Jumat, 29 November 2013

Al Habib Muhammad Al At Thas

Al-Habib Umar bin Muhammad bin Hud Al-Athos
Habib Umar Bin Hud Al Athos adalah seorang
ulama dan konon beliau juga seorang wali quthub
usianya lebih dari 100 tahun dilahirkan di
penghujung abad ke 19 di Hadramaut, Yaman
Selatan. Sejak usia muda beliau telah datang ke
Indonesia. Mula-mula tinggal di Kwitang, Jakarta
Pusat. Beliau berdakwah sambil berjualan kain di
Pasar Tanah Abang. Kemudian membuka
pengajian dan majelis maulid di Cicurug,
Sukabumi, Jawa Barat. Sekitar tahun 1950-an,
Beliau ke Mekkah dan bermukim selama beberapa
tahun dan selama di mekkah beliu menggunakan
kesempatan tersebut untuk belajar kepada ulama-
ulama setempat. Tapi, sayangnya, saat hendak
kembali ke Indonesia, ia tertahan di Singapura.
Pasalnya, pada awal 1960-an terjadi konfrontasi
antara RI dan Malaysia, sementara Singapura
masih merupakan bagian negara itu. Habib Umar
baru kembali ke Tanah Air setelah usai
konfrontasi, pada awal masa Orde Baru. Tapi,
rupanya banyak hikmah yang diperoleh di balik
kejadian tersebut. Karena, selama lebih dari lima
tahun di Malaysia dan Singapura, ternyata beliau
sangat dihormati oleh umat Islam setempat,
termasuk Brunei Darussalam.
Karenanya tidak heran kalau orang menyebut
Maulid Nabi yang diselenggarakan Habib Umar di
Cipayung sebagai maulid internasional. Maulid ini
dihadiri sekitar 100.000 jamaah, termasuk ratusan
jamaah dari mancanegara. Untuk perjamuan
makanan untuk para jamaah yang menghadiri
maulid ini diperlukan ribuan ekor kambing dan
berton-ton beras. Kalau ditanya orang dari mana
dananya, maka Habib Umar selalu bilang dari
Allah.
Sesuatu yang mungkin lain dibandingkan dengan
acara-acara maulud di majelis lain adalah, tidak
ada ceramah-ceramah setelah baca maulud.
Acaranya langsung saja yakni baca maulud, zikir
dan ditutup dengan do’a. Tidak adanya ceramah-
ceramah yang sudah tradisi sejak lama itu, karena
Habib Umar khawatir akan menimbulkan saling
serang dan fitnah.
Kegiatan rutin Habib Umar yang lain yang
memasyarakat adalah shalat subuh berjamaah di
kediamannya di Condet. Setiap hari terdapat
sekitar 300 jamaah subuh yang datang. Khusus
pada hari Jumat, jamaahnya meningkat menjadi
sekitar 1.000 orang. Setiap Sabtu mereka para
jama’ah diberikan pelajaran Fiqih sedangkan di
Cipayung bogor tiap kamis malam diadakan
pembacaan maulid diba’ dan yang menarik adalah
setelah diadakan kegiatan tersebut para jama’ah
dijamu oleh Habib Umar Bin Hud seperti nasi uduk
lengkap dengan lauk-pauknya. Habib Umar
meninggal dunia pada bulan Agustus 1999 di
rumahnya dan dimakamkan di Wakaf al-Hawi
dekat dengan pusat perbelanjaan PGC cililtan
sesuai dengan wasiat beliau.
KAROMAH BELIAU
Suatu hari, beberapa tahun silam, sebuah rumah
di pemukiman padat Batu Ampar, Condet, Jakarta
timur terbakar hebat. Api berkobar menghanguskan
apa saja. Masyarakat tidak bisa berbuat apa-apa,
karena sumber air jatuh, sementara petugas dinas
pemadam kebakaran tak kunjung datang. Tiba-
tiba, di antara kerumunan penduduk,
menyeruaklah seorang lelaki berserban dan
memegang tasbih. Dengan gagah berani ia maju
kea rah rumah yang terbakar itu sambil mengibas-
ngibaskan serbannya.
Ajaib! Dalam waktu sekejap, api yang berkobar
hebat itu padam. Setelah itu, ia pergi begitu saja.
Siapa dia?
Penduduk Batu Ampar mengenalnya sebagai
Habib Umar Al-Aththas. Ulama itu mula-mula
tinggal di Kwitang, Jakarta Pusat, kemudia hijrah
ke Batu Ampar.
Habib Umar bin Muhammad bin Hud Al-Aththas
lahir sekitar tahun 1890-an di Huraidhoh,
Hadramaut, Yaman. Sejak muda beliau menimba
ilmu agama di Hadramaut. Sampai akhirnya beliau
hijrah ke Jakarta pada tahun 1940-an untuk
menemui kedua orang tuanya, Habib Muhammad
bin Hasan bin Ali bin Hud Al-Aththas yang telah
terlebih dulu menetap di Kwitang.
Dalam perjalanan ke Betawi, beliau singgah di
Kuala lumpur, Singapura dan Brunei untuk
menggelar dakwah yang dihadiri ratusan jemaah.
Baru pada awal 1950-an beliau tiba di Jakarta,
dan tinggal di Pasar minggu, kemudian, ia pindah
lagi dan selanjutnya menetap di Batu Ampar. Di
kediaman yang baru ini, beliau berdakwah dengan
pendekatan persuasif, penduduk mengenalnya
sebagai ulama yang berpenampilan sejuk dengan
karomah luar biasa.
Karomah itu, misalnya, terjadi ketika beliau diminta
membantu orang yang gemar membeli undian.
Tapi anehnya dengan tenang dan baik, Habib
Umar melayaninya.
"Habib Umar, saya minta nomor undian." Kata
lelaki itu tanpa sungkan.
"Aku akan berikan engkau nomor undian, dengan
syarat jika engkau menang undian segeralah bawa
uang itu kepadaku." Jawab Habib Umar.
Beberapa hari kemudian lelaki itu datang lagi.
"Habib, saya berhasil menang undian. Ini
uangnya." Katanya berseri-seri.
Dengan tenang Habib Umar minta muridnya
mengambil sebuah baskom, lalu katanya,
"Perhatikan apa yang aku perbuat." Lalu beliau
menggenggan uang segepok itu dan memerahnya
di atas baskom. Aneh! Dari genggaman tangan
Habib Umar mengucurkan darah segar, mengalir
memenuhi baskom. "Lihatlah, apa yang telah
engkau dapatkan dari undian itu." Katanya.
Lelaki itu kaget, dan akhirnya bertobat.
Di saat lain, ketika Habib Umar tengah menggelar
taklim di masjid, masuklah seorang lelaki berwajah
putih bersih. "Wahai Habib Umar, bisakah aku
minta nasi kebuli?" tanya lelaki itu.
Permintaan aneh itu tentu saja membuat terkejut
seluruh jamaah. Namun, dengan tersenyum Habib
Umar berkata arif, "Pergilah ke belakang, dan
bersantaplah." Maka lelaki itu pun segera pergi ke
dapur.
Tak lama kemudian taklim itu pun usai, dan Habib
Umar bersama para jemaah menyusul ke dapur.
Mereka melihat lelaki itu tenah menyantap nasi
kebuli dengan sangat lahap.
"Siapakah dia? "dia tamu kita, dia adalah Nabi
Khidlir." Jawab Habib Umar.
Tidak semua Ulama besar mendapat kesempatan
dikunjungi Nabi Khidlir. Dan kunjungan Nabi
Khidlir itu menunjukkan betapa Habib Umar sangat
alim dan shaleh.
Ada cerita lain mengenai karomahnya. Pada suatu
hari datanglah seorang lelaki membawa air agar
didoakan sebagai obat. Tapi baru saja ia mengetuk
pintu, Habib Umar sudah menyuruhnya pulang.
Tentu ia bersikeras dan bertahan menunggu di
depan pintu. Akhirnya Habib Umar keluar.
Katanya, "Pulanglah, air yang engkau bawa itu
sudah bisa menyembuhkan."
"Tapi, Bib..."
"Pulanglah. Bukankah engkau sudah ditunggu oleh
keluargamu?"
Mendengar jawaban Habib Umar yang begitu
santun dan lembut, orang itu sungkan juga.
Akhirnya dengan keyakinan yang kuat ia pulang
membawa air dalam botol tersebut, dan
menuangkannya ke dalam gelas untuk diminum
oleh keluarganya yang sakit.
Ajaib! Tak lama kemudian keluarga yang sakit
tersebut sembuh. Setelah sembuh, mereka
bertamu ke rumah Habib Umar untuk
bersilaturrahmi. Menurut beberapa Habib yang
kenal dekat dengan Habib Umar, karamah yang
dimilikinya itu berkat keikhlasan dalam merawat
ibundanya. Selama 40 tahun, dengan tekun, ikhlas
dan sabar, beliau merawat sang ibu hingga akhir
hayatnya.
Habib Ismail bin Yahya, seorang pengurus
Naqabatul Ashraf, alah satu lembaga penyensus
para habib, juga menyatakan, karamah tersebut
berkat keikhlasan Habib Umar merawat ibundanya.
Bahkan karena lebih mementingkan merawat sang
ibu, suatu saat Habib Umar tidak sempat
menghadiri pengajian-pengajian di luar rumah,
termasuk masjid Riyadh, Kwitang, yang digelar
Habib Ali Al-Habsyi.
Ulama besar yang dikenal sangat sederhana dan
tawaduk ini wafat pada tahun 1999 dalam usia 108
tahun, meninggalkan tiga putra : Habib Husein,
Habib Muhammad dan Habib Salim. Selama
hidupnya, almarhum selalu menekankan
pentingnya mencintai dan meneladani Rasulullah
saw. Sebagai ulama yang shaleh, seperti halnya
habaib yang lain, beliau juga suka menggelar
maulid. Dalam maulid enam tahun lalu, sebelum
wafat Habib Umar memotong 1600 ekor kambing
untuk menjamu puluhan ribu jamaah.
Habib Umar dimakamkan di kompleks pemakaman
Al-Hawi, Condet, Jakarta Timur. Upacara
pemakamannya kala itu dihadiri puluhan ribu
jemaah. Bahkan saking banyaknya jamaah yang
ingin menyalalatkan jenazahnya, salat jenazah
dilakukan sampai tiga kali dengan tiga orang
imam.
Posted By Kisah Teladan Islami
http://sayyidfajar.blogspot.com/2013/10/al-habib-
umar-bin-muhammad-bin-hud-al.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar