Rabu, 01 Oktober 2014

Cerita Habibana Munzir mengenai istri Beliau (semoga menjadi teladan bagi kita)


mengenai istri, saya lebih senang memanggilnya bukan dg namanya, tapi dengan kata habibah (kekasih untuk wanita), atau sayang, atau ratuku, atau cintaku, atau sesekali dg nama.

Saya tidak dan sangat takut menyentuh barang istri saya, saya tak pernah berani membuka isi tas istri saya, saya sangat tidak berani membuka lemari istri saya, dan saya tak berani menjamah hp istri saya, apalagi membuka sms atau isinya, jika berdering dering berkelanjutan saya biarkan saja tanpa berani menyentuhnya.

Saya sering menginap di markas jika sedang banyak tugas, dan saya jika akan pulang lebih sering izin dulu pada istri apakah saya diizinkan pulang atau tidak, jika dikamar, saya tanyakan padanya apakah akan tidur dg saya atau mau tidur dg anak anak, ia yg memilihnya,

jika saya masih beraktifitas dg portable dimalam hari, saya izin dulu apa boleh saya nyalakan lampu kamar atau tidak, jika ia sudah lelap tertidur, maka saya hanya menggunakan lampu tidur untuk membuka file dll, walau itu menyakiti mata dan membuat mata pedas, itu lebih saya pilih daripada saya menyalakan lampu mengganggu tidurnya.

Dalam makanan pun saya hampir tak pernah meminta suatu type makanan, saya hanya tanya ada makanan apa, ada makanan atau tidak, karena acapkali saya pulang makanan sudah habis, karena saya pulang hampir selalu larut malam dari majelis, mungkin ada tamu atau lainnya, jika tak ada makanan maka saya tak makan, cukup minum teh saja, atau kurma, jika ada makanan, dan saya sedang menyukainya maka
saya memintanya, jika saya sedang tak menyukainya maka saya tak makan, saya tak punya menu makananan favorit, apa saja asal halal, jika istri sudah tidur, saya lebih sering memilih minta disajikan makanan oleh staf staf yg dirumah daripada membangunkan istri.

Saya mengizinkan istri saya pergi kemana saja selama tempat yg baik tentunya, tanpa perlu ia izin, kecuali perjalanan marhalatain (yg melebihi 82km) atau perjalanan jauh.

Kadang saya pulang istri saya sudah tidur dikamar anak anak maka saya lebih sering membiarkannya tanpa menganggunya, dan jika pulang saya lihat ia tiada, saya tak repot menanyakannya kemana ia pergi kenapa tidak pulang dlsb, saya tunggu sampai subuh baru sms untuk menanyakan keberadaannya, tentunya saya mengetahui istri saya orang baik baik dan selalu diantar para jamaah nisa lainnya, dan keluarnya itu dimalam hari mestilahh ke undangan majelis atau pada ustazah lainnya, mungkin kelelahan, mungkin ketiduran, mungkin terjebak macet, dan saya baik sangka saja, saya percaya penuh pada allah swt karena setiap subuh dan isya saya mendoakan diri saya, istri, anak anak, teman teman, dan keluarga, dan jika ada sesuatu yg tak baik tentunya ada kabar.

Namun bukan saya tidak pernah menegurnya, saya menegur dg lembut, atau dg tegas, namun teguran tegas mungkin bisa dibilang tak pernah terjadi dalam setahun.

Saya lebih cenderung membiarkan jika ia salah namun tidak terlibat dosa pada allah, tapi salah pada saya, lebih baik saya maafkan, jika berulang ulang maka saya tegur dg lembut, jika terjebak pada hal yg mungkar, dosa, misalnya mencaci/ mengumpat orang lain, maka saya tegur dg lembut, atau saya tinggalkan ke toilet tanpa mau mendengarkan kekesalannya / gunjingannya pd orng lain, itu sudah isyarat baginya bahwa saya tak suka dg pembicaraan itu, jika ia masih meneruskannya maka bisa saja saya diam tak menanggapinya, atau jika sudah berlebihan maka saya potong dg nasihat, maafkan saja, itu keinginan allah swt untuk menghapus dosa kita, menggunjingnya berarti mengambil dosanya untukmu..,

sudah cukup dosa kita, untuk apa mengambil dosa orang lain, doakan saja, kita dapat pahala, maafkanlah, berarti allah swt memaafkan banyak dosa dosamu, carilah pengampunan dosa dg memaafkan kesalahan orang.

Namun jika bertentangan dg syariah atau membahayakan dakwah, maka teguran saya tegas, dan teguran tegas saya lebih sering lewat sms, demi tak terlalu menyakitinya jika berhadapan muka.

Jika berlarut larut, maka teguran tegas saya lugas dihadapannya demikian pula pada anak anak, saya cenderung lembut dan bercanda walau sambil menanyai hafalannya, namun jika berbuat salah yg membahayakan, misalnya memaki jamaah majelis, atau ucapan yg tak beradab, saya marah, dan anak anak sangat menyayangi saya, dan mereka tidak mau saya marah padanya, maka jika wajah saya berubah misalnya, mereka sudah mengerti untuk tak melakukan lagi perbuatannya.

Semua adalah anugerah Allah swt, bukan dari usaha saya.

‪#‎semoga‬ menjadi teladan bagi kita ) aamiin