Laman
- Beranda
- al ilmu
- al kisah
- Allah dan Jalan menuju Allah
- Cahaya
- Do'a Doa
- Futuhat Al Makiyyah
- Hadits Qudsy
- Kalam Kalam Hikmah
- Kata Hati
- Kebenaran Hakiki
- Kitab Tauhid
- Mahkota Aulia Illaita'ala
- Mutiara Kalam Habaib
- My notes
- Qitab Sirr Al Asrar
- Shalawat
- Syaikh Abdul Qadir Al Jailani
- Syar'i
- Syarh Al Hikam
- Taddabur Ayat Ayat
- Tokoh dan Biografi
Kamis, 07 November 2013
Nama dan Bentuk Roh
Di sini kita akan membincangkan tentang ruhul
amri (hati) yakni perbahasan secara diurai dan
terperinci tentang perjalanan ruhul tamyiz atau
ruhul amri atau qalbun (hati). Yaitu roh yang
membedakan antara manusia, jin dan malaikat
dengan haiwan.
Setelah dikaji dalam kitab-kitab Islam, didapati
ada bermacam-macam nama atau istilah roh
yang diberi oleh ulama. Bahkan dalam Al Quran
kalau kita lihat ada bermacam-macam nama.
Antara yang terkenal ialah roh. Adakalanya ia
dipanggil dengan qalbun – hati, fuaadun – hati
sanubari, latifatur-rabbaniah atau ruhul amri).
Pada orang Melayu ia juga dipanggil hati, nyawa,
hati nurani atau hati sanubari. Tetapi yang
terkenalnya adalah roh saja.
Roh yang sedang kita perkatakan ini, kalau dia
berperasaan seperti sedih, gembira, senang,
terhibur, marah atau sebagainya, maka ia
dipanggil dengan roh atau hati atau nyawa.
Tetapi waktu ia berkehendak, berkemauan atau
merangsang baik sesuatu yang berkehendak itu
positif atau negatif, baik atau buruk, yang
dibenarkan atau tidak, yang halal ataupun yang
haram, di waktu itu ia tidak dipanggil roh, hati
atau nyawa lagi. Tetapi ia dipanggil nafsu. Kalau
di waktu ia berfikir, mengkaji, menilai, memerhati
dan menyelidik, maka ia dipanggil akal.
Kalau begitu uraiannya, maka nafsu, roh atau
akal ini hakikatnya adalah satu. Ia dipanggil akal
di waktu ia berfikir, mengkaji, menilai, memerhati
dan menyelidik. Walhal bila berperasaan, ia tidak
dipanggil akal lagi, sebaliknya ia dipanggil roh
atau hati atau nyawa. Tetapi waktu ia
berkehendak, berkemahuan atau merangsang
baik sesuatu yang berkehendak itu positif atau
negatif, baik atau buruk, yang dibenarkan atau
tidak, yang halal ataupun yang haram, di waktu
itu ia dipanggil nafsu.
Kalau begitu walaupun ia mempunyai tiga nama
atau tiga istilah tetapi hakikatnya adalah satu.
Benda yang sama juga. Cuma peranannya saja
yang tidak sama. Peranan yang tidak sama itulah
yang menjadikan namanya tidak sama atau
namanya berlainan.
Untuk mudah difahami begini kiasannya: manusia
bila dia berbohong dinamakan pembohong. Bila
dia menipu dinamakan penipu. Tetapi bila dia
mencuri dinamakan pencuri. Bila dia memimpin
dipanggil pemimpin. Dinamakan pembohong,
penipu, pencuri dan pemimpin, hakikatnya
adalah orang yang sama. Cuma namanya
berbeda bila peranannya bertukar. Kenapa fisik
yang sama dapat timbul istilah yang berlainan?
Ini karena peranannya tidak sama. Apakah bila
namanya berlainan, orangnya berlainan? Tidak!
Orang yang sama juga.
Perlu diingat, bila kita membicarakan tentang roh
ini, bukannya pula kita hendak mengkaji hakikat
roh atau mengkaji ain ataupun mengkaji hakikat
zat roh itu. karena zat atau hakikat roh itu tidak
akan dapat dilihat oleh mata kepala. karena ia
adalah jismullatif), yakni benda halus yang
bersifat maknawiah atau abstrak. Iaitu tidak
dapat dilihat oleh mata kepala tetapi terasa akan
adanya. Inilah yang dimaksudkan oleh Allah SWT
dalam firman-Nya:
Maksudnya: “Mereka bertanya kepada engkau
wahai Muhammad tentang roh. Hendaklah
engkau katakan kepada mereka, ‘Roh itu adalah
urusan daripada Tuhanku’…” (Al Israk: 85)
Dari ayat ini dapatlah kita faham bahawa hakikat
roh itu tidak akan dapat dijangkau oleh mata
kepala. Zat roh itu tidak akan dapat difikirkan
oleh akal. Kita tidak tahu bagaimana rupanya.
Sebab tidak dapat dilihat oleh mata kepala.
Tetapi terasa oleh hati akan adanya. Maka oleh
yang demikian, hakikat roh itu tidak dapat
difikirkan oleh akal bagaimana rupanya,
bagaimana bentuknya, berapa tebal atau
panjangnya. Ia tidak dapat dibayangkan. Hanya
Allah yang tahu dan tidak ada makhluk yang
tahu.
Walaupun Allah berkata hakikat roh atau zat roh
tidak dapat diketahui dan tidak dapat dijangkau
oleh akal dan mata kepala, namun ada juga
ulama-ulama yang berijtihad tentangnya.
Antaranya ialah Imam Malik. Beliau pernah
berkata: “Roh manusia itu sama saja bentuknya
dengan jasad lahirnya.”
Kalau diambil ijtihad Imam Malik itu, artinya rupa
roh kita ialah seperti rupa bentuk badan lahir
kita. Ini juga memberi arti bahawa walaupun
Allah berkata roh itu adalah urusan-Nya, iaitu
hakikat roh itu Allah saja yang tahu dan makhluk
lain tidak mengetahuinya, tetapi tidak pula ada
larangan dari Allah kalau ada sesiapa yang ingin
berijtihad untuk mengkajinya.
Bagi sesetengah orang, mungkin Allah beri ilmu
yang mendalam tentang hal ini sehingga dia
dapat menjangkaunya. Oleh itu maksud ayat Al
Quran yang menyatakan ‘roh itu adalah urusan
Tuhanku’, Allah bermaksud kebanyakan manusia
tidak dapat mengetahuinya tetapi tidak pula
menolak kalau ada orang-orang yang tertentu
secara khusus yang Allah beri ilmu tentang
hakikat roh ini sehingga dapat menghuraikannya.
Mengikut pendapat saya boleh jadi juga Imam
Malik memperkatakan hakikat roh ini bukan
berdasarkan ijtihadnya saja tetapi juga
berdasarkan kasyaf . Kalau berdasarkan ijtihad
tidak mungkin akal beliau dapat menjangkaunya
karena roh itu jismullatif (tubuh halus). Ia adalah
hati nurani yang bersifat maknawiah. Diibaratkan
seperti cahaya. Bahkan cahaya, dapat juga
dilihat tetapi cahaya yang ini tidak dapat dilihat
atau ia jenis cahaya yang tersembunyi.
Bagaimana pula hendak diijtihadkan? Ijtihad itu
dibuat pada benda-benda yang berketul atau
benda yang dapat dilihat. Benda-benda yang
dapat diraba dan dirasa. Tetapi roh, benda yang
tidak dapat diraba, tidak dapat dirasa dan tidak
dapat dilihat oleh mata kepala. Jadi bagaimana
hendak diijtihadkan. Begitulah pandangan saya.
Wallahu ‘alam.
Oleh itu atas dasar apakah roh seseorang itu
seperti rupa bentuk lahirnya sebagaimana
pendapat Imam Malik itu? Saya berpendapat
Allah beri dia (Imam Malik) kasyaf. Allah
perlihatkan roh itu. Roh yang jismullatif itu
dibentukkan, dilihatkan macam rupa diri
seseorang itu. Kalau begitu apa yang
dimaksudkan oleh Al Quran bahawa tidak ada
orang yang mengetahui hakikat roh itu melainkan
Allah saja, itu adalah untuk orang awam.
Manakala bagi orang yang khusus macam Imam
Malik mungkin Allah beritahu padanya sebagai
karamahnya.
Pendapat Imam Malik ini agak munasabah
(masuk akal), boleh diterima dan agak rasional.
Contohnya kita bermimpi melihat seseorang yang
kita tidak pernah jumpa atau dengan orang yang
pernah kita jumpa sama ada yang masih hidup
mahupun sudah mati. Apa yang kita lihat dalam
mimpi itu serupa dengan bentuk lahir orang itu.
Sedangkan orang yang kita lihat dalam mimpi itu
rohnya bukan orangnya. Mungkin waktu itu orang
tersebut berada di rumah atau telah berada di
alam Barzakh .
Jadi di waktu itu dia adalah roh. Roh bertemu
dengan roh. Tetapi mengapa dalam mimpi kita
roh orang itu serupa dengan dirinya? Sedangkan
bukan berjumpa jasadnya tetapi rohnya. Ini
membuktikan roh orang itu macam jasadnya
juga. Jadi benarlah apa yang diijtihadkan oleh
Imam Malik itu.
Begitu juga orang yang diyakazahkan melihat
secara jaga orang yang sudah meninggal dunia.
Contohnya melihat Rasulullah, melihat para
ulama zaman dahulu atau siapa saja yang dia
kenal. Dia melihat Rasulullah betul-betul macam
Rasulullah. Atau dia melihat gurunya benar-benar
macam gurunya, melihat ibu dan ayahnya serupa
macam ibu dan ayahnya, tidak ada cacatnya.
Sedangkan mereka sudah mati. Waktu itu yang
dilihat adalah rohnya. Ini juga membuktikan
benarnya pendapat Imam Malik yang mana roh
seseorang itu serupa dengan diri lahirnya.
Contoh lain, Rasulullah SAW sewaktu diisrak dan
dimikrajkan telah ditemukan dengan roh para
rasul dan para nabi. Rasulullah SAW lihat
mereka seperti melihat jasad-jasad mereka. Ini
juga merupakan bukti yang rasional bahawa roh
seseorang itu sama rupanya dengan bentuk
jasadnya.
Boleh jadi juga ayat Al Quran di atas itu
bermaksud bahawa ayat itu khusus ditujukan
kepada orang-orang kafir. Yakni mereka ini
memang tidak memahami tentang perjalanan roh
dan fungsinya. Allah SWT memberitahu kepada
kekasih-Nya, Rasulullah SAW bawa mereka tidak
akan faham tentang hal ini. Kekufuran mereka
itulah yang menghijabnya (menutup) sepertimana
uraian saya yang panjang lebar tentang hal ini di
dalam Bab Mata Hati. Karena itulah menjadi
penyebab mereka langsung tidak memahaminya.
Allah SWT tidak meminta Rasulullah SAW
bersusah payah untuk pergi memahamkan orang-
orang kafir itu tentang hal roh ini. Lantaran itulah
dikatakan roh itu urusan Allah. Ini bukan pula
bermaksud umat Islam pun turut juga dilarang
mengkaji tentang roh. Bahkan umat Islam mesti
memahaminya sungguh-sungguh tentang
perjalanan roh ini. Kalau tidak bagaimana pula
hendak memperbaiki diri? Atau bagaimana
hendak mengekalkan watak-watak
kemanusiaannya dan bukan watak
kebinatangannya.
Untuk ini kita wajib memahaminya serta
menghayati watak- watak kemanusiaan itu. Hati
manusia berbeda dengan hati hewan. karena hati
manusia dapat menerima perintah suruh dan
perintah larangan. karena itulah ia disebut ruhul
amri. Manakala hati hewan tidak bersifat
demikian, maka ia disebut ruhul hayah.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar