(Pengantar Buku)
Oleh: Habib Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya
(Rais ‘Am Jam’iyyah Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyah)
Sebuah upaya untuk mencerdaskan hati (baca: kecerdasan qolbiyah) adalah dengan menghaluskan akal-budi, intuisi (wijdaniyah, zauqiyah, kasyf) agar apa yang dihajatkan oleh seorang hamba Allah Yang Maha Mendengar terhadap permintaan hamba-Nya. Tak peduli kata seorang sekular, ateis, bahwa kata mereka Tuhan itu tidak ada bahkan aliran rasionalistik murni menyatakan bahwa segala yang akan terjadi sangat ditentukan oleh akal manusia, manusialah penentu segalanya. Pemikiran akan lebih parah bila dilihat oleh sekelompok orang yang sombong yang selalu meyakini bahwa yang didapat dan dihasilkan adalah karena kecerdasannya (baca: Karun) sendiri.
Untuk menepis pendapat dan pemikiran yang liar dari pesan moralitas agama (Islam), maka bagi kaum muslimin harus berani menunjukkan dan mengapresiasikan ajaran doa dengan segala ragam dan manfaat (signifikansi)-nya; dengan Sholawat, hizib-hizib, dan dengan berbagai bentuk senandung doa yang sangat beragam. Keberagaman doa itu menunjukkan kekayaan khazanah agama Islam yang mengakomodasi berbagai kepentingan, termasuk tataaturan doa dengan segala kepentingan yang dipinta seorang anak manusia.
Doa yang disenandungkan seorang hamba itu bisa lebih didengar oleh Allah, harus juga didukung oleh sikap “tidak menabrak rambu-rambu aturan Allah”. Karena itu, setiap orang yang melampaui batas dan terus-menerus dalam mengerjakan dosa besar, baik ia sadar/tahu maupun tidak, maka ia termasuk yang melampaui batas. Sebagaimana diterangkan dalam firman Allah (Q-007, Al-A’raf:55):
Artinya:
Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas
Doa sendiri merupakan perintah Allah sebagaimana firmannya:
Artinya:
Dan Tuhan kalian berkata, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.
Karena pentingnya berdoa untuk menyurung rencana manusia agar dikabulkan dengan diberkati serta diridloi, maka tidaklah berlebihan kalau baginda Rasulullah Saw. menekankan melalui sabdanya, “Doa itu senjata orang yang beriman”. Maka apapun bentuk doa itu akan menambah kemantaban dalam beribadah termasuk beraktivitas, bekerja sesuai dengan sumber daya dan kesibukan seorang anak manusia, karena manusia hanya bisa merancang, merencanakan, dan melaksanakan perencanaan tersebut, sebab Allah dengan segala Kamahaan-Nya, juga punya rancangan dan tujuan menciptakan makhluk-Nya bernama manusia (sebagai khalifatullah fi al-ardl).
Dari pemikiran diatas, dapat dipahami bahwa “manusia diberi kekuasaan yang tidak menguasai” oleh Allah. Artinya, usaha apapun kalau tidak disertai dengan pemahaman bahwa Allah juga mempunyai rencana mutlak dengan segala otoritasnya, maka bisa jadi manusia akan semakin takabbur, congkak, dan bahkan tidak mengakui keberadaan Allah. Naudzubillah min dzalik!
Oleh sebab itu, berdoa juga merupakan kegiatan ibadah, karena merupakan perintah Allah dan sunnah Rosul serta kebiasaan mulia Ulama Salafus Sholih. Buktinya, sudah sekian banyak para ulama yang memberikan sedekah ilmiah berupa kitab-kitab tentang doa.
Dalam tradisi sunni, doa bisa berfungsi menolak qodlo’ dan mengantisipasi taqdir (baca: taqdir muallaq dan bukan taqdir mubrom), dan berdoa adalah bentuk pelestarian terhadap ajaran Islam yang mulia (al-Muhafadzah ala al-Qadim al-Salih) dan memodifikasi tatacara berdoa adalah bentuk al-akhdzu bi al-jadid al-aslah. Tetapi ruh doa harus tidak terdistorsi maknanya. Tentu dengan tatacara yang tidak menyimpang dari tataajaran Islam.
Persoalannya adalah bagaimana menjadikan doa itu berbobot, aromanya semerbak mewangi? Jawabannya adalah tergantung yang berdoa dalam memahami dan menghayati isi dan maksud doanya. Dibawah ini akan dikemukakan beberapa syarat doa itu menjadi terkabul antara lain:
Pertama, orang yang berdoa harus menyadari bahwa hanya Allah yang mengatur dan menentukan nasibnya, dan itu harus didukung dengan menghadirkan hati, sebab Allah tidak akan mengabulkan doa orang yang hatinya lupa.
Kedua, menjauhkan diri dari makanan yang haram, dan tidak boleh merasa bosan dalam berdoa.
Ketiga, isi doanya tidak ada unsur dosa dan memutuskan persaudaraan, apalagi memutuskan hubungan suami istri. Jadi siapapun yang berfatwa dan berupaya untuk memutuskan tali hubungan suami istri yang sah adalah berdosa besar, dan neraka tempatnya, karena ia adalah kawan dekatnya setan.
Selain itu, berdoa harus juga mengindahkan lorong waktu yang mustajab (meskipun kapan pun boleh berdoa), dan diantara lorong waktu yang bagus untuk berdoa adalah:
- waktu sahur,
- saat berbuka,
- waktu antara adzan dan iqomah,
- waktu yang membentang antara dhuhur dan ashar pada hari Rabu,
- waktu-waktu sedang susah, gontai dan goncang jiwanya,
- pada saat bepergian dan sedang sakit (kalau ada yang sakit, ia kita minta berdoa - dan kemudian kita mengamininya,
- ketika turun hujan,
- ketika berada pada barisan sabilillah,
- waktu pemisah antara dua khutbah jumat, dan
- pas ketika sujud sholat.
Buat penulis buku Kado dari Pesantren (HMA Saifudin Zuhri, yang akrab disapa Gus Zuhri), semoga buku ini – selain sedekah ilmiah – menjadi pencerahan kalbu dan menguatkan seorang hamba yang terus berdoa, bahwa dalam segala gerak dan diam kita, ada campur tangan kekuasaan Allah sebagai Yang Maha Menghidupkan serta Mematikan seluruh Makhluk-Nya sesuai dengan qodlo dan qodar-Nya.
Risalah Kado dari Pesantren yang beisi doa-doa ini sengaja dirakit oleh kalangan pesantren yang menjadikan doa sebagai salah satu motivasi untuk terus survive dan mempunyai ketahanan hidup dalam menghadapi gelombang perubahaan yang datang secara tiba-tiba. Terkadang kejadian dan peristiwa itu, menyentak dan membuat gontai seorang anak manusia yang tidak mempunyai ketahanan psikologis. Karena itu berdoa menjadi pilihan yang niscaya bagi kaum muslimin untuk menjadikan hidup dan kehidupannya semakin bermakna dan anggun.
Kepada penulis buku ini, semoga di hari-hari mendatang masih tergerak mengusung perubahan sikap, perilaku, dan berfikir dengan terus mengaitkan ajaran Islam sebagai pijakannya.
Artinya, masih banyak yang harus ditulis oleh penulis buku ini. Secara pribadi saya mengapresiasi dan respek terhadap usaha ini.
“Tiada gading yang tak retak, al-insanu mahalull khoto’ wan nisyan.” Semoga Allah Robbul Alamin, senantiasa mendengar dan mengabulkan doa-doa hamba-Nya. Amin
{Perincian Buku}
Judul Buku: Kado dari Pesantren
Penulis: HMA Saifudin Zuhri
Tebal: xx + 280 halaman (Hard Cover)
Tahun Terbit: 2007
Diterbitkan oleh: Penerbit Al-Maba, bekerjasama sama dengan RMI dan Aswaja Centre Nahdlatul Ulama Kabupaten Mojokerto.
Telp: 0321 – 7210625 / 081331295867
{Catatan Saya}
Takdir Muallaq masih bisa ditolak, takdir Mubrom tak bisa dirombak!
Hauqolah Pendatang Rezeki
Diriwayatkan oleh Imam Thobroni dari Abu Huroiroh, Rosulullah Saw bersabda, “Barangsiapa diberi Allah kenikmatan, maka perbanyaklah membaca alhamdulillah, dan barangsiapa banyak dosa, maka perbanyaklah membaca istighfar, dan barangsiapa rezekinya lambat (seret), maka perbanyaklah membaca hauqolah (Laa hAULA WALaa QUWWATA ILLaa BILLaaHI ng'ALIYYIL ng‘ADH-iiM)”
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dunya dan Asad bin Wadaah, Rosulullah Saw bersabda, “Barangsiapa membaca hauqolah seratus kali dalam sehari, maka orang tersebut tidak akan terkena faqir sepanjang masa.”
Doa Agar Jodoh Datang Sendiri
(Ijazah dari KH Mahrus Ali, Pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo Kediri)
Bacalah kalimat tauhid (LAa ILAaHA ILLALLAaH) sebanyak 4.444 kali, disertai dengan puasa hari Selasa, Rabu, dan Kamis.
* Zuhri, HMA Saifudin. 2007. Kado dari Pesantren. Mojokerto: Penerbit Al-Maba.
(halaman 225)
Doa Ketika Melamar Gadis
Ketika Anda sudah dalam usia nikah, dan mau melamar gadis, maka bacalah kata puji kepada Allah, sholawat salam kepada Rasulullah Saw, serta berdoalah seperti doa di bawah ini, insyaallah lamaran Anda diterima dan tidak ada halangan apapun.
{Maaf saya tulis latin…}
ASYHADU ALLaa ILaaHA ILLALLooH WAhDAHU Laa SYARiiKA LAHuu, WA ASYHADU ANnA MUhAMmADAN ng‘ABDUHuu WA ROSuuLUH.
* Zuhri, HMA Saifudin. 2007. Kado dari Pesantren. Mojokerto: Penerbit Al-Maba.
(halaman 113)
Doa Ketika Sehabis Mengubur Mayit
Ketika mayit selesai dikubur, ambillah tanah bekas galian kubur dan menaruhnya diatas pusara sebanyak tiga kali.
Lemparan pertama:
MINHaa KHOLAQNaa KUM
Lemparan kedua:
WA FiiHaa NUng’iiDU KUM
Lemparan ketiga:
WA MINHaa NUng’iDU KUM TaaROTAN UKHRoo
* Zuhri, HMA Saifudin. 2007. Kado dari Pesantren. Mojokerto: Penerbit Al-Maba.
(halaman 206)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar