Kamis, 30 Januari 2014

Risalatul Qusyairiyah 1

IMAM AL-QUSYAIRY AN-NAISABURY
“RISALATUL QUSYAIRIYAH”
(INDUK ILMU TASAWUF BAB : I)
Penerbit : RISALAH GUSTI -
SURABAYA
Tahun : April 1997
Alih Bahasa : Mohammad Luqman Hakiem
Penyadur : Pujo Prayitno
MUKADIMAH
1. GOLONGAN SUFI
2. PROBLEMATIKA KITA
3. MOTIVASI PENULIS RISALAH INI
BAB I.
PRINSIP-PRINSIP TAUHID DALAM
PANDANGAN KAUM SUFI
1. MA’RIFATULLAH
2. SIFAT-SIFAT
3. I M A N
4. R E Z E K I
5. ARASY
6. Allah Swt. YANG HAQ
MUKADIMAH
BismiLLahir RahmaanirRahiim.
Segala puji bagi Allah Yang Maha
Tunggal dengan Keagungan Diraja-Nya, dan
Maha Esa dengan Keindahan Kekuasaan-
Nya, Perkasa dengan Keluhuran Ahadiyah-
Nya, Maha Suci dengan Ketinggian
Shamadiyah-Nya. Maha Besar dalam Dzat-
Nya dari segala cakrawala setiap yang
memandang-Nya, dan bersih dalam Sifat-
sifat-Nya dari segala bentuk dan proyeksi.
Bagi-Nya, Segala Sifat-sifat yang
khusus bagi Diri-Nya, dan ayat ayat yang
terucap, bahwasanya sifat dan ucapan itu
tidak sama dengan makhluk-Nya.
Maha Suci Allah Yang Perkasa. Tak
ada batas untuk meraih-Nya, dan ayat-ayat
yang terucap, bahwa sanya sifat dan
ucapan itu tidak sama dengan makhluk-Nya.
Maha Suci Allah Yang Perkasa. Tak
ada batas untuk meraih-Nya, tak ada
bilangan untuk mengukur-Nya, tak ada jarak
untuk membatasi-Nya, dan tak seorang pun
memberi pertolongan pada-Nya, tak ada
seorang anak yang memberi syafaat pada-
Nya, tak ada bilangan untuk mengumpulkan-
Nya, tak ada tempat untuk tinggal-Nya, tak
ada waktu yang menemukan-Nya, tak ada
kepahaman untuk mengukur-Nya dan tak
ada khayalan untuk memproyeksikan-Nya.
Maha Luhur Allah untuk ditanyakan :
Bagaimana Dia? Atau, di mana Dia? Atau
ciptaan-Nya diupayakan oleh periasan, atau
kreasi-Nya dipertaruhkan dari kekurangan
dan keburukan. Sebab bagi-Nya, tak satu
pun yang menyamai-Nya, dan Dia Maha
Mendengar lagi Mahamengetahui. Dia tidak
dikalahkan oelh kehidupan, dan Dia Maha
Waspada lagi Maha Kuasa.
Saya memuji-Nya atas segala yang
didelegasikan dan diciptakan. Dan saya
bersyukur atas apa yang terangkum dalam
genggaman dan tertolak, saya bertawakal
kepada-Nya dan saya menerima, saya ridha
terhadap apa yang telah diberikan dan apa
yang tidak diberikan.
Saya berssaksi bahwa Tiada Tuhan
selain Allah dengan Keesaan-Nya. Tak ada
sekutu bagi-Nya. Suatu kesaksian yang
diyakini lewat tauhid kepada-Nya, dan
berjalan melalui kebajikan Abadi-Nya.
Dan saya bersaksi bahwa Muhammad
saw. adalah hamba-Nya yang terpilih dan
menjadi kepercayaan-Nya yang terpilih,
menjadi Rasul-Nya yang diutus untuk
seluruh ummmat manusia. Semoga,
senantiasa Allah mencurahkan rakhmat-Nya
kepadanya, dan kepada seluruh keluarganya
yang menjadi lampu penerang tak kunjung
padam. Begitu juga kepada para
sahabatnya yang menjadi pintu-pintu
pembuka hidayat. Semoga salam-Nya
senantiasa tercurah, dalam yang berlipat
ganda banyaknya.
Kitab ini ditulis oleh al-Faqih ila-Llah,
Abdul Karim bin Hawazin al-Qusyairi untuk
para jamaah Sufi di negeri-negeri Islam,
pada tahun 437 H. Yang bertepatan Tahun
1045 M.
1. GOLONGAN SUFI
Edit : Pujo Prayitno
Allah telh menjadikan golongan ini
sebagai barisan kekasih-kekasih-Nya. Dan
Dia telah mengutamakan mereka di atas
seluruh hamba-hamba-Nya, setelah pra
Rasul dan Nabi-Nya. Semoga Shalawat dan
salam senantiasa tercurah kepada mereka.
Allah menjadikan hati mereka sebagai
sumber rahasia-Nya, dan memberikan
keistimewaan di antara para ummat melalui
kecemerlangan cahaya-Nya.
Mereka adalah para penolong bagi
makhluk. Mereka memerankan tingkah
lakunya bersama dan dengan Al-Haq. Allah
menjaga mereka di tempat-tempat
musyahadah , ketika ditempatkan hakikat-
hakikat Ahadiyah-Nya pada mereka. Allah
menolong mereka dalam menegakkan adab
ubudiyah , dan Allah menempatkan secara
nyata kepada mereka jalan-jalan hukum
rububiyah . Lalu mereka menegakkan sesuai
dengan kewajiban dan tugas, dan mereka
mewujudkan apa yang telah dianugerahkan
Allah swt. melalui kreasi dengan segala
kejujuran fakir dan sifat leburnya jiwa.
Mereka sama sekali tidak mengandalkan
apa yang telah dihasilkan itu, sebagai buah
amalnya. Atau kejernihan ilmu yang lahir
dari tingkah laku, sebagai ilmu mereka.
Segalanya dari Keagungan dan Keluhuran
Allah swt. Yang berbuat sesuai dengan
kehendak-Nya, memilih siapa yang
diinginkan-Nya, di antara para hamba. Dia
tidak dihukumi oleh makhluk. Pahal-Nya
merupakan awal dari fadhal, dan siksa-Nya
merupakan hukum keadilan, sedangkan
amar -Nya meruppakan qadha’ .
2. PROBLEMATIKA KITA
Edit : Pujo Prayitno
Kemudian, ketahuilah, semua, bahwa
ahli-ahli hakikat dari golongan Sufi ini,
mayoritas telah tiada, yang tersisa hanya
bekasnya, saja. Seperti dikatakan penyair :
Sedangkan kemah-kemah
Sungguh seperti kemah mereka
Aku melihat wanita-wanita yang hidup
Bukanlah wanita kemah itu
Yang terjadi adalah melemahnya
tharikat tersebut, bahkan tergusur.
Sementara para Syeikh yang membimbing
mereka telah berlalu. Generasi muda sangat
sedikit yang mengikuti petunjuk dan tradisi
mereka. Sehingga hilanglah wara’i ,
cakrawalanya menjadi sempit, justru sikap
tamak dan ikatannya yang menguat. Hati
mereka semakin jauh dari citra syariat.
Bahkan mereka menganggap remeh dan
acuh tak acuh terhadap persoalan agama,
sehingga mereka terhempas pada
pandangan yang tidak memisahkan halal
dan haram.
Selain menganggap enteng dalam
melaksanakan ibadat, mereka juga
meremehkan puasa dan shalat. Mereka
terjerumus dalam medan kealpaan,
menacapkan tonggak-tonggak syahwat,
tanpa peduli menerjang larangan-larangan.
Mereka bangga atas apa yang mereka
peroleh dari rakyat, wanita-wanita dan
orang-orang yang memiliki kekuasaan.
Kemudian mereka membiarkan apa
yang telah mereka langgar itu. Sehingga
mereka mengisyaratkan pada hakiat-hakikat
tertinggi dengan ihwalnya, lalu mengaku
bahwa mereka telah bebas dan merdeka
dari belenggu, mereka telah mewujudkan
hakikat bertemu dengan Allah swt. ( wasilah ).
Dan mereka merasa bahwa dirinya telah
berdiri di atas kebenaran, dengan aturan-
aturan hukum sendiri. Allah swt. tidak lagi
memberi beban pada diri mereka. Hal-hal
yang diutamakan atau dilarang-Nya,
begitupun Allah tidak mencaci dan
mengecam mereka. Mereka menyangka
ketika dibukakan rahasia-rahasia Ahadiyah
dan bertransenden kepada universalitas,
maka segala aturan manusia bisa tidak
berlaku. Mereke menganggap telah abadi
setelah melampaui fana’nya melalui cahaya-
cahaya Shamadiyah. Orang yang
mempunyai pendapat berbeda dengan
mereka, dianggap bukan sebanding atau
setahap dengan mereka. Orang yang ingin
mengganti pandangan merreka malah
dianggap sebagai golongan yang harus
disingkirkan di mata mereka.
3.. MOTIVASI PENULIS RISALAH INI
Edit : Pujo Prayitno
Di saat cobaan panjang melanda kita
dewasa ini – secara sepintas kita melihat
kisah tersebut – saya sangat terdorong
untuk membeberkan kemungkaran mereka
dengan tharikat seperti itu, bahwa para
pengikutnya telah berbuat keburukan, atau
orang yang berbeda dengan mereka selalu
di caci, bahkan suatu bencana di negeri ini
menimpa orang-orang yang kontra dengan
tharikat mereka, disamping mendapatkan
ancaman dan siksaan.
Ketika saya renungkan secara
mendalam atas bencana kelemahan ini,
ingin rasanya membongkar dan mengikis
habis pandangan mereka itu. Semoga Allah
memberikan kedemaan melalui Maha
Lembut-Nya dalam menggugah orang yang
mengingkari sunnah yang luhur, yang telah
menelantarkan etika tharikat yang hakiki .
Ketika waktu yang tersisa hanya
dipenuhi dengan kesulitan, sementara
generasi zaman di negeri ini telah terseret
pada kebiasaannya, terbujuk oleh
kemurtadannya, tiba-tiba hasrat saya
menghentak dalam kalbu untuk meluruskan
secara total dengan dasar-dasar yang perlu
di bangun, dan kembali pada generasi
Salafnya. Kemudian saya tuangkan Risalah
ini pada Anda sekalian (Semoga Allah
memberikan kemuliaan kepada Anda). Saya
juga menguraikan sebagian perjalanan para
syeikh tharikat ini, adab dan akhlak mereka,
pekerjaan dan akidah dalam kalbunya. Serta
isyarat-isyarat kerinduan mereka, metode
dalam menapaki tahap-tahap dari awal
hingga puncaknya, agar orang yang hendak
menempuh (al- murid ) tharikat ini memiliki
kekuatan hati. Dan untuk saya, dari anda
sekalian mengaharpkan adanya suatu
koreksi, sebagai kesaksian. Tentu saja,
keluhan ini merupakan hiburan bagi saya.
Dan dari Allah Yang Maha Mulia kita
mendapatkan fadhal dan pahala. Saya
memohon pertolongan kepada Allah swt.
terhadap apa yang saya tuturkan, dan saya
senantiasa menyerahkan semuanya kepada-
Nya. Saya memohon agar dijaga dari
kekeliruan dalam Risalah ini, serta
memohon ampunan dan pertolongan-Nya.
Dia-lah Yang memberi fadhal secara layak,
dan Kuasa terhadap apa saja yang
dikehendaki-Nya.
438 H. / 1046 M.
Abul Qasim Abdul Karim bin
Hawazin al- Qusyairy
BAB I.
PRINSIP-PRINSIP TAUHID DALAM
PANDANGAN KAUM SUFI
Edit : Pujo Prayitno
Ketahuilah, para syeikh golongan Sufi
telah membangun kaidah-kaidah mereka di
atas prinsip tauhid yang shalih. Mereka telah
membuat kaidah ini jauh dari bid’ah,
relevan dengan ajaran tauhid yang telah
diwariskan oleh generasi Salaf dan Ahi
Sunnah. Tak ada rekayasa atau
penyimpangan di dalamnya. Mereka
mengetahui yang menjadi Hak Allah, dan
mereka telah membuktikan hal-hal yang
menjadi predikat Wujud, dari segala yang
tiada. Karena itu al-Junayd r.a. pemuka
tharikat ini berkata : “Tauhid adalah
menunggalkan Yang Maha Dahulu (qadim)
dari yang datang kemudian (huduts).
Para Syeikh itu membangun aturan
dasar tauhid dengan argumentasi yang jelas
dan bukti yang layak. Sebagaimana
dikatakan Ahmad bin Muhammad al-Jurairy
r.a. “ Siapa yang berpijak pada ilmu tauhid
yang tidak didasari oleh pembuktian dari
bukti argumentasinya, akan disirnakan oleh
bujuk yang mendahului dalam hasrat
kebinasaan .” Makasud Syeikh ini, barang
siapa bertaklid dan tidak merenungkan dalil-
dalil/bukti tauhid, ia gugur dari tradisi yang
menyelamatkannya. Ia akan terjerumus
dalam jurang kehancuran. Sementara orang
yang mau merenungkan tulisan dan
keunggulan kalimat-kalimat mereka; ia akan
menemukan kumpulan ucapan dan
rinciannya yang memberikan kekuatan
kontemplatif; bahwa sanya kalangan mana
pun tidak bisa membatasi diri lewat angan
–angan dalam pembuktian, dan tidak
memasuki tahapan pencarian secara
menyimpang.
1. MA’RIFATULLAH
Edit : Pujo Prayitno
Abu Bakr asy-Syibly berkata : “Allah
adalah Yang Esa, yang dikenal sebelum ada
batas dan huruf. Maha Suci Allah, tidak ada
batasan bagi Dzat-Nya, dan tidak ada huruf
bagi Kalam-Nya.”
Ruwaym bin Ahmad ditanya
mengenai fardhu pertama, yang difardhukan
Allah swt. terhadap makhluk-Nya. Ia
berkata : “ Ma’rifat .” Karena firman Allah
swt. : “Aku tidak menciptakan jin manusia
kecuali untuk menyembah kepada-Ku.” (Qs.
Adz-Dzariyaat : 56).
Ibnu Abbas’ menafsiri Illa liya’buduun
dimaksudkan adalah Illa liya’rifuuun (kecuali
untuk ma’rifat kepada-Ku).
Al-Junayd berkata :
“Haat hikmah pertama yang dibutuhkan oleh
hamba adalah Ma’rifat makhluk terhadap
Khalik, mengenal Sifat-sifat Pencipta dan
yang tercita bagSang makhluk merasa hina
ketika dipanggil-Nya dan mengakui
kewajiban taat kepada-Nya. Barangsiapa
tidak mengenal Rajanya, maka ia tidak
mengakui terhadap raja, kepada siapa
kewajiban-kewajiban harus diberikan.
Abu Thayib –Maraghy berkata : “ Akal
mempunyai bukti, hikmah mempunyai
isyarat, dan Ma’rifat mempunyai Syahadat.
Akal menunjukkan, hikmah mengisyaratkan,
dan ma’rifat menyaksikan; bahwa sanya
kejernihan ibadat tidak akan tercapai kecuali
melalui kejernihan tauhid.”
Al-Junayd ditanya soal tauhid,
jawabnya : “Menunggalkan Yang Maha
Tunggal dengan mewujudkan Wahdaniyah-
Nya lewat keparipurnaan Ahadiyah-Nya.
Bahwa Dia-lah Yang Esa yang tiada beranak
dan tidak diperanakkan. Dengan kontra
terhadap antagoni, keraguan dan
keserupaan tanpa upaya menyerupakan dan
bertanya bagimana, tanpa proyeksi dan
pemisalan; tidak ada sesuatu pun yang
menyami-Nya. Dan Dia Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui.”
Abu Bakr az-Zahir Abady ditanya
tentang Ma’rifat. Jawabnya : “Ma’rifat
adalah nama. Artinya, wujud pengagungan
dalam kalbu yang mencegah dirimu dari
penyimpanngan dan penyerupaan.”
2. SIFAT-SIFAT
Edit : Pujo Prayitno
Abul Hasan al-Busyanjy ra. Berkata :
“Tauhid berarti tahu bahwa Allah swt. tidak
serupa dengan makhluk dan tidak kontra
pada Sifat-sifat.”
Ah-huasin bin Mansur al-Hallaj
menegaskan, “Al-Qidam” hanyalah bagi-
Nya. Segala yang fisikal adalah Penampilan-
Nya, yang tampak bendawi menetapkan-
Nya, yang piranti mengintegrasikan-Nya,
kekuatannya berada di genggaman-Nya.
Hal-hal yang tersusun waktu, waktulah yang
memisahkannya, dan yang ditegakkan oleh
selain-Nya, maka bencanalah yang
menyentuhnya. Hal-hal yang terbuat oleh
khayal, maka proyeksi menaikkan tahapan
kepada-Nya. Siapa yang berbicara soal
tempat, maka akan berjumpa dengan kata di
mana. Sungguh Maha Suci Allah swt. Dia
tidak dilindungi oleh sesuatu di atas, dan
tidak pula dikecilkan oleh yang di bawah.
Dia tidak menerima batas dan tidak
dicampuri keseluruhan. Dia tidak ditemui
oleh yang ada, juga tidak dihilangkan oleh
tiada. Sifat-Nya tidak memliki sifat,
pekerjaan-Nya tidak memili cacat. Adanya
tak terjangkau. Suci dari ihwal makhluk-Nya.
Bahkan makhluk tidak mencampuri-Nya dan
dalam pekerjaan-Nya tak ada yang
memasuki-Nya. Dia menjelaskan kepada
makhluk melalui Qidam-Nya, sebagaimana
makhluk itu mengenal penjelasan-Nya
melalui kejadian baru (hudus)-Nya.”
Huruf adalah ayat-Nya. Wujud adalah
ketetapan-Nya. Ma’rifat adalah tauhid-Nya,
dan tauhidnya adalah perbedaan-Nya
dengan makhluk-Nya. Segala yang
tergambar oleh khayal, selalu berbeda
dengan-Nya. Bagaimana bisa, Dia
menempati sesuatu, yang dari-Nya sesuatu
itu bermula? Atau dia kembali pada
sesuatu, padahal Dia-lah yang
memunculkaNya ? Dia tidak bisa
dibandingkan dengan dugaan, kedekatan-
Nya adalah karamah-Nya, ketinggian-Nya
adalah sesuatu yang tidak berukuran
ketinggain, kedatangan-Nya tanpa
berpindah, Dia-lah yang Awal dan yang
Akhir, Yang Dzahir dan Yang Batin, Yang
Dekat dan Yang Jauh, Yang tidada sesuatu
pun menyamai-Nya, Dan Dia-lah Yang Maha
Mendengar lagi Maha Melihat .
Yusuf bin al Husain berkata : “Ada
seseorang berdiri di antara dua sisi Dzun
Nuun al-Mishsry, orang itu bertanya,
“Berilah aku kabar tentang Tauhid, apa
sebenarnya tauhid itu? Dzun Nuun
menjawab : “Tauhid berarti Anda tahu
bahwa Kekuasaan Allah swt. terhadap
segala hal tanpa campur tangan, ciptaan-
Nya terhadap makhluk tanpa perlu masukan,
dari seab langsung bagi segala sesuatu
adalah ciptaan-Nya, dan tidak ada sebab
langsung bagi ciptaan-Nya. Seluruh langit
tertinggi dan bumi terendah tak ada yang
mengaturnya kecuali Allah swt. Segala
bentuk yang terproyeksi dalam khayal Anda,
maka Allah justru berbeda dengannya.”
Al-Junayd mengatakan : “Tauhid
adalah ilmu Anda, dan ikrar Anda behwa
sesungguhnya Allah swt, adalah Tunggal
dalam Azali-Nya, tak ada dua-Nya, dan tak
sesuatu pun yang mengerjakan pekerjaan-
Nya.”
3. I M A N
Edit : Pujo Prayitno
Abu Abdullah bin Khafifi
berkata : :Iman berarti penetapan kalbu
terhadap apa yang telah dijelaskan oleh Al-
Haq mengenai hal-hal yang gaib.”
Abul AbSayyary berkata : “Pemberian
Allah itu ada dua macam : Karamah da
istidraj . Segala hal yang menerap abadi
dalam dirimu adalah karamah, dan segala
yang sirna dari dirimu adalah istidraj. Maka
katakan saja , “Aku beriman, insya Allah’!.”
Sahl bin Abdullah at-Tustary
menandaskan : “Orang-orang yang beriman
melihat Allah swt, dengan mata hati, tanpa
pangkal batasan dan kawasan.
Abul Husain an-Nury berkata : “Kalbu
adalah tempat penyaksian al-Haq. Kami
tidak pernah melihat Kalbu yang lebih rindu
kepada-Nya, dibandingkan Kalbu
Muhammad saw. Lalu Allah swt.
memuliakannya lewat Mi’raj, sebagai
pendahuluan terhadap penglihatan kepada
Allah swt, dan penyempurnaan.”
Abu Utsman al-Maghriby berkata :
“Aku meyakini sesuatu seputar arah. Ketika
aku datang ke Baghdad, hilanglah semua itu
dari kalbuku. Lantas aku menulis surat
kepada sahabatku di Mekkah, “Aku
sekarang masuk Islam, dengan Islam yang
baru (sebenarnya).”
Abu Utsman ditanya soal mekhluk.
Jawabnya : “Cetakan dan bayangan, yang
berjalan di atasnya hukum-hukum Kekuasan
Ilahi.”
Al-Wasithy berkata : “Ketika arwah
dan jasad tegak dengan seijin Allah, dan
keduanya pun tampak dengan ijin-Nya,
maka keduanya pun tegak tidak dengan
zatnya. Begitu juga hasrat-hasrat dan gerak,
berdiri tegak, tidak dengan zatnya, seijin
Allah. Sebab gerakan-gerakan dan hasrat itu
merupakan cabang bagi jasad dan arwah.
4. R E Z E K I
Edit : Pujo Prayitno
Al-Wasithy ditanya soal kufur bagi
dan kepda Allah. Jawabnya : “Kufur dan
iman, dunia dan akhirat, dari Allah kepada
Allah, bersama Allah dan bagi Allah. Dari
Allah sebagai permulaan dan awal
pemunculan, dan kepada Allah sebagi
tempat kembali dan pangkalnya, bersama
Allah baqa’ dan fana’, dan bagi Allah
kerajaan dan ciptaan.
Dikaakan oleh al-Junayd, bahwa
sebagaian ulama bertanya soal tauhid.
Kemudian dijawab oleh al-Junayd : “Tauhid
adalah keyakinan.” “Jelaskan padaku apa
tauhid itu? Demikian kata si penanya.
“Tauhid adalah ma’rifat Anda, bahwa segala
gerak makhluk dan diamnya merupakan
pekerjaan Allah swt, Dia Maha Esa tidak
berkawan. Apabila ada sudah berpadangan
demikian, Anda telah menauhidkan-Nya.”
Jawab Junayd.
Seseorang datang kepada Dzun Nuun
minta didoakan : “Doakan aku!.” Kata orang
tersebut. “Kalau anda benar-benar mantap
dalam ilmu gaib melalui kebenaran tauhid,
maka doa pasti dikabulkan. Jika tidak
demikian sesuatu doa tidak mungkin bisa
menyelamatkan orang tenggelam.” Jawab
Dzun Nuun.
Abul Husain an-Nury berkata :
“Tauhid adalah segala bisikan yang
mengisyaraktkan kepada Allah, bahwa dia
bebas dari campur tangan unsur
keserupaan.” Sedangkan Abu Ali ar-
Ridzbary ketika ditanya soal tauhid,
menjelaskan : “Tauhid adalah istiqamah
kalbu dengan penetapan terhadap suatu
pemisahan pada penyimpangan dan
pengingkaran terhadap keserupaan. Tauhid
melebur dalam satu kalimat, yaitu : Setiap
yang tergambar oleh khayal dan pikiran,
maka Allah swt pasti berbeda dengan
khayalan dan pikiran itu.” Karena firman
Allah swt. “
“ Tidak ada sesuatu pun yang
menyamai-Nya, dan Dia Maha Mendengar
lagi Maha Melihat .” (Qs. Asy-Syuura : 11).
Abul Qasim an-nahr Abadzy berkata :
“Surga abadi dengan keabadian yang
diabadikan-Nya, ingatan-Nya keapdamu,
rahmat dan mahabbah-Nya kepadamu,
abadi dengan keabadian-Nya, dua hal yang
berbeda, sesuatu yang abadi karena abadi-
Nya, dan sesuatu yang abadi karena
diabadikan oleh-Nya.
Ahlul Haq berkata : “Sifat-sifat Dzat
Yang Qadim abadi karena badi-Nya,
berbeda dengan ucapan oleh mereka yang
bukan ahlul Haq.
Nashr Abadzy menandaskan : “Anda
bersimpang siur antara sifat-sifat (fi’l)
dengan sifat-sifat Dzat. Keduanya adalah
sifat Allah swt. secara esensial. Apa bila
Anda terpancang pada tahap pisah
(tafriqah), maka Anda diintegrasi oleh sifat
fi’l. Jika Anda sampai apda tahap al-ja’u
Anda akan terintegrasi oleh sifat-sifat Dzat-
Nya.
Sang Syeikh. Imam Bau Ishaq al-
Isfirayainy r.a. mengatakan : “Ketika aku
datang dari Baghdad. Aku belajar di masjid
Naisabur perihal ruh. Aku menjelaskan
secara gamblang bahwa ruh adalah
makhluk. Sementara Abul Qasim Abadzy
duduk berjauhan dengan kamimendengarkan
pembicaraanku. Hingga berlalu beberapa
hari, kemudian ia mengatakan kepada
Muhammad al-Farra’, ‘Aku bersaksi
sesungguhnya kau seorang Muslim baru di
tangan laki-laki ini,’ katanya sambil
menunjuk ke arahku.”
Dikisahkan tentang Yahya bin
Mu’adz, bahwa seseorang telah berkata
kepadanya : “Tolong beritahu aku mengenai
Allah swt?” Yahya menjawab : “Tuhan Yang
Esa”. Lalu dikatakan kepada Yahya :
“Bagaimana Dia?” “Dia Raja Yang Maha
Kuasa”. Jawab Yahya. Orang itu kembali
beretanya : “Di mana Dia?” “Dia benar-
benar mengawai.” Jawabnya. “Aku tidak
bertanya tentang ini.” Tandas si penanya.
Maka Yahya menjawab : “Tidak ada lagi
selain itu.”
Ibnu Syahin bertanya pada al-Junayd
tentang makna : ma’a. Junayd menjawab,
bahwa ma’a mengandung dua makna :
ma’al an-biyaa’ (beserta para Nabi),
mengandung arti pertolongan dan
penjagaan. Sebagaimana firman Allah swt. :
Sesungguhnya Aku bersama kalian
berdua, Aku mendengar dan
meliha t.” (Qs.Thaaha :46).
Dan makna ma’a secara umum
sebagai predikat ilmu dan liputan. Allah
swt. berfirman :
“ Tiada pembicaraan rahasia antara
tiga orang, melainkan Dialah yang
keempat .” (Qs. Al-Mujaadilah : &).
Ibnu Syahin berkomentar : “Orang
seperti Anda benar-benar layak untuk
menyampaikan petunjuk kepada ummat,
mengenai Allah swt.”
5. ARASY
Edit : Pujo Prayitno
Dzun Nuun ditanya mengenai firman
Allah swt.
“ Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang
bersemayan di atas Arasy.” (Qs.Thaha : 5)
Jawabnya : “Yang Maha Pemurah
tidak akan sirna, san Arasy itu dicipta (baru)
. Sedangkan Arasy terhadap yang Maha
Pemurah (ar-Rahmaan) menjadi semayam (-
Nya).”
Ja’far bin Nashr ditanya soal ayat
tersebut. “Ilmu-Nya bersemayam terhadap
segala sesuatu. Dan sesuatu tidak ada yang
lebih dekat kepada-Nya dari sesuatu yang
lain.”
Ja’far ash-Shadiq berkata :
“Barangsiapa berpandangan bahwa Allah
swt. ada di dalam sesuatu, atau di atas
sesuatu, maka orang itu benar-benar
musyrik. Sebab apabila ada di dalam
sesuatu, Allah pasti terbatas. Jika dari
sesuatu, Allah pasti baru. Dan jika di atas
sesuatu, maka Allah mengandung sesuatu.”
Ja’far ash-Shadiq menafsiri
Kalamullah : “Kemudian Dia mendekat, lalu
tambah mendekat lagi.” (Qs. An-Najm : 8),
bahwa :Barangsiapa mengira bahwa dengan
sendirinya ia bisa mendekat, maka ia
menciptakan jarak di sana. Padahal
mendekat yang dimaksud dalam ayat
tersebut, selama ia mendekat kepada-Nya,
ia merasa jauh dari segala ma’rifat. Karena
tidak ada dekat dan tidak ada jauh.”
Al-Kharraz berkata : “Hakikat
mendengar adalah hilangnya sentuhan
sesuatu dari kalbu dan penenangan rasa
menuju kepada Allah swt.”
Ibrahim al-Khawwas menegaskan :
“Suatu ketika secara tidak sengaja aku
mendapati seorang lai-laki yang direkadaya
setan, sehingga aku harus mengumandang
adzan ke telinganya. Tiba-tiba terdengar
setan memanggilku dari lubang telinganya.
“Biarkan ia, aku akan membunuhnya,
karena ia berkata : Al-Qur’an adalah
makhluk.”
Ibnu Atha’ (Washil bin Atha’ al-
Mu’tazily) berkata : “Sesungguhnya Allah
swt. ketika menciptakan huruf-huruf. Dia
membuat rahasia bagi-Nya. Ketika Allah
mencipta Adam as. Diuraikan-Nya rahasia
itu, dan rahasia itu tidak tersebar di
kalangan Malaikat-Nya satu pun. Kemudian
hruf-huruf itu meluncur dari lisan Adam as.
Melalui struktur yang berlaku dan struktur
bahasa. Kemudian Allah menjadikan bentuk
pada huruf tersebut.”
Ibnu Atha’ menjelaskan bahwa huruf-
huruf tersebut adalah makhluk. Menurut
Sahl bin Abdullah, huruf sebenarnya
merupakan ucapan perbuatan, bukan
ucapan substansi (dzat). Sebab huruf
tersebut merupakan perbuatan dalam obyek
yang diperbuat.
Al-Junayd menegaskan soal dua
masalah urgen : “Tawakal adalah perbuatan
kalbu, dan tauhid merupakan ucapan
kalbu .”
Al-Husain bin Mansur berkata :
“ Siapa yang mengenal hakikat dalam tauhid,
maka gugurlah pertanyaan : Mengapa dan
bagaimana .”
Al-Wasithy menegaskan bahwa, tidak
ada yang lebih mulia dari makhluk Allah
ketimbang ruh.”
6. Allah Swt. YANG HAQ
Edit : Pujo Prayitno
Para Syeikh dari tharikat ini
mengatakan soal tauhid. Sesungguhnya Al-
Haq adalah Maujud, Qadim, Esa, Maha
Kuasa, Maha Perkasa, Maha Kasih, Maha
Menghendaki, Maha Mendengar, Maha
Agung, Maha Luhur,Maha Bicara, Maha
Melihat, Maha Besar, Maha Hidup, Maha
Tinggi, Maha Abadi dan selagalanya
bergantung kepada-Nya.
Allah Maha Mengetahui dengan sifat
Ilmu, Maha Kuasa dengan sifat Qudrat,
Maha Menghendaki dengan sifat Iradat,
Maha Mendengar dengan sifat Sama’, Maha
Melihat dengan sifat Bashar, Maha Bicara
dengan Kalam, dan Maha Hidup dengan
Hayat, serta Maha Abadi dengan Baqa’
Allah mempunyai Dua Hasta
kekuasaan (Dua Yad) yang merupkan sifat-
sifat yang dengannya menciptakan apa yang
dikehendaki-Nya. Maha Suci Allah dari
segala keharusan menentukan, dan hanya
bagi-Nya wajah yang bagus.
Sifat-sifat Dzat-Nya hanya khusus
bagi Dzat-Nya, tidak bisa dikatakan bahwa
sifat tersebut adalah Dia, dan bukan pula
sifat-sifat tersebut sebagai bujukan bagi-
Nya. Tetapi adalah sifat-Nya Yang Azali dan
Abadi.
Allah adalah Tunggal Dzat-Nya. Yang
tidak disamai oleh segala ciptaan, dan tidak
diserupai oleh semua makhluk.
Allah bukan jasad, materi, benda dan
bukan sifat baru, tidak tergambar oleh
khayal, tak terjangkau akal, tidak berpenjuru
dan bertempat. Tiada waktu dan zaman
yang berlaku bagi-Nya. Dan tidak ada
penambahan dan pengurangan bagi sifat-
sifat-Nya.
Allah tidak dikhususkan oleh bentuk,
tidak dipotong oleh pangkal dan batas, tidak
ditempati yang baru, tidak didorong ketika
berbuat. Tiada warna dan tempat bagi-Nya,
dan tidak ada pula pertolongan untuk
menolong-Nya.
Dari kekuasaan-Nya tidak muncul
yang terkira, dan dari hukum-Nya tidak
diragukan oleh penyimpangan. Dari Ilmu-
Nya tidak tersembunyi oleh yang diketahui-
Nya. Dan Dia tidak dicaci atas pekerjaan-
Nya, bagaimana dia mencipta dan apa yang
dicipta. Tidak bisa dikatakan kepada-Nya :
Di mana Dia, dan bagaimana Dia? Dan
wujud pun tidak akan berupaya membuka-
Nya, sehingga muncul kata-kata Kapan
ada? Keabadian-Nya tidak ada pangkalnya,
sehingga didkatakan : “Melampaui kekinina
dan zaman.” Tetapi Allah tidak bisa
dikatakan : “Mengapa Dia berbuat terhadap
sesuatu ?” Kenapa, tidak ada sebab
langsung terhadap pekerjaan-Nya.”
Allah juga tidak bisa dipertanyakan :
Apakah Dia? Karen Allah bukanlah jenis
yang ditandai oleh sejumlah tanda
bentuknya. Dia melihat bukan dengan cara
berhadapan. Dan Dia melihat kepada selain
Diri-Nya, bukan dengan penyerupaan. Dia
mencipta, tidak dengan langsung dan
mencoba-coba.
Dia memiliki Asmaul Husnah dan
Sifat-sifat Luhur. Dia melakukan sesuai
dengan kehendak-Nya, dan memberi
kehinaan kepada hamba-Nya lewat hukum-
Nya. Dalam kerajaan-Nya tidak ada yang
berjalan kecuali atas kehendak-Nya, dan
tidak terjadi dalam kerajaan-Nya melainkan
yang telah didahului Qadga’. Apa yang
diketaui dari ciptaan-Nya, maka hal itu
dikehendaki-Nya. Dan apa yang diketahui
sebagai sesuatu yang tidak terjadi dari apa
yang wenang. Dia berkehndak untuk tidak
terjadi.
Allah adalah Pencipta rezeki hamba-
hamba-Nya, kebaikan dan keburukan rezeki
itu. Allah pula yang menciptakan alam dari
materi dan submateri. Allah yang mengutus
utusan untuk para ummat bukan sebagai
kewajiban bagi-Nya. Allah sebagai Dzat
Yang disembah manusia melalui lisan Para
Nabi as, tidak seorang pun berpeluang
untuk mencaci dan mentang-Nya. Dan Nabi
kita Muhammad saw. ditetapkan melalui
mukjizat yang nyata dan ayat-ayat yang
cemerlang, yang tidak memberi keuzuran,
dan memberi penjelasan meyakinkan serta
mengenalkan mana yang mungkar. Khulafaur
Rasyidin yang menjaga kemilaunya Islam
setelah wafat Nabi saw. selanjutnya dijaga
oleh generasi yang memagari kebenaran
dan penolongnya yang menjelaskan lewat
hujjah agama melalui lisan para Auliya-Nya.
Umat Nabi saw. terjaga dari kesesatan
ketika melakukan “IJMA”. Dan rekayasa
kebatilan sirna melaui dalil-dalil yang
ditegakkan. Semuanya dilakukan oleh para
pejuang agama, karerna firman Allah swt :
“ Agar Dia memenangkannya di atas
segala agama-agama, meskipun orang-
orang musyrik benci .” (Qs. As-Shaff : ().
Sepanjag, Sidoarjo : 30 Nopember
2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar