Jumat, 10 Januari 2014

BURDAH

Mawlâya shalli wa sallim dâ-iman abada
‘ala habîbika khayril-khalqi kullihimi
Huwal-habîbul-ladzî turja syafâ‘atuhu
likulli hawlin minal-ahwâli muqtahami
Wahai Tuhanku limpahkanlah shalawat dan
salam kepada kekasih-Mu sebaik-baik makhluk
semuanya Dialah sang kekasih yang diharapkan
syafa’atnya dari setiap huru-hara yang
menimpa.
Itulah sebagian bait-bait qashidah Burdah yang
tak asing lagi di telinga kita. Qashidah Burdah
memang selalu didengungkan oleh para
pecintanya setiap saat. Di berbagai negeri Islam,
baik di negeri-negeri Arab maupun ‘ajam (non-
Arab), ada majelis-majelis khusus untuk
pembacaan Burdah dan penjelasan bait-baitnya.
Tak henti-hentinya muslimin di seluruh penjuru
dunia menjadikannya sebagai luapan kerinduan
pada Nabi. Qashidah Burdah bukan sekadar
karya. Ia dibaca karena keindahan kata-katanya.
Dr. De Sacy, seorang ahli bahasa Arab di
Universitas Sorbonne, Prancis, memujinya
sebagai karya puisi terbaik sepanjang masa.
Di Hadhramaut dan banyak daerah Yaman
lainnya diadakan pembacaan qashidah Burdah
setiap subuh hari Jum’at atau ashar hari Selasa.
Sedangkan para ulama Al-Azhar di kota Mesir
banyak yang mengkhususkan hari Kamis untuk
pembacaan Burdah dan mengadakan kajian.
Sampai kini masih diadakan pembacaan Burdah
di masjid-masjid besar di kota Mesir, seperti
Masjid Imam Al-Husain, Masjid As-Sayyidah
Zainab. Di negeri Syam (Syiria) majelis-majelis
qashidah Burdah juga digelar di rumah-rumah
dan di masjid-masjid, dan dihadiri para ulama
besar. Di Maroko pun biasa diadakan majelis-
majelis besar untuk pembacaan qashidah Burdah
dengan lagu-lagu yang merdu dan indah yang
setiap pasal dibawakan dengan lagu khusus.
Burdah tak hanya indah kata-katanya, tapi doa-
doanya juga memberi manfaat pada jiwa. Karena
itu tak mengherankan jika banyak ulama
memberikan catatan khusus tentang Burdah, baik
dalam bentuk syarah (komentar) maupun
hasyiyah (catatan kaki atau catatan pinggir).
Sangat banyak karya syarah atas Burdah yang
tak diketahui lagi siapa pengarangnya.
Qashidah Burdah adalah salah satu karya paling
populer dalam khazanah sastra Islam. Isinya
sajak-sajak pujian kepada Nabi Muhammad
SAW, pesan moral, nilai-nilai spiritual, dan
semangat perjuangan. hingga kini Burdah masih
sering dibacakan di berbagai pesantren salaf dan
pada peringatan Maulid Nabi. Banyak pula yang
menghafalnya. Karya itu telah diterjemahkan ke
dalam berbagai bahasa, seperti persia, Turki,
Urdu, Punjabi, Swahili, Pastum, Indonesia/
Melayu, Inggris, Prancis, Jerman, Italia.
Pengarang qashidah Burdah ialah al-Imam Al-
Bushiri (610-695H/1213-1296 M). Nama
lengkapnya Syarafuddin Abu Abdillah
Muhammad bin Zaid Al-Bushiri. Selain menulis
Burdah, Al-Bushiri juga menulis beberapa
qashidah lain. Di antaranya Al-Qashidah Al-
Mudhariyah dan Al-Qashidah Al-Hamziyah. Al-
Bushiri adalah keturunan Berber yang lahir di
Dallas, Maroko, dan dibesarkan di Bushir, Mesir.
Ia murid sufi besar Imam Asy-Syadzili dan
penerusnya yang bernama Abul Abbas Al-Mursi,
tokoh Tarekat Syadziliyah. Di bidang fiqih, Al-
Bushiri menganut Madzhab Syafi‘i, madzhab
fiqih mayoritas di Mesir. Di masa kecilnya, ia
dididik oleh ayahnya sendiri dalam mempelajari
Al-Quran, di samping berbagai ilmu pengetahuan
lainnya. Kemudian ia belajar kepada ulama-
ulama di zamannya. Untuk memperdalam ilmu
agama dan kesusastraan Arab, ia pindah ke
Kairo. Di sana ia menjadi seorang sastrawan dan
penyair yang andal. Kemahirannya di bidang
syair melebihi para penyair pada zamannya.
Karya-karya kaligrafinya juga terkenal indah.
Di dalam qashidah Burdah diuraikan beberapa
segi kehidupan Nabi Muhammad SAW, pujian
terhadap beliau, cinta kasih, doa-doa, pujian
terhadap Al-Quran, Isra Mi’raj, jihad, tawasul,
dan sebagainya. Dengan memaparkan kehidupan
Nabi secara puitis, Al-Bushiri tidak saja telah
menanamkan kecintaan umat Islam kepada
nabinya, tetapi juga mengajarkan sastra, sejarah
Islam, dan nilai-nilai moral, kepada kaum
muslimin. Oleh karenanya, tidak mengherankan
jika qashidah Burdah senantiasa dibacakan di
pesantren-pesantren salaf. Al-Burdah, menurut
etimologi, banyak mengandung arti, antara lain
baju (jubah) kebesaran khalifah yang menjadi
salah satu atribut khalifah. Dengan atribut burdah
ini, seorang khalifah bisa dibedakan dengan
pejabat negara lainnya, teman-teman, dan
masyarakat pada umumnya.
Burdah juga merupakan nama qashidah yang
digubah oleh Ka‘ab bin Zuhair bin Abi Salma
yang dipersembahkan kepada Rasulullah SAW.
Ada sebab-sebab khusus dikarangnya qashidah
Burdah. Suatu ketika Al-Bushiri menderita sakit
lumpuh sehingga tidak dapat bangun dari tempat
tidurnya. Lalu dibuatnya syair-syair yang berisi
pujian kepada Nabi, dengan maksud memohon
syafa’atnya. Di dalam tidurnya, ia mimpi
berjumpa dengan Nabi Muhammad SAW. Nabi
mengusap wajah AlBushiri, kemudian beliau
melepaskan jubahnya dan mengenakannya ke
tubuh Al-Bushiri. Saat ia bangun dari mimpinya,
seketika itu juga ia sembuh dari lumpuhnya.
Al-Bushiri adalah seorang yang menjalani
kehidupan sebagaimana layaknya para sufi, yang
tercermin dalam kezuhudannya, ketekunannya
beribadah, serta ketidaksukaannya pada
kemewahan dan kemegahan duniawi. Di
kalangan para sufi, ia termasuk dalam jajaran sufi
besar. Sayyid Mahmud Faidh Al-Manufi menulis
di dalam bukunya, Jawharat al-Awliya’, bahwa
AlBushiri tetap konsisten dalam hidupnya
sebagai seorang sufi sampai akhir hayatnya.
Makamnya yang terletak di Iskandaria, Mesir,
sampai sekarang masih diziarahi orang. Makam
itu berdampingan dengan makam gurunya, Abul
AbbasAl-Mursi.
Karena pentingnya qashidah Burdah tersebut,
yang menunjukkan kecintaan yang besar kepada
Baginda Rasulullah SAW. Memuji Nabi
Muhammad bukanlah menganggap beliau
sebagai Tuhan. Menyanjung Rasulullah adalah
mengakui Muhammad SAW sebagai manusia
pilihan. “Kami tidak mengutus engkau (hai
Muhammad) kecuali (sebagai) rahmat bagi alam
semesta (wa ma arsalnaka illa rahmatan
lil’alamin).” Itu adalah firman Tuhan.
Sumber ajaran memuji dan mencintai Nabi tak
lain adalah Islam itu sendiri. Dalam sebuah
hadits disebutkan, “Didiklah anak-anakmu dalam
tiga
tahap. Mencintai Nabi, keluarganya, dan
membaca Al-Quran.”
Untuk mencintai kekasih, apalagi beliau itu ada-
lah kekasih Tuhan, Al-Quran mengajarkan dan
menganjurkan kepada umat Islam, sebagaimana
tertera
dalam Kitabullah, “Sungguh Allah dan para
malaikat bershalawat atas Nabi. Hai orang
beriman, bershalawatlah atasnya dan berilah
salam kepadanya
dengan sehormat-hormatnya salam.” (QS 33: 56)
.
Shalawat, jika datangnya dari Allah kepada nabi-
Nya, bermakna rahmat dan keridhaan. Jika dari
para malaikat, berarti permohonan ampun. Dan
bila
dari umatnya, bermakna sanjungan dan
pengharapan, agar rahmat dan keridhaan Tuhan
dikekalkan.
Dalam surah yang lain Allah memuji hamba-Nya
yang satu ini dengan, “Sungguh engkau (hai
Nabi) benar-benar dalam budi dan perangai yang
tinggi.”
Allah tak pernah memanggil namanya langsung,
seperti “hai Muhammad”, melainkan “hai Nabi”,
“hai Rasul”, “hai pria yang berselimut”.
Di samping itu bukankah Baginda sendiri yang
menganjurkan kita untuk menghaturkan sanjungan
(madah) terhadap diri beliau? Seorang nabi yang
telah digambarkan oleh Al-Quran sebagai
“pencurah rahmat bagi seluruh alam semesta”.
Seperti di-harapkan beliau dalam banyak hadits
agar kaumnya banyak menyebut namanya.
“Sebutlah selalu nama-ku, sungguh shalawatmu
itu sampai kepadaku,”sabdanya.
Bahkan dianjurkan agar umat Islam banyak-
banyak menyebut namanya di malam Jum’at.
Seperti dalam riwayat lain, sungguh menyebut
nama Muhammad SAW akan dijawab (dengan
pahala) berlipat-lipat.
Saduran Ceramah Habib Salim bin
Abdullah Asy-Syathiri
Burdah artinya mantel dan juga dikenal sebagai
Bur’ah yang berarti shifa (kesembuhan). Imam
Busyiri adalah seorang penyair yang suka memuji
raja-raja untuk mendapatkan uang. Kemudian
beliau tertimpa sakit faalij (setengah lumpuh)
yang tak kunjung sembuh setelah berobat ke
dokter manapun.
Tak lama kemudian beliau mimpi bertemu
Rasulullah S.A.W. yang memerintahkannya untuk
menyusun syair yang memuji Rasulullah. Maka
beliau mengarang Burdah dalam 10 pasal pada
tahun 6-7 H. Seusai menyusun Burdah, beliau
kembali mimpi bertemu Rasulullah yang
menyelimutinya dengan Burdah (mantel). Ketika
bangun, sembuhlah beliau dari sakit lumpuh yang
dideritanya.
Qoshidah Burdah ini tersebar ke seluruh penjuru
bumi dari timur ke barat. Bahkan disyarahkan
oleh sekitar 20 ulama, diantaranya yang terkenal
adalah Imam Syaburkhiti dan Imam Baijuri.
Habib Husein bin Mohammad Alhabsyi (saudara
Habib Ali Alhabsyi sohibul maulid Simtud Duror)
biasa memimpin Dalail Khoiroot di Mekkah.
Kemudian beliau mimpi bertemu Rasulullah yang
memerintahkannya untuk membaca Burdah di
majlis tersebut. Dalam mimpi tersebut,
Rasulullah berkata bahwa membaca Burdah
sekali lebih afdol daripada membaca Dalail
Khoiroot 70 kali.
Ketika Hadramaut tertimpa paceklik hingga
banyak binatang buas berkeliaran di jalan, Habib
Abdulrahman Al Masyhur memerintahkan setiap
rumah untuk membaca Burdah. Alhamdulillah,
rumah-rumah mereka aman dari gangguan
binatang buas.
Beberapa Syu’araa (penyair) di zaman itu
sempat mengkritik bahwa tidaklah pantas pujian
kepada Rasulullah dalam bait-bait Burdah
tersebut diakhiri dengan kasroh/khofadz.
Padalah Rasulullah agung dan tinggi (rofa’).
Kemudian Imam Busyiri menyusun qoshidah yang
bernama Humaziyyah yang bait-baitnya berakhir
dengan dhommah (marfu’).
Imam Busyiri juga menyusun Qoshidah
Mudhooriyah. Pada qoshidah tersebut terdapat
bait yang artinya, ‘Aku bersholawat kepada
Rasulullah sebanyak jumlah hewan dan
tumbuhan yang diciptakan Allah.’ Kemudian
dalam mimpinya, beliau melihat Rasulullah
berkata bahwa sesungguhnya malaikat tak
mampu menulis pahala sholawat yang dibaca
tersebut .
Habib Salim juga bercerita tentang seseorang
yang telah berjanji kepada dirinya untuk
menyusun syair hanya untuk memuji Allah dan
Rasulullah. Suatu ketika ia tidak mempunyai
uang dan terpaksa menyusun syair untuk memuji
raja-raja agar mendapat uang. Ia pun mimpi
Rasulullah berkata, “Bukankah engkau telah
berjanji hanya memuji Allah dan Rasul-Nya?! Aku
akan memotong tanganmu…”
Kemudian datanglah Sayidina Abubakar r.a.
meminta syafaat untuknya dan dikabulkan oleh
Rasulullah. Ketika ia terbangun dari tidurnya, ia
pun langsung bertobat. Kemudian ia melihat di
tangannya terdapat tanda bekas potongan dan
keluar cahaya dari situ.
Habib Salim mengatakan bahwa Burdah ini
sangat mujarab untuk mengabulkan hajat-hajat
kita dengan izin Allah. Namun terdapat syarat-
syarat yang harus dipenuhi. Yaitu mempunyai
sanad ke Imam Busyiri, mengulangi bait ‘maula
ya solli wa sallim…’, berwudhu, menghadap
kiblat, memahami makna bait-bait, dibaca
dengan himmah yang besar, beradab, memakai
wewangian.
Khusus tentang memakai wewangian ini, Habib
Salim mengatakan, ‘Tidak seperti orang
sekarang, membaca Burdah namun
badannya bau rokok. Padahal salaf telah
sepakat untuk mengharamkan rokok.”
Di akhir ceramah beliau, Habib Salim
menyampaikan bahwa j ika seseorang tidak
berjalan di thoriqoh salaf maka dikhawatirkan
tiga hal. Pertama , umurnya pendek. Kedua ,
Hidup dalam keadaan bingung/akalnya gila.
Ketiga, tak akan dihargai masyarakat.
(Disampaikan di Majlis Burdah Hb Syekh
Alaydrus Jl. Ketapang Kecil Surabaya).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar