Kamis, 30 Januari 2014

Bab 5 ,83 Tokoh Sufi

PARA TOKOH SUFI
Di cuplik dari buku :
“RISALATUL QUSYAIRIYAH”
Halaman : 485 s/d 547

Penyadur : Pujo Prayitno
Ketahuilah, ummat Islam setelah
periode Rasulullah saw. tidak memiliki suatu
nama tertentu pada masa mereka, kecuali
sebagai sahabat Rasulullah saw. Sebab,
tidak ada lagi yang mengungguli keutamaan
mereka, lalu mereka disebut sebagai
“Sahabat”.
Pada periode ke dua, mereka yang
berguru kepada para sahabat itu disebut
sebagai “Tabi’in”, sebagai suatu nama yang
sangat mulia. Lantas para generasi setelah
Tabi’in, dinamakan “Atbaa’u Tabi’in”.
Kemudian ummat Islam menjadi
sangat beragam, dan derajat status
keagamaan mereka pun semakin jelas. Bagi
kalangan khusus yang memiliki kepedulian
luar biasa dalam masalah keagamaan,
disebut sebagai ahli zuhud (zuhhaad) dan
ahli ibadat (‘ubbaad).
Di samping itu, muncul bid’ah yang
melahirkan berbagai perpecahan. Masing-
masing kelompok mengklaim di dalam
kelompoknya ada tokoh zuhud. Sedangkan
kalangan khusus dari ahli Sunnah, yang
senantiasa menjaga diri bersama Allah swt,
dan menjaga hatinya dari jalan-jalan
kealpaan, menamakan simbolnya dengan
nama “Tasawuf”. Sebuah nama yang
populer di kalangan tokoh-tokoh ulama
sebelum tahun 200.H.
Pada bagian ini kami menyebutkan
nama-nama tokoh-tokoh Sufi yang
merupakan syeikh dari tharikat ini; sejak
generasi pertama hingga kalangan mutakhir
mereka. Selintas kami uraikan perjalanan
dan ucapan-ucapannya, sebagai peringatan
dan pelajaran atas perilaku dan prinsip
mereka. Insya Allah swt.
( Tidak semua Sufi generasi
sebelumnya dicantumkan di buku ini oleh
Abul Qasim al-Qusyairy. Mereka yang ada
di buku ini merupakan pilihannya, dengan
tujuan tertentu, yakni memurnikan mazhab
moderat dalam Islam. Para Sufi di sinilah
yang mencerminkan pandangan tersebut.
Dan Tasawuf yang diuraikan dalam buku ini
merupakan refleksi dari tasawuf murni
tersebut .)
1.
ABDULLAH al-ABHURY
Abu bakr – Abdullah bin Thahir al-
Abhury (wafat sekitar 330H/942M.). Ia
termasuk teman asy-Syibli, dan tergolong
syeikh besar yang memiliki ilmu
pengetahuan luas dan wara’. Ia berguru
kepada Yusuf ibnu Husain dan tokoh
lainnya.
Di antara ucapannya : “Di antara
aturan kefakiran, seseorang tidak boleh
meraih kesenangan. Kalaupun harus ada
kesenangan, maka tidak boleh melampaui
kebutuhan sekedarnya.” Katanya pula : “Bila
anda mencintai Saudara demi Allah swt.
maka pergaulan dunia harus diminimalkan.
2.
RUWAYM BIN AHMAD
Abu Muhmmad – Ruwaym bin Ahmad
(wafat 303 H/915 M.), berasal dari Baghdad
dan menjadi tokoh terbesar di sana. Ia
dikenal sebagai ahli qiraat dan seorang ahli
fiqih dari mazhab Dawud.
Di antara ucapannya : “Di antara
kebijaksanaan orang yang bijak, hendaknya
ia memberi keluasan hukum kepada
temannya, sedang untuk dirinya memilih
hukum yang sempit. Sebab, keleluasaan
bagi mereka sebagai bentuk penyertaan
ilmu. Sedangkan penyempitan untuk dirinya
sebagai aturan wara’.
Abdullah bin Khafif berkata : “Aku
pernah meminta kepada Ruwaym, ‘Berilah
aku wasiat’ Ia menjawab, ‘Perkara tasawuf
tiada lain kecuali mencurahkan jiwa. Bila
anda berkenan, maka Anda masuk dengan
semangat tersebut. Bila tidak, Anda jangan
menyibukkan dengan lorong-lorong kaun
sufi.”
Ucapan-ucapan Ruwaym yang lain :
“ Engkau duduk besama manusia
pada umumnya, lebih selamat daripada
duduk bersama kaum Sufi. Khalayak
manusia duduk di atas aturan-aturan,
sedangkan kelompok Sufi duduk di atas
hakikat. Tuntutan khalayak adalah
menerapkan praktik lahiriah syariat,
sedangkan mereka menuntut dirinya dengan
hakikat wara’ dan pelestarian kejujuran hati.
Barangsiapa duduk dengan mereka, lantas
kontra dengan mereka dalam suatu
persoalan hakikat, Allah swt, akan mencabut
cahaya iman dari hatinya .”
“Aku pernah melintasi salah satu
jalan di Baghdad pada terik siang hari,
sedang aku sangat haus. Aku berusaha
amencari minuman di suatu rumah. Seorang
bocah wanita membukakan pintunya
sembari membawa cangkir. Ketika ia
memandangku, bocah itu berkata. “seorang
sufi minum di siang hari”...’ Maka, sejak
saat itu aku tidak pernah berbuka (putus
puasa)”.
“Apabila Allah swt, menganungerakan
rezeki kepada Anda dengan ucapan dan
perbuatan, Allah swt, akan menghilangkan
ucapan, dan melestarikan perbuatan. Sebab
yang demikian merupaka nikmat. Namun,
apabila Allah swt. melestarikan ucapan dan
menghilangkan perbuatan, itulah musibah.
Apabila kedua-duanya dihilangkan, itulah
penderitaan.
3.
Ahmad al-adamy
Abul Abbas – Ahmad bin Muhammad
bin Sahl bin Atha’ al-Adamy (wafat 309
H/921 M.), salah seorang tokoh terkemuka
di kalangan kaum Sufi, dan tergolong ulama
mereka. Al-Kharraz sangat mengagungkan
perilakunya. Ahmad termasuk teman al-
Junayd, dan berguru kepada ibrahim al-
Maristany.
Di antara ucapan-ucapannya :
“ Siapa mendisiplinkan diri pada etika
syariat, Allah swt. melimpahkan cahaya di
hatinya dengan nur ma’rifat. Tidak ada
maqam yang lebih mulia dibanding
mengikuti sang kekasih Muhammad saw.
dalam segala perintah, perbuatan dan
akhlaknya .”
“Kealpaan terbesar adalah kealpaan
hamba terrhadap Tuhannya – Azza wa Jalla
– kemudian alpa dari perintah dan larangan-
Nya, dan alpa dari adab bermuamalat
dengan-Nya.”
“Segala yang Anda tanyakan, maka
carilah dalam kebajikan ilmu; bila Anda
tidak menemukan, carilah di medan hikmah.
Bila tidak Anda temukan, maka timbanglah
dengan tahuid. Masih saja tidak Anda
temukan pada ketiga tempat di atas, maka
pukulkan ke muka setan!.”
4.
Ibrahim bin adham
Abu Ishaq – Ibrahim bin Adham bin
Manshur (1616 H.778 M.), dari daerah
Balkh. ( Balkh adalah daerah di bawah
kekuasaan Khurasan, yang kemudian
menjadi pusat kebudayaan dan keagamaan
masa kerajaan Thakharistan. Dibuka oleh
Ahmad bin Qais pada tahun 653m ). Ibrahim
merupakan salah seorang anak raja. Suatu
hari ia keluar untuk berburu. Ia sangat
menginginkan memburu kelinci. Lalu ada
sebuah bisikan, “hai Ibrahim, apakah untuk
itu engkau diciptakan? Apakah dengan
(perburuan) itu engkau diperintah?”
Kemudian bisikan itu muncul kembali,
“Tidak untuk itu engkau diciptakan, dan
tidak pula untuk tindakan demikian
diperintahkan.”
Ibrahim langsung turun dari kudanya.
Ia menemui penggembala yang bekerja
untuk ayahnya. Baju won penggembala itu
diambil dan dipakai. Sementara kuda dan
apa yang dimilikinya diberikan kepada
penggembala itu. Ia pergi melintasi padang
pasir, sampai masuk di Mekkah. Di sana ia
berguru kepada Sufyan ats-Tsaury dan al-
Fudhail bin ‘Iyadh. Akhirnya mukim di Syam
dan meninggal di sana.
Ibrahim makan dari hasil jerih
payahnya sendiri, seperti bekerja sebagai
pengetam dan pekerjaan lain di kebun-
kebun, serta yang lainnya.
Suatu ketika ia pernah di apdang
pasir berjumpa seseorang yang mengajari
Asma Allah Yang Agung. Kemudian ia
berdoa dengan Asma Allah tersebut, setelah
itu tiba-tiba melihat Khidhr, a.s. yang
berkata kepadanya, “Orang yang
mengajarimu Asma Allah Yang Agung itu
adalah saudaraku Daud.” Kami
mendapatkan kisah ini dari Abu
Abdurrahman as-Sulamy, “Ibrahim bin
Bisyar berkata : “Aku belajar kepada
Ibrahim bin Adham, dan aku bertanya
kepadanya, “Kabarkanlah tentang awal mula
perjalanan ruhanimu!” Lalu Ibrahim
menyebutkan kisah tersebut.”
Doa yang sering dibaca adalah : “ Ya
Allah, pindahkanlah diriku dari kehinaan
maksiat kepada-Mu menuju keagungan taat
kepada-Mu !.”
Suatu ketika ia pernah berkata
kepada seseorang yang sedang thawaf,
“Ketahuilah, Anda tidak akan memperoleh
derajat orang-orang saleh, sampai Anda
melampaui enam langkah ini : Pertama ,
Anda menutup pintu nikmat dan membuka
pintu bencana. Kedua : Anda menutup pintu
kemuliaan dan membuka pintu kehinaan.
Ketiga , Anda menutup pintu istirahat dan
membuka pintu ketekunan. Keempat, Anda
membuka pintu tidur dan membuka pintu
jaga. Kelima, Anda menutup pintu kekayaan
dan membuka pintu kefakiran. Keenam ,
Anda menutup pintu angan-angan dan
membuka pintu persiapan kematian.”
Suatu hari Ibrahim sedang menjaga
tanaman anggur. Seorang tentara lewat, dan
meminta, “Berikan kami anggur itu!” Ibrahim
menjawab, “Pemiliknya tidak menyuruhku
memberikan kepada Anda.” Seketika itu
pula tentara tadi memukul Ibrahim dengan
cemetinya. Namun demikian Ibrahim justru
menyodorkan kepalanya, sembari berkata,
“Pukullah kepalaku yang selalu maksiat
kepada Allah saw. ini” Tentara itu pun
lunglai dan pergi berlalu begitu saja.
Sahl bin Ibrahim berkata : “Aku
bertemu dengan Ibrahim bin Adham, lantas
aku sakit. Ia memeberikan nafkahnya untuk
diriku. Suatu saat aku ingin sekali pada
sesuatu, lantas Ibrahim menjual kudanya,
dan uangnya diberikan kepadaku. Ketika aku
ingin minta penjelasan, “Hai Ibrahim, mana
kudanya? Ia menjawab, ‘Sudah kujual!’
Kukatan, ‘Lanatas aku naik apa?’
Dijawabnya, “Saudaraku, engkau naik di
atas leherku.’ Dan benar, sepanjang tiga
pos ia menggendongku.”
5.
Ali al-ashbahany
Abul Hasan – Ali bin Sahl al-
Ashbahany, merupakan salam seorang
teman al-Junayd. Ia pernah dipaksa
membayar dari hutang kendaraan oleh Amr
bin Utsman al-Makky, kemudian
melunasinya, yakni sebesar tigapuluh ribu
dirham. Ali bertemu dengan Abu Turab an-
Nakhsyaby serta generasi kaum Sufi.
Di antara ucapannya : “Bersegra
menuju taat kepada Allah swt. merupakan
tanda-tanda taufik. Sedangkan menjauhkan
diri dari pelanggaran adalah salah satu
tanda-tanda kebaikan menjaga diri.
Sedangkan menjaga rahasia-rahasia
termasuk tanda-tanda tergugahnya jiwa.
Memamerkan pengakuan-pengakuan
termasuk ketololan manusia. Siapa yang
tidak benar awal kehendaknya, tidak akan
selamat akibat-akibat akhirnya.
6.
HATIM AL-ASHAM
Abu Abdurrahman – Hatim bin Alwan,
populer dengan panggilan al-Asham (wafat
237 H/851 M.), termasuk salah seorang
tokoh besar di Khurasan. Ia murid dari
Syaqiq dan guru dari Ahmad bin
Khadhrawaih. Dikisahkan, bahwa
sebenarnya ia bukanlah orang yang tuli
(asham) tetapi karena sering berpura-pura
tuli, ia populer dengan panggilan si tuli.
Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq –
rahimahullah ta’ala – berkata : “Ada wanita
yang datang kepada Hatim, untuk suatu
masalah yang harus diselesaikan. Tiba-tiba
muncul suara (semacam kentut) ketika itu.
Wanita itu tampak berubah roman mukanya,
karena malu. Hatim lantas berkata : “Tolong
keraskan suaramu!’ Hatim menampakkan
seakan-akan dirinya tuli. Melihat ketulian
Hatim, wanita itu berubah menjadi amat
gembira. Lantas wanita itu bilang,
“Sungguh, Hatim itu tidak dapat
mendengarkan suara.” Sejak saat itu ia
dikenal dengan sebutan al-Asham (si Tuli).”
Di antara ucapannya : “Tiada pagi,
tanpa ucapan setan yang muncul, ‘Anda
mau makan apa? Mau memakai pakaian
mana? Mau ke mana hari ini? Lantas ku
katakan pada setan, “Aku akan makan
kematian dan meakai kafan, serta aku akan
menghuni kuburan.”
Ia pernah ditanya, “Apa yang paling
Anda senangi?” Ia menjawab “Aku senang
menjadi orang yang diampuni sejak siang
hari sampai malam hari.” Ditanya lagi,
“Bukankah hari-hari penuh ampunan?” Ia
menjawab, ‘Ampunan hari ini adalah bahwa
diriku, pada hari ini, tidak maksiat kepada
Allah swt.”
Ia mengisahkan, “Dalam suatu
pertempuran, aku tertangkap oleh tentara
Turki. Lantas aku ditelentangkan hendak
dipenggal. Dalam keadaan seperti itu, hatiku
sama sekali tidak berubah, bahkan aku
menunggu apa hukuman Allah swt, yang
akan dijatuhkan kepadaku. Di saat tentara
musuh itu mencabut pedang dari sarungnya,
tiba-tiba ada anak panah yang menghujam
tubuhnya, hingga ia terbunuh dan terlempar
dariku dengan sendirinya. Lantas aku
bangkit dari tempat pembaringanku.”
Ucapan yang lain, “Siapa yang
memasuki mazhab kami (Tasawuf),
hendaknya empat perkara kematian ini ada
dalam dirinya : (1) Mati putih, yaitu
berlapar-lapar; (2) Mati hitam, yaitu
menanggung beban penderitaan orang lain;
(3) Mati meraha, yaitu beramal secara ikhlas
dalam menetang hawa nafsu; dan (4) mati
hijau, yaitu membuang ketololan satu demi
satu .”
7.
Abu sa’id ibnul a’raby
Abu Sa’id – Ahmad bin Ziyad al-
Bashry al-A’raby (246-340 H/860 – 952 M.),
bertempat tinggal di al-Haram, dan berguru
kepada al-Junayd, Amr bin Utsman al-
Makky dan an-Nury, serta ulama Sufi
lainnya.
Di antara ucapannya : “Orang yang
paling merugi adalah orang yang
memamerkan amal perbuatannya di
hadapan manusia, dan menempatkan
perbuatan buruknya kepada Dzat Yang lebih
Dekat dibanding urat nadinya.”
8.
Abul khair al-aqtha’
Abul Khair al- Aqtha’ (wafat 340
H./952 M.), berasal dari Maghriby, tinggal di
sebuah kandang, Beliau memiiki banyak
karamah dan firasat yang tajam. Budi
pekertinya sangat agung.
Di antara ucapannya : “Tidak seorang
pun mencapai tahap kemuliaan, kecuali
menetapi keserasian, memeluk adab serta
menunaikan fardlu dan kewajiban, dan
bergaul dengan orang-orang shaleh.
9.
Ahmad al-anthaky
Abu Ali – Ahmad bin Ashim al-
Anthaky, salah satu teman Bisyr ibnul Harits,
Sary as-Saqathy dan al-Harits al-Muhasiby.
Abu Sulaiman ad-Darany memberi nama
dengan sebutan “Si Mata-mata
Hati” (Jasusul Qulub) karena firasatnya yang
tajam.
Di antara ucapannya : “Bila engkau
mencari kesalehan hatimu, mohonlah
pertolongan kepada-Nya agar menjaga
lisanmu .”
Ia juga berkata dengan mengutip
sebuah ayat : “Sesungguhnya harta-hartamu
dan anak-anakmu menjadi ujian (bagimu)
(Qs. At-Taghabun : 15), dan kami senantiasa
meraih tambahan cobaan itu.”
10.
Abu hamzah al-bazzar
Abu Hamzah al-Baghdady al-Bazzar
(wafat 289 H./902 M.), Ia mangkat sebelum
al-Junayd wafat, dan termasuk salah
seorang sahabat karibnya. Berguru kepada
Sary dan al-Hasan al-Masuhy. Dikenal
sebagai ulamma ahli fiqih dan qiraat. Ia
salah seorang putra dari Isa bin Abban.
Ahmad bin Hanbal – rahimahullah – pernah
ebrtnya kepadanya : “Hai orang sufi, apa
yang kau katakan dalam masalah ini.....?
Dikisahkan, al-Bazzar sedang
berceamah di majelaisnya apda hari Jum’at.
Tiba-tiba ia mengalami ekstase, dan terjatuh
dari kursinya. Minggu depannya, beliau pun
meninggal dunia.
Di antara ucapannya : “Barangsiapa
mengetahui Jalan menuju Allah swt. Allah
memudahkan jalan untuk menempuhnya.
Tidak ada dalil dalam menempuh tharikat
kepada Allah SWT. kecuali mengikuti Rasul
saw. dalam setiap kondisi, perbuatan dan
ucapannya.”
Ia berkata : “Siapa pun yang
dilimpahi rezeki tiga perkara, akan selamat
dari bencana : Perut yang kosong diserta
hari yang penuh rasa terima; kefakiran yang
langgeng diserta zuhud yang hadir; serta
kesabaran yang sempurna diserta dzikir
yang langgeng pula .”
11.
Abu ubaid al-bisry
Abu Ubaid al-Bisry salah seorang
pemuka para syeikh berguru kepada Abu
Turab an-Nakhsyaby, Ahmad ibnul Jalla’
pernah berkata : “Aku pernah berjumpa
dengan enamratus syeikh, namun tidak
seperti empat syeikh ini : Dzun Nuun al-
Mishry; Ayahandaku, Abu Turab an-
Nakhsyaby dan Abu Ubaid al-Bisry.”
12.
Abu yazid al-bisthamy
Abu Yazid – Thayfur bin Isa al-
Bisthamy (188-261 H./804-875 M.).
Kakeknya seorang Majusi namun telah
masuk Islam. Ia merupakan salah satu dari
tiga bersaudara : Adam, Thayfur dan Ali.
Mereka semua ahli zuhud dan ibadat.
Sedangkan yang paling agung budinya di
antara meeka adalah Abu Yazid.
Abu Yazid pernah ditanya :
“Bagimana Anda dapat sampai pada tahap
ini?” Ia menjawab : “Dengan perut yang
lapar dan tubuh yang telanjang.”
Di antara ucapannya : “Aku
bermujahadah selama tiga puluh tahun.
Tidak ada yang lebih memberatkan diriku,
kecuali ilmu dan melaksanakannya. Kalau
bukan karena adanya perbedaan
pandangan antar Ulama, tentu aku masih
muncul. Sedangkan perbedaan di antara
para ulama merupakan rahmat, kecuali
dalam masalah konsentrasi (tajrid) tauhid.”
Dikatakan : “Abu Yazid al-Bisthamy
tidak akan wafat, kecuali seluruh kandungan
Al-Qur’anul Karim tampak jelas.”
Abu Yazid berkata : “Kami pergi
untuk menemui seseorang yang populer
kewaliannya. Orang tersebut juga terkenal
zuhudnya. Lalu kami menuju kepada orang
itu. Ketika ia keluar dari rumah dan masuk
masjid, ia meludah yang bersesuaian
dengan arah kiblat. Kami langsung pergi
begitu saja tanpa mengucapkan salam
kepadanya. Kukatakan, bahwa orang itu
tidak mampu bersikap amanat dalam
menjaga adab Rasulullah saw. Lalu
bagaimana ia dipercaya atas apa yang
dikaitkan dalam simbol dirinya?”
Ia berkata : “Aku berhasrat untuk
memohon kepada Allah swt. agar diberi
kecukupan biaya makan dan isteri. Lantas
aku berkata pada diri sendiri, ‘Bagaimana
aku memohon kepada Allah swt. dengan
permohonan semacam ini, padahal
Rasulullah saw. tidak pernah memohonnya?’
Lalu aku tidak memohon. Namun, Allah swt.
justru mencukupi diriku dan biaya hidup
isteri. Bahkan aku tidak peduli apakah yang
berada di hadapanku itu wanita ataukah
tembok.”
Ketika ditanya awal mula zuhudnya,
ia berkata : “Bagi orang yang zuhud tidak
mempunyai tempat.” Lalu ditanya :
“Mengapa?” Ia menjawab : “Sebab, sejak
tiga hari aku berada dalam zuhud, ketika
hari ke empat aku keluar dari zuhud. Pada
hari pertama, kau zuhud dari dunia dan
seisinya. Pada hari kedua, aku zuhud dari
akhirat dan seisinya. Sedang hari ke tiga,
aku zuhud dari segala hal selain Allah swt.
Kemudian hari keempat, tidak tersisa sama
sekali pada diriku kecuali Allah swt. Aku
benar-benar memahaminya. Lantas hatiku
berbisik : “Wahai Abu Yazid, janganlah takut
bersama Kami!” Aku pun berkata : “Inilah
yang kuharapkan.” Lalu ada suara berbisik :
“Engkau telah menemukan, engkau telah
menemukan.”
Abu Yazid ditanya : “Apa yang paling
berat dalam penempuhan Anda di jalan
Allah?” Ia menjawab : “Tidak dapat
disebutkan.” Ditanya lagi : “Apa yang
teringan yang Anda pernah temui dalam diri
Anda, dari diri Anda sendiri?” Ia
menjawab : “Kalau yang ringan itu, memang
benar terjadi. Aku pernah berdoa agar diberi
kemudahan dalam taat. Namun tidak
dikabulkan, malah aku terhalang dari air
selama setahun.”
Dikatakannya pula : “Sejak tigapuluh
tahun aku shalat, sementara keyakinanku
dalam hati di seetiap shalat, terasa seakan-
akan aku ini orang Majusi. Aku ingin sekali
memotong tali pengikatku.”
Di antara ucapannya : “Bila anda
sekalian melihat seseorang diberi karamah-
karamah, bahkan dapat terbang di udara,
maka Anda sekalian jangan tertipu, sampai
Anda benar-benar menyaksikan bagaimana
orang tersebut menjalankan perintah dan
menjauhi larangan, menjaga hukum-hukum
serta menunaikan syariat .”
Pamanku meriwayatkan tentang al-
Bisthamy dari ayahnya, yang berkata : “Abu
Yazid pernah pergi suatu malam menuju
surau untuk dzikir kepada Allah SWT.
sembari bersandar di dinding surau. Hingga
dini hari, ternyata tidak berdzikir. Aku
bertanya kepadanya perihal keadaan seperti
itu. Ia berkata : “Aku teringat akan kata-
kataku sendiri semasa kecil dulu. Itulah
yang membuatku malu untuk berdzikir
kepada Allah swt.
13.
Syaqiq al-balkhy
Abu Ali – Syaqiq bin Ibrahim al-
Balkhy (wafat 139 H./810 M.), salah seorang
di antara tokoh-tokoh besar Khurasan. Ia
adalah guru dari Hatimal-Asham.
Dikisahkan, tentang penyebab
zuhudnya, bahwa ia adalah salah seorang
dari anak kalangan orang-orang berada.
Suatu ketika ia melakukan lawatan ke Turki
untuk suatu kepentingan bisnis. Dan
kepergiannya itu merupakan yang pertama
kali baginya. Suatu saat ia masuk ke pura
patung. Penjaga pura itu, rambut dan
jenggotnya dicukur, pakaiannya dari jenis
sutera arjuwaniya. Syaqiq berkata kepada si
penjaga : “Bukankah Anda mempunyai
Pencipta Yang Maha Hidup, Maha Tahu,
dan Maha Kuasa, maka sembahlah Dia.
Jangan menyembah patung-patung yang
tidak membahayakan atau memberi manfaat
kepada diri Anda!” Penjaga itu pun
menjawab : “Bila Dia sebagaimana Anda
ucapkan, tentu Dia dapat memberi rezeki
kepada diri Anda di negara Anda sana.
Mengapa Anda bersusah payah datang
kemari untuk bisnis? Seketika Syaqiq pun
menjadi sadar, dan sejak saat itu ia
mengambil jalan zuhud .
Dikatakan, di antara peyebab
zuhudnya, bahwa ia melihat seorang budak
yang sedang bermain-main dengan penuh
suka cita di musim kemarau dan paceklik.
Orang-orang sangat prihatin kala itu. Syaqiq
bertanya : “Apa yang membuatmu bersuka
cita seperti ini?” Bukankah engkau melihat
kesengsaraan manusia di musim kemarau
dan paceklik ini?” Budak itu menjawab :
“Bagiku kesengsaraan itu tidak ada. Tuanku
berada di suatu desa yang bersih, siapa
saja masuk di sana dan apa pun yang kami
butuhkan tercukupi.” Sejenak Syaqiq sadar,
dan berkata pada diri sendiri : “Kalau
tuannya berada di suatu desa, dan ia
tergolong makhluk yang fakir, sementara
dirinya tidak peduli terhadap rezeki; lalu
layakkah seorang Muslim mementingkan
rezekinya, sedang Tuannya Maha Kaya ?”
Hatim al-Asham berkata : Syaqiq al-
Balkhy tergolong kaya raya, Ia menghidupi
pada pemuda pada masanya. Sedangkan
Gubernur Balkh kala itu adalah Ali bin Isa
bin Mahan. Sang Gubernur ini sangat
menyayangi anjing pemburu miliknya. Suatu
saat salah satu anjingnya hilang. Lantas
anjing ini ditemukan berada di tempat
seseorang laki-laki yang menjadi tetangga
Syaqiq. Laki-laki itu pun dicari, namun ia
lari dan bersembunyi di rumah Syaqiq.
Lantas Syaqiqi pergi ke rumah Gubernur
dan berakata, “Tolong berri jalan. Soal
anjing itu ada di rumahku, kukembalikan tiga
hari lagi.” Para pengawal Gubernur
menyilahkan Syaqiq, dan setelah itu Syaqiq
kembali pulang. Pada hari ketiga, seorang
sahabt Syaqiq yang sudah lama menghilang
dari Balkh datang. Sahabat itu menemukan
anjing yang lehernya berkalung di jalan,
lantas anjing itu pun dibawanya. “Lebih baik
anjing ini kuberikan saja kepada Syaqiq,
sebab ia sibuk dengan kaum muda,” kata si
sahabt tersebut. Ketika Syaqiq melihatnya,
ternyata anjing tersebut adalah anjing
Gubernur. Syaqiq amat girang, dan anjing
itu tepat pada hari ke tiga dibawa kepada
Gubernur, dan ia bebas dari beban. Allah
swt. kemudian melimpahkan rezeki
kesadaran, dan Syaqiq bertobat dari
perilaku sebelumnya, kemudian menempuh
jalan zuhud.”
Hatin al-Asham menceritakan
kisahnya ketika bersama Syaqiq. “Kami
pernah bersama denegan Syaqiq dalam
satu berisan tempur ketika memerangi
orang-orang Turki. Saat itu tidak terlihat
kecuali kepala-kepala manusia yang aneh,
busur-busur panah yang patah dan pedang-
pedang yang putus. Syaqiq berkata
kepadaku : “Bagaimana dengan dirimu, hari
ini, wahai Hatim?” Apakah engkau
melihatnya seperti kejadian semalam ketika
engkau diusir oleh isterimu?” Aku berkata,
“Tidak demi Allah!” Syaqiq berkata :
“Namun, bagiku, demi Allah, pada hari ini
sama dengan dirimu pada malam itu.”
Kemudian Syaqiq tidur di antara dua rak,
berbantalkan perisai, hingga terdengar gerit-
geritnya.”
Di antara ucapan Syaqiq : “Bila Anda
ingin mengenal seseorang, maka kenalilah;
apakah ia memilih janji Allah swt, atau
memilih janji menusia. Lebih condong ke
mana orang tersebut, maka akan kelihatan
pribadinya.”
Katanya pula : “Takwa seseorang
diketahui atas tiga hal : Mengambil,
mencegah dan berbicara.”
14.
Muhammad ibnul fadhl al-balky
Abu Abdullah -- Muhammad ibnul
Fadhl al-Balkhy (wafat 319 H./931 M.), asli
penduduk Balkh, kemudian bertempat
tinggal dan hingga wafat di Samarkand.
( Samarkand, merupakan kota Islam, yang
dulu berada di bawah kekuasaan Uni Sovyet
(sebelum komunis runtuh). Kota ini juga
pernah direbut oleh Jangis Khan (1229M.),
kemudian dikuasai oleh Timur Leng .)
Ia berguru kepada Ahmad bin
Khadharwaih dan yang lainnya. Abu Utsman
al-Hiry menaruh perhatian yang sangat
besar kepada Muhammad ibnul fadhl.
Suatu saat Ab Utsman al-Hiry menulis
surat kepada Muhammad ibnul Fadhl al-
Balkhy, bertnya kepadanya : “ Apakah
tanda-tanda celaka?” Al-Balkhy menjawab :
“Ada tiga hal : Seseorang diberi rezeki ilmu
tapi terhalang untuk beramal; seseorang
diberi amal tetapi terhalang keikhlasannya;
dan seseorang diberi rezeki dapat
bersahabt dengan orang-orang shaleh tetapi
tidak menghormati mereka .”
Abu Utsman al-Hiry berkata :
“Muhammad ibnul Fadhl al-Balkhy adalah
agen para sufi.
Di antara ucapan Al-Balkhy adalah :
“Musnahnya Islam karena empat hal :
“Mereka tidak mengamalkan apa yang
diketahui; mengamalkan apa yang tidak
diketahui; tidak mau belajar apa yang tidak
diketahui; dan menghalangi orang lain untuk
belajar.”
Dikatakannya pula : “Sungguh
menakjubkan bagi orang yag melintasi
padang tandus menuju rumahnya. Lantas
orang itu melihat pengaruh-pengaruh
kenabian. Bagaimana ia tidak melwetai
nafsu dan hawanya, agar sampai ke hatinya,
sehingga melihat pengaruh-pengaruh
Tuhannya Azza wa Jalla?.”
Dan berkata : “Bila Anda melihat
seorang penempuh yang selalu menambah
harta dunia, itu pertanda bahwa ia akan
berpaling .”
Ketika ditanaya perihal zuhud, ia
menjawab : “Memandang pada dunia
dengan sebelah mata, dan kontra dunia
dengan penuh harga diri, bangga dan
prestisiuas.”
15.
Abul husain bin bunan
Abul Husain bin Bunan, bernisbat
kepada Abu sa’id al-Kharraz, salah seorang
tokoh sufi besar di Mesir.
Katanya : “Setiap Sufi, diuji oleh
hasrat meraih rezei di hatinya, maka
beramal itu lebih dapat mendekatkan diri
kepda-Nya. Tanda-tanda ketenangan kalbu
di sisi Allah swt, bila seseorang lebih
besikukuh pada apa yang ada di Tangan
Allah swt, dibanding apa yang diupayakan
dirinya .”
Juga dikatakan : “Jauhilah akhlak
yang hina, sebagaimana kamu sekalian
menjauhi perkara haram.”
16.
Ali al-busyanjy
Abul Hasan – Ali Ahmad bin Sahl al-
Busyanjy (wafat (348H./959M.), salah
seorang pemuda Khurasan, yang kemudian
bertemu dengan Abu Utsman, Ahmad bin
Atha, Ahmad al-Jurairy dan Abu Amr ad-
Dimsyqi.
al-Busyanjy ditanya tentang Muru’ah,
“Meninggalkan upaya menggunakan hal-hal
yang diharamkan atas dirimu bersama-sama
kalangan mulia yang sjaleh.”
Ada seseorang meminta kepadanya
agar di doakan : “Doakan kepada Allah
untukku!” al-Busyanjy menjawab : “Semoga
Allah melindungimu dari fitnahmu.”
al-Busyanjy berkata : Iman pertama
tergantung apda akhirnya.”
17.
Muhammad at-tirmidzy
Abu –Abdullah – Muhammad bin Ali
at-Tirmidzy, adalah salah seorang tokoh
besar di kalangan syeikh tharikat. IA
mengarang beberpa kitab mengenai ilmu
tasawuf. Di antara guru-gurunya, antara lain
Abu Turab an-Nakhsyaby, Ahmad bin
Khadarwaih dan Ahmad ibnul Jalla,” serta
yang lainnya :
Ketika ditanya tentang sifat makhluk,
ia menjawab : “Lemah yang tampak, dan
pengakuan-pengakuan yang digelar.”
Dikatakannya : “Aku tidak pernah
menyusun satu huruf pun dengan angan-
angan. Dan tidak satu pun susunan
karangan itu dikaitkan pada diriku. Tapi bila
desakan waktuku muncul, aku berusaha
menghibur diri dengan mengarang.”
At.Tirmidzy bertemu dengan Dzun
Nuun al-Mishry di Mekkah, ketika musim
haji.
18.
Sahl at-tustary
Abu Muhammad- Sahl Abdullah at-
Tustary (200 -283 h>/815 – 896 M.), is salah
seorang imam sufi. Pada jamannya tidak
ada orang yang memiliki muamalat dan
wara’ seperti dirinya. Ia memiliki karamah
luar biasa. Ia bertemu Dzun Nuun al-Mishry
ketika berhaji ke Mekkah.
Dalam kisahnya : “Di saat berusia
tiga tahun, aku bangun malam menunggu
shalat Pamanku, Muhammad Sawar. Paman
selali beribadat sepanjang malam. Kadang-
kadang ia berkata kepadaku, ‘Hai Sahl,
kamu pergi saja, dan tidurlah. Hatika
terganggu karenamu!”.
Ia mengishakan : “Suatu hari paman
berkata kepadaku : “Apakah engkautidak
dzikir kepada Allah swt.yang
menciptakanmu?” Aku menjawab :
“Bagaimana cara aku berdzikir kepada-
Nya?” Paman berkata : “Katakan dalam
hatimu, pada saat memakai baju, tiga kali,
tanpa menggerakkan lisanmu : “Allah
bersamaku (Allah Ma’y), Allah Melihat diriku
(Allah Nadziry ilayya), Allah menyaksikanku
(Allah syaahidy) ” Perintah paman itu ku
lakukan selama tiga malam. Selanjutnya
beliau mengajariku : “Ucapkan setiap
malam sebelas kali!” lanjut paman. Setelah
itu hatiku menjadi manis. Setahun kemudian
paman berkata : “Jagalah apa yang
kuajarkan kepadamu, dan lestarikan, hingga
ke liang kubur nanti! Sebab ucapan dalam
hati itu akan bermanfaat di dunia hingga
akhirat .” Kulaksanakan hingga bertahun-
tahun, sampai akhirnya kurasakan
kemanisan dalam rahasia batinku.
Pada suatu hari paman berkata
kepadaku : “Wahai Sahl, apabila seseorang
senantiasa bersama Alalh, dan Allah Melihat
dan Menyaksikan orang itu, apakah orang
itu akan berbuat maksiat kepada-Nya?
Takutlah engkau akan maksiat.”
Saat itu aku sendiri, kemudian orang-
orang menyuruhku pergi ke seorang guru.
Aku katakan : “Sungguh lebih aku takuti bila
hasratku harus berpisah dengan diriku.”
Namun mereka tetap mendorongku agar
mendatangi seorang guru untuk belajar, dan
kelak pulang kembali. Aku pun mendatangi
seorang guru. Di sana aku menghafal Al-
Qur’an, ketika usiaku baru enam tahun atau
tujuh tahun. Pada saat itu aku berpuasa
sepanjang tahun. Yang kumakan hanya roti
gandum sampai aku bersuia duabelas
tahun. Tiba-tiba aku sangat berkeinginan,
pada saat usiaku mengijak 13 tahun.
Kukatakan kepada keluargaku agar
mengirimkuke Bashrah. Dan benar,
sesmapia di Basrah aku bertanya siapa para
ulamanya. Tidak seorang pun mau
menjawab pertanyaanku secara
memuaskan. Lantas aku menuju Abadan,
(Sebuah kota di wilayah teluk Arab (dan
saat ini salah satu kota penting di negara
Iran). Mendatangi seseorang bernama Abu
Hubaib Hamzah bin Abdullah al-Abadany.
Aku mohon agar diperkenankan belajar
kepadanya, dan ia pun mengizinkan.
Beberapa lama aku menetap di sana,
belajar atas nasihat dan budi pekertinya.
Hingga, akhirnya aku kembali pula ke
Tustar.
Makanan pokokku kujadikan sangat
terbatas, karena hanya sedirham untuk
membeli gandum, yang kemudian kujadikan
adonan roti. Aku berbuka sesuap, ketika
saat sahur tiba setiap malam, tanpa ada
garam dan lauk. Anehnya dirham tersebut
cukup unutk makan setahun. Aku berrhasrat
untuk tiga malam sekali makan, kemudian
sekali makan selama lima malam, tujuh
malam dan kemudian limabelsa malam
sekali. Selama duapuluh tahun, cara seperti
itu kulakukan. Lantas aku keluar ke berbagai
daerah beberpa tahun, beru kemudian
kembali ke Tustar. Sepanjang malam aku
tidak pernah tidur.
Di antara perkataannya : “Setiap
perbuatan yang dilakukan seorang hamba,
tanpa disertai bimbingan, baik itu perbuatan
tat ataupun maksiat, berati menghidupkan
nafsu. Dan setiap perbuatan yang dilakukan
hamba dengan bimbingan, berati siksaan
terhadap nafsu.”
19.
Muhammad ats-tsaqafy
Abu Ali – Muhammad Abdul Wahab
ats-Tsaqafy (wafat 328 H/940M), seorang
imam pada zamannya. Berguru kepada Abu
Hafs dan Hamdun al-Qashshar. Dari Abu
Ali, tasawuf di Naisabur mulai semarak.
Di antara ucapannya : “Jika ada
seseorang mengumpulkan seluruh ilmu, dan
berguru kepada tokoh-tokoh dari berbagai
lapisan manusia, sungguh ia tidak akan
mencapai prestasi ketokohannya, kecuali
melalui riyadhah lewat seorang syeikh,
seorang imam atau seorang pembimbing
tatacara etikanya dari seorang guru, berarti
ia telah menmapakkan caacat amal-amalnya
dan kesombngan dirinya. Tentu, orang
seperti itu tidak dapat diikuti dalam
kebenaran kerjasamanya.”
Ia berkata : “Pada ummat ini kelak
akan datang suatu zaman, dimana bekerja
mencari kehidupan bagi seorang Mikmin
tidak akan layak, kecuali bersandar kepada
orang munafik .”
Dikatakannya pula : “Cegahlah dirimu
dari kesibukan dunia bila mengganggu di
hadapanmu. Dan cegahlah, ketika dunia
meninggalkan penyesalan-penyesalan
kepada dirimu. Orang yang cerdas adalah
orang yang tidak pernah bersandar pada
sesuatu, dimana sesuatu itu menjadi
pengganggunya, dan melahirkan sesal
kemudian ketika berbalik.”
20.
Ahmad al-jurairy
Abu Muhammad – Ahmad bin
Muhammad ibnul Husain al-Jurairy, adalah
salah satu tokoh besar murid al-Junayd. Ia
menduduki posisi al-Junayd
sepeninggalnya. Sahl bin Abdullah menjadi
salah seorang muridnya. Dan al-Jurairy
memang dikenal menguasai ilmu
pengetahuan Sufi di lapisan kalangan Sufi
sendiri.
Ahmad bin Atha’ar Rudzbary
mengisahkan : “Berselang setahun dari
wafat al-Jurairy, aku melewati rumahnya.
Tiba-tiba tampak ia duduk bersandar,
sedang kedua lututnya menempal de
dadanya, sembari tangannya
mengisyaratakan kepada Allah swt.
Di antara ucapannya : “Barangsiapa
dikuasai oleh nafsunya, ia akan menjadi
tahanan dalam pemerintahan syahwat,
terkungkung dalam tahanan hawa nafsu, dan
Allah swt. mengharamkan faedah-faedah
dalam hatinya. Karenanya, ia tidak mampu
menikmati Kalam Allah swt. Yang Haq dan
tidak pula berkenan di sana, walaupun
seringkali mengucapkan kalam tersebut.
Karena Firman Allah swt : “ Aku akan
memalingkan dari ayat-ayat-Ku, orang-orang
yang menyombongkan diri di muka bumi
tanpa alasan yang benar .” (qs. Al-A’raaf :
146).
Ia berkata : “Memandang terhadap
hal-hal yang prinsip ( wshul) dengan
mengaitkan penggunaan terhadap hal-hal
furu’, dan pembenaran furu’ dengan
mempertentangkan pada yang ushul, (maka
ingatlah), tiada jalan mencapai tahap
musyahadah ushul, kecuali dengan
mengagungkan apa yang ktelah diagungkan
oleh Allah swt. dalam bidang pendukung
ushul dan furu’.
21.
Ahmad ibnul jalla’
Abu Abdullah --- Ahmad bin Yahya
al-Jalla’, asli Bagdad, dan pernah di
Ramalah (Sebuah wilayah di Palestina,
arahnya timur laut dari Masjidil Aqsha.
Dibangun oleh Sulaiman bin Abdul Malik
(716M.) kemudian direbut oleh tentara Salib
tahun 1099 M.), dan Damaskus (Ibukota
Syiria, Kota ini berusia 5000 tahaun,
Penduduknya dalah bangsa Aramia,
Kemudian dikuasai oleh Asywaria,
Babilonia, Persia, Yunani, berikut Romawi,
Dibuka kembali oleh bangsa Arab Islam
tahun 639 M. Dan menjadi ibu kota Kerajaan
Umayah. Ketika Perang Salib kota ii
dipertahankan oleh Nururddin. Namun
dibakar oleh Timur Leng tahun 1400 M. Dan
dimenangkan kembali oleh Sultan Salim I
tahun 1516 M. Di antara warisan peradaban
yang masih ada adalah Masjid Umayah.
Makam Salahuddin, dan Istana Agung serta
peninggalan lainnya), Ia termasuk tokoh
terbesar dari kalangan Syeikh Sufi di Syam.
Berguru apda Abu Turab, Dzun Nuun al-
Mishry dan Abu Ubaid al-Bisry serta kepada
ayahnya sendiri Yahya al-Jalla’.
Ia berkisah : “Kukatakan pada ayah
dan Ibu : “Aku senang sekali bila ayah dan
ibu menghibahkan diriku kepada Allah swt.”
Ayah dan ibu menjawab : “Kami benar-
benar menghibahkanmu kepada Allah Azza
wa Jalla.” Lalu aku pergi beberapa tahun.
Ketika aku kembali, bertepatan hujan lebat
di malam hari, aku mengetuk pintu rumah.
Ayahku berkata : “Siapa itu?” Kujawab :
“Anakmu, Ahmad.” Ayah balik berkata :
“Kami memang mempunyai anak, tetapi
sudah kami hibahkan kepada Allah swt, dan
bagi kami orang Arab, tidak akan mengambil
kembali apa yang sudah kami berikan.”
Ayahku akhirnya tidak membukakan pintu
untukku.”
Di antara ucapannya : “Siapa yang
mengganggap sama antara pujian dan
celaan, maka ia adalah seorang zuhud. Dan
barangsiapa menjaga ibadat-ibadat fardhu
pada setiap awal waktu, ia adalah seorang
penghamba setia. Siapa yang melihat
semua aktivitas ini dari Allah swt, berarti ia
telah manunggal, tidak ada yang dilihat
kecuali Yang Tunggal.”
Ketika Ibnul Jalla’ wafat, dokter
memandangnya, dan ia pun tersenyum. “Ia
hidup,” kata dokter itu. Ketika memeriksa
detak jantungnya, dokter itu berkata : “Ia
wafat.” Namun ketika tutup mukanya
dibuka, dokter itu malah berkata : “Aku
tidak tahu, apakah ia wafat atau hidup?”
22.
Bunan al-jamal
Abul Hasan – Bunan Muhamad al-
Jamal (wafat 316 H/928 M), asli orang
Wasith. Bertempat tinggal di Mesir. Ia
tergolong orang yang berbudi agung dan
memiliki banyak karamah.
Ketika ditanya tentang tasawuf yang
paling mulia, ia menjawab : “Bersiteguh
dengan apa yang sudah dijamin llah;
menegakkan perintah-perintah-Nya;
menjaga rahasia-rahasia batin; dan
menyembunyikan diri dari dua alam (dunia
dan akhirat).
Abu ali ar-Rudzbary mengissahkan :
“Bunan al-Jamal pernah didatangi binatang
buas. Binatang itu menjilati dan mengendus-
endusnya. Bunan al-Jamal sama sekali tidak
bergeming. Ketika ditanya, Apa yang
bergerak di hati Anda ketika bintang itu
menjilati diri Anda? Ia menjawab : “Aku
sedang memikirkan mengenai perselisihan
pendapat di kalangan ulama tentang sisa-
sissa makanan binatang buas.”
23.
Bisyr al-hafi
Abu Nashr – Bisyr ibnur Harits al-Hafi
(150 -227 H./767 -841 M.), berasal dari
Marw. Tinggal di Baghdad hingga akhir
hayatnya. Ia adalah ank saudara wanita Ali
bin Khasyram, dan tergolong tokoh berbudi
agung.
Sebab-sebab tobatnya antara lain
adalah ketika ia sedang berjalan
menemukan sebuah kertas bertuliskan Asma
Allah swt. yang telah terinjak-injak kaki. Lalu
diambil dan dibelinya dengan harga satu
dirham. Kemudian dibersihkannya kertas
dengan disertai parfum. Selanjutnya
diletakkan di celah tembok. Ketika tidur ai
bermimpi, seakan ada yang berkata
kepadanya : “ Hai Bisyr, engkau telah
membersihkan Nama-Ku, kelak akan
Kubersihkan namamu di dunia dan akhirat .”
Saya mendengar Syeikh Abu Ali ad-
Daqqaq, ra. Berkisah : “Bisyr melewati
gerombolan orang. ‘Orang ini tidak pernah
tidur sepanjang malam, dan tidak pernah
pula berbuka keccuali sekali dalam tiga
hari.” Kata mereka. Lantas Bisyr menangis.
Ditanyakan mengapa ia menangis? Sebab
aku tidak ingat kalau aku berjaga semalam
suntuk, dan tidak ingat kapan aku puasa
sehari sedang malamnya tidak berbuka.
Namun Allah swt. memberikan limpahan
karunia di dalam hati lebih banyak
ketimbang yang diperbuat seorang hamba;
sebagai bentuk Kelembutan dan
Kemurahan-Nya,” kata Bisyr.”
Di antara ucapannya : “ Aku mimpi
bertemu Nabi saw. dan beliau bersabda
kepadaku : “Hai Bisyr, mengertikah engkau
mengapa Allah lebih meninggigkan dirimu
dibanding teman-temanmu? Aku
menjawab : “Tidak wahai Rasulullah,” Nabi
saw. bersabda : “Karena engkau mengikuti
sunnahku, dan bhaktimu terhadap orang-
orang shaleh, serta nasihatmu terhadap
teman-temanmu dan kecintaanmu kepada
sahabat-sahabatku serta keluargaku ...
Itulah yang membuatmu sampai pada tahap
kalangan saleh.”
Saya juga mendengar Bilal al-
Khawash berkata : “Aku sedang berada di
perkampungan Bani Israil, tiba-tiba ada
seseorang mengikuti langkahku. Dan aku
terheran-heran kepadanya. Kemudian aku
diberi ilham, bahwa laki-laki itu adalah
Khidhr – alaihisalam – lantas aku bertanya :
“Demi kebenran Al-Haq, siapa
sebenarnya Anda?”
“Saudaramu, Khidhr.” Kata orang itu.
“Aku ingin bertanya kepada diri
Anda.” Kataku.
“Bertanyalah!”
“Bagaimana pandangan Anda tentang
asy-Syafi’y – rahimahullahu Ta’ala?”
tanyaku.
“Ia termasuk Wali Autad.” Jawabnya.
(Golongan yang menjaga agama. Dan asy-
Syafi’y termasuk golongan mereka.)
“Lalu bagaimana pandangan Anda
tentang Ahmad bin Hanbal – Radhiyallahu
‘anhu?” tanyaku lagi.
“Ia seorang laki-laki yang jujur.”
Jawabnya. ( Karena kejujurannya harus
tertimpa pukulan dan hinaan, ketika dipaksa
mengakui kemakhlukan Al-Qur’an dan ia
menolaknya secara jujur).
“Bagimana dengan Bisyr ibnul Harits
al-Hafi?”
“Belum pernah ada orang seperti
dirinya setelah itu,” jawabnya.
“Dengan lantaran apa aku dapat
melihat Anda?”
“Dengan cara kebaktianmu kepada
ibumu.” Jawab Khidhr.”
Abu Abdullah Ahmad ibnul Jalla”
bercerita : “Aku melihat Dzun Nuun al-
Mishry, dan beliau mempunyai banyak
sekali ungkapan hikmah. Ketika aku melihat
Sahl, beliau memiliki isyarat. Sementara aku
melihat wara’ pada Bisyr al-Hafi.” Ketika
ditanya mana yang labih mendapat simpati
di hatinya?” Guruku, Bisyr ibnul Harits.”
Dikisahkan : “Bisyr pernah
menginginkan makan sayur beberapa tahun,
namun tidak pernah kesampaian. Kemudian
setelah wafat, ia dimimpikan : “Apa yang
telah dilakukan oleh Allah swt. atas diri
Anda?” Bisyr menjawab : “Allah telah
mengampuni dosa-dosaku. Dan Allah swt.
berfirman : “ Makanlah wahai orang yang
belum makan, minumlah wahai orang yang
belum minum .”
Bisyr berkata : “ Setiap yang halal
tidak membawa kerakusan.” Katanya pula :
“ Kemanisan akhirat tidak dapat ditemui
pada seseorang yang mencintai
popularitas .”
Ia juga dimimpikan orang lain : “Apa
yang telah dilakukan Allah kepada Anda?” ia
menjawab : “Allah swt. telah mengampuni
dosaku, dan aku diberi separo surga,
dengan firman-Nya : “Wahai Bisyr,
seandainya engkau sujud dkepada-Ku di
atas bara api, engkau belum menunaikan
syukur sebagaimana Kujadikan syukur itu
bagimu dalam hati hamba-Ku .”
24.
Umar al-Haddad
Abu Hafs – Umar bin Maslamah al-
Haddad (wafat 260 H./874 M.), berasal dari
suatu desa yang populer disebut desa
Kurdabadz di lintasan jalan Bukhara.
(sebuah kota di Usbekistan, yang
merupakan daerah titik persimpangan antara
Rusia, Iran, India dan Cina). Ia dikenal
sebagai salah satu pemimpin dan pemuka
kaum Sufi.
Di antara ucapannya :Kemaksiatan
adalah pendingin kekafiran, sebagaimana
panas sebagai pendingin kematian.”
“Bila anda melihat murid mencintai
sirna; ketahuilah bahwa di dalam dirinya
ada sisa kebatilan.”
“Kebaikan adab lahiriah merupakan
ragam dari kebaikan adab batiniah.”
:Futuwwah berarti menunaikan
kesadaran, dan meninggalkan upaya
mencari kesadaran sendiri.”
“Barangsiapa perbuatan dan tingkah
laku ruhaninya tidak ditimbang dengan Kitab
dan Sunnah di setiap saat, sementara ia
tidak peduli terhadap bisikan-bisikan
hatinya, maka janganlah digolongkan
sebagai tokoh Sufi.”
25.
Ali al-hushry
Abu hasan – Ali bin Ibrahim al-Hushry
al-Bashry (wafat 371 H./981 M.), Bertempat
tinggal di Baghdad. Ia tergolong memiliki
ucapan dan perilaku yag menakjubkan.
Seorang Syeikh di zamannya, dan bernisbah
dalam thariqat kepada Dulaf asy-Syibly.
Ucapan-ucapannya antara lain :
“Orang-orang mengatakan : “Al-Hushry
tidak pernah berbicara terhadap hal-hal
yang sunnah,” Padahal, aku memiliki
kebiasaan ibadat sunnah rutin sejak amsa
muda, bila aku meninggalkan satu rakaat,
aku benar-benar memaki diriku.”
“ Barangsiapa mengaku telah
mencapai hakikat, akan didustakan oleh
kesaksian-kesaksian terbukanya bukti-
bukti .”
26.
Sumnun bin Hamzah
Abul Hsan – Abul Qasim – Sumnun
bin Hamzah (wafat 290H./903M.), berguru
kepada Sari as-Saqathy dan Abu Hamid al-
Qalanasy serta kepada Muhammad bin Ali
al-Qashshab. Sumnun dikenal sangat indah
budinya, perkataannya banyak
mengungkapkan cinta. Sebagaimana
perilakunya yang begitu agung.
Abu Ahmad al-Maghazily berkata :
“Di Baghdad ada seorang laki-laki yang
sedang membagi-bagikan dirham. Sumnun
berkata kepadaku : “Hai, Abu Ahmad,
apakah engkau tidak melihat, betapa orang
itu telah menafkahkan dan berbuat
kebajikan? Sedangkan kita tidak meiliki
apapun. Jika demikian kita pergi ke suatu
tempat saja. Shalat di sana, untuk menebus
satu dirham dengan satu rakaat.” Kami pun
pergi menuju Madain, kamu shalat di sana
empatpuluh ribu rakaat.”
27.
Sa’id al-hiry
Abu Utsman – Sa’id bin Ismail al-Hiry
(wafat 298 H./910 M.), semula dari Ray
kemudian mukim di Naisabur. Berguru
kepada Syah al-Kirmany dan Yahya bin
Mu’adz ar-Razy. Kemudian sampai ke
Naisabur bersama Syah al-Kirmany ke
tempat Abu Hafs al-Haddad, dan mukim di
sana. Bahkan Abu Hafs menikahkan
puterinya dengan Abu Utsman. Abu Utsman
hidup sekitar tigapuluh tahun lebih
sepeninggal Abu Hafs.
Di antara ucapannya : “Iman
seseorang tidak akan sempurna, sampai
hatinya memandang sama terhadap empat
hal “ Tercegah dari pemberian;
mendapatkan karunia; mendapat kemuliaan
dan menerima kehinaan.
Disebutkan : “Di dunia ini, dikatakan
ada tiga tokoh, tidak sampai emapt : Abu
Utsman di Naisabur, al-Junayd di baghdad,
dan Abu Abdullah ibnu Jalla’ di Syam,”
Dikatakan pula : “Sejak empat puluh
tahun, aku tidak pernah benci dengan
kondisi ruhani yang telah ditempatkan oleh
Allah swt. kepdaku, dan aku juga tidak
pernah benci apabila Allah swt.
memindahkan pada kondisi ruhani yang
lain.”
“ Bersahabat bersama Allah swt,
harus disertai dengan adab yang baik; rasa
gentar dan muraqabah yang lestari.”
“Bersahabat dengan Rasulullah saw.
harus mengikuti Sunnah, disiplin pada
ketetapan ilmu dzahir.”
“Bersahabt dengan wali-wali Allah
swt. harus menghormati dan berbakti.”
“Bersahabt dengan keluarga,
dilakukan dengan budi pekerti yang baik.”
“Bersahabat dengan sesama teman,
harus disertai ekspresi yang cerah,
sepanjang tidak menjurus pada tindak
dosa.”
“Bersahabat dengan orang-orang
bodoh dengan cara mendoakan mereka dan
mengisi mereka.”
Dia juga mengatakan : “Barangsiapa
menetapi Sunnah baik secara lisan maupun
perbuatan dalam dirinya, ia akan berbicara
dengan hikmah. Sedangkan siapa yang
menetapi hawa nafsu, baik lisan maupun
perbuatan, akan berbicara penuh bid’ah.
Allah swt. berfirman : “ Apabila kamu
sekalian taat kepadanya, niscaya kamu akan
mendapat kan petunjuk. Dan tidak lain tugas
Rasul adalah menyampaikan (amanat Allah)
yang terang .” (Qs. An-Nuur :54).
28.
Abdullah bin Khubaiq
Abu Hamid --- Abdullah bin Khubaiq,
sala seorang zuhud Sufi yang berasal dari
Kufah, kemudian menetap di Anthakia. Ia
berguru kepada Yusuf bin Asbat.
Ucapannya antara lain :
“Ada empat hal yang harus
diperhatikan, tidak lebih : Perhatikan mata,
lisan, hati dan hawa nafsu Anda. Perhatikan
mata untuk tidak memandang hal-hal yang
tidak dihalalkan. Perhatikan lisan agar tidak
mengucapkan sesuatu yang diketahui Allah
swt, berbeda dengan kata hati Anda.
Perhatikan hati agar tidak punya arasa
dendan dan dengki kepada seseorang dari
sesama Muslim. Dan perhatikan hawa nafsu,
agar tidak condong pada sesuatu yang
buruk. Bila empat budi pekerti ini tidak ada
pada diri Anda, taburkan saja debu di atas
kepala Anda. Anda benar-benar celaka.”
“Jangan bersedih, kecuali pada
sesuatu yang esok hari mengancam Anda.
Dan janganlah bersenang-senang, kecuali
pada sesuatu yang esok menggembirakan
Anda!.”
“Keliaran hamba yang
menjauhkannya dari Allah swt, telah
meliarkan hati mereka. Kalau mereka
melupakan Tuhannya, niscaya semua orang
akan melupakannya.”
“Rasa takut yang paling berguna bila
rasa takut itu mencegah Anda dari
perbuatan maksiat. Membuat gelisah
sepanjang waktu atas apa yang telah hilang
dari diri Anda. Berpikirlah secara terus
menerus pada sisa-sisa usisa. Sedangkan
harapan yang lebih berguna, apabila
harapan itu memudahkan diri Anda dalam
beramal.”
“Mendengarkan kebatilan pada saat
yang lama akan mematikan kemanisan taat
dalam hati.”
29.
Ahmad al-Kharraz
Abu Sa’id – Ahmad bin Isa al-Kharraz
(wafat 277H./890M.), berasal dari Baghdad.
Berguru kepada Dzun Nuun al-Mishry dan
an-Nabajy, Abu Ubaid al-Bisry serta kepada
Bisyr ibnul Harits dan yang lainnya.
Di antara ucapannya :
“Aku bermipi bertemu iblis, ia lewat
menjauh dariku. Aku memanggilnya :
“Kemarilah, apa keperluanmu?” Iblis
menjawab : “Apa yang akan kulakukan
kepadamu. Engkau telah membuang dari
dirimu, sesuatu yang baisa kubuat untuk
menipu manusisa.” Aku bertanya : “Apa
itu?” Iblis menjawab : “Dunia.” Ketika ia
segan denganku, ia menoleh kadpaku dan
berkata : “Hanya saja aku punya sesuatu
yang berupa bisikan halus untukmu.” Aku
bertanya : “Apa itu?” Iblis menjawab :
“Bergaul dengan orang yang banyak
bciara.”
“Aku benar-benar bersahabat dengan
kaum Sufi, sama sekali tidak pernah terjadi
perselisihan di antara kami. Mereka
bertanya : “Mengapa?” Kujawab : “Sebab
aku bersama mereka dlam jiwaku.”
30.
Abdullah al-Kharraz
Abu Muhammad – Abdullah bin
Muhammad al-Kharraz (Wafat mendekati
tahun 310 H./922 M.), adalah penduduk
Ray. Tinggal di Mekkah al Mukarramah,
berguru kepada Abu Hafs dan Abu Amran
al-Kabir. Ia tergolong orang wara’.
Di antara ucapannya : “Lapar adalah
makanan para penempuh zuhud. Sedangkan
dzikir adalah makanan orang-orang ‘arif.”
31.
Abu Hamzah al-Khurasany
Abu Hamzah al-Khurasany (wafat 290
H./903 M,), berasal dari Naisabur, dari
daerah Malkabadz. Ia sekawan dengan al-
Junayd, al-Kharraz dan Abu Turab an-
nakhsyaby. Ia dieknal sangat wara’ dan
religius.
Di antara ucapannya : “Barangsiapa
mengingat akan kematian, Allah akan
membuatnya mencintai segala yang kekal,
dan membuatnya dendam pada hal yang
fana’.
Ada seseorang meminta wasiat
kepadanya : “Wasiatilah aku!” kata orang
tersebut. Al-Khurasany berkata : “Siapkan
bekalmu untuk bepergian yang arahnya ada
di sisimu.”
32.
Ahmad bin Khadhrawaih
Abu Hamid – Ahmad bin Khadhrawaih
al-Balkhy (wafat 240H./854 M.), salah
seorang Syeikh besar dari kalangan Sufi,
dan ia begitu agung dalam perilaku
futuwwah. Ia belajar kepada Abu Turab an-
nakhsyaby. Ketika datang di Naisabur ia
berziarah ke rumah Abu Hafs, dan keluar
pergi menuju Bistham menemui Abu Yazid
al-Bisthamy. Ketika itu Abu Yazid berkata :
“Ahmad, guru kami.”
Abu Hafs berkata : “Aku belum
pernah melihat seseorang yang lebih besar
hasratnya dan lebih benar kondisi ruhaninya
dibanding Ahmad bin Khadhrawaih.
Saya mendengar Muhammad bin
Hamid berkata : “Aku sedang duduk di
dekat Ahmad bin Khadhrawaih ketika ia
sedang naza’. Ketika itu usianya telah genap
sembilan puluh lima tahun. Seagian murid-
muridnya bertanya tentang suatau masalah.
Tiba-tiba airmata Khadhrawaih mengalir,
seraya berkata : “Anakku, sebuah pintu
yang telah kuketuk selam sembilanpuluh
lima tahun, sekarang sudah terbuka bagiku.
Aku tidak tahu apakah bahagia atau celaka.
Manakah jawaban bagiku?”
Ia berkata pula : “Tiada tidur yang
lebih berat ketimbang kealpaan. Tiada
belenggu yang memperbudak ketimbang
syahwat. Bila saja muatan berat kealpaan
pada dirimu tidak ada, tentu engkau tidak
terbuai syahwat .”
33 .
Ahmad bin Abul Khawary
Abul Husain – Ahmad bin Abul
Khawary (wafat 230 H.?845 M.), berasal dari
Damaskus. Belajar kepada Abu Sulaiman
ad-Darany dan yang lain.
Al-Junayd pernah berkomenetar :
“Ahmad bin Abul Khawary adalah
wewangian bagi Syam.”
Di antara ucapannya :
“Siapa yang memandang dunia
dengan satu pandangan kecintaan dan
hasrat, Allah swt, akan mengeluarkannya
dari cahaya keyakinan dan zuhud dari
dalam hatinya.”
“Barangsiapa beramal tanpa
mengikuti Sunnah Rasulullah saw. amalnya
dinilai batil.”
“Tangis paling utama adalah tangisan
hamba ata apa yang telah hilang dari waktu-
waktunya karena tidak berada dalam
keserasian bersama Allah swt.”
“Tidak ada cobaan lebih dahsyat
yang ditimpakan Allah swt. kepada hamba,
melebihi kealpaan dan kekerasan hati.”
34.
Ibrahim al-Khawwas
Abu Ishaq – Ibrahim bin Ahmad bin
Ismail al-Khawwas (wafat 291 H./904 M.),
salah seorang teman segenerasi al-Junayd
dan an-Nury. Ia memiliki kemampuna besar
dalam hal tawakkal dan riyadhah. Termasuk
tokoh tersembunyi, dan meninggal di Ray.
Di antara ucapannya : “Bukankah
dikatakan seorang alim karena banyaknya
riwayat. Orang alim adalah pengikut
pengetahuan dan mengamalkan
pengetahuan itu, di samping mengikuti jejak
Sunnah-sunnah, walaupun ilmunya sedikit.
Katanya pula : “Obat hati ada lima.
Membaca Al-Qur’an dengan merenungkan
maknanya; perut yang kosong; bangun
malam, dzikir khusyu’ di waktu sahur, dan
berada dalam majelis orang-orang shaleh.”
35.
Abdurrahman ad-Darany
Abu –Sulaiman – Abdurrahman bin
Athiyah ad-Darany (wfat 215 H./830 M.),
dari desa Daran, salah satu wilayah di
Damaskus.
Di antara ucapannya :
“Barangsiapa berbuat kebajikan
sepanjang hari, akan dicukupi di malam
hari. Barangsiapa berbua kebajikan di
malam hari, dicukupi siang harinya. Siapa
yang meninggalkan syahwat, Allah swt akan
menghilangkan syahwat itu dari hatinya, dan
Maha Pemurah dari sekedar menyiksa hati
karena adanya syahwat yang ditinggalkan
demi menuju kepada-Nya.”
“Bila dunia mendiami hati, akhirat
akan berlalu dari hati.”
Al-Junayd mengatakan bahwa Abu
Sulaiman berkata : “Terakdang beberapa
dalam hatiku ada cacian yang menjadi cacat
kaum Sufi. Aku tidak menerimanya kecuali
dengan dua saksi yang adil : Kitab dab
Sunnah.”
“Amal paling utama adalah kontra
dengan anfsu.”
“Setiap sessuatu ada ilmunya.
Sedangkan ilmu kehinaan adalah
meninggalkan tangisan.”
“Setiap sesuatu ada karatnya.
Sedangkan karat cahaya hati adalahperut
yang kenyang.”
“Setiap kesibukan yang menjauhkan
manusia dari Allah swt. baik kesibukan
keluarga, harta benda dan anak, baginya
adalah keburukan.”
Ahmad Abdul Khawary berkata :
“Suatu hari, aku memasuki rumah Abu
Sulaiman, ketika itu ia sedang menangis.
“Mengapa Anda menangis? Tanyaku.
“Wahai Ahmad, bagaimana aku tidak
menangis? Ketika malam gelap gulita dan
mata mulai terlelap, sementara setiap
kekasih menyendiri dengan kekasihnya.
Para pecinta menggelar langkahnya, sedang
air mata mereka mengalir pada pipi-pipinya,
menets di mihrab-mihrabnya, maka Allah
swt. Yang Maha Agung memanggil, Wahai
Jibril, demi pandangan-Ku, siapa yang
menikmati Kalam-Ku, dan meringankan diri
untuk dzikir kepada-Ku; sungguh Aku benar-
benar melihat mereka dalam kesunyian
mereka. Aku mendengar bisikan-bisikan
lembut mereka, dan aku melihat tangis
mereka. Mengapa engkau tidak memanggil
mereka wahai Jibril : Apakah tangisan
semacam itu? Apakah engkau pernah
melihat sang kekasih menyiksa kekasih-
kekasihnya? Atau bagaimanakah Aku
menyiksa mereka, sedangkan gelap gulita
malam membuat mereka justru memadu
kasih kepada-Ku, untuk-Ku. Aku bersumpah,
sesungguhnya mereka, bila datang di hari
Kiamat kelak, Aku benar-benar akan
membuka Wajah-Ku Yang Pemurah bagi
mereka, sampai mereka memandang Ku dan
Aku memandang mereka .”
Abu Sulaiaman berkata : “Suatu
malam yang dingin aku berada di mihrab.
Aku dicekam oleh kedinginan sehingga
salah satu tanganku kusembunyikan untuk
menghindari rasa dingin. Tangan yang lain
keluar. Tiba-tiba mataku terserang kantuk
yang hebat. Dan aku pun terlelap. Lalu
terdenegar bisikan : “Wahai Abu Sulaiman,
Kami telah menempatkan tangan itu
terhadap apa yang menimpanya. Kalau pun
yang lain ada Kami akan menempatkan di
dalamnya. ” Lalu aku berjanji pada diri
sendiri, untuk tidak berdoa, kecuali kedua
tanganku keluar, baik di musim panas
ataupun musim dingin.”
Katanya pula : “Aku tertidur ketika
sedang wirid. Tiba-tiba aku berjumpa
bidadari, yang berkata kepadaku : “Engkau
tidur, sedang aku menunggumu dalam
pingitan selama limaratus tahun.”
36.
Muhammad a-Duqqy
Abu Bakr – Muhammad Dawud ad-
Dinawary, yang populer dengan sebutan ad-
Duqqy (wafat setelah tahun 350 H./961 M.),
bermukim di syam, dan usianya lebih dari
seratus tahun. Ia berguru kepada Ahmad
ibnul Jalla’ dan az-Zaqqaq.
Di antara ucapannya : “Perut
merupakan tempat berkumpulnya semua
makanan. Bila yang dilemparkan makanan
halal di dalam perut, anggota tubuh akan
muncul dengan gerak amaliah yang ssaleh.
Bila makanan yang dimasukannya adalah
syubhat. Jalan menuju kepada Allah swt,
kabur. Bila yang dimasukannya makanan
yang sesuai dengan selera, akan ada hijab
antara dirinya dengan Allah swt.
37.
Ahmad ad-Dinawary
Abul Abbas – Ahmad bin Muhammad
ad-Dinawary (wafat setelah 340 H./951 M.),
Berguru kepada Yusuf ibnul Husain dan ibnu
Atha’ al-Jurairy. Dikenal sebagai seorang
alim yang memiliki keutamaan. Datang di
Naisabur dan bermukim di sana beberapa
waktu. Ia biasa berceramah dan berbicara
dengan bahasa gnostik (ma’rifat). Kemudain
ia pergi ke Samarkand dan wafat di sana.
Ucapan-ucapannya, antara lain :
“Dzikir terendah bila engkau
melupakan semua selain dzikir. Sedangkan
puncak dzikir, bila seseorang yang berdzikir
sirna dalam, dan dari dzikir itu sendiri.”
“Ucapan dzahir tidak akan menggeser
aturan batin.”
“ Orang-orang telah merusak pilar-
pilar tasawuf dan menghancurkan jalannya.
Mereka mengubah makna-makna dengan
nama-nama menurut inovasi mereka.
Bahkan mereka telah membuat simbol
ketamakan atas nama anugerah, simbol
adab yang buruk atas nama keikhlasan,
keluar dari Allah swt. dengan sebutan
keleluasaan, berhura-hura dengan kekejian
sebagai kebajikan, mengikuti selera nafsu
sebagai ujian, kembali pada dimensi
duniawi sebagai wushul, akhlak buruk
sebagai kekuasaan, kebakhilan seebagai
penjagal, minta-minta sebagai amal,
berbicara busuk sebagai kritik --- Semua itu
bukanlah tharikat kaum Sufi.
38.
Mumsyad ad-Dinawary
Mumsyad ad-Dinawary (wafat 299
H./911 M.), dari kalangan tokoh besar
syeikh Sufi. Ucapannya antara lain :
“Adab seorang murid adalah
senantiasa berpegang teguh pada rasa
hormat kepada para syeikh, menolong
sesama teman, keluar dari aspek duniawi,
dan menjaga etika syariat.”
“Aku tidak pernah memasuki rumah
salah seorang syeikhku, melainkan aku
kosong dari segala kecenderungan diriku.
Aku hanya menunggu berkat yang tiba di
hatiku dan pandangan dan ucapannya.
Siapa pun yang masuk ke tempar syeikh
dengan kecenderungan pribadi, akan
terputus dari berkat pandangan, majelis dan
ucapannya.”
39.
Abdullah ar-Razy
Abu Muhammad – Abdullah ar-razy
(wafat 353 H./964 M.), lahir dan tumbuh
dewasa di Naisabur, Berguru kepada Abu
Utsman al-Hiry, al-Junayd, Yusuf ibnul
Husain, Ruwaym, Samnun dan yang lainnya.
Ketika ditanya : “Mengapa manusia
mengenal cacat jiwanya, namun tidak mau
kembali kepada kebenran?” Ia menjawab :
“Karena mereka sibuk membanggakan ilmu
pengetahuan, namun tidak menyibukkan diri
dalam amaliah ilmunya. Mereka sibuk
dengan aspek lahriah namun tidak sibuk
dengan etika batinnya. Kemudian Allah swt.
membutakan hatinya dan mencincang
tubuhnya jauh dari ibadat.”
40.
Yahya bin Mu’adz ar-Razy
Abu Zakaria --- Yahya bin Mu’adz ar-
Razy, sang orator (wafat 258 H./872 M.),
adalah tokoh tunggal di masanya. Ia
memiliki bahasa harapan ruhani dan ucapan
dalam ma’rifat. Pergi ke Balkh, dan
bermukim beberapa waktu di sana,
kemudian kembali lagi ke Naisabur.
Di antara ucapannya :
“Bagaimana seseorang itu menjadi
zahid, sementara dirinya tidak memiliki
wara’. Berbuat wara’lah dari hal-hal yang
bukan menjadi bagianmu, kemudian
berzuhudlah terhadap hal-hal yang menjadi
bagianmu.”
“Lapar orang-orang tobat itu sebagai
ujian. Lapar para zahid sebagai siasat.
Lapar para Shiddiqin sebgaia
penghormatan.”
“ Kehilangan waktu ruhani lebih
dahsyat dibanding kematian. Sebab
kehilangan waktu berati terputus dari Allah
swt. Sedang kematian hanyalah terputus
dari makhluk.”
“Zuhud itu ada tiga hal : Meraih
paling minim, khalwat dan berlapar-lapar.”
“Janganlah mengambil keuntungan
untuk memprioritaskan kepentingan dirimu,
dibanding menyibukkan setiap saat pada
sesuatu yang lebih berharga lagi.”
“Barang siapa berkhianat kepada
Allah swt. dalam rahasia batinnya, Dia akan
merobek tutupnya dalam dunia nyata.”
“Anggapan bersih yang terlontar dari
orang-orang pendosa kepadamu, berarti
cacat bagimu. Dan cinta mereka kepadamu,
adalah aib yang menimpamu,dan orang
yang butuh kepadamu akan menjadi
rendah.”
41.
Yusuf ibnul Husain ar-Razy
Abu Ya’kub – Yusuf ibnul Husain ar-
Razy (wafat 304 H./916M.), ia seorang
syeikh di Ray dan al-Jabal pada zamannya.
Memiliki aturan untuk menggugurkan
kepura-puraan. Terkenal sebagai orang yang
alim dan sastrawan. Berguru kepada Dzun
Nuun al-Mishry dan Abu Turab an-
Nakhsyaby serta bertemn dengan Abu Sa’id
al-Kharraz.
Di antara ucapannya : “Menemui
Allah swt. dengan seluruh dosa-dosaku,
lebih kucintai dibanding menemuinya
dengan seberkas kepura-puraan.”
“Bila engkau melihat seorang murid
lebih senang dengan kemurahan aturan
(rukhshah), ingatlah, ia tidak akan
mendapatkan apa-apa.”
“Aku melihat penyakit-penyakit kaum
Sufi ketika mereka bergaul dengan orang-
orang yang banyak berkata-kata kosong,
bergaul dengan orang-orang yang kontra
tasawuf, dan berpacaran dengan wanita.”
Ia pernah menulis kepada al-Junayd :
“Semoga Allah swt. tidak mecicipkan rasa
nafsumu, sebab rasa nafsu tidak akan
memberikan rasa kebaikan setelah engkau
mencicipinya.”
42.
Ibrahim ar-Raqqy
Abu Ishaq – Ibrahim bin Dawud ar-
Raqqy (wafat 326 H./938M.), salah seorang
tokoh terrbesar di kalangan Sufi di Syam,
dan termasuk teman seangkatan al-Junayd
dan Ibnul Jalla’.
Ucapannya antara lain :
“Ma’rifat adalah keteapan Al-Haq
sebagaimana adanya, terlepas dari segala
hal yang berbau spekulatif.”
“Qudrat itu tampak, sedangkan
banyak mata terbuka, hanya saja cahaya
jiwa telah melemah.”
“Makhluk paling lemah adalah
makhluk yang tidak mampu menolak hawa
nafsunya. Sedangkan makhluk terkuat
adalah makhluk yang paling mampu
menolaknya.”
“Tanda-tanda mencintai Allah swt.
adalah memprioritaskan ketaatan kepada-
Nya dan mengikuti jejak Nabi saw.”
43.
Ahmad bin Atha’ar-Rudzbary
Abu Abdullah --- Ahmad bin Atha’
ar-Rudzbary (wafat 369H./979M.), Syeikh
Sufi di Syam saat itu. Meninggal di Shawar.
Ia adalah anak dari saudara wanita Syeikh
Abu Ali Muhammad ar-Rudzbary.
Ali Abu Sa’id Mashishy
menceritakan : “Aku mendengar Ahmad bin
Atha’ ar-Rudzbary berkata : “Aku sedang
naik unta. Tiba-tiba kedua kakinya
terpeerosok dalam pasir. Kontan aku
berkata, “Jallallah” (Maha Agung Allah).
Dan unta itu pun menirukan “Jallallah!.”.
Ahmad bin Atha’ ar-Rudzbary pernah
berjalan emngikuti jejak para fakir. Dan
memang demikian, kebiasaan sehari-harinya
sering mengikuti jejak perjalanan mereka.
Dan mereka enggan untuk meminta. Ada
orang yang tiba-tiba berkata : “Mereka itu
semua orang-orang bebas.” Dan orang itu
berkata kepada mereka, dan di sela-sela
ucapannya itu ia mengatakan pula : “Salah
seorang di antara mereka ada yang
berhutang seratus dirrham kepadaku, dan
tidak mengembalikannya. Aku tidak tau
harus ke mana mencarinya.” Ketika mereka
memasuki rumah yang biasa untuk dimintai,
Ahmad bin Atha’ ar-Rudzbary berkata
kepada si pemilik rumah. Dan pemilik rumah
itu termasuk orang yang sangat mencintai
para fakir Sufi. “Berilah aku seratus dirham
bila engkau ingin hatiku tenang!.” Kata
Ahmad bin Atha’ ar-Rudzbary. Seketika itu
pula seratus dirham diberikan. Abu Abdullah
Ahmad bin Atha’ ar-Rudzbary berkata
kepada para sahabatnya : “Bawalah seratus
dirham ini kepada si Fulan tukang sayur,
dan katakan kepadanya : “Ini uang seratus
dirham yang dipinjam oleh salah satu teman
kami dari Anda. Teman yang meminjam
punya kerepotan sehingga baru dapat
membayarnya saat ini. Orang itu menerima
permintaan maffnya. Lantas pergi berlalu.
Ketika mereka sama-sama pulang, para
fakir itu melewati kedai tukang sayur. Lalu
tukang sayur itu memuji-muji para fakir itu,
“Mereka itu adalah orang-orang yang teguh
pendiriannya, orang-orang yang memiliki
amanat dan kesalehan.” Kata si tukang
sayur.”
44.
Ahmad bin Muhammad ar-Rudzbary
Abu Ali – Ahmad bin Muhammad ar-
Rudzbary (wafat 322 H./934 M.), penduduk
asli Baghdad yang kemudian bermukim di
Mesir hingga wafatnya. Berguru kepada al-
Junayd, Dzun Nuun al-Mishry, an-Nury dan
Ibnul Jalla’ serta generasi Sufi. Ia dikenal
sebagai syeikh paling alim dalam tharikat.
Abu Ali pernah ditanya tentang oeng
mendengarkan musik, dan orang itu
berkata : “ Bagiku itu halal, karena dengan
musik itu aku sampai tahapan dimana tidak
ada pengaruh sama sekali dalam hatiku
adanya berbagai ragam situasi.” Lantas Abu
Ali menjawab : “Benar ia telah sampai,
tetapi sampai ke neraka Saqar .”
Ditanya soal tasawuf, Abu Ali
menjawab : “Semua aliran dalam tasawuf
ini serius. Karenanya jangan Anda campuri
dengan sikap meremehkan!.”
Dikatakannya : “Salah satu tanda
tipudaya, bila Anda berbuat buruk, lantas
Anda menduga, Allah swt, menganggap
baik perbuatan itu, Anda meninggalkan
tobat dan inabat, dengan dugaan bahwa
Allah swt, memberi toleransi atas ambisi
anfsu Anda. Celakanya, Anda
memandangnya sebagai bentuk kemurahan
Allah swt. atas diri Anda,”
Katanaya pula : “Guruku di bidang
tasawuf adalah al-Junayd. Di bidang fiqih
adalah Abu Abbas bin Syuraih. Di bidang
sastra adalah Tsa’lab, sedang di bidang
Hadits adalah Ibrahim al-Harby.”
45.
Ibrahim az-Zujjajy
Abu Amr – Muhammad bin Ibrahim
az-Zujjajy an-Naisabury (wafat 348 H./959
M.), bertahun-tahun mukim di Mekkah al-
Mukarramah hingga wafatnya. Berguru
kepada al-Junayd, Abu Utsman, an Nury, al-
Khawwas dan Ruwaym.
Ketika ditanya : “Apa yang terjadi
ketika Anda kelihatan ragu-ragu pada saat
takbir pertama dalam setiap shalt fardhu?”
Abu Amr menjawab : “Sebab aku takut
berbeda dengan kejujuran hati. Siapa yang
mengucapkan : Allahu Akbar, sementara di
hatinya masih ada sesuatu yang lebih besar
dibanding Allah swt. atau membesarkan
sesuatu selain Allah dalam beberapa waktu,
maka orang itu telah membohongi diri
sendiri atas nama ucapannya.”
Ia berkata : “ Barangsiapa berbicara
tenang kondisi ruhani, sementara dirinya
belum pernah sampai ke sana, ucapannya
adalah fitnah bagi orang yang belum pernah
mendengarnya . Sekaligus menimbulkan
pengakuan yang lahir dari hatinya. Allah
swt. mengharamkannya untuk sampai pada
kondisi ruhani tersebut. Padahal ia telah
lama mukim di Mekkah beberapa tahun
lamanya, sementara tidak pernah
memberishkan diri dari keharaman. Bahkan
ia keluar untuk mencari kehalalan, kemudian
membersihkan diri, untuk menghargai
keharaman.
46.
Abu Bakr az-Zaqqaq
Abu Bakr – Ahmad bin Nash az-
Zaqqaq al-Kabir, termasuk teman
seangkatan al-Junayd dan sekligus ulama
besar Mesir.
Al-Kattany pernah berkata : “Ketika
Abu Bakr az-zaqqaq wafat, argumentasi
para fakir untuk memasuki Mesir terrputus.”
Di antara ucapannya : “Siapa yang
tidak ditemani ketakwaan dalam
kefakirannya, berarti telah memakan barang
gharam sejati.”
“Selama lima belas hari aku tersesat
di sebuah perkampungan Bani israil. Ketika
kudapati sebuah jalan, ada seorang tentara
menghampiri dan memberiku minum.
Minuman itu hingga tigapuluh tahun
mengganjal di hatiku.”
47.
Sary as-Saqathy
Abul Hasan – Sary ibnul Mughallas
as-Saqathy (wafat 253 H./867 M.), adalah
Paman sekaligus guru al-Junayd, dan murid
dari Ma’ruf al-Karkhy. Dia adalah tokoh
besar Sufi di zamannya, terutama dalam
kewara’an dan bidang Sunnah serta Ilmu
Tauhid.
Al-Abbas bin Masruq berkata : “Ada
kisah yang sampai kepadaku, bahwa Sary
sedang berdagang di pasar. Ia adalah salah
satu murid Ma’ruf al-karkhy. Suatu hari
Ma’ruf mendatanginya bersama seorang
bocah yang baru dapat berdiri. “Berilah
pakaian anak yatim ini!.” Kata Ma’ruf. Lalu
as-Sary menjawab : “Inilah pakaiannya.”
Seketika Ma’ruf girang, dan berujar :
“Semoga Allah menjadikanmu benci pada
dunia, dan memberikan keringanan
bebanmu di dunia.”
As.Sary berkisah : “Aku pun pergi
meninggalkan kedai, dan tidak satu pun
yang kubenci melebihi kebencianku
terhadap dunia. Dan apa yang ada pada
diriku saat di dunia ini, tidak lebih dari
sekedar berkat dari Ma’ruf.”
Al-Junayd berkata : “Aku tidak
pernah melihat orang paling bakti ibadatnya
dibanding as.Sary. Sampai menginjak usia
98 tahun, ia tidak pernah tidur telentang,
kecuali menjelang wafatnya.”
Riwayat dari as-Sary yang
mengatakan : “Orang Sufi mempunyai tiga
makna : Adalah, bila cahaya ma’rifatnya
tidak meniup cahaya wara’nya. Tidak
berbicara dengan batin pada ilmu yang
merusak lahriah Kitab dan Sunnah. Dan
kramah yang dimilikinya tidak untuk
merobek tutup perkara yang dihormati Allah
swt.”
Al-Junayd berkata : “Sary pernah
ebrtanya tentang cinta kepadaku. Lalu
kujawab : “Kamu Sufi mengatakan bahwa
cinta adalah keserasian dengan Allah swt.
Yang lain berkata, cinta adalah
memprioritaskan sang kekasih, dan kaum
sufi lainnya mengatakan begini dan begitu.”
Lalu as-Sary mengupas kulit sikunya dan
membeberkannya namun tidak dapat, lantas
bicara : “Demi keagungan Allah swt.
seandainya engkau bicara bahwa kulit ini
akan kering di atas tulang karena cinta yang
membara, engkau benar pula.” Setelah
berkata demikian, as-Sary jatuh pingsan,
tiba-tiba wajahnya berputar, seakan-akan
rembulan yang bercahaya.
As-Sary berkata : “Sejak tigapuluh
tahun aku selalu minta ampun kepada Allah
swt. karena hanya sekali aku pernah
berrucap : “Alhamduillah.” Lantas ditanya,
mengapa demikian? Sary berkata : “Suatu
hari terjadi kebakaran di Baghdad, lalu ada
seorang lai-laki menghadapku dan berkata,
“Kedaimu selamat!.” Spontan ku ucapkan,
Alhamdulillah. Maka sejak saat itu hingga
tiga puluh tahun aku merasa menyesal atas
apa yang kuucapkan itu, sebab aku lebih
memetingkan diri sendiri ketimbang
keselamatan kedai kaum Muslimin.”
Riwayat dari as-Sary, bahwa ia
berkata : “Aku selalu melihat hidungku
begini dan begitu sekali sehari. Khawatir
karena hidungku menghitam. Dan juga takut
bila saja Allah swt. membuat wajahku hitam
karena perbuatanku.”
Al-Junayd mengatakan : “Kudengar
as-Sary berkata : “Kenalilah jalan pintas
menuju surga. “Aku bertanya : “Jalan apa
itu?” as-Sary menjawab : “Jangan bertanya
kepada siapa pun, dan jangan emngambil
dari seorang mana pun. Dan jangan pula
Anda memberikan sesuatu yang ada pada
diri Anda kepada siapa pun!.”
Al-Junayd berkisah : “Aku memasuki
rumah as-Sary as-Saqathy, dalam keadaan
dirinya menangis tersedu. Aku bertanya,
mengapa ia menangis? As-Sary menjawab :
“Semalam ada sorang bocah wanita, yang
berkata : “Duhai ayahku, malam ini begitu
gerah, dan guci itu ku gantung di sana.”
Tiba-tiba mataku dilanda kantuk hingga
tertidur. Aku bermimpi melihat seorang
gadis yang begitu cantik turun dari langit,
lalu kutanya : “Untuk siapakah Anda ini?
Gadis itu menjawab : “Bagi orang yang
tidak minum air yang didinginkan di sebuah
guci.” Seketika aku mengambil guci, lalu
kuremukan dan kubuang ke tanah.”
Al-Junayd meneruskan ceritanya :
“Aku melihat pecahan-pecahan guci itu
tidak hilang, sampai terpendam oleh
hamburan tanah dengan sendirinya.”
As-Sary berkata : “Aku ingin mati di
negeri selian Baghdad.” Ditanyakan
kepadanya, mengapa demikian? “Aku takut
kuburku tidak mau menerima diriku,
sehingga aku terhina.”
48.
Abul Abbas as-Sayyary
Abul Abbas – al-Qasim ibnul Qasim
as-Sayyary (wafat 342 H./953M.), berasal
dari Merw. Ia menjadi murid Wasithy, dan
dinisbatkan kepadanya dalam kaitan ilmu
kaum Sufi ini. Ia terkenal sangat alim.
Ketika ditanya, dengancara apa
seorang murid dapat melatih dirinya?
“Dengan sabar dalam menjalankan perintah-
perintah, menghindari larangan, dan bergaul
dengan orang-orang saleh, serta khidmat
kepada kaum fakir miskin,” Jawabnya.
Di antara ucapannya : “Orang yang
pandai tiak akan dapt menikmati
musyahadah kepada Allah Yang Maha Haq
saja, sebab musyahadah kepada Al-Haq
melahirkan fana’, yang di dalamnya tidak
dapat menikmati Keindahan-Nya.”
49.
Dulaf asy-Syibly
Abu Bakr – Dulaf bin Jahdar asy-
Syibly (247 – 334 H./861-964 M.), berasal
dari Baghdad, lahir dan besar di kota itu.
Asal-usulnya justru dari daerah Asrysyariah.
Ia berguru kepada al-Junayd dan tokoh
pada zamannya dari kalngan ulama. Pada
saat itu, asy-Syibly adalah syeikh besar di
amsanya, yang meiliki budi ruhani, perilaku
dan ilmu pengetahuan. Bermazhab maliky.
Ia dimakamkan di Baghdad. Pada akhir
hayatnya ia bersyair :
DI mana pun tempat, bila aku mati di
sna;
Aku pasti jadi monumen bagi
penduduknya;
Ketika as-Syibly bertobat di majelis
pengajian Khayr an-Nassaj, ia datang ke
Damawand dan berkata : “Aku adalah
penguasa negerimu, berikan aku jalan!”
Ketika itu Mujahadah as-Syibly pada awal
mulanya telah melampaui batas. Saya
mendengar dari syeikh Abu Ali ad-Daqqaq
mengisahkan, “Sampai kepdaku bahwa as-
Syibly membuat celak di matanya begini
dan begitu dengan garam, agar tebiasa
terjaga malam, sehingga kantuk tidak
pernah melandanya.”
Bila Bulan Ramadhan al-Mubarak
tiba, as-Syibly benar-benar menekuni
ibadatnya melebihi saat-saat lain, dan
berkata : “Inilah bulan pertama
yangmengagungkannya.”
50.
Bundar asy-Syirazy
Abul Husain – Bundar ibnul Husain
asy-syirazy (wafat 353 H./964 M.), seorang
alim di bidang Ushul. Berbudi Agung, dan
berguru kepada asy-Syibly. Meniggal di
Arjan. (Kota besar di Persia, daratan yang
dikelilingi laut dan penuh pegunungan.
Orang-orang non Arab menyebutnya Arghan.
Padda abad pertengahan kota ini kaya akan
indutri, terrletak di antara Syiria dan Irak).
Di antara ucapan-ucapannya :
“Bergaul dengan ahli bid’ah
melahirkan sikap kontra terhadap
kebenaran.”
“Tinggalkan apa yang menjadi
kecenderunganmu, karena angan-
anganmu.”
51.
Muhammad bin Khafif asy-Syirazy
Abu Abdullah – Muhammad bin Khafif
asy-Syirazy (276 – 371 H./890 – 982 M.),
berguru kepada Ruwaym, al-Jurairy dan
Ahmad bin Atha’ serta yang lainnya.
Termasuk tokoh besar panutan para syeikh
dan satu-satunya tokoh Sufi di zamannya.
Di antara ucapannya : “Hasrat
kehendak adalah melestarikan kepayahan
dan meninggalkan istirahat.”
“Tiada yang lebih membahayakan
seorang murid dibanding berkecenderungan
pada tolerasnis nafsu dalam emngambil
perkara yang dimurahkan dan penakwilan-
penakwilan.”
Ketika di tanya tentang taqarub, ia
menjawab : Taqarubmu kepada Allah swt.
dengan cara bersiteguh terhadap keserasian
dengan-Nya, sedangkan kedekatan-Nya
kepadamu, dengan kelestarian taufiq-Nya.”
Ada seorang fakir masuk ke rumah
Syeikh Abu Abdullah bin Khafif.Si fakir itu
berkata kepada Syeikh : “Saya mempunyai
keragu-raguan (was-was).” Maka syeikh itu
menjawab : “Pada saat aku bersama
jamaah para Sufi, seringkali mereka tunduk
pada setan. Dan sekarang, setan-setan itu
tunduk kepada mereka.”
Abul Abbas al-Karkhy berkata :
“Kudengar Abu Abdullah bin Khafif berkata :
“Aku merasa lemah untuk bangun berdiri
melaksanakan shalat malam, Karena itu,
sebagai gantinya setiap rakaat selalu
kurutinkan dua rakaat sambil duduk. Sebab
ada hadis yang menegaskan : “ Shalat
dengan duduk itu pahalanya separo
dibanding shalat dengan berdiri .”
Abu Abdullah berkata : “Kadang-
kadang pada awal penempuhan jalan
Sufiku, setiap rakaat shalat kubaca Surat
“ Qul Huwallahu Ahad .” Sampai seribu kali.
Kadang-kadang setiap satu rakaat satu kali
khatam Al-Qur’an. Kadang-kadang aku
shalat mulai dari pagi hingga sore hari,
seribu rakaat.”
52.
Abu Hasan ibnush Shaigh
Abul Hasan – Ali bin Muhammad bin
Sahl ad-Dinawary ibnush Shaigh (wafat
330H./942M.). Bermukim di Mesir hingga
wafatnya, dan ia termasuk syeikh besar.
Abu Utsman al-Maghriby berkata :
“Aku belum pernah melihat seorang syeikh
yag lebih banyak memancarkan cahaya
dibanding Abu Ya’qub an-Nahrajury, dan
tidak pernah kulihat lebih banyak
kharismanya dibanding Abul Hasan ibnush
Shaigh.”
Ketika ditanya mengenai pengambilan
dalil antara orang yang menyaksikan dengan
yang tidak. Ia menjawab : “Bagaimana
dapat diambil dalil, sifat-sifat orang yang
memiliki padanan dan pandangan atas
orang yang tidak mempunyai padanan dan
pandangan pada dirinya?”
Ditanya tentang sifat seorang murid,
ia menjawab : “Sebagaimana difirmankan
oleh Allah swt. : “ Hingga apabila bumi telah
menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi
itu luas .” (Qs. At-Taubah : 118).
Katanya pula : “Kondisi-kondisi ruhani
itu seperti kilatan cahaya. Bila ada yang
menetap berarti hanyalah bisikan nafsu dan
kelaziman-kelaziman alamiah saja.”
53.
Dawud ath-Tha’y
Abu Sulaiman – Dawud bin Nushair
ath-Tha’y (wafat 165 H./781 M.), ia
tergolong orang berbudi agung. Mendapat
warisan duapuluh ribu dinar. Kemudian
diinfakkan selama dua puluh tahun.
Saya mendengar dari Syeikh Abu Ali
ad-Daqqaq yang berkata : “Faktor penyebab
tobatnya Dawud ath-Tha’y, ketika ia
melewati baghdad. Suatu hari ia minta
permisi kepada orang-orang untuk jalan
melewati depan Humaid ath-Thausy. Dawud
menoleh, dan Humaid pun tahu. Lalu
Dawud berkata : “Bakh! Dunia telah lebih
dulu ditinggalkan Humaid.” Sejak saat itulah
ia berdiam diri di rumah untuk menekuni
ibadat.”
Saya mendengar para fafkir di
Baghdad mengatakan, bahwa penyebab
tobatnya ath-Tha’y adalah ketika menghadiri
majelis Abu hanifah – radhiyallahu ‘anhu.
Suatu hari Abu Hanifah berkata kepadanya :
“Wahai Abu Sulaiman, soal piranti ilmu,
kami telah mengukuhkannya.” Lalu Dawud
bertanya : “Masih adakah yang tersisa?”
Abu Hanifah menjawab :
“Mengamalkannya.” Lalu Dawud berkata :
“Engkau membuatku serentak untuk ‘uzlah,
dan aku berjanji pada diriku sendiri,
“Sampai kamu mengikuti majelis mereka
dan tidak bertanya tentang satu masalah
pun.” Lalu ia berkata : “Seteelah itu aku
mengikuti majelis Sufi selama setahun,
sama sekali aku mengekang untuk sebuah
pertanyaan. Padahal masalah itu lewat di
hadapanku. Untuk berucap, bagiku begitu
berat dibandingkan menahan rasa dahaga
untuk meraih air yang dingin. Hingga
terjadilah apa yang terjadi.”
Dikisahkan, “Al-Junayd sedang
berbekam kepada Dawud ath-Tha’y, lantas
Junayd memberinya beberapa dinar. Lalu
Dawud berkata, “Ini berlebihan”! Namun al-
Junayd menjawab : “Tidak ada ibadat yang
sempurna bagi orang yang tidak punya
harga diri.”
Dawud bermunajat de tengah
malam : “Tuhanku, hasrat kepadaMu
membuatku menelantarkan hasrat duniawi.
Hasratku menghalangi diri dan tempat
tidurku.”
Dayah berkata kepada Dawud ath-
Tha’y : “Apakah Anda tidak menginginkan
roti?” Dawud menjawab : “DI antara
kunyahan roti dan minum aku memilih
membaca limapuluh ayat suci.”
Ketika Dawud ath-Tha’y wafat,
sebagian orang saleh bermimpi bertemu
dengannya, sedang Dawud lari kencang.
Lalu ditanya : “Ada apa denganmu?”
Dawud menjawab : “Saat ini aku sudah
bebas dari penjara!” Orang yang bermimpi
itu pun terbangun, lantas berteriak lantang
“Dawud ath-Tha’y telah tiada!”
Ada seorang bertanya kepda Dawud :
“Berilah aku wasiat.” Ia menjawab :
“Pasukan-pasukan kematian
menunggumu!.”
Ada seseorang datang kepada
Dawud, lantas ia melihat air yang menguap
oelh terik sinar matahari. Orang itu pun
berkata kepada Dawud : “Apakah tidak
sebaiknya Anda pindahkan ke tempat yang
dingin?” Dawud menjawab : “Ketika
kuletakkan, matahari belum terbit. Aku malu
jika Allah melihatku, karena keinginanku
itu.”
Abu ar-Rabi’ al-Wasithy bercerita :
“Kukatakan kepada Dawud ath-Tha’y,
“Berilah aku wasiat”, “Puslah engkau dari
dunia, berbukalah dengan kematian. Larilah
dirimu dari manusia seperli larimu dikejar
harimau!.”
54.
Abu Bakr ath-Thamastany
Abu bakr ath-Thamastany (wafat
setelah tahun 340 H./951 M.), berguru
kepada Ibrahim ad-Dibagh dan yang lain.
Tergolong berbudi luhur di zamannya dam
memiliki pengetahuan yang dalam. Wafat di
Naisabur.
Di antara perkataannya :
“Nikmat teragung adalah keluar dari
nafsu. Dan nafsu merupakan tirai terbesar
antara dirimu dan Allah swt.”
“Jalan sudah jelas. Kitab dan Sunnah
tegak di atas punggung kita. Keutamaan
para sahabat sudah maklum, karena mereka
lebih dahulu hijrah. Barangsiapa bersahabat
dengan Al-Qur’an dan As.Sunnah,
mengasingkan diri dari dirinya sendiri dan
makhluk Allah, lantas hatinya hijrah kepada
Allah swt, maka orang itu adalah orang yang
jujur dan benar.”
55.
Manshur bin Ammar
Abu as-Sary --- Manshur bin Ammar,
penduduk warga Marw, dari sebuah desa
yang disebut dengan Dandanikan. Ada yang
mengatakan, ia berasal dari Busyanj,
kemudian bermukim di Bashrah. Ia tergolong
tokoh penasihat yang cukup besar.
Di antara ucapannya : “Sapa yang
gelisah atas musibah dunia, musibah itu
akan berpindah dalam agamanya.”
“Pakaian terbaik seorang hamba
adalah takwa, tawadhu’ dan khusyu’.
Sedangkan pakaian terbaik bagi para ‘arifin
adalah takwa, Allah swt. berfirman : “ Dan
pakaian takwa, demikian itu lebih
baik .” (Qs. Al-A’raaf : 26).
Dikisahkan tentang tobatnya, ketika ia
menemukan kertas di jalan bertuliskan
Bismillahirrahmaanirrahiim, dan
mengambilnya. Ia tidak menemukan temepat
untuk meletakkan kertas itu, lantas ditelan
saja kertas tadi. Ketika malam ia bermimpi,
ada orang berkata, “Allah telah
membukakanmu pintu hikmah atas dirimu,
karena engkau telah menghormati kertas
tersebut.”
Abul Hasan asy-Sya’rany berkata :
“Aku bermimpi melihat Abu Manshur bin
Ammar. Aku bertanya : “Apa yang telah
dilakukan Allah swt. kepada diri Anda?” Ia
menjawab : “Allah berfirman kepadaku,
“Engkau Manshur bin Ammar?” Kujawab :
“Benar wahai Tuhanku.” Lalu Allah
berfirman lagi : “Bukankah engkau yang
memalingkan manusia dari dunia dan
(berpaling) dari mencintai seisinya?”
Kujawab : “Memang demikian wahai
Tuhanku, tetapi sebenarnya aku tidak
pernah melaksanakan ceramah di majelis,
kecuali selalu memulai dengan pujian
kepada-Mu, memuji melalui shalawat
kepada Nabi-Mu – semoga Allah swt.
melimpahkan shalawat dan salam-Nya
kepadanya – dan sepertiganya lagi untuk
memberi nasihat kepada hamba-hamba-
Mu.” Maka Allah swt. berfirman “Engkau
benar, Tempatkan suatu singgasana bagi
Manshur, yang biasanya untuk
mengagungkan Aku oleh para malaikat-Ku di
langit-Ku, sebagaimana ia mengagungkan
Aku di bumi-Ku di antara hamba-hamba-
Ku.”
56.
Al-Fudhail bin ‘Iyadh
Abu Ali – al-Fudhail bin ‘Iyadh
(105-187 H./723-803 M.), berasal dari
Marw. Ada yang mengatakan, ia dilahirkan
di Samarkand, kemudian besar di Abiward,
wafat di Mekkah bertepatan pada bulan
Ramadhan.
Al-Fudhail bin Musa berkata : “Al-
Fudhail suatu hari kehilangan jejak di
sebuah lorong antara Abiward dan Sarkhas.
Faktor yang menyebabkan tobatnya, bahwa
Fudhail pernah jatuh cinta kepada seorang
gadis. Ketika ia memanjat dinding agar
dapat menemuinya, tiba-tiba ada suara
seorang qari membaca ayat :Belum
datangkah waktunya bagi orang-orang yang
beriman untuk khusyu’ hati mereka
mengingat Allah. ” (Qs.Al-Hadid :16).
Seketika itu ia berkata “Tuhanku, sekarang
saja!” Kemudian Fudhail pulang, dan
kegelapan malam menuntunnya pada suatu
reruntuhan. Ternyata di tempat itu banyak
orang berkumpul. Salah seorang di antara
mereka berkata : “Kita berangkat!” Akan
tetapi sebagian lain berpendapat : “Kita
tunggu ssaja sampai pagi. Sebab Fudhail
berada di tengah jalan, ia akan terputus
nanti dengan kita.” Lalu Fudhail bertobat
dan mengikuti mereka. Akhirnya Fudhail
berada di tanah Mekkah, hingga wafatnya.”
Di antara ucapannya : “ Bila Allah swt.
mencintai seorang hamba, Dia memberinya
kesusahan yang banyak. Tetapi bila Allah
swt mebencinya, dunia si hamba itu
dileluasakan .”
Ibnul Mubila Fudhail wafat, hilanglah
segala kesedihan.”
Al-Fudhail berkata : “Bila dunia
dengan segala isinya ditawarkan kepadaku,
aku tak akan peduli. Bahkan aku akan
menganggapnya kotor, sebagaimana kalian
merasa jijik melihat bangkai, jika mengenai
pakaian kalian ketika sedang berjalan.”
“Bila aku harus bersumpah bahwa
aku ini orang yang riya’, lebih kusenangi
dibanding aku harus bersumpah bahwa aku
bukanlah oarng yang riya’.”
“Tidak beramal karena takut tertuju
kepada manusia termasuk riya’, Sedangkan
beramal karena manusia termasuk syirik.”
Abu Ali ar-Razy berkata : “Aku
menemani Fudhail tiga puluh tahun, tidak
pernah kulihat ia tertawa atau tersenyum,
kecuali pada hari kematian anaknya, Ali.
Aku bertanya, mengapa tertawa dan
tersenyum? Allah Mencintai seseorang ,
itulah yang menyebabkan aku juga
mencintai.” Katanya.”
57.
Ibrahim al-Qurmisainy
Abu Ishaq – Ibrahim bin Syaiban al-
Qurmisainy, adalah tokoh di zamannya. Ia
berguru kepada Abu Abdullah al-Maghriby
dan al-Khawwas, serta syeikh yang lain.
Di antara pesannya : “Barangsiapa
ingin sembrono dan mendekati kebatilan,
maka tetaplah pada amal-amal yang
rukhshah.
“Ilmu fana’ dan baqa’ berkisar di atas
kemurnian penunggalan kepada-Nya dan
kebenaran ubudiyah. Selain itu, hanyalah
kesalahan-kesalahan dan kezindikan.”
“Orang yang paling hina adalah orang
yang bermaksiat kepada Allah swt. dan
tidak bertobat.”
58.
Mudzaffar al-Qurmisainy
Mudzaffar al-Qurmisainy, adalah
seorang syeikh kaum Sufi, belajar kepada
Abdullah al-Kharraz dan yang lain. Di antara
ucapannya :
“ Lapar, bila diterima dengan hati
yang lapang akan melahirkan taman
berpikir, tambang hikmah dan hidup yang
cerdas, serta dian bagi Kalbu .”
“Amal paling utama para hamba,
adalah menjaga waktu kekiniannya, yakni
tidak sembrono pada suatu perkara dan
tidak melampaui batas.”
59.
Hamdun al-Qashar
Abu Shalih – Hamdun bin Ahmad bin
Ammarah al-Qashshar (wafat 271 H./884M.)
, berasal dari Naisabur. Ia penyebar aliran
Sufi Mulamatiyah di Naisabur. Berguru
kepada Salman al-Barusy dn Abu Turab an-
Nakhsyaby.
Ketika ditanya, kapan seseorang
boleh bericara dengan sesamanya?” Bila
memang jelas bahwa ia melaksanakan
kewajiban dari kewajiban-kewajiban Allah
swt, dalam ilmunya. Atau takut manusia
terjebur ke lumpur bid’ah, sedangkan ia
berharap agar Allah menyelamatkan
mereka.”
Ia berrkata : “Barangsiapa menduga
bahwa dirinya lebih baik dibanding jiwa
Fir’aun, maka orang itu telah menampakkan
takabur.”
Abdullah al-Munazil berkata : “Aku
berkata kepada Abu Shalih, “Wasiatilah
aku!” Ia berkata : “Bila Anda mampu untuk
tidak marah pada sesuatu yang bersifat
duniawi, silahkan!”>
Ketika sahabatnya meninggal,
Hamdun ada di dekat kepalanya. Ketika
benar-benar meninggal, Hamdun pun
mematikan lampu. Orang-orang pun lantas
memprotesnya, “Saat-saat seperti ini
seharusnya lampu-lampu malah ditambah
minyaknya!.” Hamdun menjawab : “Sampai
detik ini, minyak tersebut baginya.
Selanjutnya, minyak diperuntukkan ahli
warisnya.”
Hamdun berkata : “Barangsiapa
memperhatikan perjalanan ulama salaf, akan
mengenal kekerdilan dirinya, dan tertinggal
jauh dari derajat para tokohnya.”
“Jangan membuka rahasia seseorng ,
sebagaimana Anda sendiri punya rahasia
yang tidak ingin terbuka.”
60.
Abu Ali ibnul Katib
Abu Ali --- Hasan bin Ahmad ibnul
Katib (wafat setelah 340 H/951M.), berguru
kepda Abu Ali ar-Rudzbary, Abu Bakr al-
Mishry dan yang lain. Abu Ali sangat besar
budinya.
Ia berkata : “Bila rasa takut
menempati hati, lisan tidak akan berucap
kecuali yang berguna.”
“Kaum Mu’tazilah menyucikan Allah
swt. melalui perspektif akal rasional,
kemudian mereka disalahkan. Sedangkan
kaum Sufi menyusikan Allah swt. dari
perspektif ilmu, lalu dibenarkan.”
61.
Muhammad al-Kattany
Abu Bakr – Muhammad bin Ali al-
Kattany (wafat 322 H./934 M.), berasal dari
Baghdad. Ia berguru kepada al-Junayd, al-
Kharraz dan an-Nury. Kemudian tinggal di
Mekkah al-Mukarramah hingga wafatnya.
AL-Kattany pernah melihat orang tua
berambut dan berjenggot putih, sedang
meminta-minta. Ia berkata : “Orang ini telah
menelantarkan kewajiban dari Allah swt, di
masa kecilnya. Lalu Allah swt,
menelanatarkannya di masa tuanya.”
“Syahwat adalah kendali setan.
Barangsiapa dapat dikendalikannya, maka
dialah budaknya.”
62.
Ma’ruf al-Karkhy
Abu nahfudz – Ma’ruf Fairuz al-
Karkhy (wafat 200 H./815 M.), salah seorang
tokoh besar di kalangan syeikh Sufi, yang
doanya sangat mustajabah, dimana
kuburnya pun dapat memyembuhkan orang
sakit. Bahkan penduduk Baghdad berkata :
“Kuburan Ma’ruf merupakan obat yang
mujarab.”
Ma’ruf adalah budak yang
dimerdekakan Ali bin Musa ar-Ridha ra.
Dan merupakan Guru Sary as-Saqathy.
Saya mendengar Syeikh Abu Ali ad-
Daqqaq berkata : “Ma’ruf al-Karkhy berasal
dari keluarga Nasrani. Lalu oleh kedua
orangtuanya Ma’ruf diserahkan kepada
seorang pendidik, ketika masih kecil. Saat
pendidik itu mengajari ma’ruf : “Katakanlah
Allah adalah Tritunggal.”
Lalu Ma’ruf menjawab, Tidak, tetapi
Dia adalah Satu.” Lantas si Guru itu pun
memukulinya sampai luka parah. Ma’ruf lari
menghilang. Kedu orang tuanya berkata :
“Siapa tahu Ma’ruf kembali ke pangkuan
kita, terserah agama aapa yang dipeluknya,
dan kita mengikutinya saja.”
Ternyata Ma’ruf masuk Islam di
hadapan Ali bin Musa ar-Ridha, dan
kembali pulang. Ketika mengetuk pintu
rumahnya, dari dalam terdengar seruan :
“Siapa itu?” “Ma’ruf” jawabnya. “Kamu
datang memeluk agama apa?” tanya kedua
orang tuanya. “Memeluk agama Hanif
(Islam); kata Ma’ruf. Lantas kedua orang
tuanya pun masuk Islam.
Say as-Saqathy pernah bermimpi
melihat Ma’ruf al-Karkhy berada di di bawah
Arasy. Kemudian Allah swt. berfiman
kepada para malaikat-Nya : “Siapakah
orang ini?” Para Malaikat itu menjawab,
“Engkau lebih Maha Tahu wahai Tuhan.”
Lalu Allah swt. berfirman : “Ini adalah
Ma’ruf al-Karkhy. Ia mabuk karena
mencintai-Ku, dan tidak akan sadar kecuali
bertemu dengan-Ku.”
Di antara ucapan Ma’ruf : “Salah satu
dari murid-murid Dawud ath-Tha’y berkata
kepadaku, ‘hati-hatilah, jangan
meninggalkan amal! Sebab beramal itu
mendekatkan dirimu pada ridha Tuhanmu.’
Aku bertanya : “Amal apa itu? Ia
menjawab : “Melanggengkan ketaatan
kepada Tuhanmu, khidmat kepada sesama
Muslim dan memberi nasihat kepada
mereka.”
Muhammad ibnul Husain, bercerita
tentang Ma’ruf dari ayahnya, “Aku melihat
Ma’ruf dalam mimpi setelah ia wafat. Aku
bertanya, “Apa yang telah dilakukan Allah
swt. atas diri Anda?” ma’ruf menjawab :
“Allah telah mengampuniku. Aku bertanya :
“Apakah itu karena zuhud dan wara’
Anda?” Ia menjawab : “Bukan. Tapi karena
aku menerima sepenuhnya nasihat Ibnus
Sammak; selalu dalam kefakiran serta
mencitai orang-orang fakir.”
Nasihat Ibnu Sammak sebagaimana
diceritakan oleh Sary as-Saqathi : “Aku
mendengar Ma’ruf berkata : “Ketika aku
sedang melintasi jalan di Kufah, aku
berhenti pda seorang laki-laki bernama
Ibnus Sammak yang sedang memberri
nasihat kepada orang-orang. Di sela-sela
pembicaraannya, Ibnu Sammak berkata :
“ Siapa pun yang menentang Allah dengan
sepenuhnya, Allah swt. pun akan
menentangnya secara serentak.
Barangsiapa menghadap kepada Allah swt.
melalui hatinya, Allah akan menerima
dengan rahmat-Nya kepada orang itu, dan
seluruh wajah-wajah makhluk akan
menerimanya. Barangsiapa menghadap
Allah hanya sekali-kali, Allah swt, pun
mencurahkan rahmat-Nya sewaktu-waktu .”
Kata-kata tersebut benar-benar
berkesan di hatiku. Lantas aku menghadap
kepada Allah swt. dan meninggalkan apa
yang kumiliki, namun tetap berkhidmat
kepada tuanku, Ali bin Musa ar-Ridha.
Kejadian di atas kulaporkan kepada tuanku,
lantas ia berkata : “Nasihat itu sudah cukup
bagimu, bila engkau masih minta nasihat.”
Ketika menjelang wafatnya, Ma’ruf
diminta : “Berwasiatlah!”, Ma’ruf
menjawab : “Bila aku tiada, sedekahkan
semua pakaianku. Aku ingin keluar dari
dunia, persis seperti aku lahir ke dunia,
dalam keadaan telanjang.”
MA’ruf sedang berjalan bertemu
dengan seorang penjual air. “Semoga Allah
swt. merahmati orang yang minum ini.”
Padahal kala itu Ma’ruf berpuasa. Kontan
saja penjual air itu menyodorkan dan Ma’ruf
pun meminumnya. “Bukankah Anda
berpuasa?” Ma’ruf menjawab,” Benar,
tetapi aku berharap akan doanya.”
63.
Syah al-Kirmany
Abul Fawaris --- Syah bin Syuja’ al-
Kirmany (wafat sebelum 300 H./912 M.),
termasuk salah seorang putera keturunan
raja-raja. Ia berguru kepada Abu Turab an-
nakhsyaby dan Abu Ubaid al-Bisry, serta
generasi kaum Sufi.
Di antara ucapannya : “Tanda
ketakwaan adalah wara’ dan tanda wara’
adalah menghindari perkara-perkara
syubhat.”
Barangsiapa memejamkan matanya
dari segala hal-hal yang diharamkan,
mengekang nafsunya dari syahwat,
meramaikan hatinya dengan muraqabah
yang dilanggengkan, sementara lahiriahnya
mengikuti jejak As-Sunnah, kemudian
mengembalikan dirinya pada makanan
halal,maka firasatnya tidak akan salah.”
64.
Al-Harits al-Muhasiby
Abu Abdullah --- Al-Harits bin Asad
al-Muhasiby (wafat 243 H./857 M.),
Sungguh, tidak ada orang yang terpandang
di zamannya sehebar al-Muhasiby dalam
bidang ilmu, wara’, muamalat dan tingkah
laku. Asli dari Bashrah dan meninggal di
Baghdad.
Dikisahkan, bahwa al-Muhasiby
mewarisi tujuhpuluh ribu dirham dari
emndiang ayahnya. Tidak sedirham pun
diambilnya. Disebutkan, karena ayahnya
berbicara dengan kekayaan. Demi
kewara’an, ia tidak mengambil harta
warisannya, dan berkata : “Sebuah riwayat
yang shahih dari nabi saw. yang bersabda :
“ Tidak saling mewarisi sedikit pun, sebuah
keluarga yang memiliki dua agamanya
berbeda .” (H.r. Abu Dawud).
Muhammad bin Masruq berkata :
“Keetika al-Harits al-Muhasiby wafat,
sebenarnya sangat membutuhkan dirham,
tetapi sama sekali ia tidak mengambil
sedikit pun peninggalan ayahnya berupa
harta dan ladang.”
Saya mendengar Syeikh Abu Ali ad-
Daqqaq mengisahkan, bahwa al-harits al-
Muhasiby bila menjulurkan tangannya untuk
meraih makanan yang di sana ada kadar
syubhatnya, jari-jemarinya bergerak, dan
mengeluarkan keringat. Maka ia urung
mengambil makanan itu.
Abu Abdullah bin Khafif berkata :
“Ikutilah lima tokoh dari kalangan syeikh
kita : Al-harits al-Muhasiby; al-Junayd bin
Muhammad, Abu Muhammad Ruwaym; Abul
Abbas bin Atha’ dan Amr bin Usman al-
Makky; sebab mereka itulah yang
mengintegrasikan antara ilmu (syariat) dan
hakikat.”
Di antara ucapan al-Muhasiby :
“Barangsiapa meluruskan batinnya melalui
muraqabah dan ikhlas, Allah swt, akan
menghiasi lahiriahnya dengan mujahadah
dan mengikuti Sunnah.”
Riwayat dari al-Junayd : “Suatu hari
aku berjalan bersama al-harits al-Muhasiby.
Tiba-tiba muncul rasa lapar. Aku berkata
kepadanya, Paman, kita masuk rumah,
untuk mendapatkan makanan.” Beliau
menjawab : “Ya”. Maka aku amsuk ke
dalam rumah dan mencari sesuatu yang
dapat kuhidangkan. Di daam rumah
memang ada makanan yang dibawa dari
pesta perkawinan kalangan tertentu. Aku
hidangkan makanan tersebut kepadanya. Ia
mengambil sesuap, kemudian ia kunyah
beberapa kali. Tiba-tiba ia berdiri menuju
suatu gang, lantas memuntahkan makanan
itu, lalu pergi begitu saja.
Beberapa hari kemudian keteika aku
menemuinya, dan bertanya, mengapa
memuntahkan makanan itu. Al-Harits
menjawab, ‘Sebenarnya saat itu aku amat
lapar, dan aku ingin menyenangkanmu
dengan ikut makan. Namun antara diriku
dengan Allah swt. muncul alamat, untuk
tidak menikmati makanan yang ada
syubhatnya. Itulah yang membuatku tidak
jadi menelannya. Dari mana anda dapat
makanan itu? Aku katakan : “Itu makanan
dari teteangga dekat yang mengadakan
pesta perkawinan. Aku melanjutkan : “Hari
ini Anda bersedia makan? Ia menjawab :
“Ya” Lantas kuhidangkan makanan kering
yang ada pada kami. Dan ia pun
memakannya. Kemudian berkata : “Bila
engkau menyuguhkan makanan kepada
seorang fakir, hidangkanklah makanan
padanya seperti makanan ini.”
65.
Al-Junayd bin Muhammad
Abul Qasim – al-Junayd bin
Muhammad (wafat 297 H./910M.), adalah
pemuka tharikat kaum Sufi. Berasal dari
Nahawand, namun lahir dan tumbuh besar
di Irak. Ayahnya seorang penjual kaca,
karenanya al-Junayd serign dikaitkan
dengan nisbat, al-Qawariry. Ia dikenal
sebagai seorang faqih dalam bidang
mazhab Abu Tsaur, dan berfatwa di
halaqahnya ketika usianya baru duapuluh
tahun. Berguru kepada pamannya sendiri
as-Sary, juga kepada al-Harits al-Muhasiby,
serta Muhammad bin Ali-al-Qashshab.
Ketika ditanya perihal orang yang
ma’rifat, al-Junayd menjawab, : “Siapa yang
berbicara tentang rahasia hati Anda, namun
Anda diam.”
Al-Junayd berkata : “Aku tidak
pernah mengambil pelajaran tasawuf dari
kata-kata. Tetapi aku mengambil pelajaran
dari rasa lapar dan meninggalkan dunia,
memutus segala kecenderungan dan hal-hal
yang elok .”
Abu Ali ar-Rudzbaary berkata : “Aku
mendengar al-Junayd berkata kepada
seorang laki-laki yang menyebutkan perihal
ma’rifat. Laki-laki itu berkata : “Ahli ma’rifat
billah ada yang sampai pada tahap
meninggalkan gerakan-gerakan dari gerbang
kebaikan dan ketakwaan kepada Allah swt.”
Al-Junayd langsung menjawab : “Ungkapan
itu merupakan ucapan kaum yag berbicara
tentang gugurnya amal. Bagiku, itu perkara
besar. Orang yang mencuri dan berzina
sekalipun, lebih baik daripada orang yang
berpandangan demikian. Orang-orang yang
ma’rifat kepada Allah swt, senantiasa tekun
beramal kepada Allah swt, dan kepada-Nya
mereka kembali. Bila saja usisaku mencapai
seribu tahun, sedikitpun aku tidak akan
mengurangi amal=amal kebajikan, kecuali
aku malah dialihkan selain amal tersebut.”
Di antara kata-katanya :
“Seluruh Jalan sebenarnya
diperuntukkan kepada makhluk, kecuali bagi
orang yang mengikuti jejak Rasul saw,”
“Bila seseoarng benar-benar
menghadap Allah swt. selama sejuta tahun,
lantas sejenak ia berpaling dari-Nya, segala
sessuatu yang telah hilang dari sejenak itu
nilainya lebih banyak ketimbang yang
diperolehnya (selama sejuta tahun).”
“ Barangsiapa tidak menjaga Al-
Qur’an dan tidak menulis Hadits, dalam
kaitan persoalan ini, orang tersebut tidak
boleh diikuti. Sebab ilmu tasawuf kita diikat
oleh Kitab dan Sunnah .”
Al-Junayd ditanya : “Darimana Anda
meraih prestasi ilmu seperti ini?” Ia
menjawab : “Dari dudukku selama tiga
puluh tahun di hdapan Allah swt.” Di bawah
derajat tersebut, al-Junayd mengisyaratkan
pada satu tahap derajat yang dicontohkan di
rumahnya.
Ketika di tangannya berkait tasbih, ia
ditanya : “Anda, dengan kemuliaan Anda,
masih memakai tasbih di tangan?” Ia
menjawab : “Melalui ini, aku dapat sampai
kepada Tuhanku. Oleh karena itu, aku tidak
melepaskannya .”
Saya mendengar Syeikh Abu Ali ad-
Daqqaq berkata : “l-Junayd memasuki
kedainya setiap hari, kemudian menutup
tirai, lalu shalat empat ratus rakaat, baru
kemudian pulang ke rumahnya.”
Abu Bakr al-Athawy bercerita :
“Ketika aku berada di dekat al-Junayd saat
menjelang wafatnya, ia ingin
mengkhatamkan Al-Qur’an. Lalu ia mulai
membaca Surat Al-Baqarah, baru
tujuhpuluh ayat dibacanya, tiba-tiba ia wafat
– semoga Allah swt. mencurahkan rahmay-
Nya.”
66.
Abdullah al-Murta’isy
Abu Muhammad – Abdullah bin
Muhammad al-Murta’isy (wafat
329H./940M.), berasal dari Naisabur,
tepatnya desa Hirah. Ada yang mengatakan,
berasal dari Malqabadz. Abu Muhammad
berguru kepada Abu Hafs, Abu Utsman, dan
bertemu dengan al-Junayd. Ia dikenal
memiliki budi pekerti yang agung. Tempat
tinggalnya di masjid Syuniziyah, namun
wafat di Baghdad.
Di antara ucapannya : “Kehendak
adalah menahan nafsu dari kehendak, dan
menghadap kepada Allah swt. dan ridha
terhadap datangnya kepastian.”
Dikatakan kepadanya : “Ada
seseorang sedang berjalan di atas air.” Ia
menjawab : “Barangsiapa ditempatkan oleh
Allah swt. pada suasana yang kontra dengan
hawa naffsu, maka yang demikian lebih baik
daripada berjalan di udara.”
67.
Ali al-Muzayyin
Abul Hasan – Ali bin Muhammad al-
Muzayyin (wafat 328 H./940 M.), berasal
dari Baghdad. Ia murid dari Sahl bin
Abdullah al-Junayd dan tokoh lainnya. Wafat
di Mekkah al Mukarromah ketika berada di
sana. Dikenal sebagai seorang wira’i besar.
Ia berkata : “ Dosa yang berulang
merupakan siksaan atas disa sebelumnya.
Dan kebaikan yang berulang merupakan
pahala dari kebajikan sebelumnya .”
Ketika ditanya soal tauhid, jawabnya :
“Hendkanya engkau mengetahui Sifat-sifat
Allah swt. Yang nyata pada sifat-sifat
makhluk-Nya. Allah menjelaskan kepada
mereka melalui Sifat-sifat-Nya Yang Qadim,
sebagaimana para makhluk menampilkan
diri mereka melalui sifat-sifat yang hadits.”
Di antara ucapannya : “Barangsiapa
tidak merasa kaya di hadapan Allah Swt.
Dia amenjadikan orang tersebut butuh
kepada sesama makhluk. Dan barangsiapa
merasa cukup di hadapan Allah swt, Dia
menjadikan makhluk lain butuh kepadanya.”
68.
Ahmad bin Msruq
Abu Abbas – Ahmad bin Muhammad
bin Masruq (Wafat 298 H/910 M.), adalah
penduduk Thous, kemudian tinggal di
Baghdad. Ia berguru kepda al-harits al-
Muhasiby dan Sary as-Saqathy. Wafat pula
di Baghdad.
Di antara ucapan-ucapannya :
“Barangsiapa muraqabah kepada
Allah swt. dalam gerak-gerik hatinya, Allah
swt. akan menjaganya dalam gerak-gerik
tubuhnya.”
Mengagungkan kehormatan kaum
Mukminin, termasuk mengagungkan
kehormatan Allah swt. dan dengan
pengagungan itu, seorang hamba sampai
pada tahap ketakwaan.
“ Pohon ma’rifat disiram dengan air
pemikiran. Dan pohon kealpaan ddisiram
dengan air kebodohan. Pohon tobat disiram
dengan air penyesalan. Sedangkan pohon
cinta disiram dengan air komitmen dan
keselarasan .
“Bila anda berambisi kepada
ma’rifat, namun sebelumnya tidak
melampaui aturan tangga kehendak, maka
Anda berada dalam kebodohan. Dan bila
Anda meraih kehendak, namun tidak
didahului pelurusan tahap tobat, Anda
dalam keadaan alpa atas apa yang Anda
cari.”
69.
Dzun Nuun al-Mishry
Abul Faydh – Dzun Nuun Tsauban bil
Ibrahim al-Mishry (wafat 240 H./859 M.).
Ayahnya berasal dari bangsa Nauby, (Timur
laut Afrika), merupakan tokoh langka dalam
tingkah laku, ilmu, kewara’an dan adab
dimasanya. Ketika di Mesir, ia pernah
dipanggil Khalifah al-Mutawakkil, karena
keluhan bebeerapa oarng. Saat Dzun Nuun
masuk dan memberi wejangan kepdanya, al-
Mutawakkil langsung menangis,d an ia
dikembalikan ke Mesir secara terhormat. Al-
Mutawakkil sendiri sering menangis jika
disebut-sebut di hadapanya, nama-nama
ahli wara’. Bila ahli wara’ disebut-sebut, aku
selalu membayangkan Dzun Nuun.”
Dzun Nuun adalah sosok laki-laki
berbadan kurus, berkulit kemerah-merahan,
namun jenggotnya tidak putih.
Di antara ucapannya :
“Pangkal pembicaraan pada empat
hal “ Mencintai Allah Yang Maha Agung,
membenci kekikiran; mengikuti wahyu; dan
takut bergeser.”
“Di antara tanda-tanda orang
mencintai Allah swt. orang tersebut akan
mengikuti jejak kekasih Allah, Muhammad
saw. dalam akhlak, perbuatan dan perintah
serta Sunnahnya.”
Ketika ditanya tentang golongan hina,
ia menjawab : “Orang yang tidak mengenal
jalan menuju kepada Allah swt, dan tidak
pula berusaha untuk mencari tahu.”
Al-Maghriby datang dan bertanya
kepda Dzun Nuun : “Wahai Abul Faydh, apa
yang menyebabkan engkau tobat?” Al-
Maghriby masih mencecer pertanyaan :
“Apakah karena sesuatu yang
mengagumkan yang tak dapat engkau
bayangkan. Demi Tuhan Yang engkau
sembah, sudilah kiranya engkau
memberitahukannya kepdaku!” Lalu Dzun
Nunn menjawab : “Aku ingin pergi dari
Mesir menuju suatu perkampungan. Di
tengah jalan aku tertidur di padang psir.
Kubuka kedua mataku, ternyata ada burung
besar yang jatuh dari sarangnya ke bumi.
Lalu bumi retak, dan keluar dua buah
mangkok, satu berupa emas, dan yang lain
berupa perak. Salah satu mangkok itu
berisibiji-bijian dan yang lain berisi air. Aku
pun makan dan minum dari kedua mangkok
itu. Kukatakan : “Rasanya cukup bagiku, aku
benar-benar tobat, dan aku menuju Gerbang
Allah swt. hingga Dia menerimaku kembali.”
Juga ucapannya : “Janganlah hikmah
mememnuhi lambung yang dipenuhi
makanan.”
Ketika ditanya tentang tobat, ia
menjawab : “ Tobat orang awam didasarkan
pada dosa. Tobat kalngan khawash
didasarkna pada kealpaan .”
70.
Sa’id al-Maghriby
Abu Utsman – Sa’id bin Salam al-
Maghriby (Wafat 373 H./893 M,), tokoh di
zamannya yang cukup monumental. Ia
berguru kepada Ibnul Katib, Hubaib al-
Maghriby, Abu Umar az-Zujjajy dan bertemu
dengan an-Nahrajury dan Ibnush Shaigh,
serta yang glainnya.
Meninggal di Naisabur, dan berwasiat
agar dishalati oleh Abu bakr bin Faruk.
Di antara ucapannya : “ Takwa adalah
berdisiplin pada hukum-hukum syariat, tidak
meremehkan dan tidak pula
menyimpangkan .”
“ Barangsiapa mempriorotaskan
bergaul dengan oang-orang kaya,
mengalahkan maejlis-majelis kaum fakir,
Allah akan mengujinya dengan bencana
kematian hati .”
71.
Muhammad al-Maghriby
Abu Abdullah – Muhammad bin Ismail
al-Maghriby (wafat 299 H./911 M.), Guru
adari Ibrahim bin Syaiban dan murid dari Ali
bin Ruzain, Hidup dalam suia kurang lebih
120 tahun. Budinya sangat mengagumkan.
Tidak pernah makan beberapa tahun dari
uluran tangan manusia. Ia makan dari
bermacam-macam rumput, yang dikunyah
berkali-kali .
Kata-katanya , antara lai : “Amal
paling utama adalah meramaikan kediam
dirian dengan keserasian kepada-Nya.”
“Orang paling hina dalah seorang
fakir yang menjilat atau tunduk kepada
orang kaya. Dan budi paling agung adalah
orang kaya yang merasa hina di hadapan
para fakir, menghormati dan memuliakan
para fakir .”
72.
Amr al-Makky
Abu Abdullah – Amr bin Utsman al-
Makky (wafat 291 H./904 M,), bertemu
dengan Abu Abdullah an-Nabajy, berguru
kepada Abu Sa’id al-Kharraz dan yang lain.
Termasuk imam dalam bidang Tasawuf dan
ushul, serta imam tharikat. Wafat di
Baghdad.
Di antara ucapannya : “Setiap yang
terkhayal di hatimu, atau terlintas di
pikiranmu, atau gerak bisikan yang ada di
hatimu; berupa sesuatu kebagusan,
kharisma, kesukacitaan jiwa, keindahan,
kecemerlangan, khayalan, cahaya, sosok
atau pun imajinasi, maka Allah swt. jauh
dari itu semua. Ingatlah Firman Allah swt.
“ Tiada sesuatu apapun yang menyamai-
Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui .” (Qs. Asy-Syuura : 11). Dan
Firman-Nya : “Tidak beranak dan tidak
diperanakan, Dan bagi-Nya tiak satu pun
yang menyetarai-Nya .” (Qs. Al-Ikhlash : 3-4)
.
“ Ilmu sebagai pembimbing, Takut
sebagai penghalau. Nafsu adalah kedekilan
antara keduanya, liar penuh tipu daya dan
muslihat. Maka hindarilah nafsu dan jagalah
dengan kendali ilmu. Siramilah dengan
ketakutan rasa takut yang merobohkan.
Maka cita-citamu akan sukses.”
73.
Abdullah bin Munazil
Abu Muhammad – Abdullah bin
Munazil (wafat 329 H./941 M.), Tokoh
gerakan thariqat Mulamaty dan tokoh besar
di amsanya. Berguru kepada Hamdun al-
Qashshar. Dikenal alim dan penulis Hadis
yang banyak. Akhirnya wafat di Naisabur.
Ucapan-ucapannya, antara lain :
“Tidak seorang pun yang menelantarkan
kefardhuan, melainkan Allah swt,
mengujinya, dengan melalui penelantaran
ibadat-ibadat sunnah. Dan tidak seorang
pun menelantarkan ibdat sunnah kecuali
orang itu nyaris tercebur dalam bid’ah.”
“aktu-waktu paling utama bagi Anda,
adalah waktu dimana Anda selamat dari
gangguan nafsu, dan manusia lain selamat
dari buruk sangka Anda.”
74.
Ismail bin Nujayd
Abu Mar – Ismail bin Nujayd (wafat
366 H./977 M.), berguru kepada Utsman,
dan bertemu dengan al-Junayd. Berbudi
luhur, dan termasuk murid terakhir Abu
Utsman yang wafat. Wafat di Mekkah al-
Mukarramah.
Ucapannya : “Setiap kondisi ruhani
yang tidak muncul dari aksioma ilmu, maka
bahayanya akan menimpa pelakunya
dibanding manfaatnya.”
“Barangsiapa menelantarkan waktu-
waktunya, dari waktu kefardhuan yang
diwajibkan Allah swt, ia akan terhalang
menikmati lezatnya fardhu itu, walaupun
dalam selang waktu sesudahnya.”
Ketika ditanya tentang tasawuf, ia
menjawab : “Sabar di bawah perintah dan
larangan.”
Penyakit hamba adalah keridhaan
dirinya terhadap nafsunya sendiri.”
75.
Askar an-Nakhsyaby
Abu Turab – Askar bin Huasin an-
Nakhsyaby (wafat 245 H./859 M,), Berguru
kepada Hatim al-Asham, dan Abu Hatim al-
Tathar al-Mishry. Ada riwayat, Askar wafat
di tenegah pdang sahara.
Ahmad ibnul Jalla’ berkata : “Aku
berguru kepada enamratus syeikh, namun
aku tidak pernah menjumpai empat tokoh di
antara mereka. Di antara empat orang itu,
paling utama adalah Abu Turab an-
nakhsyaby.
Abu Turab berkata : “Seorang fakir
makanannya adalah apa yang didapat,
pakaiannya apa yang daapt menutupi, dan
tempat tinggalnya di mana pun mau
tinggal.”
“Bila seorang hamba benar dalam
amalan, akan mendapatkan kemanisannya
sebelum melakukan. Bila ia ikhlas dalam
beramal, kemanisan dan kelezatannya
didapatkan ketika melakukan saat itu.”
Bila an-Nakhsyaby melihat sesuatu
yang tidak disukai di antara murid-muridnya,
ia malah bertambah tekun, dan
memperbarui tobatnya. Sebab Allah swt.
berfirman : “ Sesungguhnya Allah tidak
mengubah suatu akum sehingga mereka
mengubah diri mereka.” (Qs. Ar-Ra’ad : 11)
.
Abu Turab berkata : “Antara diriku
denganAllah swt. ada janji, yaitu aku tidak
akan menjulurkan tangan ke barang haram,
kalaupun terjadi tanganku harus dipotong.”
“Aku tidak pernah menuruti nafsuku,
kecuali hanya sekali. Ketika itu aku
menginginkan sekali roti dan telur, pada
saat kepergianku. Lalu aku membelokkan
jalan ke suatu kampung. Tiba-tiba ada
seorang laki-laki yang meloncat dan
bergayut apdaku, sembari berkata, “Orang
ini yang bersama pencuri!.” Lalu orang-oang
melempariku dengan tanah dan memukulku
dengan tujuh puluh pukulan kayu. Lantas
ada di antara mereka seorang sufi,berteriak,
“Hai, celka kalian! Orang ini adalah Abu
Turab an-Nakhsyaby. Biar ini urusanku,
serahkan kepdaku. Orang itu memasukan
aku ke rumahnya, dan aku disuguhi roti dan
telur. Aku berkata, “Telur dan roti ini
muncul setelah tujuh puluh jilidan (pukulan)
.”
Riwayat dari Ibnu Jalla’ : “Aku datang
ke tempat Abu Turab an Naksyaby di
Mekkah – semoga Allah swt. menjaganya –
dengan jiwa yang lapang. Aku bertanya :
“Ke mana Anda makan wahai Ustadz?”
Beliau menjawab : “Makan di Basharah,
makan di Nabaj dan makan di sana..... di
sana....”
76.
Khayr an-Nassaj
Nama lengkapnya Muhammad bin
Ismail bin Samura. Dijuluki Khayrun Nassaj,
akrena suatu saat ia pergi naik haji. Lalu
seseorang mencekalnya di gerbang Kufah.
“Kamu adalah budakku, dan namamu
Khayr.” Kata orang berkulit hitam itu, dan ia
tidak dapat menolaknya. Orang itu
mempekerjakannya sebagai penenun sutera.
Selanjutnya orang itu meninggalkan Khayr
begitu saja, sambil berkata, “Aku keliru,
engkau ternyata bukan budakku, dan dirimu
bukan Khayr.” Lantas Khayrun Nasssaj
menjawab : “Aku tidak akan pernah
mengubah nama pemberian sessama
Muslim.” Dan nama itu menjadi monumental
baginya.
Berguru kepada Abu Hamzah al-
Baghdady dan bertemu as-Sary. Ia
termasuk teman seangkatan an-Nury.
Dikatakan. Ia hidup dalam usa 120 tahun.
Bertobat di majelis as-Syibly dan al-
Khawwas. Akhirnya menjadi guru bagi
jamaah Sufi.
Khayrun Nassaj berkata : “Takut
adalah cemeti Allah swt. yang dberikan
kepada seseorang yang berkali-kali beradab
buruk.”
Abul Husain al-Maliky berkata : “Aku
bertanya akepaa seseorang tentang suasana
menjelang akhir hayat Khayrun Nassaj.
Orang itu mengisahkan, : “Menjelang
wafatnya, saaat shalat maghrib tiba, ia
pingsan. Kemudian kedua matanya terbuka
dan menunjukkan suatu arah rumah, dan
berkata : “Berhenti, engkau adalah hamba
yang diperintah dan aku juga hamba yang
diperintah. Hal-hal yang diperintahkan
kepadaku tidak membuatmu kehilangan, dan
bagiku yang diperintahkan kepadaku telah
meninggalkanku. Lantas ia meminta air
wudhu untuk shalat. Kemudian melakukan
shalat, lantas kejang dan memejamkan
kedua matanya, serta membaca syahadat,
langsung wafat.”
IA dimimpikan oelh seseorang dan
ditanya : “Apa yang dilakukan Allah swt,
kepada Anda?” Ia menjawab : “Jangan
tanya kepadaku tentang itu. Tapi aku
istirahat dari duniamu yang kotor.”
77.
Ja’far bin Nashr
Abu Muhammad – Ja’far bin Nashr
(235 -348 H./867 -959M.), lahir dan tumbuh
di Baghdad. Berguru kepada al-Junayd dan
menisbatkan ketasawufannya kepada al-
Junayd. Berguru pula kepada an-Nury,
Ruwaym, Samnun dan generasi tokoh Sufi
lainnya. Wafat di Baghdad.
Ia berkata : “Seorang hamba tidak
akan menemukan kelezatan beramal kepada
Allah swt. dengan disertai kelezatan nafsu.
Sebab ahli hakikat telah memotong
hubungan ketergantungan nafsu yang
biasanya justru memutuskan dari hubungan
kepada Allah swt. sebelum mereka dipotong
oleh hubungan nafsu itu sendiri.”
Katanya pula : “Antara hamba dan
wujud hendaknya menempatkan takwa di
hatinya. Bila demikian, akan turun berkat-
berkat ilmu kepada dirinya, dan kesenangan
pada dunia jadi sirna.”
78.
Ibrahim an-Nash Abadzy
Abul qasim – Ibrahim bin Muhammad
an-Nashr Abadzy (wafat 369 H./979 M.),
seorang syeikh di Khurasan pada zamannya.
Berguru kepada asy-Syibli dan Abu Ali ar-
Rudzbary serta al-Murta’isy. Tinggal di
Mekkah al-Mukarramah – semoga Allah swt.
menjaganya – dikenal sebagai seorang alim
di bidang Hdits dan meriwayatkan banyak
Hadits.
Di antara ucapannya : “Bila tampak
pedamu suatu dari lembah Al-Haq,
janganlah kamu menoleh kepaa surga atau
neraka!. Bila engkau kembali dari kondisi
ruhani seperti itu, agungkanlah semua yang
diagungkan Allah swt.
Ketika ditanya, bahwa orang-orang
pada berbaur dengan kaum wanita, dan
mereka beralasan : “Kami-kami ini terjaga
dari dosa untuk meliaht mereka : “Maka
nashr Abadzy menjawab : “Sepanjang
manusai masih mengangkat tangannya,
perintah dan larangan masih berlaku. Halal
dan hram senantiasa akan emnjadi batas
untuk mereka jalani. Siapapun tidak akan
menjurus pada hal-hal yang syubhat, kecuali
orang yang melintasi jalan keharaman.”
Katanay pula : “Prinsip tasawuf
adalah meneguhkan diri pada Kitab dan
Sunnah, meninggalkan hawa nafsu dan
bid’ah. Menghormati para syeikh, dan
peduli pda kesengsaraan makhluk,
melanggengkan wirid/dzikir dan
meninggalkan kemurahan-kemurahan
ibadat, erta penakwilan-penakwilan.
79.
Ishaq an-Nahrajury
Abu Ya’kub --- Ishaq bin Muhammad
an-Nahrajury (330 H./941 M.), berguru
kepda Abu Amr al-Makky, Abu Ya’qub, al-
Junayd dan yang lain. Wafat di Mekkah al-
Mukarramah. Di antara ucapannya :
“Dunia adalah lautan. Akhirat adalah
pantai benua. Kapalnya adalah takwa,dan
manusia adalah para penumpang .
“Aku pernah melihat seseoran gseang
thawaf, sementara matanya tinggal satu,
sembari mengucapkan munajatnya. “Aku
berlindung kepada-Mu dari-Mu. Aku
bertanya : “Doa macam apa itu?” Orang itu
menjawab : “Suatu hari aku melihat
seseorang dan aku menganggap bagus
orang tersebut. Tiba-tiba sebuah
tempelengan mengenai mataku. Hingga
mataku meleleh. Aku mendengar suara
halus berkata :”Satu tempelengan, akrena
satu pandangan. Kalau engkau menambah
pandangan lagi, akan kami tambah
tempelengan.”
“Kondisi ruhani paling utama,
sepanjang diiringi oleh ilmu.”
80.
Ahmad an-Nury
Abul Husain – Ahmad bin Muhammad
an-Nury (wafat 295 H./908 M.), lahir dan
besr di Baghdad. Asli suku Baghawy.
Berguru kepda Sary as-Saqathy dan Ibnu
Hawary. Segenari dengan al-Junayd –
rahimahullah – dan dikenal sangat berbudi
luhur, dan baik dalam hal amaliah serta
ucapan.
Ucapan-ucapannya :
“Tasawuf dalah meninggalkan bagian
nafsu untuk setiap detiknya.”
“Sesuatu paling mulia pada saat ini
ada dua : Seorang alim ang mengamalkan
ilmunya. Dan seorang ‘arif yang berkata
tentang hakikat.”
“ Siapa saja yang Anda lihat
mengaku mempunyai tahap ruhani tertentu
di hadapan Allah swt. namun keluar dari
hukum syariat, maka jangan Anda dekati
orang itu.”
Al-Junayd berkata : “Sejak an-Nury
wafat, tidak satu pun orang membicarakan
hakikat kejujuran.”
Ahmad al-Maghazily berkomentar :
“Tidak pernha kulihat orang yang lebih baik
dalam ibadat melebihi an-Nury.”
An.Nury berkata : “Semula pakaian-
pakaian tambal merupakan penutup bagi
mutiara. Sekarang terbuang di tempat-
tempat sampah.”
Dikisahkan bahwa an-Nury, setiap
hari keluar dari rumahnya selalu membawa
roti. Lantas roti itu disedekahkan di jalan.
Dan masuk ke masjid untuk shalat
menjelang dzuhur. Kemudian keluar dan
membuka pintu kedainya. Sementara ia
sendiri puasa. Keluarganya sendiri menduga
kalau an-Nury sudah makan di pasar.
Sementara orang-orang di pasar menduga
bila an-Nury sudah makan di rumah. Hal ini
berlangsung selama duapuluh tahun, di saat
awal perjalanan spiritualnya.
81.
Muhammad al-Wasithy
Abu Bakr --- Muhammad bin Musa
al-Wasithy (wafat 331 H./942 M.), dari
Khurasan, dan asli Farghanah. Berguru
kepada al-Junayd dan an-Nury. Ia tekenal
sebagai ulaa besar dan tinggal Marw.
Di antara ucapannya :
“Takut dan harap adalah dua kendali
yang mencegah dari adab buruk.”
“Bila Allah swt. menghnedaki
kehinaan seorang hamba, akan ditemukan
dengan lumpur dan sampah, yakni bergaul
dengan tukang omong kosong.”
“Mereka menjadikan keburukan
adabnya sebagai keikhlasan; kejahatan
jiwanya sebagai kelapangan, kehinaan cita-
citanya sebagai kekuasaan. Mereka buta
akan jalan, mereka menempuh jalan sempit.
Tiada kehidupan dalam kesaksian-kesaksian
mereka. Dan tiada ibadat yang bersih dalam
ceramah-ceramah meeka. Bila mereka
bicara, mereka ungkapkan dengan marah.
Bila berpidato, mereka tampil dengan
sombong. Kita temukan sebagaimana
Firman-Nya : “ Dilaknati Allah-lah mereka,
bagaimana mereka sampai berpaling ?” (Qs.
At-Taubah :30).
Abu bakr al-Wasithy pernah melewati
gerbang kedai pada hari Jum’at untuk
berangkat ke Masjid Jami’. Salah satu tali
sandalnya putus. Lantas pemilik kedai itu
menawarkan : “Apakah engkau izinkan bila
kuperbaiki tali sandalmu?” Al-Wasithy
menjawab : “Silahkan!” Tali sandal itu pun
baik kembali, lalu al-Waisthy berkata
kepada pemilik kedai itu : “Mengapa tali
sandalku putus, apa Anda tahu?” Yang
ditanya menjawab : “Tidak” Dan al-Wasithy
menjawab sendiri, “Itu karena aku tidak
mandi di hari Jum’at ini. “Orang itu
menawarkan, “Tuan di sana ada kamar
mandi, tuan bisa masuk.” Bolehlah” kata al-
Wasithy. Al-Wasithy lalu masuk ke kamar
mandi, dan mandi.
82.
Muhammad al-Warraq
Muhammad Bakr --- Muhammad bin
Umar al-Warraq at-Tirmidzy, mukim di
Balkh, berguru kepada Ahmad bin
Khadrawaih dan ayng lainnya. Ia memiliki
karya buku cukup banyak di bidang olah
ruhani.
Di antara ucapannya :
“Siapa yang merelakan tubuhnya
untuk kepentingan nafsunya, identik dengan
menanam pohon penyesalan di hatinya.”
“ Bila tamak ditanya, siapa bapakmu?
Tamak akan menjawab, Keragu-raguan
terhadap takdir. Kalau ditanya, apa
pekerjaanmu?” Tamak menjawab :
“Pekerjaan hina.’ Jika ditanya apa
tujuanmu? Tamak menjawab “Penghalang.”
83.
Al-Husain bin Yazdaniyar
Abu Bakr --- al-Husain bin Ali bin
Yazdaniyat, dari Armenia, sebuah wilayah
yang terletak di Asia Kecil. Ia mempunyai
tharikat yang spesifik dalam tasawuf.
Dikenal sebagai ulama yang wara’. Di antara
ucapannya :
“Takutlah, jika anda tamak dalam
bersuka cita bersama Allah swt. sementara
Anda masih bersuka cita dengan manusia.
Takutlah Anda tamak dalam mencintai Allah
swt. sedangkan Anda masih mencintai
harta. Takutlah Anda tamak dalam
kedudukan di sisi Allah swt, sedang Anda
masih mencintai kedudukan di hadapan
manusia.”
Wa Ba’du
Kesmeuanya itu merupakan wasiat
bagi para penempuh jalan ruhani. Kami
memohon kepada Allah swt. Yang Maha
Pemurah, agar mereka senantiasa diberi
taufiq. Dan jangan sampai dijadikan
bencana bagi kita. Kami telah menyelesikan
penulisan Risalah ini, pada awal tahun
empatratus tigapuluh delapan (438 H.), yang
bertepatan dengan tahun seribu empatpuluh
enam (1046 M.).
Kami memohon kepada Allah Yang
Maha Mulia, agar karya ini tidak dijadikan
ujian dan argumentasi yang mengancam
kami. Sungguh, keutamaan dari Allah swt.
yang diharap. Dan Dia memang disifati
dengan Sifat sebagai Pemaaf. Segala Puji
hanya bagi Allah swt. dengan pujian ayng
sebenarnya. Shalawat, berkat dan rahmat-
Nya, semoga senantiasa terlimpah pada
junjungan Rasul-Nya, Muhammad, seorang
Nabi yang Ummy, dan seluruh keluarganya
yang suci, sahabat-sahabatnya yang mulia
dan terpilih. Begitu pula Salam-Nya,
sepanjang masa, hingga berlimpah-limpah.
Aamiin.
Sepanjang – Sidoarjo, 26

  • Nopember 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar