintahkan Adam untuk membaca shalawat kepada Nabi Muhammad saw. sebagai maskawin, sehingga Hawa menjadi halal baginya. Dan dia juga menganjurkan ummat Muhammad saw. membaca shalawat kepadanya sehingga Dia mengharamkan mereka masuk neraka. Juga ia menganjurkan agar banyak mengucapkan salam untuk beliau, sehingga Dia menghalalkan mereka masuk surga.

2.         PERNIKAHAN  NABI  YUSUF  DENGAN PERMAISURI ZULAKIKHA.
Edit : Pujo Prayitno
Sepeninggal raja Mesir, al-Azizi, permaisuri Zulaikha jatuh pailit, papa lagi pikun, dan terkena penyakit rabun mata. Kendati demikian api asmaranya terhada Yusuf a.s. tidak pupus, bahkan kian berpendar semarak dipelabuhan hatinya. Padahal ia berusaha sehabis daya untuk memadamkannya.
Suatu ketika ia membanting berhala sesembahannya hingga remuk redam. Hal itu ia lakukan karena ternyata  “barang yang dianggapnya Tuhan” itu tak mampu mengusir kekalutan hidupnya. IA kemudian menyatakan diri masuk Islam.
“Ya Allah, tak ada lagi bagi hamba harta dan kecantikan yang pernah kumiliki. Hamba kini menjadi ibu tua yang fakir lagi hina. Terlebih-lebih, bencana yang tak kunjung berakhir, yakni rasa rindu dendam dan cintaku yang amat dalam kepada Yusuf.
“Ya Allah, betapa bahagia andai Engkau pertemukan aku dengannya. Kalaupun tidak, lebih baik cabutlah tangkai asmara itu dari kalbu ini, agar lebih ringan derita yang hamba tanggung.” Doa Zulaikha kepada Allah.
Rintihan doa yang penuh keikhlasan itu didengar oleh Malaikat : “Ya Tuhan, Zulakikha datang mengetuk pintu-Mu memohon uluran tangan welas kasih-Mu.
“Wahai para Malaikat-Ku. Aku tahu. Dan kiranya sekaranglah saat ia harus lepas dari derita berkepanjangan. “Allah swt. menjawab permohonan Malaikat.
Suatu hari, Yusuf sang raja, diiringi beberapa pengawalnya lewat di depan rumah Zulaikha. Kebetulan Zulaikha baru keluar dari rumahnya. Ia melihat Yusuf, lalu menyindirnya dengan kata-kata : “Subhanallah (Maha Suci Allah) yang dengan rahmat-Nya menjadikan hamba-hamba-Nya sebagai raja.”
Yusuf tertegun menghentikan langkahnya.
“Siapa Anda wahai perempuan?” tanyanya.
“Aku seorang yang pernah membelimu dengan intan permata, misik dan mutiara. Akulah si perempuan yang tidak pernah enak makan dan tak nyenyak tidur lantaran dibakar api asmara kepadamu.”
“Oh, aku ingat sekarang! Di manakah harta dan kekayaanmu. Manapula kecantikanmu?”
“Wahai Yusuf, semuanya telah sirna! Di makan oleh rasa rindu da cintaku kepdamu yang merasuk jiwa.”
“Sekarang bagaimana perasannmu?”
“Sungguh kian bergejolak dalam kalbu.”
Perbincangan Yusuf dengan Zulaikha di atas tidak jauh berbeda dengan erbincangan seorang Mukmin dengan malaikat setelah ia dibaringkan di dalam kubur.
“Mana hartamu di dunia dahulu?” tanya malaikat.
“Ia telah pergi binasa.” Jawab Mukmin.
“Dan mana kebun dan sawah ladangmu yang subur menghijau itu?”
“Ia pun telah hilang musnah.”
“Kemana pula rumah, gedung dan villamu?”
“Semuanya lenyap bersama anak-anak dan kerabatku.”
“Bagaimanakah pengetahuanmu tentang Allah?”
“Allah adalah Tuhanku, Islam Agamaku dan Muhammad Nabiku.”
Akhirnya menikahlah Nabi Yusuf a.s. dan Zulaikha.

3.         PERNIKAHAN  NABI  MUSA  DENGAN PUTERI SYAFURA
Edit : Pujo Prayitno
“Salah seorang puteri Syuaib berkata : “Ayah, pekerjakanlah dia (Musa a.s.) di sini. Sesungguhnya sebaik-baik orang yang bekerja pada kita ialah orang yang kuat lagi jujur.” (Qs. 28:26).
Tatkala Musa a.s. tiba di negeri Madyan, ia membantu puteri Syuaib untuk memberi minum kambing-kambingnya. Lalu ia mencari tempat berteduh untuk beristirahat melepskan penat sembari merenungi nasib sebagai musafir di rantau orang.
“Oh, betapa melelahkan perjalanan ini.” Keluhnya.
Sementara itu, dua puteri Syuaib yang telah ditolongnya, pulang dan mengisahkan pengalamannya kepada ayah mereka. Setelah mendengar kisah mereka, Syuaib a.s. menyuruh salah seorang puterinya (Syafura) memanggil Musa.
“Ayah memanggil tuan untuk datang ke rumah.” Kata Syafura tersipu malu.
Lalu berjalanlah keduanya bersama-sama.
Kisah di atas menyiratkan bahwa langkah kaum hawa pada hakikatnya senantiasa diiringi oleh perasaan malu. Kalau bukan karena mencari ridha Allah, tentu Syafura tidak pergi menemui Musa. Karena sebagai seorang perempuan ia malu berjumpa dengan lelaki. Sebagaimana memang demikianlah tabiat perempuan yang sebenarnya. Adapun Syuaib mengutus puterinya untuk memanggil Musa, tidak lain untuk memberikan hadiah atas jasa baiknya.
Seperti halnya Allah ‘Azza wa Jalla mengutus Nabi-Nya untuk mengajak manusia ke jalan-Nya, yang akhirnya memperoleh upah berupa surga.
“Ayah, pekerjakanlah dia di sini. Ia jujur dan kuat.” Kata Syafura kepada ayahnya.
“Tapi aku belum mengetahui kekuatan dan kejujurannya.” Jwab Syuaib.
“Ia telah mampu mengakat batu besar sendirian dari mulut sumur itu, yang seharusnya diangkat empat puluh orang. Dan tadi, ketika aku berjalan di depannya, ia menegurku : “Jalanlah di belakangku, agar aku tak memandangmu.” Lanjut Syafura meyakinkan ayahnya.
Maka bangkitlah minat Nabi Syuaib untuk menikahkannya dengan salah seorang puterinya.
“Aku musafir yang fakir. Tak mampu membayar mas kawin.” Jawab Musa kepada Syuaib ketika diminta kesediannya.
“Maskawinmu adalah menggembala kambingku selama delapan tahun. Jika kau ingin menyempurnakannya sampai sepuluh tahun, maka itu adalah kesukarelaanmu.”
Akhirnya Syuaib a.s. mengudang masyarakat untuk menghadiri resepsi pernikahan Musa dengan Syafura.
Kisah di atas menyiratkan bahwa sesudah mengetahui kejujuran Musa, Syuaib segera menjalin hubungan, menikahkannya dengan puterinya. Demikian juga Allah, setelah mengetahui keteguhan iman dan kesalehan hamba-Nya, mengikat mereka.
“Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang Mukmin jiwa dan harta mereka dengan surga.” (Qs. 9:111).
As-Suddi berkata bahwa satu malaikat, pernah datang kepada Nabi Syuaib dengan rupa seorang lelaki tampan menitipkan sebuah tongkat yang sudah lama diturunkan ke bumi, yakni sejak Nabi Adam dikeluarkan dari surga. Tongkat tersebut berasal dari Sidratil Muntaha. Pada waktu Nabi Adam Wafat, Jibril mengambilnya. Pada zaman Nabi Syuaib, ia turun kembali mebawanya untuk Nabi Musa.
Seusai Musa dan Syafura menikah, Syuaib berkata : Musa, masuklah ke kamar,d an ambillah satu tongkat untukmu!”.
“Musa, jangan yang itu!” kata Syuaib ketika melihat Musa keluar dengan sebuah tongkat.
“Taruhlah dan ambillah yang lain!” lanjutnya.
Nabi Musa kembali masuk hendak menukar tongkatnya, tetapi setiap kali ia akan mengambil yang lain, tongkat yang itulah yang selalu tepegang. Akhirnya ia terpaksa mengambilnya lalu pegi menggembala kambing tanpa memperdulikan teguran Syuaib supaya mengembalikan tongkat itu, hingga terjadilah silang sengketa.
Untuk memutuskan perkara tersebut, keduanya bersepakat untuk mengangkat seorang lelaki yang dijumpainya sebagai hakim. Tidak lama, mereka bertemu dengan malaikat yang berbentuk seorang laki-laki.
“Wahai hamba Allah, putuskanlah perrkara kami ini!” ujar mereka.
“Taruhlah tongakt itu di bawah. Barangsiapa yang kuat mengangkatnya, berarti itulah haknya.” Kata lelaki itu.
Syuaib terlebih dahulu mengangkat tongkat itu sekuat tenaga. Tetapi ia tak mampu, walau sekedar menggerakkannya. Lalu Musa mengangkatnya dengan mudah.
Dari tongkat tersebut lahir berbagai mukjizat Nabi Musa. Jika letih dalam perjalanan. Musa menaikinya bagai kuda tunggangan. Bila ia haus dan tak menemukan air, memancarlah darinya air. Di saat ia kegelapan di mlam hari, muncullah darinya cercah sinar menerangi.
Dan kalau Musa kebingungan dan kecewa, ia menjadi pelipurnya. Begitu juga ketika Musa menghadapi musuh, ia dilempar menjadi ular yang menyeramkan, yang dari mata dan telinganya keluar kilatan api yang panas, dengan suaranya yang bergemuruh menakutkan, seperti dilukiskan sebuah syair tebakan :
Kakinya empat
Punya dedaunan
Juga tempat naungan
Memiliki daging yang lembut
Dan tulang belulang
Kedua matanya menakutkan
Mendengarkan dan mengerti apa yang diperintahkan

Sempurnalah Musa menggembala kambing.
“Mulai tahun ke sembilan ini, bila kambing-kambing itu melahirkan anak betina, maka untumu.” Kata Syuaib kepada Musa.
Mulai tahun itu bila setiap kali Musa memandikan kambing-kambingnya, ia merendam tongkatnya, sehingag pada tahun itu, kambingnya beranak betina semua, selanjutnya, pada tahun ke sepuluh. Syuaib menjanjikan, apabila anak kambing-kambing itu jantan, akan diberikan kepada Musa. Ternyata kambing-kambing itu setiap kali melahirkan, anaknya jantan semua. Kini ia memiliki kambing. Sepuuh tahun sudah Musa merampungkan tugasnya. Timbul keinginannya untuk pulang ke negerinya bersasma keluarganya. Di tengah perjalanan, ia melihat kerdip api, seperti dijelaskan Al-Qur’an.
“Sesungguhnya aku melihat api.” (Qs. 20-10).

4.         PERNIKAHAN  NABI  SULAIMAN  DENGAN  RATU  BILQIS
Edit : Pujo Prayitno
Sebab pernikahan adalah kunjungan Bilqis ke istana Nabi Sulaiman, yang ternyata di sana ia menemukan istananya, berkat doa Ashif bin Barhaya.
Menurut riwayat, nabi Sulaiman a.s. memiliki tujuh puluh perwira tempur yang masing-masing membawahi seribu tentara penunggang kuda. Menurut Muhammad bin Ishak, setiap panglima memimpin limaraus pasukan tempur penunggang kuda.
Ratu Bilqis adalah seorang wanita yang amat cantik rupawan. Tiada baginya ccat sedikit pun. Ia benar-benar wanita yang sempurna keayuannya. Namun jin telah menghasutnya. “Ia mempunyai dua cela.” Katanya kepada Nabi Sulaiman. “Pertama, kurang tinggi semampai, dan kedua, betisnsya seperti betis unta.”
Kemudian Nabi Suaiman mengundangnya ke istana. Ia menginstruksikan untuk memindahkan istana sang ratu ke kerajaannya. Selainitu, ia juga mengerahkan punggawa dan bawahannya untuk membuat mahligai-mahligai indah persisi seperti kerajaan Bilqis, yang terbuat dari kaca dan marmer pualam, dengan sungai-sungai yang berkelok-kelok mengalir di bawah dan di sekeliling istana, serta kolam dan telaga-telaga yang berisikan katak, ikan dan kura-kura aneka ragam yang timbul tenggelam menari-nari amat menarik. Juga jembatan-jembatan kaca dan intan permata manikam di atas permukaan air.
Beberpa saat saja rampunglah segalanya sebelum Ratu tiba. Setelah sampai, Nabi Sulaiman menyambutnya dan bertanya : “Beginikah istana Anda?”
“Seperti inilah.” Ia menjawab dan curiga. Ia melihat itu sama persis dengan istananya. Dari jawaban tersebut, Nabi Sulaiman tahu bahwa sang ratu adalah seorang yang cerdik, lalu Nabi Sulaiman mempersilahkannya masuk. Di kala hendak melewati titian kaca na kemilau, sang Ratu Ayu menyibakkan kainnya, akrena menyangka air. Saat itulah nampak oleh Nabi Sulaiman dua betis putih indah tanpa noda.
“Itu jembatan kaca dan emas permata.”
“Kiranya aku tengah berada di dalam istanaku. Di tengah-tengah bala tentara dan inang. Aku seperti tengah berada did aerah kekuasaanku, sungguh, ternyata aku sedang hadir di arena kemahakuasaan Allah, Maha Diraja yang Mahatinggi, yang tak mungkin apapun mampu menyamai-Nya.” Kata sang ratu dalam hati.
“Tuhanku, sesungguhnya aku zalim terhadap diriku,d an aku psrah (Islam) bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam.” (Qs. 27:44).
Akhirnya, Nabi Sulaiman menikah dengan ratu Bilqis.

5.         PERNIKAHAN  RASULULLAH saw. DENGAN UMMUL MUKMININ KHADIJAH
Edit : Pujo Prayitno
Suatu malam Khadijah bermimpi kejatuhan matahari. Sinarnya menghanguskan semua rumah penduduk Makkah, kecuali satu dapur. Impian itu lalu diceritakan kepada pamannya yang ahli mimpi, Waraqah bin Naufal.
“Nabi akhir zaman akan menjadi suamimu.” Kata sang paman.
“Dari negeri manakah dia?”
“Dari Makkah.”
“Suku apa?
“Suku Quraisy.”
“Keturunan siapa?”
“Bani Hasyum.”
“Siapakah namanya?”
“Ia bernama Muhammad.”
Pada suatu hari di rumah Abu Thalib, tatkala sedang ada makan bersama, berjalanlah percakapan santai antara Abu Thalib, Atikah (Saudara Abu Thalib) dan Rasulullah saw.
“Muhammad sudah dewasa, namun sampai sekarang belum mendapatkan calon. Entahlah wanita bagaimanakah yang cocok dengannya.” Kata Abu Thalib membuka perbincangan.
“Saudaraku, Khadijah sebetulnya adalah seorang wanita yang baik. Banyak orang senang berhubungan dengannya. Rupanya Allah memberkahi kehidupan wanita itu. Ia sedang mencari seorang lelaki untuk meniagakan dagangannya. Bagaimana kalau kita mengajukan Muhammad, sambil mencari langkah baginya untuk menikah?” kata Atikah.
Abu Thalib dan Atikah bermusyawarah dengan Muhammad. Setelah Rasul setuju, Atikah berangkat ke rumah Khadijah menyampaikan kesediaan keponakannya membawakan dagangannya.
“O..... rupanya inilah takwil impianku.” Ucap Khadijah dalam hati, mengingat-ingat tuturan pamannya saat menerima penjelasan dari Atikah.
“Kata Paman, ia seorang Arab, dan .... keponakan Atikah ini orang Arab, suku Quraisy, keturunan Hasyim. Namanya Muhammad, dan berbudi luhur. Dialah orangnya, penutup para Nabi......!” kata Khadijah.
IA ingin sekali menikah dengan Rasul. Sebenarnya ia sudah tak sabar lagi untuk segera mengayuh bahtera rumah tangga dengan Rasul pada saat-saat itu juga.
Tapi, ia takut gunjingan dan omongan orang.
“Aku harus sabar. Sekarang ia kupekerjakan dahulu.” Demikian kata hatinya.
Keadaan Khadijah sama dengan keadaan Syafura, puteri Syuaib tatkala ingin menikah dengan Musa. Namun karena malu mengungkapkannya terus terang kepada ayahnya saat itu, maka ia hanya berkata : “Ayahku, jadikanlah ia kuli kita yang jujur di sini. Karena sbaik-baiknya kuli yang jujur ialah yang jujur lagi kuat.”
Hal yang demikian serupa pula dengan penegasan berikut ini : “Seakan-akan Allah berfirman : “Ketahuilah bahwa Aku hanya menyuruhmu taat dan beribadah kepada-Ku, dan Aku menimpakan kesulitan kepadamu. Tapi Aku tiak menghajatkan darimu ketaatn dan ibdahmu tersebut. Sungguh, betapa besar tuduhan dan fitnah oarng-orang kafir. Sehingga tatkala kalu letakkan kepalamu dalam sujud sambil melafalkan “Subhana Rabbiyal A’la wa bi Hamdhi (Mahasuci Allah, Tuhanku yang Mahaluhur dan dengan segala Puji-Nya). Aku menjawab : “Labaik. Hai Abdi-Ku. Sungguh rahmat-Ku meliputimu,d an Kuberi makan dan minum engkau dengan kasih sayang-Ku. Angkatlah kepalamu! Yang kuhrapkan darimu adalah hubungan dengan-Ku terus menerus.”
Akhirnya Khadijah menyambut tawaran Atikah : “Aku biasa menggaji pegawaiku dua puluh dinar. Namun Muhammad akan kugaji lima puluh dinar.”
Atikah pulang amat gembira. Sesampaidi rumah, ia bercerita kepada saudaranya, Abu Thalib, dan akhirnya Muhammad disuruh berangkat ke rumah Khadijah.
Ketika berangkat dagang, Allah swt. memayungi Rasul dengan awan putih dari sengatan matahari padang pasir Hijaz. Dan Khadijah telah berpesan kepaa Maisarah agar Muhammad mengenakan pakain paling bagus dan menunggang unta paling kuat dan besar.
Kafilah pun berjalan, beliau terlelap di atas untanya dihembus angin semilir, hingga sampai di halaman sebuah gereja di tepi jalan. Rasul turun di situ untuk beristirahat di bawah sebatang pohn. Dari dalam gereja, sang Pendeta melihat awan menaungi kepada Rasul. Timbul firasatnya, bahwa lelaki yang tengah berteduh itu adalah seorang Nabi Akhir Zaman. Maka ia mengudang rombongan kafilah tersebut, untk menjamu mereka sembari menyelidiki siapa diantara mereka yang menyandang kemuliaan itu. Mereka memenuhi undangan itu kecuali Rasul. Ia sendirian menunggu barang-barang.
“Masih adakah orang di sana?” tanya si pendeta kepada mereka, saat ia melihat awan itu masih diam.
“Ada, seorang yatim, yang sedang menunggu barang-barang dagangannya!”
Pendeta lalu keluar menemui. Rasul berdiri bersalaman. Dan beliau diajak masuk, sementara mata pendeta tetap tertuju kepada awan yang ikut bergerak. Sampai di dalam gereja, awan itu diam di atas pintu.
“Wahai pemuda, dari manakah Anda?” tanya si pendeta.
“Dari Makkah!” jawab Rasul saw.
“Dari suku apa?
“Dari suku Quraisy.”
“Keturunan siapa?”
“Bani Hasyim.”
“Siapa namamu?”
“Muhammad.”
Tepatlah dugaannya. Selanjutnya sang pendeta menciumnya, seraya berkata : “Tak ada Tuhan Selain Allah. Muhammad Rasul Allah. Perlihatkanlah kepadaku suatu tanda kenabian agar aku lebih yakin.”
“Apa itu?” Tanya Rasulullah.
“Bukalah bajumu!” Di antara ketiakmu ada tanda Risalah kenabianmu.” Ujar pendeta.
“Bagus.............. Bagus....... !” lanjutnya setelah Rasul membuka bajunya.
“Tampillah kau di atas pentas dunia, dan dakwalah manusia. Niscaya kau menang!” sang pendeta berkata sembari mengusap wajah Rasulullah saw.
“Wahai perhaisan hari kimat! Wahai pemberi syafaat! Wahai engkau yang tinggi cita-cita dan harapan! Pembuka jalan kesusahan umat dan duka hayat!.”
Akhirnya ia masuk Islam dengan sebenarnya.
Dalam kisah ini ada makna yang tersirat : “Bila seorang endeta yang hanya melihat tanda kenabian satu kali saja, lantas Allah swt. membuka pintu hatinya untuk menerima Islam, berarti Dia menyelamatkannya dari api Jahanam, maka seorang mukmin yang kalbunyadilihat oleh Allah tiga ratus enampuluh kali, dan di dalam kalbu itu Dia temui Tauhid dan iman yang kuat dan suci dari syirik, penuh dengan ikhlas dan ihsan, juga rasa sesal bahkan benci terhadap kemaksiatan, maka apakah Allah tidak akan menyelamatkannya dari azab neraka, dan tidak mewajibkannya baginya memperoleh surga. Dan bagaimana pula Allah tak akan memberinya makan dari aneka ragam bebuahan. Dia memuliakan dan memberi kemudahan serta keistimewaan.
Setelah dagangannya habis di negeri Syam, maka pergilah Rasul bersama Maisarah melihat upacara hari raya Yahudi. Beliau masuk ke kalangan mereka secara sembunyi-sembunyi, guna melihat lebih dekat upacara itu.
Tiba-tiba lentera yang bergntungan yang dipandanginya jatuh berantakan, membuat orang-orang yang sedang sibuk girang itu panik kebingungan.
“Kami membaca dalam taurat, Bila Muhammad, Nabi Akhir Zaman hadir dalam upacara hari raya Yahudi, maka akan terjadilah hal seperti ini. Barangkali sekarang ia tenga ada di sini.” Kata ulama mereka.
“Kalau begitu, mari kita cari dia!” Serentak mereka mencarinya. Melihat keadaan itu, Maisarah mengajak Rasul pulang ke Makkah. Dan ketika perjalanan tinggal sejarak tujuh hari lagi dari Makkah, Maisarah menawarkan kepada Nabi untuk pulang lebih dahulu, untuk menyampaikan berita kepulangan mereka kepada Khadijah. Rasulullah menyambut tawaran itu dengan senang hati. Sesudah segala dipersiapkan, ia mempersilahkan Rasul pulang, sereaya menitipkan sepucuk surat berisikan :
“Hai wanita terkemuka Quraisy! Perdagangan kita tahun ini memperoleh untung yang luar biasa, yang belum pernah kita dapatkan sebelumnya.”
Rasulullah terus melaju bersama untanya. Di tengah perjalanan pulan, Allah menuruh Malaikat Jibril a.s. memperpendek jarak perjalanan. Israfil mengapit di sebelah kanannya, sedang Mikail di sebelah kirinya, dan awan tetap memayunginya. Maka dengan izin-Nya, Rasul tertidur pulas penuh damai, tak terasa beliau sampai ke Makkah beberapa jam saja.
Sementara itu, di serambi rumah, Khadijah sedang duduk santai penuh penantian dengan padangan sekali-sekali ke negeri Syam. Nampak olehnya di kejauhan sosok manusia menaiki unta menuju ke arahnya.
“Tahukah kalian, siapakah lelaki yang datang itu?” Khadijah bertanya kepada sekumpulan budak perempuan yang tenegah mengerumuninya.
“Nampaknya ia Muhammad, al-Amin,” kata seorang dari mereka.
“Kalau benar  Muhammad, kalian akan kumerdekakan semua.” Tuturnya lagi.
Rasul yang dinanti-nanti pun sampailah. Khadijah menyambutnya penuh hormat. Lantas katanya : “Kuhadiahkan unta yang kau kendari itu buatmu.”
Selesai melapor, beliau pulang ke rumahnya guna mencurahkan rindu dengan paman dan bibinya.
Beberapa hari kemudian, rasul datang kembali ke rumah Khadijah.
“Ya Muhammad, kaakanlah, perlu apa?” sambut Khadijah degan sebuah pertanyaan.
Sambil menundukkan kepala agak malu, Rasul bertutur : “Paman dan bibiku menyuruhku mengambil gaji. Mereka ingin menikahkanku.”
“ Wahai Muhammad! Gaji itu terlalu sedikit. Tak mencukupi. Tapi, aku bersedia menikahkanmu dengan seorang wanita yang paling mulia. IA berpengaruh besar di masyarakat, lagi seorang hartawan. Banyak pembesar Arab berminat kepadanya, teetapi ia menolaknya. Aku siap untuk menikahkanmu. Sayang ia sudah janda. Kalau Anda menerima, ia bersedia menjadi isterimu, dan akan melayanimu penuh bakti setia.” Kata Khadijah.
Mendengar ucapan Khadijah tersebut, Rasul pulang tanpa komentar. Beliau menceritakan hal itu kepada paman dan bibinya.
Pada suatu hari, Abu Thalib mengadakan acara makan-makan mengundang Waraqah serta tokoh Arab. Pada saat itu, Abu Thalib mengungkapkan maksudnya kepada Waraqah melamar Khadijah.
“Tetapi, akan bermusyawarah dulu dengan Khadijah.” Kata Waraqah.
“Paman, bagaimana mungkin aku menolak lamaran seorang lelaki paling jujur, berjiwa pemelihara, dari keturunan baik lagi mulia?” tukas Khadijah saat ditanya sang  paman.
“Betul, Kahdijah. Tapi bukankah dia seorang miskin?” jawab Waraqah.
“Aku punya harta melimpah. Tak menghajatkannya lagi. Yang penting keluhuran budinya. Paman, kuwakilkan engkau untuk menikahkanku dengannya.” Ujar Khadijah.
Pada waktu yang ditetapkan, berlangsunglah akad nikah di rumah Abu Thalib.
“Ya Muhammad, semua milikku, baik benda mati maupun yang bergerak, tanah, ladang dan kebun, rumah dan segala bangunan, barang-barang kebutuhan sehari-hari ataupun segala isi rumah, budak-budak perempuan serta hamba-hamba sahaya, harta yang baru maupun pusaka lama, kuserahkan untukmu!.”
Ujar Khadijah kepada Rasulullah saw.
“Dan Ia temui dia dalam keadaan miskin, lalu Ia mengkayakannya.” (Qs. 93:8).
Diriwayatkan bahwa Khadijah mengayuh bahtera rumah tangga bersama Rasulullah selama duapuluh empat tahun, lima bulan, delapan hari. Lima belas tahun sebelum kenabian dan sisanya sesudah kenabian. Adapun usia Rasul saat menikah adalah dua puluh lima tahun. Dari pernikahan ini, lahir tujuh orang anak : tiga orang putera, dan empat orang puteri : al-Qasim, at-Thahir dan al-Muthahhir, yang semuanya wafat pada masa kecil.
Puteri-puterinya adalah : Fatimah (az-Zahra) yang menikah dengan Ali bin Abi Thalib r.a. : Zainab, Ummi Kultsum, menikah dengan Utsman bin Affan; Ruqayah, yang juga menjadi isteri Utsman setelah wafat Ummi Kultsum. Semua pernikahan mereka berlangsung pada hari Jum’at.
Setelah Sayidah Khadijah wafat, Rasulullah saw. dirundung duka. Untuk meghibur beliau, datanglah Jibril a.s.

6.         PERNIKAHAN  IMAM ALI DENGAN FATHIMAH, PUTERI RASULULLAH
Edit : Pujo Prayitno
Fathimah adalah seorang wanita zuhud. Ia dicintai Rasul. Kehadiran Fathimah bagi Rasullullah merupakan buah kenangan dai isterinya tercinta, Khadijah r.a. Fathimah mempunyai banyak apnggilan : al-Batul (yang banyak beribadah), az-Zahra (yang cemerlang), at-Thahirah (yang suci bersih).
Demi, ia tak memiliki seorang yang mengasuh dan membesarkannya. Tak ada baginya seorang Ibu yang menuntunnya. Demi nasib Fatimah tersebut, Allah mengutus Jibril a.s. untuk menegaskan : “Allah amat mencintai puterimu itu. Aku akan menikahkannya dengan seorang yang Kucintai.” Rasul bersujud sebagai rasa syukur kepada Allah setelah mendengar penuturan Jibril itu.
Rasul segera memeberi tahu Ali dan Fathimah. Lalu mengundang para sahabt di Masjid untuk menghadiri upacara pernikahan mereka. Bersamaan dengan itu, turunlah Jibril membawa pesan ari Allah bahwa Ali harus membaca khutbah nikahnya sendiri. Ali pun berkhutbah : “Segala puji bagi Allah, Yang Mahaesa dengan Kemahaagungan-Nya, yang Tunggal dengan Kemahasempurna-Nya. Pencipa segenap makhluk yang nampak dan yang tidak, yang berbangsa-bangsa dan berbagai rupa. Tiada yang menyerupai-Nya. Maka bertasbihlah kalian kepada-Nya, wahai hadirin! Dialah Allah, tiada Tuhan selain-Nya, yang menitahkan para hamba-Nya menikah, dan mereka menaatinya.
Alhamdulillah atas segala nikmat-Nya. Aku bersaksi tiada Tuhan kecuali Allah dengan pesaksian yang dapat mengantarkan si pengucapnya kepada Allah untuk mendapatkan ridha-Nya, keselamatan serta perlindungan dari-Nya, pada hari ketika manusia lari dari saudara, ibu dan bapaknya, dan dari sahabat dan anaknya. Semoga Dia melimpahkan rahmat dan kesejahteraan kepada junjungan kita, Muhammad Nabi pilihan, akrena wahyu dan ridha-Nya, dengan shalawat yang dapat menyampaikan si pengucapnya kepada “selalu dekat dengan-Nya.” Juga, semoga tercurah kepada kerabat, sahabt dan para pecinta beliau.
“Pernikaha sesuai dengan takdir Allah. Aku adalah hamba Allah, putera hamba-Nya, yang mencintai-Nya, yang meminang sebaik-baik wanita dunia. Kuserahkan maskawin empat ratus dirham tunai untuk Fathimah. Nikahkan aku dengannya, Ya Rasulullah, di atas jalan para Rasul terdahulu!.”
“Kunikahkan puteriku, Fathimah, denganmu, Ya Ali! Allah telah emnikahkanmu dan ridha memilihmu!” sambut rasul saw.
Kuterima Fathimah dari Allah dan darimu, Ya Rasulullah!” ucap Ali r.a.
Demikian pernikahan sahabt Ali dan Fathimah r.a. yang terjadi pada hari Jum’at, seperti juga para Rasul sebelumnya. Itulah sebabnya Allah menyeru Ummat Nabi Muhammad untuk mengikat silaturahmi pada hari Jum’at. Sbagai contoh : Shalat Jum’at, yang merupakan bentuk silaturahmi.
“Hai orang-orang yang beriman, bila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum’at, bergegaslah untuk mengingat Allah, dan tinggalkanlah jual beli. Demikianitu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.
“Maka jika shalat sudah ditunaikan, bertebarlah kamu di muka bumi, dan carllah karunia Allah, dan dzikirlah kepada Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”
“Dan bila mereka melihat perniagaan (perbuatan main-main), maka bubarlah mereka menuju ke sana, meninggalkan engkau sendirian (berkhutbah), Katakanlah : “Apa yang di sisi Alalh lebih baik daripada perniagaan, dan Alalh sebaik-baik pemberi rizki.” (Qs. 62: 9 – 11).
Sebab musabab turunnya ayat ersebut ialah : “Pada suatu hari Jum’at, Rasulullah saw. sedang berkhutbah di atas mimbar. Sekonyong-konyong datang al-Kalbi pulang dari berniaga di negeri Syam. IA memukul-mukul tamburnya memberitahukan kepulangannya. Demi mendengar suara itu, bubarlah jamaah Jum’at, meinggalkan Rasul berdiri di atas mimbar bersama dua belas orang hadirin. Lalu Rasulullah bersabda : “Demi Allah yang jiwa Muhammad di tangan-Nya! Andaikan Masjid tidak ada orang yang dua belas itu, niscaya akan menjulanglah kobaran api Jahanam.”
“Dan andai Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam.” (Qs. 2:251).
Sebagian ulma mengatakan bahwa Alalh swt. mengaruniakan hari Sabtu kepada Nabi Musa bin Imran dan lima puluh Nabi Lainnya. Dan Allah menganugerahkan hari Ahad kepada Nabi Isa dan lima puluh Nabi lainnya. Dan juga mengaruniakan hari Senin kepada Rasulullah saw. beserta enam puluh tiga Rasul yang lain. Sedangkan kepada Nabi Sulaiman bin Daud bersama limapuluh Nabi lain, Allah memberikan Hari Selasa; dan untuk Nabi Ya’qub dan lima puluh Rasul-Nya, Allah mengaruniakan hari Rabu. Dan kepada Nabi Adam serta limapuluh Rasul-Nya yag lain, Allah memberikan Hari Kamis.
Rasuulullah saw. bertanya : “Apakah keistimewaan umatku?”
“Hari Jum’at. Dan surga sebagai hadiah untuk ummatmu, dengan rahmat-Ku!” sambut Allah swt.
Jumlah para Nabi sekitar 124.000. Yang diangkat menjadi Rasul sebanyak 313.
YA Allah, ampunilah kami. Dan tetapkanlah pikiran, pendirian dan keimanan kami. Dan matikanlah kami semua dalam al-Islam, Ya Arhamar Rahimin!”
Semoga Alalh senantiasa melimpahkan salam sejahtera yang abadi kepada panutan kami, Nabi Muhammad saw., kerabat dan para sahabt sejatinya. Amin ya Rabbal ‘Alamin.!
Wahadulillah.

Sepanjang, Sidoarjo, 09 – 01 - 2014

pujo prayitno di Kamis, Januari 09, 2014