Kamis, 14 November 2013

TERJEMAH KITAB BIDAYATUL HIDAYAH JALAN ORANG BIJAK (BIDAYATUL HIDAYAH)


Aku mendengar dari orang yang
kupercaya tentang sejarah perjalanan hidup
Syaikh al-Imam az-Zahid. Semoga Allah
senantiasa memberikan taufik pada beliau dan
memeliharanya dalam menjalankan risalah
agamaNya. Sejarah perjalanan hidup beliau
memperkuat keinginanku untuk menjadi
saudaranya di jalan Allah Swt. karena
mengharapkan janji yang diberikan Allah kepada
para hamba-Nya yang saling mencinta.
Persaudaraan tidak harus dengan
bertemu muka dan berdekatan secara fisik, tapi
yang dibutuhkan adalah adanya kedekatan hati
dan perkenalan jiwa. Jiwa-jiwa merupakan para
prajurit yang tunduk; jika telah saling mengenal,
jiwa-jiwa itu pun jinak dan menyatu. Oleh
karenanya, aku ikatkan tali persaudaraan
dengannya di jalan Allah Swt.. Selain itu, aku
harap beliau tidak mengabaikanku dalam doa-
doanya ketika sedang berkhalwat serta semoga
beliau memintakan kepada Allah agar
diperlihatkan kepadaku bahwa yang benar itu
benar dan aku diberi kemampuan untuk
mengikutinya, dan yang salah itu salah serta aku
diberi kemampuan untuk menghindarinya.
Kemudian aku dengar beliau memintaku untuk
memberikan keterangan berisi petuah dan
nasihat serta uraian singkat seputar landasan-
landasan akidah yang wajib diyakini oleh
seorang mukalaf.
Berbicara tentang nasihat, aku melihat
diriku tak pantas untuk memberikannya. Sebab,
nasihat seperti zakat. Nisab-nya adalah
mengambil nasihat atau pelajaran untuk diri
sendiri. Siapa yang tak sampai pada nisab,
bagaimana ia akan mengeluarkan zakat? Orang
yang tak memiliki cahaya tak mungkin dijadikan
alat penerang oleh yang lain. Bagaimana
bayangan akan lurus bila kayunya bengkok?
Allah Swt. mewahyukan kepada Isa bin Maryam,
"Nasihatilah dirimu! Jika engkau telah
mengambil nasihat, maka nasihatilah orang-
orang. Jika tidak, malulah kepada-Ku." Nabi kita
saw bersabda, "Aku tinggalkan untuk kalian dua
pemberi nasihat: yang berbicara dan yang
diam."
Pemberi nasihat yang berbicara adalah
Alquran, sedangkan yang diam adalah
kematian. Keduanya sudah cukup bagi mereka
yang mau mengambil nasihat. Siapa yang tak
mau mengambil nasihat dan keduanya, bagai­
mana ia akan menasihati orang lain? Aku telah
menasihati diriku dengan keduanya. Lalu aku
pun membenarkan dan menerimanya dengan
ucapan dan akal, tapi tidak dalam kenyataan
dan perbuatan. Aku berkata pada diri ini,
"Apakah engkau percaya bahwa Alquran
merupakan pemberi nasihat yang berbicara dan
juru nasihat yang benar, serta merupakan kalam
Allah yang diturunkan tanpa ada kebatilan, baik
dari depan maupun dari belakangnya?" Ia
menjawab, "Benar." Allah Swt. berfirman ,
"Siapa yang menginginkan kehidupan dunia
dan perhiasannya, niscaya Kami berikan
kepadanya balasan amal perbuatan mereka di
dunia dan mereka di dunia ini tak akan
dirugikan. Mereka itulah yang tidak akan
memperoleh apa-apa di akhirat kecuali neraka.
Dan gugurlah semua amal perbuatan mereka
serta batallah apa yang mereka
kerjakan" (Q.S. Hud: 15-16).
Allah Swt. menjanjikan neraka bagimu
karena engkau menginginkan dunia. Segala
sesuatu yang tak menyertaimu setelah mati,
adalah termasuk dunia. Apakah engkau telah
membersihkan diri dan keinginan dan cinta
pada dunia? Seandainya ada seorang dokter
Nasrani yang memastikan bahwa engkau akan
mati atau sakit jika memenuhi nafsu syahwat
yang paling menggiurkan, niscaya engkau akan
takut dan menghindarinya. Apakah dokter
Nasrani itu lebih engkau percayai ketimbang
Allah Swt.? Jika itu terjadi, betapa kufurnya
engkau! Atau apakah menurutmu penyakit itu
lebih hebat dibandingkan neraka? Jika
demikian, betapa bodohnya engkau ini! Engkau
membenarkan tapi tak mau mengambil
pelajaran. Bahkan engkau terus saja condong
kepada dunia. Lalu aku datangi diriku dan
kuberikan padanya juru nasihat yang diam
(kematian). Kukatakan, "Pemberi nasihat yang
berbicara (Alquran) telah memberitahukan
tentang pemberi nasihat yang diam (kematian),
yakni ketika Allah berfirman, 'Sesungguhnya
kematian yang kalian hindari akan menjumpai
kalian. Kemudian kalian akan dikembalikan
kepada alam gaib. Lalu Dia akan memberi­
tahukan kepada kalian tentang apa yang telah
kalian kerjakan' (Q.S. al-Jumuah: 8)."
Kukatakan padanya, "Engkau telah condong
pada dunia. Tidakkah engkau percaya bahwa
kematian pasti akan mendatangimu? Kematian
tersebut akan memutuskan semua yang kau
punyai dan akan merampas semua yang kau
senangi. Setiap sesuatu yang akan datang
adalah sangat dekat, sedangkan yang jauh
adalah yang tidak pernah datang. Allah Swt.
berfirman, 'Bagaimana pendapatmu jika Kami
berikan kenikmatan pada mereka selama
beberapa tahun? Kemudian datang pada me­
reka siksa yang telah dijanjikan untuk mereka?
Tidak berguna bagi mereka apa yang telah
mereka nikmati itu.' (Q.S. asySyuara: 205-206)
."
Jiwa yang merdeka dan bijaksana akan
keluar dari dunia sebelum ia dikeluarkan
darinya. Sementara jiwa yang lawwamah (sering
mencela) akan terus memegang dunia sampai ia
keluar dari dunia dalam keadaan rugi,
menyesal, dan sedih. Lantas ia berkata,
"Engkau benar." Itu hanya ucapan belaka tapi
tidak diwujudkan. Karena, ia tak mau berusaha
sama sekali dalam membekali diri untuk akhirat
sebagaimana ia merancang dunianya. Ia juga
tak mau berusaha mencari rida Allah Swt.
sebagaimana ia mencari rida dunia. Bahkan,
tidak sebagaimana ia mencari rida manusia. Ia
tak pernah malu kepada Allah sebagaimana ia
malu kepada seorang manusia. Ia tak
mengumpulkan persiapan untuk negeri akhirat
sebagaimana ia menyiapkan segala sesuatu
untuk menghadapi musim kemarau. Ia begitu
gelisah ketika berada di awal musim dingin
manakala belum selesai mengumpulkan
perlengkapan yang ia butuhkan untuknya, pa­
dahal kematian barangkali akan menjemputnya
sebelum musim dingin itu tiba. Kukatakan
padanya, "Bukankah engkau bersiap-siap
menghadapi musim kemarau sesuai dengan
lama waktunya lalu engkau membuat perleng­
kapan musim kemarau sesuai dengan kadar
ketahananmu menghadapi panas?" Ia
menjawab: "Benar." "Kalau begitu", kataku,
"Bermaksiatlah kepada Allah sesuai dengan
kadar ketahananmu menghadapi neraka dan ber­
siap-siaplah untuk akhirat sesuai dengan kadar
lamamu tinggal di sana." Ia menjawab, "Ini
merupakan kewajiban yang tak mungkin
diabaikan kecuali oleh seorang yang dungu." Ia
terus dengan tabiatnya itu. Aku seperti yang
disebutkan oleh para ahli hikmat, "Ada
segolongan manusia yang separuh dirinya telah
mati dan separuhnya lagi tak tercegah."
Aku termasuk di antara mereka. Ketika
aku melihat diriku keras kepala dengan
perbuatan yang melampaui batas tanpa mau
mengambil manfaat dari nasihat kematian dan
Alquran, maka yang paling utama harus
dilakukan adalah mencari sebabnya disertai
pengakuan yang tulus. Hal itu merupakan
sesuatu yang menakjubkan. Aku terus-menerus
mencari hingga aku menemukan sebabnya.
Ternyata aku terlalu tenang. Oleh karena itu
berhati-hatilah darinya. Itulah penyakit kronis
dan sebab utama yang membuat manusia
tertipu dan lupa.Yaitu, keyakinan bahwa maut
masih lama. Seandainya ada orang jujur yang
memberikan kabar pada seseorang di siang hari
bahwa ia akan mati pada malam nanti atau ia
akan mati seminggu atau sebulan lagi, niscaya
ia akan istikamah berada di jalan yang lurus dan
pastilah ia meninggalkan segala sesuatu yang ia
anggap akan menipunya dan tidak mengarah
pada Allah SWT.
Jelaslah bahwa siapa yang memasuki
waktu pagi sedang ia berharap bisa mendapati
waktu sore, atau sebaliknya siapa yang berada
di waktu sore lalu berharap bisa mendapati
waktu pagi, maka sebenarnya ia lemah dan
menunda-nunda amalnya. Ia hanya bisa berjalan
dengan tidak berdaya. Karena itu, aku nasihati
orang itu dan diriku juga dengan nasihat yang
diberikan Rasullah saw ketika beliau
bersabda,"Salatlah seperti salatnya orang yang
akan berpisah (dengan dunia)." Beliau telah
diberi kemampuan berbicara dengan ucapan
yang singkat, padat, dan tegas. Itulah nasihat
yang berguna.
Siapa yang menyadari dalam setiap
salatnya bahwa salat yang ia kerjakan
merupakan salat terakhir, maka hatinya akan
khusyuk dan dengan mudah ia bisa mem­
persiapkan diri sesudahnya. Tapi, siapa yang
tak bisa melakukan hal itu, ia senantiasa akan
lalai, tertipu, dan selalu menunda-nunda hingga
kematian tiba. Hingga, pada akhirnya ia
menyesal karena waktu telah tiada.
Aku harap ia memohonkan kepada Allah
agar aku diberi kedudukan tersebut karena aku
ingin meraihnyg tapi tak mampu. Aku juga
mewasiatkan padanya agar hanya rida
dengannya dan berhati-hati terhadap berbagai
tipuan yang ada. Tipuan jiwa hanya bisa
diketahui oleh mereka yang cendekia.
Kemudian, seorang mukalaf minimal
harus meyakini tafsiran dari kata-kata "tiada
Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan
Allah." Jika ia membenarkan Rasul saw., maka
ia juga harus membenarkan beliau dalam hal
sifat-sifat Allah Swt. Dia Zat Yang Maha hidup,
Berkuasa, Mengetahui, Berbicara, dan
Berkehendak Tak ada sesuatu pun yang serupa
dengan-Nya. Dia Maha Mendengar dan Maha
Melihat. Namun, ia tak harus meneliti hakikat
sifat-sifat Allah tersebut serta tak harus
mengetahui apakah kalam dan ilmu Allah
bersifat qadim atau baru. Bahkan, tak jadi
masalah walaupun hal RI tak pernah terlintas
dalam benaknya sampai ia matt da lam keadaan
mukmin. Ia tak wajib mempelajari dalil dalil yang
dikemukakan oleh para ahli kalam. Selama
hatinya meyakini al-Haq, walaupun dengan iman
yang tak disertai dalil dan argumen, ia sudah
merupakan mukmin. Rasulullah saw. tidak
membebani lebih dari itu.
Begitulah keyakinan global yang dimiliki
oleh bangsa Arab dan masyarakat awam,
kecuali mereka yan berada di negeri-negeri
dimana masalah-masalah tentang qadim dan
barunya kalam Allah, serta istiwa dan nuzul
Allah, ramai diperdebatkan. Jika hatinya tak
terlibat dengan hal itu dan hanya sibuk dengan
ibadah dan amal salehnya, maka tak ada beban
apa pun baginya. Namun, jika ia juga
memikirkan hal itu, maka minimal ia harus
mengakui keyakinan orang-orang salaf yang
mengatakan bahwa Alquran itu qadim , bahwa Al­
quran adalah kalam Allah, bukan makhluk,
bahwa istiwa Allah adalah benar, bahwa
menanyakan tentangnya adalah bidah, dan
bahwa bagaimana cara istiwa itu tidak
diketahui. Ia cukup beriman dengan apa yang di­
katakan syariat secara global tanpa mencari-
cari hakikat dan caranya. Jika hal itu masih
tidak berguna juga, dimana hatinya masih
bimbang dan ragu, jika memungkinkan,
hendaknya keraguan tersebut dihilangkan de­
ngan penjelasan yang mudah dipahami
walaupun tidak kuat dan tidak memuaskan bagi
para ahli kalam. Itu sudah cukup dan tak perlu
pembuktian dalil. Namun, lebih baik lagi kalau
kerisauannya itu bisa dihilangkan dengan dalil
yang sebenarnya. Sebab, dalil tidak sempurna
kecuali dengan memahami pertanyaan dan
jawabannya. Bila sesuatu yang samar itu
disebutkan, hatinya akan ingkar dan
pemahamannya tak mampu menangkap
jawabannya. Sebab, sementara kesamaran
tersebut tampak jelas, jawabannya pelik dan
membingungkan sehingga sukar dipahami akal.
Oleh karena itu, orang-orang salaf tak mau
mengkaji dan membahas masalah ilmu kalam.
Hal itu mereka lakukan untuk kepentingan
masyarakat awam yang lemah.
Adapun orang-orang yang sibuk
memahami berbagai hakikat, mereka memiliki
telaga yang sangat membingungkan. Tidak
membicarakan masalah ilmu kalam kepada
orang awam adalah seperti melarang anak kecil
mendekati pinggir sungai karena takut
tenggelam. Sedangkan orang-orang tertentu
diperbolehkan karena mereka mahir dalam
berenang. Hanya saja, ini merupakan tempat
yang bisa membuat orang lupa diri dan mem­
buat kaki tergelincir, dimana, orang yang
akalnya lemah merasa akalnya sempurna. Ia
mengira dirinya bisa mengetahui segala sesuatu
dan dirinya termasuk orang hebat. Bisa jadi,
mereka berenang dan tenggelam dalam lautan
tanpa ia sadari. Hanya segelintir orang saja dari
mereka yang menempuh jalan para salaf dalam
mengimani para rasul serta dalam
membenarkan apa yang diturunkan Allah Swt.
dan apa yang diberitakan Rasul-Nya dimana
mereka tak mencari-cari dalil dan argumen.
Melainkan, mereka sibuk dengan ketakwaan.
Demikianlah, ketika Nabi saw. melihat
para sahabatnya sibuk berdebat, beliau marah
hingga memerah kedua pipi beliau dan berkata,
"Apakah kalian diperintahkan untuk ini. Kalian
mengumpamakan sebagian isi Kitabullah
dengan yang lain. Perhatikan! apa yang Allah pe­
rintahkan pada kalian kerjakanlah, sedangkan
yang dilarang kalian tinggalkan." Ini merupakan
peringatan terhadap manhaj yang benar.
Lengkapnya, hal itu kami jelaskan dalam kitab
Qawa'id al-Aqaa'id.
II. Permulaan Hidayah
Bismillahirahmanirrahim
Segala puji bagi Allah. Salawat dan
salam atas makhluk-Nya termulia, Muhammad,
Rasul dan hamba-Nya, serta atas keluarga dan
sahabat beliau.
Ketahuilah wahai manusia yang ingin
mendapat curahan ilmu, yang betul-betul
berharap dan sangat haus kepadanya, bahwa
jika engkau menuntut ilmu guna bersaing,
berbangga, mengalahkan teman sejawat, meraih
simpati orang, dan mengharap dunia, maka
sesungguhnya engkau sedang berusaha
menghancurkan agamamu, membinasakan
dirimu, dan menjual akhirat dengan dunia.
Dengan demikian, engkau mengalami
kegagalan, perdaganganmu merugi, dan gurumu
telah membantumu dalam berbuat maksiat serta
menjadi sekutumu dalam kerugian tersebut.
Gurumu itu seperti orang yang menjual pedang
bagi perompak jalanan, sebagaimana Rasul
saw. bersabda, "Siapa yang membantu
terwujudnya perbuatan maksiat walaupun hanya
dengan sepenggal kata, ia sudah menjadi sekutu
baginya dalam perbuatan tersebut."
Jika niat dan maksudmu dalam
menuntut ilmu untuk mendapat hidayah, bukan
sekadar mengetahui riwayat, maka
bergembiralah. Sesungguhnya para malaikat
membentangkan sayapnya untukmu saat engkau
berjalan dan ikan-ikan paus di laut memintakan
ampunan bagimu manakala engkau berusaha.
Tapi, engkau harus tahu sebelumnya bahwa
hidayah merupakan buah dari ilmu
pengetahuan. Hidayah memiliki permulaan dan
akhir serta aspek lahir dan batin. Untuk
mencapai titik akhir tersebut, permulaannya
harus tersusun rapi. Begitu pula, untuk
menyingkap aspek batinnya, harus diketahui
terlebih dahulu aspek lahirnya.
Oleh karena itu, di sini akan aku
tunjukkan padamu permulaan dari sebuah
hidayah agar engkau bisa mencoba dirimu dan
menguji hatimu. Apabila engkau mendapati
hatimu condong pada hidayah tersebut lalu di­
rimu berusaha untuk menggapainya, maka
setelah itu engkau bisa melihat perjalanan akhir
darinya yang melaju dalam lautan ilmu.
Sebaliknya, jika engkau mendapati hatimu berat
dan lengah dalam mengamalkan apa yang
menjadi konsekuensinya, ketahuilah bahwa jiwa
yang mendorongmu untuk menuntut ilmu
tersebut adalah jiwa al-ammaarah bi as-su'
(yang memerintahkan pada keburukan). Jiwa
tersebut bangkit karena taat kepada setan
terkutuk untuk dijerat dengan tali tipuannya. Ia
terus memberikan tipudayanya kepadamu
sampai engkau betul-betul binasa. Ia ingin agar
engkau memperbanyak kejahatan dalam bentuk
kebaikan sehingga ia bisa memasukkanmu
dalam kelompok orang yang merugi dalam
amalnya. Yaitu, mereka yang sesat di dunia ini,
yang mengira bahwa mereka telah melakukan
suatu perbuatan baik. Saat itu setan
menceritakan padamu tentang keutamaan ilmu,
derajat para ulama, serta berbagai riwayat di
seputarnya. Namun, setan tersebut membuatmu
lalai dari sabda Nabi saw., "Siapa yang ber­
tambah ilmu, tapi tidak bertambah hidayah, ia
hanya bertambah jauh dari Allah." Juga dari
sabda Nabi saw. yang berbunyi, "Orang yang
paling keras siksanya di hari kiamat, adalah
orang alim yang ilmunya tak Allah berikan
manfaat padanya."
Nabi saw. berdoa:
Allahumma innii a'udzubika min 'ilmi laa
yanfa'u wa qalbin laa yakhsya' wa
'amalin laa yurfa'u wa du'ain laa
yusma'u
"Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari ilmu
yang tak bermanfaat, dari hati yang tidak
khusyuk, dari amal yang tak diterima, dan dari
doa yang tak didengar."
Sabda Nabi saw., "Di malam aku melakukan
Israk, aku melewati sekelompok kaum yang bibir
mereka digunting dengan gunting api neraka.
Lalu aku bertanya, 'Siapa kalian?' Mereka
menjawab, 'Kami adalah orang-orang yang
memerintahkan kebaikan tapi tidak melakukan­
nya, dan mencegah keburukan tapi kami sendiri
mengerjakannya!"
Oleh karena itu, jangan engkau serahkan dirimu
untuk diperdaya oleh jerat tipuannya. Celaka
sekali bagi orang bodoh, karena ia tidak belajar.
Tapi celaka seribu bagi orang alim yang tak
mengamalkan ilmunya!
Ketahuilah bahwa dalam menuntut ilmu,
manusia terbagi atas tiga jenis:
(1) Seseorang yang menuntut ilmu guna
dijadikan bekal untuk akhirat dimana ia hanya
ingin mengharap rida Allah dan negeri akhirat.
Ini termasuk kelompok yang beruntung;
(2) Seseorang yang menuntut ilmu guna
dimanfaatkan dalam kehidupannya di dunia
sehingga ia bisa memperoleh kemuliaan,
kedudukan, dan harta. Ia tahu dan sadar bahwa
keadaannya lemah dan niatnya hina. Orang ini
termasuk ke dalam kelompok yang berisiko. Jika
ajalnya tiba sebelum sempat bertobat, yang
dikhawatirkan adalah penghabisan yang buruk
( su' ul-khatimah ) dan keadaannya menjadi
berbahaya. Tapi jika ia sempat bertobat sebe­
lum ajal tiba, lalu berilmu dan beramal serta
menutupi kekurangan yang ada, maka ia
termasuk orang yang beruntung pula. Sebab,
orang yang bertobat dari dosanya seperti orang
yang tak berdosa;
(3) Seseorang yang terperdaya oleh setan. Ia
pergunakan ilmunya sebagai sarana untuk
memperbanyak harta, serta untuk berbangga
dengan kedudukannya dan menyombongkan diri
dengan besarnya jumlah pengikut. Ilmunya
menjadi turnpuan untuk meraih sasaran duniawi.
Bersamaan dengan itu, ia masih mengira bahwa
dirinya mempunyai posisi khusus di sisi Allah
karena ciri-ciri, pakaian, dan kepandaian
berbicaranya yang seperti ulama, padahal ia
begitu tamak kepada dunia lahir dan batin.
Orang dari kelompok ketiga di atas termasuk
golongan yang binasa, dungu, dan tertipu. Ia tak
bisa diharapkan bertobat karena ia tetap
beranggapan dirinya termasuk orang baik. Ia
lalai dari firman Allah Swt. yang berbunyi,
"Wahai orang-orang yang beriman. Mengapa ka­
lian mengatakan apa-apa yang tak kalian
lakukan?!" (Q.S. ash-Shaff: 2). Ia termasuk
mereka yang disebutkan Rasul saw., "Ada yang
paling aku khawatirkan dari kalian ketimbang
Dajjal." Beliau kemudian ditanya, "Apa itu wahai
Rasulullah?" Beliau menjawab, "Ulama su' (bu­
ruk)." Sebab, Dajal memang bertujuan
menyesatkan, sedangkan ulama ini, walaupun
lidah dan ucapannya memalingkan manusia dari
dunia, tapi amal perbuatan dan keadaannya
mengajak manusia ke sana.
Padahal, realita lebih berbekas
dibandingkan ucapan. Tabiat manusia lebih
terpengaruh oleh apa yang dilihat ketimbang
mengikuti apa yang diucap. Kerusakan yang
ditimbulkan oleh perbuatannya lebih banyak
daripada perbaikan yang disebabkan oleh
ucapannya. Karena, biasanya orang bodoh
mencintai dunia setelah melihat si alim cinta
pada dunia. Ilmu pengetahuan yang dimilikinya,
menjadi faktor yang menyebabkan para hamba
Allah berani bermaksiat pada-Nya. Nafsunya
yang bodoh tertipu, tapi masih memberi angan-
angan dan harapan padanya. Bahka, ia
mengajaknya untuk mempersembahkan sesuatu
untuk Allah dengan ilmunya. Nafsu tersebut
membuatnya beranggapan bahwa ia lebih baik
dibandingkan hamba Allah yang lain.
Maka dari itu, jadilah engkau termasuk
golongan yang pertama. Waspadalah agar tidak
menjadi golongan kedua karena betapa banyak
orang yang menunda-nunda, ternyata ajalnya
tiba sebelum bertaubat sehingga akhirnya rugi
dan kecewa. Lebih dari itu, waspadalah! Jangan
sampai engkau menjadi golongan ketiga karena
engkau betul-betul akan binasa, tak mungkin
selamat dan bahagia.
Apabila engkau bertanya, "Apa
permulaan dari hidayah tersebut sehingga aku
bisa menguji diriku dengannya?" Maka
ketahuilah bahwa hidayah bermula dari
ketakwaan lahiriah dan berakhir dengan
ketakwaan batiniah. Tak ada balasan kecuali
dengan takwa dan tak ada hidayah kecuali bagi
orang-orang bertakwa. Takwa adalah ungkapan
yang mengandung makna melaksanakan
perintah Allah Swt. dan menghindarkan
larangan-larangan-Nya. Masing-masing ada dua
bagian. Di sini aku akan menunjukkan
kepadamu secara ringkas aspek lahiriah dari
takwa dalam dua bagian tersebut secara
bersamaan. Aku masukkan bagian ketiga agar
tulisan menjadi lengkap dan cukup. Allah
tempat meminta pertolongan.
A. Bagian Pertama: Amal-amal Ketaatan
Ketahuilah bahwa perintah Allah ada yang wajib
dan ada yang sunah. Yang wajib merupakan
harta pokok. Dia adalah modal perdagangan
yang dengannya na bisa selamat. Sementara
yang sunah merupakan laba yang dengannya
kita bisa meraih derajat mulia.
Nabi saw. bersabda , "Allah Swt. berfirman,
'Tidaklah orang-orang mendekatkan diri pada-
Ku dengan melaksanakan apa yang Kuwajibkan
pada mereka, dan tidaklah seorang hamba
mendekatkan diri padaku dengan amal-amal
sunah, sehingga Aku mencintainya. Jika Aku su­
dah mencintainya, maka Aku menjadi telinganya
yang mendengar, matanya yang melihat,
lidahnya yang berbicara, tangannya yang
memegang, dan kakinya yang berjalan."
Engkau tidak akan dapat menegakkan
perintah Allah, kecuali dengan senantiasa
mengawasi hati dan anggota badanmu pada
setiap waktu dan pada setiap tarikan nafasmu,
dari pagi hingga sore. Ketahuilah bahwa Allah
Swt. menangkap isi hatimu, mengawasi lahir
dan batinmu, mengetahui semua lintasan
pikiranmu, langkah-langkahmu, serta diam dan
gerakmu. Saat bergaul dan menyendiri, engkau
sedang berada di hadapan-Nya. Tidak ada yang
diam, dan tak ada yang bergerak, melainkan
semuanya diketahui oleh Penguasa langit, Allah
Swt.
 "Dia mengetahui khianatnya mata dan apa
yang disembunyikan hati" (Q.S. Ghafir: 19),
"Dia Maha Mengetahui yang rahasia dan
tersembunyi" (Q.S. Thaha: 7).
Oleh karena itu, hendaklah engkau beradab di
hadapan Allah Swt. dengan adab seorang
hamba yang hina dan berdosa di hadapan-Nya.
Berusahalah agar Allah tidak melihatmu sedang
melakukan sesuatu yang dilarang dan tidak me­
laksanakan apa-apa yang diperintah. Hal itu
hanya bisa terwujud jika engkau bisa membagi
waktu dan mengatur wirid-wiridmu dari pagi
hingga petang. Jagalah perintah Allah Swt. yang
diwajibkan kepadamu, sejak dari bangun tidur
hingga engkau kembali ke pembaringan.
01. Adab Tidur
Jika engkau ingin tidur, hamparkan tempat
tidurmu dengan menghadap kiblat. Lalu tidurlah
diatas sisi kananmu seperti tidurnya mayit di
liang kuburnya. Ketahuilah bahwa tidur adalah
bagaikan kematian dan terjaga adalah bagaikan
bangkit. Bisa jadi, Allah menggenggam rohmu di
malam itu. Maka dari itu, bersiap-siaplah untuk
menghadapinya dengan tidur dalam keadaan
suci dan usahakan agar wasiatmu telah tertulis
di bawah kepalamu. Engkau tidur seraya
bertobat dan meminta ampunan dari semua
dosa dengan tekad tidak akan berbuat maksiat
lagi. Bertekadlah untuk berbuat baik kepada
semua muslim jika Allah membangunkanmu.
Ingatlah bahwa engkau akan berbaring di liang
kubur seperti itu seorang diri, hanya ditemani
oleh amalmu. Engkau hanya akan dibalas sesuai
dengan amal perbuatanmu itu.
Jangan sampai engkau menghendaki tidur yang
banyak dengan menghampar kasur empuk
karena tidur adalah menghentikan kehidupan.
Kecuali, jika bangunmu justru menjadi bencana
bagimu sehingga tidur tersebut lebih membuat
agamamu selamat. Ketahuilah bahwa malam
dan siang seluruhnya berjumlah dua puluh
empat jam. Jangan sampai tidurmu sepanjang
siang dan malam lebih dari delapan jam.
Karena, jika engkau berumur sekitar enam puluh
tahun cukup bagimu membuang dua puluh
tahun darinya, atau sepertiga dari umurmu itu.
Ketika tidur, kembalilah bersiwak dan bersuci.
Bertekadlah untuk bangun malam atau bangun
sebelum subuh. Dua rakaat di tengah malam
merupakan salah satu harta kekayaan yang
berharga mulia. Perbanyaklah harta kekayaanmu
itu guna menghadapi hari miskinmu. Sebab,
harta kekayaan dunia sama sekali tak akan ber­
guna jika engkau binasa.
Ketika tidur, ucapkanlah:
 Bismika rabbii wadha’tu janbii
wabismika arofa’uhu faghfirlii dzanbii.
Allahumma bismika ahya wa amuut wa
a’udzubika allahumma min-syarri kulli
dzii syarri. Wa min syarri kullidabbatin
anta akhidzdzi binashiyatiha, inni rabbi
’alaa shirath mustaqiim. Allahumma
antal wali falaiisa qablaka syai’in, wa
antal akhirufalaisa ba’da katsi’in Wa
antazhzhihiru falaisa fauqaka syai’in Wa
antal bathinu falaisa duunaka syai’in
Iqdhii ‘anniid dunya wa aghninii minal
faqri. Allahumma antalkhalaqta nafsii wa
anta tatawwafaha, laka mamatuha wa
mahyaha, in amattaha faghfirlaha wa in
ahyaitaha fahfazhha bimatahfazhu bihi
‘ibadakash shalihiin. Allahumma inni as
‘alukal ‘afwa wal ‘afiyata fiiddiin
waddunya wal aakhirati.
Allahummaaiqithnii fii ahabiissa ‘ati
ilaika was ta’malnii bi ahabbil ‘amal
ilaika hatta tuqarribanii ilaika zulfa wa
tub ‘idanii ‘an sakhathika ba’da an as
alakafatu’thiinii wa astaghfiraka
fataghfirulii wa ad’uuka fatastajiibulii.
"Dengan nama-Mu wahai Tuhanku, kuletakkan
punggungku dan dengan nama-Mu pula
kuangkat serta ampunilah dosa-dosaku. Ya
Allah, lindungi aku dari siksaMu pada hari para
hamba-Mu dibangkitkan. Ya Allah, dengan
nama-Mu aku hidup dan mati. Aku berlindung
pada-Mu dari keburukan segala sesuatu yang
memiliki keburukan serta dari kejahatan setiap
yang melata. Engkaulah yang menggenggam
ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku berada
di jalan yang lurus. Ya Allah, Engkaulah Yang
Maha Pertama yang tidak didahului oleh sesuatu
dan Engkau pula Yang Maha Terakhir yang tak
ada sesuatu sesudah-Mu. Engkau Mahatampak,
tak ada sesuatu di atas-Mu. Engkau Maha
Tersembunyi, tak ada sesuatu di bawah-Mu.
Bayarkanlah hutangku dan angkatlah aku dari
kemiskinan. Ya Allah, Engkau yang menciptakan
diriku dan engkau pula yang mewafatkannya.
Kematian dan kehidupannya ada pada
kekuasaanMu. Jika engkau matikan diriku ini,
maka ampunilah dia, dan jika engkau hidupkan,
maka jagalah dia sebagaimana engkau menjaga
para hamba-Mu yang saleh. Ya Allah aku
meminta pada-Mu pengampunan dan ke­
selamatan di dunia dan akhirat. Ya Allah,
bangunkan aku dalam waktu terbaik menurutmu.
Buatlah aku melakukan perbuatan-perbuatan
yang paling Kau senangi sehingga hal itu akan
mendekatkan diriku pada-Mu dan
menjauhkannya dari murka-Mu setelah aku
meminta pada-Mu. Setelah aku meminta pada-
Mu, maka Engkau memberikannya, aku meminta
ampunan pada-Mu maka Kau terima, dan aku
berdoa pada-Mu maka Kau kabulkan untukku."
Kemudian bacalah ayat al-Kursi dan
amana ar-rasalu (surat al-Baqarah: 285) sampai
akhir surat. Lalu surat al-Ikhlas, al-Falaq, dan
an-Nas, serta al-Mulk. Usahakan engkau tidur
dalam keadaan berzikir pada Allah SWT. dan
dalam keadaan suci karena siapa yang
melakukan itu, ia akan naik berserta rohnya ke
arasy, dan dicatat sebagai orang yang sedang
salat sampai bangun kernbali. Apabila engkau
sudah bangun, lakukanlah apa yang telah
kujelaskan sebelumnya padamu. Hendaklah
engkau hidup teratur seperti itu dalam sisa
umurmu. Apabila engkau tak bisa melakukannya
secara konsisten, sabarlah sebagaimana
sabarnya orang sakit ketika menahan pahitnya
obat dan ketika menunggu saat kesembuhan.
Renungkanlah umurmu yang berusia pendek.
Jika engkau hidup seratus tahun misalnya, maka
usia tersebut sangat pendek jika dibandingkan
dengan lama-mu tinggal di negeri akhirat karena
ia merupakan negeri keabadian. Perhatikan
bahwa jika engkau bisa bersabar menghadapi
beban penderitaan dan kehinaan dalam mencari
kehidupan dunia selama sebulan atau setahun
karena berharap bisa beristirahat sesudahnya
selama dua puluh tahun misalnya, lalu
bagaimana engkau tak mau bersabar selama
beberapa hari untuk ibadah guna mengharap
kehidupan abadi? Jangan perpanjang angan-­
anganmu, karena hal itu akan memberatkanmu
dalam beramal. Perhitungkanlah dekatnya
kematianmu lalu katakan pada dirimu: Jika aku
bisa bersabar menghadapi penderitaan hari ini
barangkali aku mati malam nanti, dan aku akan
bersabar pada malamnya karena barangkali aku
mati esok hari. Sesungguhnya kematian tidak
hanya datang pada saat tertentu, kondisi
tertentu, atau pada usia tertentu. Yang jelas, ia
pasti datang dan harus siap dihadapi. Bersiap-
siap menghadapi kematian lebih utama
ketimbang bersiap-siap menghadapi dunia. Eng­
kau tahu bahwa dirimu tidak akan lama tinggal
di dalam dunia. Oleh karena itu, yang tersisa
dari hidupmu barangkali hanya tinggal satu hari
atau satu tarikan nafas. Tanamkan hal ini dalam
hatimu setiap hari. Paksakan dirimu untuk
bersabar dalam taat kepada Allah SWT. hari
demi hari. Jika engkau memperhitungkan akan
hidup selama lima puluh tahun, maka engkau
akan sulit untuk bisa bersabar dalam menaati
Allah SWT.
Manakala engkau bisa bersabar selalu
setiap hari, ketika meninggal engkau akan
mendapati kebahagiaan yang tak ada habis-
habisnya. Sementara jika engkau menunda-
nunda dan meremehkan, kematian itu akan men­
datangimu pada waktu yang tak kau duga
sehingga engkau akan menyesal dengan
penyesalan yang tak berujung. Ketika pagi,
sekelompok makhluk mulia bertahmid dan ketika
mati, datang berita yang benar itu kepadamu,
"Setelah beberapa waktu, engkau akan
mengetahui kebenaran berita Alquran
tersebut" (Q.S. Shaad: 88).
Jika sebelumnya kami sudah menunjukkan
urutan wirid padamu, kami akan sebutkan di sini
bagaimana cara dan adab-adab melaksanakan
salat dan puasa serta bagaimana adab menjadi
imam dan panutan, juga bagaimana
melaksanakan salat jumat.
02. Adab Shalat
Apabila engkau telah selesai
membersihkan kotoran dan najis yang terdapat
di badan, pakaian, dan tempat salat, juga
engkau telah menutup aurat dari pusar sampai
dengkul, maka berdirilah menghadap ke arah
kiblat dengan kaki yang lurus tapi tidak
dirapatkan sedangkan engkau berada dalam
posisi tegak. Lalu bacalah surat an-Naas guna
berlindung dari setan yang terkutuk. Hadirkan
hatimu ketika itu. Buanglah segala bisikan dan
rasa was-was. Perhatikan kepada siapa engkau
sedang menghadap dan bermunajat sekarang.
Hendaknya engkau malu untuk bermunajat
kepada Tuhan dengan hati yang lalai dan dada
yang penuh dengan bisikan dunia beserta
kebejatan syahwat. Sadarlah bahwa Allah Swt.
mengetahui semua yang tersembunyi di dalam
dirimu dan melihat hatimu. Allah hanya
menerima salatmu sesuai dengan kadar
kekhusyukan, ketundukan, dan ketawaduanmu.
Sembahlah Allah dalam salatmu
seakan-akan engkau melihat-Nya. Apabila
engkau tak melihat-Nya, sesungguhnya Dia
melihatmu. Jika hatimu tidak hadir dan anggota
badanmu tidak bisa tenang maka hal itu
disebabkan engkau tidak betul-betul mengenal
keagungan-Nya. Bayangkan jika ada seorang
saleh di antara keluargamu yang melihatmu
ketika engkau salat. Pada saat itu, pasti hatimu
akan khusyuk dan anggota badanmu akan te­
nang. Lalu, tanyakan pada dirimu, "Wahai jiwa
yang buruk, tidakkah engkau malu kepada
Pencipta dan Tuanmu?" Apabila engkau mampu
salat secara khusyuk dan tenang karena dilihat
seorang hamba yang hina, yang tak bisa
memberikan manfaat atau bahaya padamu,
sedang engkau mengetahui bahwa Dia
melihatmu tapi engkau tak takut pada
keagungan-Nya, apakah Allah SWT. lebih
rendah dibandingkan hamba-Nya itu? Betapa
durhaka dan bodohnya engkau! Betapa engkau
memusuhi dirimu itu!
Obatilah hatimu dengan cara itu,
barangkali ia akan menjadi hadir dalam salatmu.
Salatmu hanyalah saat engkau sadar
kepadanya. Adapun salat yang engkau kerjakan
dengan hati yang lalai dan lupa, maka ia butuh
pada istigfar dan perenungan.
Manakala hatimu sudah hadir, jangan
lupa mengucapkan ikamah kalau engkau salat
sendirian. Tapi, jika engkau menunggu
datangnya jamaah yang lain hendaknya engkau
melakukan azan lalu ikamah. Apabila engkau
sudah mengucapkan ikamah, berniatlah dan
bacalah dalam hatimu, "Aku laksanakan salat
lohor karena Allah Swt." Usahakan niat tersebut
hadir dalam hatimu ketika engkau bertakbir.
Jangan sampai niatmu tak kau sadari sebelum
takbir selesai. Angkatlah tanganmu saat
bertakbir ke arah pipi dan pundakmu dengan
jari-jari yang tidak dihimpitkan. Jangan terlalu
menempel ataupun menjauh. Yang penting ibu
jarimu berada di hadapan kedua cuping
telingamu, ujung-ujung jarimu berada di atas
kuping, serta telapak tangan di atas pundak.
Jika kedua telapak tanganmu sudah berada
pada posisi terwbut bertakbirlah lalu turunkan
kembali dengan perlahan. Saat diangkat atau
diturunkan, jangan kau hentakkan tanganmu ke
depart secara keras dan jangan pula diangkat
sampai ke belakang. Selain itu, jangan kau
gerakkan ia ke kanan atau ke kiri. Ketika
diturunkan, mulailah engkau meletakkan
tanganmu di atas dada. Iangan kanan berada di
atas yang kiri. Renggangkan lari-jari kananmu di
lengan tangan yang kiri. Genggam di atas siku.
Setelah bertakbir bacalah:
Allahu akbar kabiiran
walhamduilllah katsiiran wa subhanalla
bukrattan wa ashiilla, inni wajjahtu
wajhiya lilladzii fatharas samawati wal
ardha haniifan musliman wa ma ana
minal musyrikin. Inni shalatii wa nusukii
wa mahyaya wamamatii lillahi rabbil
‘alamiin laa syarikallahuwa bi dzalika
umirtu wa ana minal muslimiin.
"Allah Mahabesar dengan segala sifat
kebesaran-Nya. Pujian bagi Allah sebanyak-
banyaknya dan Mahasuci Allah pada tiap pagi
dan sore. Aku hadapkan wajahku pada Tuhan
yang mencipta langit dan bumi dengan lurus
dan aku bukan dari golongan yang musyrik. Se­
sungguhnya salatku, ibadahku, hidupku, dan
matiku semata-mata karena Tuhan seru sekalian
alam. Tiada sekutu bagi-Nya. Begitulah aku
diperintah dan aku termasuk dari golongan Islam
(menyerah dan patuh)."
Setelah itu, bacalah al-Fatihah dengan
tekanan yang kuat. Usahakan untuk
membedakan antara huruf dhad dan zha' dalam
bacaan salatmu. Lalu ucapkan amin secara
terpisah dengan kata wala ad-dhaliin .
Nyaringkan bacaanmu pada salat
subuh, magrib, dan isya. Maksudnya, pada dua
rakaat yang pertama, kecuali jika engkau
menjadi makmum. Jika menjadi makmum,
nyaringkan bacaan amin. Lantas, dalam salat
subuh, bacalah salah satu surat yang panjang
setelah bacaan surat al-Fatihah. Sementara
pada waktu magrib, cukup surat yang pendek.
Adapun pada salat lohor, asar, dan isya,
bacalah surat yang pertengahan. Misalnya surat
al-Buruj dan yang semisalnya. Ketika salat
subuh yang dilaksanakan dalam perjalanan,
bacalah surat al-Kafirun dan surat al-Ikhlas.
Jangan engkau sambungkan akhir bacaan surat
dengan takbir untuk rukuk, tapi pisahkan antara
keduanya dengan seukuran bacaan subhanallah.
Ketika berdiri, usahakan untuk
senantiasa menunduk dengan hanya
memandang tempat salatmu. Hal itu, akan
membuatmu lebih berkonsentrasi dan membuat
hatimu lebih khusyuk. Jangan engkau menoleh
ke kiri atau ke kanan pada saat sedang salat.
Lalu bertakbirlah untuk rukuk. Angkat
tanganmu dengan cara yang sudah dijelaskan
sebelumnya. Panjangkan bacaan takbir sampai
engkau berada pada posisi rukuk. Lalu, letakkan
telapak tanganmu di atas lutut sementara jari-
jemarimu berada pada posisi yang renggang.
Tegakkan lututmu serta bentangkan punggung,
leher, dan kepalamu secara lurus. Lantas,
jauhkan sikumu dari pinggang. Sementara untuk
wanita tidak demikian karena mereka hendaknya
menempelkan yang satu dengan yang lain. Lalu
ucapkan:
Subhana rabbiyal ‘azhiim
"Mahasuci Tuhanku Yang Mahaagung."
Bacaan tersebut diucapkan sebanyak
tiga kali. Jika engkau salat sendirian, bagus pula
kalau ditambah sampai menjadi tujuh atau
sepuluh kali. Kemudian angkat kepalamu
sampai berdiri tegak seraya mengangkat tangan
dan membaca:
Sami ‘allahu liman hamidah
"Allah mendengar siapa yang memuji-Nya."
Apabila engkau telah berdiri tegak lurus,
ucapkan:
 Rabbana lakal hamdu mil'as samawati
wa mil ardhi wa mil ama syi’ta min
syai’in ba’du
"Wahai Tuhan kami, segala puji bagi-Mu
sepenul langit dan bumi dan sepenuh apa yang
Kau kehendak sesudah itu."
Apabila engkau sedang dalam melakukan salat
subuh, bacalah doa qunut pada rakaat kedua
ketika dalan posisi iktidal. Lalu, sujudlah dengan
bertakbir tanpa mengangkat kedua tangan.
Pertama-tama, letakkanlal kedua lututmu diikuti
kemudian oleh kedua tanganmi lalu dahimu yang
berada dalam keadaan terbuka. Letakkan
hidung beserta dahimu. jauhkan sikumu dari
pinggang dan angkat perutmu dari paha (Hal ini
tidak berlaku bagi wanita). Letakkan kedua
tanganmu di atas tanah sejajar dengan
pundakmu. Jangan kau bentangkan lenganmu di
atas tanah. Dan ucapkan:
Subhana rabbiyal ‘alaa
"Mahasuci Tuhanku Yang Mahatinggi"
Doa di atas dibaca sebanyak tiga kali, tujuh kali,
atau sepuluh kali jika engkau salat sendirian.
Lalu, angkat kepalamu dari sujud seraya
bertakbir sampai engkau duduk dengan tegak.
Duduklah di atas kaki kiri. Tegakkan kaki
kananmu. Letakkan kedua tanganmu di atas
paha dengan jari-jemari yang renggang. Lantas
ucapkan (minimal):
‘rabbighfirlii warhamnii warzuqni
wajburnii wa ‘afinii wa ‘afuanii
"Ya Tuhan, ampunilah aku, sayangilah aku,
berikar rezeki padaku, pimpinlah aku,
tambahkan kekuranganku, dan maafkanlah
daku."
Kemudian lakukan sujud yang kedua sama
seperti sebelumnya. Lalu duduk tegak sebentar
untuk istirahat pada setiap rakaat yang tak
disertai tasyahud.
Setelah itu, engkau berdiri dan meletakkan
kedua tangan di atas tanah. Jangan engkau
mendahulukan salah satu kakimu ketika berdiri.
Mulailah dengan takbir untuk berdiri saat hampir
selesai dari duduk istirahat. Panjangkan bacaan
takbir tersebut sampai pada posisi setengah
berdiri. Usahakan agar duduk istirahat tersebut
berlangsung sebentar. Lalu, laksanakan rakaat
kedua seperti rakaat pertama. Ulangi membaca
taawud ketika memulai. Lalu duduklah pada
rakaat kedua untuk membaca tasyahud
pertama. Saat duduk tasyahud, letakkan tangan
kananmu di atas paha kanan dengan jari yang
tergenggam kecuali jari telunjuk dan ibu jari.
Berilah isyarat dengan jari telunjukmu yang
kanan saat membaca illallah (kecuali Allah),
bukan pada kata-kata Iaa ilaha (tiada Tuhan).
Sementara itu, engkau letakkan tangan kirimu
dengan jari jari terbuka di atas paha kiri.
Duduklah di atas kaki kiri dalam tasyahud
pertama ini seperti ketika
duduk antara dua sujud. Adapun pada
tasyahud akhir, duduklah secara tawaruk (di
atas pangkal paha). Setelah mengucapkan
salawat atas Nabi Saw., bacalah doa yang
sudah dikenal. Duduklah di atas pangkal paha
yang kiri sementara kaki kirimu keluar dari sisi
bawah. Tegakkan posisi kaki kananmu lalu
ucapkan salam dua kali dari ke kanan dan kiri.
Menolehlah hingga tampak putihnya kedua
pipimu dari kedua sisi. Berniatlah untuk
menyudahi salat dan arahkan salammu pada
para malaikat dan kaum muslim yang berada di
sampingmu. Begitulah gerakan salat sendirian.
Tiang penopang salat adalah kekhusyukan dan
kehadiran hati disertai bacaan, dan
pemahaman. Hasan al-Basri rahimahullah
berkata, "Setiap salat yang tidak disertai
oleh kehadiran hati akan cepat terkena
hukuman." Rasul Saw. bersabda, "Seorang
hamba adakalanya melakukan salat tapi
ia tidak mendapat seperenam atau
sepersepuluh dari salatnya. Karena,
ganjaran salat bagi seorang hamba
sesuai dengan kadar kekhusyu'kannya."
03. Adab Menjadi Imam
Seorang imam hendaknya meringankan
salat. Anas bin Malik r.a. berkata, "Aku tidak
melakukan salat di belakang seorang pun yang
lebih ringan dan lebih sempurna salatnya dari
pada salat Rasulullah Saw."
Seorang imam hendaknya tidak
bertakbir sebelum muazin membacakan iqamah
dan sebelum shaf salat lurus sempurna. Ia
harus meninggikan suara ketika bertakbir,
sementara makmum tidak meninggikan suara
kecuali sebatas yang bisa ia dengar sendiri.
Imam harus berniat menjadi imam guna
memperoleh keutamaan. Jika sang imam tak
berniat, salat para jamaah tetap sah apabila
mereka telah berniat mengikutinya. Mereka juga
memperoleh pahala bermakmum. Imam tidak
boleh menyaringkan bacaan iftitah dan ta'awudz
sebagaimana dalam salat sendirian. Tapi ia
menyaringkan bacaan al-Fatihah dan surat
sesudahnya dalam salat-salat subuh, serta
dalam dua rakaat pertama magrib dan isya.
Dalam salat jahar (yang dibaca secara keras),
makmum menyaringkan ucapan amin dengan
bersama-sama imam, bukan sesudah imam.
Lalu, imam diam sejenak setelah membaca
surat al-Fatihah. Di saat itulah makmum
membaca surat al-Fatihah agar sesudahnya ia
bisa mendengarkan bacaan imam. Pada salat
jahar , makmum tidak membaca surat kecuali
jika ia tidak mendengar suara imam. Hendaknya
seorang imam tidak membaca tasbih dalam
rukuk dan sujud lebih dari tiga kali dan juga
tidak memberikan tambahan dalam tasyahud
awal setelah membaca salawat kepada Nabi.
Pada dua rakaat terakhir, imam cukup
membaca surat al-Fatihah, tidak usah
menambah-nambahnya lagi. Juga ketika
tasyahud akhir imam cukup membaca tasyahud
dan salawat kepada Rasulullah Saw. Ketika
bersalam, imam hendaknya berniat memberikan
salam kepada semua jamaah sedangkan
jamaah atau makmum dengan salamnya berniat
menjawab salam imam. Setelah itu imam
berdiam sebentar dan menghadap kepada para
jamaah. Jika yang ada di belakangnya adalah
para wanita, maka ia tidak usah menoleh
sampai mereka bubar. Hendaknya makmum
tidak berdiri sampai imam berdiri, lalu imam per­
gi entah ke arah kanan atau tapi lebih baik ke
arah kanan.
Imam tidak boleh berdoa untuk dirinya sendiri
dalam membaca qunut subuh tapi hendaknya ia
mengucapkan Allahumma ihdina (Ya Allah,
tunjukkan kami) dengan suara nyaring,
sedangkan para makmum mengamininya tanpa
mengangkat tangan mereka karena hal itu tak
terdapat dalam riwayat. Selebihnya makmum
membaca sendiri sisa dari doa qunut tersebut,
yakni dimulai dari Innaka la yaqdhi wa la
yuqdha 'alaika. Makmum tidak boleh berdiri
sendirian secara terpisah, Ia harus masuk ke
dalam barisan atau menarik orang lain untuk
membuat barisan dengannya. Makmum tak
boleh berdiri di depan iman, mendahului, atau
bergerak secara bersamaan dengan gerakan
imam. Tapi, Ia harus melakukannya sesudah
imam. Ia tak boleh rukuk kecuali setelah imam
sempurna dalam posisi rukuk. Begitu pun, ia tak
boleh sujud selama dahi imam belum sampai di
tanah.
04. Adab Salat Jum'at
Ketahuilah bahwa Jum'at merupakan
hari raya bagi orang-orang yang beriman. Ia
merupakan hari mulia yang khusus
diperuntukkan Allah bagi umat ini. Di dalamnya
ada saat-saat penting yang apabila seorang muk­
min meminta kebutuhannya kepada Allah SWT,
pasti Allah akan mengabulkan. Oleh karena itu,
persiapkanlah dirimu untuk menghadapi hari
raya tersebut semenjak hari Kamis dengan cara
membersihkan pakaian dan banyak bertasbih
dan istigfar pada Kamis petang (sore)-nya,
karena keutamaan saat itu sama dengan
keutamaan hari Jumat. Berniatlah untuk
berpuasa untuk hari Jumat. Tetapi harus dengan
hari Kamis atau hari Sabtu, tidak boleh
dikerjakan pada hari Jumat saja.
Jika subuh telah tiba, mandilah dengan
niat mandi Jumat karena mandi pada hari Jumat
hukumnya sunah muakkad . Kemudian
berhiaslah dengan memakai pakaian putih
karena itulah pakaian yang paling dicintai Allah
Swt, lalu pakailah parfum yang paling wangi
yang kamu miliki, dan bersihkan badanmu
dengan bercukur rambut, menggunting kuku,
bersiwak, dan yang lainnya, kemudian segeralah
bergegas menuju mesjid dan berjalanlah dengan
perlahan dan tenang. Nabi Saw. bersabda,
"Siapa yang pergi untuk salat Jumat di waktu
yang pertama seakan-akan ia telah berkurban
unta, siapa yang pergi pada waktu kedua
seakan-akan ia berkurban sapi betina, siapa
yang pergi di waktu ketiga, seakan-akan ia
berkurban kambing kibas, siapa yang pergi di
waktu ke empat seakan-akan ia berkurban
ayam, siapa yang pergi di waktu kelima seakan-
akan ia berkurban telur. Jika imam sudah keluar
atau naik mimbar, maka lembaran-lembaran itu
pun dilipat dan pena-pena diangkat, sementara
para malaikat berkumpul di mimbar untuk
mendengarkan zikir / peringatan."
Disebutkan bahwa kedekatan manusia
dalam pandangan Allah SWT, bergantung pada
cepatnya mereka menuju salat Jumat.
Kemudian, apabila engkau berada di mesjid,
usahakan untuk berada di shaf yang pertama.
Jika manusia sudah banyak berkerumun, jangan
melewati pundak mereka dan jangan pula lewat
di hadapan mereka yang sedang salat.
Duduklah dekat tembok agar mereka tidak lewat
di depanmu. Sebelum itu lakukanlah salat
tahiyyatul masjid. Lebih baik lagi, kalau engkau
salat sebanyak empat rakaat. Dalam setiap
rakaat, setelah membaca surat al-Fatihah,
engkau membaca surat al-Ikhlas sebanyak lima
puluh kali. Disebutkan dalam satu riwayat
bahwa siapa yang melakukan amalan tersebut,
ia tidak akan meninggal dunia sampai melihat
tempat duduknya di surga atau hal itu
diperlihatkan padanya. Jangan sampai engkau
meninggalkan salat tahiyyatul masjid walaupun
imam sedang berkhotbah. Disunahkan agar
dalam empat rakaat itu engkau membaca surat
al-An'am, surat al-Kahfi, surat Thaha, dan surat
Yasin. Jika tidak mampu, engkau bisa membaca
surat Yásin, surat ad-Dukhan' , surat Alif Lam
Mim , as-Sajadah, dan surat al-Mulk. Sebaiknya
engkau membaca surat tersebut pada malam
Jumat karena di dalamnya banyak sekali
keutamaan. Siapa yang tak bisa, perbanyaklah
membaca surat al-Ikhlas.
Perbanyaklah membaca salawat atas
Rasulullah SAW. khususnya pada hari tersebut.
Manakala imam atau khatib sudah naik mimbar,
berhentilah dari salat dan berbicara. Sibukkan
dirimu dengan menjawab panggilan azan serta
dengan mendengarkan khotbah dan ceramah.
Sama sekali tak boleh berbicara ketika khatib
sedang berkhotbah. Dalam riwayat disebutkan,
"Siapa yang berkata kepada temannya,
`Diamlah” saat imam berkhotbah maka ia telah
berbuat sia-sia. Dan siapa yang berbuat sia-sia,
maka ia tak mendapat keutamaan Jumat." itu
karena perintah diam itu sendiri berbentuk
ucapan. Sebaiknya larangan diberikan dalam
bentuk isyarat, bukan dengan kata-kata.
Lalu ikutilah perbuatan imam seperti
telah disebutkan sebelumnya. Apabila telah
selesai, sebelum berbicara bacalah surat al-
Fatihah, surat al-Ikhlas, surat al‑Falaq dan surat
an-Naas, masing-masing tujuh kali. Itu akan
melindungimu dari Jumat ke Jumat, juga akan
menjagamu dari setan. Setelah itu, bacalah:
“Allahumma yaa ghaniyy yaa
hamiid yaa Mubdii yaa mu’iid yaa
rahiimi yaa waduud aghninii bihalalika
‘an haramika bi fadhlika ‘an
ma’shiyatika wabifadhlika ‘amman
siwaak.”
"Ya Allah wahai Zat Yang Mahakaya, Maha
Terpuji, Maha Memulai, Maha Mengembalikan,
Maha Penyayang, dan Maha Pemberi. Berilah
kecukupan padaku dengan yang halal bukan
yang haram; dengan taat, bukan maksiat; dan
dengan karunia-Mu, bukan selain-Mu."
Setelah itu, lakukanlah salat dua rakaat
atau enam rakaat yang dilakukan dengan dua-
dua. Semua itu terdapat dalam riwayat yang
berasal dari Rasulullah Saw. dalam kondisi yang
berbeda-beda.
Kemudian menetaplah di mesjid sampai
waktu maghrib atau asar. Hendaknya engkau
selalu memperhatikan waktu yang mulia. Sebab,
waktu mulia tersebut terdapat sepanjang hari
itu, tapi tidak ditentukan secara pasti. Mudah-
mudahan engkau memperolehnya ketika sedang
berada dalam kondisi yang khusyuk dan tunduk
kepada Allah SWT. Selama di mesjid, jangan
engkau mendekati majelis cerita dan kisah.
Tapi, hendaknya engkau menghampiri majelis
yang berisi ilmu yang bermanfaat. Majelis itulah
yang bisa membuatmu lebih takut kepada Allah
dan membuatmu kurang cinta pada dunia. Jika
suatu ilmu tak mampu mengajakmu untuk
meninggalkan dunia menuju akhirat, maka lebih
baik tak usah mengetahui ilmu tersebut.
Berlindunglah kepada Allah dari ilmu yang tak
bermanfaat.
Perbanyaklah berdoa ketika matahari
terbit, tergelincir, dan terbenam, ketika khatib
naik mimbar, dan ketika orang-orang berdiri
untuk menunaikan salat, karena kemungkinan
besar itulah waktu-waktu yang mulia.
Berusahalah untuk bersedekah semampumu
pada hari tersebut walaupun sedikit. Dengan
demikian, engkau telah mengumpulkan antara
salat, puasa, sedekah, membaca Alquran, zikir,
dan iktikaf. Jadikan hari tersebut sebagai waktu
yang khusus kau peruntukkan bagi akhiratmu ;
barangkali is menjadi penebus dosa bagi hari-
hari lainnya dalam seminggu.
B. Bagian Kedua: Menghindari Maksiat
Ketahuilah, bahwa agama Islam terdiri atas dua
bagian: meninggalkan apa yang dilarang dan
melakukan amal ketaatan. Meninggalkan apa
yang dilarang jauh lebih sulit karena melakukan
amal ketaatan dapat dilakukan setiap orang,
sedangkan meninggalkan syahwat hanya bisa
diwujudkan oleh mereka yang tergolong shid­
diqun. Oleh karena itu, Rasulullah SAW.
bersabda, "Orang yang berhijrah adalah yang
meninggalkan keburukan, sedangkan orang yang
berjihad adalah yang berjuang melawan hawa
nafsunya." Ketahuilah bahwa ketika engkau
bermaksiat sesungguhnya engkau melakukan
maksiat tersebut dengan anggota badanmu
padahal ia merupakan nikmat dan amanat Allah
yang diberikan kepadamu. Mempergunakan
nikmat Allah dalam rangkat bermaksiat kepada-
Nya adalah puncak kekufuran. Dan berkhianat
terhadap amanat yang dititipkan Allah
kepadamu betul-betul merupakan perbuatan
yang melampaui batas. Anggota badanmu
adalah rakyat atau gembalaanmu, maka
perhatikan dengan baik bagaimana kamu
menggembalakan mereka. Masing-masing kalian
adalah pemimpin dan setiap pemimpin
bertanggung jawab atas yang dipimpinnya.
Sadarlah bahwa semua anggota badanmu akan
menjadi saksi atasmu pada hari kiamat dengan
lidah yang fasih. Ia akan menyingkap rahasiamu
di hadapan semua makhluk. Allah Swt.
berfirman, "Pada hari dimana lidah, tangan, dan
kaki mereka menjadi saksi atas perbuatan yang
kalian lakukan" (Q.S. an-Nur: 24) Allah Swt
berfirman, "Pada hari ini, Kami tutup mulut
mereka sedangkan tangan mereka berbicara
pada Kami dan kaki mereka menjadi saksi atas
apa yang mereka kerjakan" (Q.S. Yasin: 65).
Oleh karena itu, peliharalah semua
anggota badanmu dari maksiat, khususnya tujuh
anggota badanmu karena neraka Jahannam
memiliki tujuh pintu. Masing-masing mereka
mempunyai bagian tersendiri. Yang masuk ke
dalam pintu-pintu neraka Jahannam itu adalah
mereka yang bermaksiat kepada Allah Swt.
dengan tujuh anggota badan tersebut, yaitu
mata, telinga, lidah, perut, kemaluan, tangan,
dan kaki.
Mata diciptakan agar bisa memberi
petunjuk padamu di waktu gelap, agar bisa kau
pergunakan pada saat diperlukan, agar
dengannya engkau melihat semua keajaiban
langit dan bumi, dan agar engkau bisa
mengambil pelajaran dari tanda-tanda
kekuasaan-Nya. Maka dari itu, peliharalah
matamu itu dari empat hal: melihat yang bukan
mahram-nya, melihat gambar bagus dengar
syahwat, melihat seorang muslim dengan
pandangan meremehkan, serta melihat aib
seorang muslim.
Adapun telinga, maka peliharalah ia
agar tidak mendengar bidah, gibah, perkataan
keji, takut pada kebatilan, atau kejelekan orang.
Telinga tersebut diciptakan untukmu agar
engkau bisa mendengar kalam Allah Swt, sunah
Rasulullah Saw, dan kata hikmah para wali
serta agar engkau bisa mempergunakannya
untuk bisa menggapai surga yang penuh
kenikmatan, kekal abadi di sisi Tuhan Penguasa
alam semesta. Jika engkau mempergunakan
telinga tersebut pada sesuatu yang dibenci ia
akan menjadi beban atau musuh bagimu. Begitu
pula ia akan berbalik arah dari yang seharusnya
bisa mengantarkanmu menuju kesuksesan,
menjadi mengantarkanmu menuju kehancuran.
Ini benar-benar merupakan kerugian. Jangan
engkau mengira bahwa dosanya hanya
dibebankan kepada si pembicara, sedangkan si
pendengar terbebas dari dosa. Karena, dalam
riwayat disebutkan, pendengar adalah sekutu
bagi yang berbicara. Ia adalah salah satu pihak
dari dua orang yang sedang bergibah
(bergunjing).
Adapun lidah, maka ia diciptakan agar
dengannya engkau bisa banyak berzikir kepada
Allah Swt, membaca Kitab Suci-Nya, memberi
petunjuk kepada makhluk Allah lainnya, serta
mengungkapkan kebutuhan agama dan duniamu
yang tersimpan dalam hati. Apabila engkau
mempergunakannya bukan pada tujuan yang
telah digariskan berarti engkau telah kufur
terhadap nikmat Allah Swt. Lidah merupakan
anggota badanmu yang paling dominan.
Tidaklah manusia diceburkan ke dalam api
neraka melainkan sebagai akibat dari apa yang
dilakukan oleh lidah. Maka peliharalah ia
dengan semua kekuatan yang kau miliki agar ia
tidak menjerumuskanmu ke dalam dasar neraka.
Sebuah riwayat menyebutkan, "Sesungguhnya
seseorang berbicara dengan satu kata yang
dengannya ia ingin membuat teman-temanuya
tertawa, namun karena itu ia jatuh ke dasar
neraka selama tujuh puluh musim." Dalam
riwayat lain disebutkan bahwa ada seorang
syahid yang terbunuh di dalam peperangan
pada masa Rasulullah Saw. Lalu seseorang
berkata, "Selamat baginya yang telah
memperoleh surga!" Tapi Rasul Saw. kemudian
bersabda, "Dari mana engkau tahu? Barangkali
ia pernah mengatakan sesuatu yang tak berguna
dan bakhil terhadap sesuatu yang takkan pernah
mencukupinya." Maka, peliharalah lidahmu dari
delapan perkara:
Pertama: berdusta. Jagalah lidahmu
agar jangan sampai berdusta baik dalam
keadaan yang serius maupun bercanda. Jangan
kau biasakan dirimu berdusta dalam canda
karena hal itu akan mendorongmu untuk
berdusta dalam hal yang bersifat serius.
Berdusta termasuk induk dosa-dosa besar.
Kemudian, jika engkau dikenal mempunyai sifat
seperti itu (pendusta) maka orang tak akan
percaya pada perkataanmu dan untuk
selanjutnya engkau akan hina dan dipandang
sebelah mata. Apabila engkau ingin mengetahui
busuknya perkataan dusta yang ada pada
dirimu, maka lihatlah perkataan dusta yang
dilakukan orang lain serta bagaimana engkau
membenci, meremehkan, dan tidak
menyukainya. Lakukanlah hal semacam itu pada
semua aib dirimu. Sesungguhnya engkau tidak
mengetahui aibmu lewat dirimu sendiri tapi
lewat orang lain. Apa yang kau benci dari orang
lain, pasti juga orang lain membencinya darimu.
Oleh karenanya, jangan kau biarkan hal itu ada
pada dirimu.
Kedua: menyalahi janji. Engkau tak
boleh menjanjikan sesuatu tapi kemudian tidak
menepatinya. Hendaknya engkau berbuat baik
kepada manusia dalam bentuk tingkah laku,
bukan dalam bentuk perkataan. Jika engkau
terpaksa harus berjanji, jangan sampai kau
ingkari janji tersebut, kecuali jika engkau betul-
betul tak berdaya atau ada halangan darurat.
Sebab, menyalahi janji merupakan salah satu
dari tanda-tanda nifak dan buruknya akhlak.
Nabi Saw. bersabda, "Ada tiga hal, yang jika
ada di antara kalian yang jatuh ke dalamnya
maka ia termasuk munafik, walaupun ia puasa
dan salat. Yaitu, jika berbicara ia berdusta, jika
berjanji ia mengingkari, dan jika diberi amanat ia
berkhianat."
Ketiga: gibah (menggunjing). Peliharalah
lidahmu dari menggunjing orang. Dalam Islam,
orang yang melakukan perbuatan tersebut lebih
hebat daripada tiga puluh orang pezina.
Begitulah yang terdapat dalam riwayat. Makna
gibah adalah membicarakan seseorang dengan
sesuatu yang ia benci jika ia mendengarnya.
Jika hal itu engkau lakukan, maka engkau
adalah orang yang telah melakukan gibah dan
aniaya, walaupun engkau berkata benar.
Hindarilah untuk menggunjing secara halus. Ya­
itu, misalnya engkau nyatakan maksudmu
secara tidak Iangsung dengan berkata, "Semoga
Allah memperbaiki orang itu. Sungguh
tindakannya sangat buruk padaku. Kita meminta
kepada Allah agar Dia memperbaiki kita dan
dia." Di sini terkumpul dua hal yang buruk, yaitu
gibah (karena dari pernyataanya kita bisa
memahami hal itu) dan merasa bahwa diri
sendiri bersih tidak bersalah. Tapi, jika engkau
benar-benar bermaksud mendoakannya, maka
berdoalah secara rahasia jika engkau merasa
berduka dengan perbuatannya. Dengan demi­
kian, jelaslah bahwa engkau tak ingin membuka
rahasia dan aibnya. Kalau engkau
menampakkan dukamu karena aibnya, berarti
engkau sedang membuka aibnya. Cukuplah
firman Allah Swt. ini menghalangimu dari gibah,
"Jangan sebagian kalian menggunjing sebagian
yang lain. Apakah salah seorang di antara kalian
senang memakan daging saudaranya yang
sudah mati. Pasti kalian tidak me­
nyukainya" (Q.S. al-Hujurat: 12).
Allah mengibaratkanmu dengan
pemakan bangkai manusia. Oleh karena itu,
alangkah baiknya jika engkau menghindari
perbuatan tersebut. Jika engkau mau merenung,
engkau tak akan menggunjing sesama muslim.
Lihatlah pada dirimu, apakah dirimu itu
mempunyai aib, baik yang tampak secara
lahiriah maupun yang tersembunyi? Apakah
engkau sudah meninggalkan maksiat, baik
secara rahasia maupun terang-terangan? Jika
engkau menyadari hal itu, ketahuilah bahwa
ketidakberdayaan seseorang untuk menghindari
apa yang kau nisbatkan padanya sama seperti
ketidakberdayaanmu. Sebagaimana engkau
tidak suka jika kejelekanmu disebutkan, ia juga
demikian. Apabila engkau mau menutupi
aibnya, niscaya Allah akan menutupi aibmu. Ta­
pi apabila engkau membuka aibnya, Allah akan
jadikan lidah-lidah yang tajam mencabik-cabik
kehormatanmu di dunia, lalu Allah akan
membuka aibmu di akhirat di hadapan para
makhluk-Nya pada hari kiamat. Apabila engkau
melihat lahir dan batinmu lalu engkau tidak
menemukan aib dan kekurangan, baik dari
aspek agama maupun dunia, maka ketahuilah
bahwa ketidaktahuanmu terhadap aibmu itu
merupakan kedunguan yang sangat buruk. Tak
ada aib yang lebih hebat daripada kedunguan
tersebut. Sebab, jika Allah menginginkan ke­
baikan bagimu, niscaya Dia akan
memperlihatkan aib-aibmu. Tapi, apabila
engkau melihat dirimu dengan pandangan rida,
hal itu merupakan puncak kebodohan.
Selanjutnya, jika sangkaanmu memang benar,
bersyukurlah pada Allah Swt. Jangan malah
engkau rusak dengan mencela dan
menghancurkan kehormatan mereka. Sebab, hal
itu merupakan aib yang paling besar.
Keempat: mendebat orang. Karena,
dengan mendebat, kita telah menyakiti,
menganggap bodoh, dan mencela orang yang
kita debat. Selain itu, kita menjadi berbangga
diri serta merasa lebih pandai dan berilmu. Ia
juga menghancurkan kehidupan. Manakala
engkau mendebat orang bodoh, ia akan
menyakitimu. Sedangkan manakala engkau
mendebat orang pandai, ia akan membenci dan
dengki padamu. Nabi Saw. bersabda, "Siapa
yang meninggalkan perdebatan sedang ia dalam
keadaan salah, maka Allah akan membangun
untuknya sebuah rumah di tepi surga. Dan siapa
yang meninggalkan perdebatan padahal dia
dalam posisi yang benar Allah akan membangun
untuknya sebuah rumah di surga yang paling
tinggi."
Jangan sampai engkau tertipu oleh
setan yang berkata padamu, "Tampakkan yang
benar, jangan bersikap lemah!" Sebab, setan
selalu akan menjerumuskan orang dungu kepada
keburukan dalam bentuk kebaikan. Jangan
sampai engkau menjadi bahan tertawaan setan
sehingga dia mengejekmu. Menampakkan
kebenaran kepada mereka yang mau
menerimanya adalah suatu kebaikan. Tetapi hal
itu harus dilakukan dengan cara memberikan
nasihat secara rahasia bukan dengan cara
mendebat. Sebuah nasihat memiliki karakter
dan bentuk tersendiri. Harus dilakukan dengan
cara yang baik. Jika tidak, ia hanya akan
mencemarkan aib orang. Sehingga kebukannya
lebih banyak daripada kebaikan yang ditim­
hulkannya. Orang yang sering bergaul dengan
para fakih zaman ini memiliki karakter suka
berdebat sehingga ia sulit diam. Sebab, para
ulama su' tersebut mengatakan padanya bahwa
berdebat merupakan sesuatu yang mulia dan
mampu berdiskusi merupakan satu kebanggaan.
Oleh karena itu, hindarilah mereka sebagaimana
engkau menghindar dari singa. Ketahuilah,
perdebatan merupakan sebab datangnya murka
Allah dan murka makhluk-Nya.
Kelima: mengklaim diri bersih dari
dosa. Allah Swt. berfirman, "Jangan kalian
merasa suci. Dia yang lebih mengetahui siapa
yang bertakwa" (Q.S. an-Najm: 32). Sebagian
ahli hikmat ditanya, "Apa itu jujur yang buruk?"
Mereka menjawab, "Seseorang yang memuji
dirinya sendiri." Janganlah engkau terbiasa
demikian. Ketahuilah bahwa hal itu akan
mengurangi kehormatanmu di mata manusia
dan mengakibatkan datangnya murka Allah Swt.
Jika engkau ingin membuktikan bahwa
membanggakan diri tak membuat manusia
bertambah hormat padamu, lihatlah pada para
kerabatmu manakala mereka membanggakan
kemuliaan, kedudukan, dan harta mereka
sendiri, bagaimana hatimu membenci mereka
dan muak atas tabiat mereka. Lalu engkau
mencela mereka di belakang mereka. Jadi
sadarlah bahwa mereka juga bersikap demikian
ketika engkau mulai membanggakan diri. Di
dalam hatinya, mereka mencelamu dan hal itu
akan mereka ungkapkan ketika mereka tidak ber­
ada di hadapanmu.
Keenam: mencela. Jangan sampai
engkau mencela ciptaan Allah Swt, baik itu
hewan, makanan, ataupun manusia. Janganlah
engkau dengan mudah memastikan seseorang
yang menghadap kiblat sebagai kafir, atau
munafik. Karena, yang mengetahui semua
rahasia hanyalah Allah Swt. Oleh karena itu,
jangan mencampuri urusan antara hamba dan
Allah Swt. Ketahuilah bahwa pada hari kiamat
engkau tak akan ditanya, "Mengapa engkau
tidak mencela si fulan? Mengapa engkau men­
diamkannya?" Bahkan, walaupun engkau tidak
mencela iblis sepanjang hidupmu dan engkau
melupakannya, engkau tetap tak akan ditanya
tentang hal itu serta tak akan dituntut karenanya
pada hari kiamat. Tapi, jika engkau mencela
salah satu makhluk Allah Swt. baru engkau akan
dituntut. Jangan engkau mencerca sesuatu pun
dari makhluk Allah Swt. Nabi Saw. sendiri sama
sekali tidak pernah mencela makanan yang
tidak enak. Jika beliau berselera dengan
sesuatu, beliau memakannya. Jika tidak, beliau
tinggalkan.
Ketujuh: mendoakan keburukan bagi
orang lain. Peliharalah lidahmu untuk tidak
mendoakan keburukan bagi suatu makhluk Allah
Swt. Jika ia telah berbuat aniaya padamu, maka
serahkan urusannya pada Allah Swt. Dalam
sebuah hadis disebutkan, "Seorang yang
dianiaya mendoakan keburukan bagi yang
menganiaya dirinya sehingga menjadi imbang,
kemudian yang menganiaya masih memiliki satu
kelebihan yang bisa ia tuntut kepadanya pada
hari kiamat." Sebagian orang terus mendoakan
keburukan bagi Hajjaj sehingga sebagian salaf
berkata, "Allah menghukum orang-orang yang te­
lah mencela Hajjaj untuknya, sebagaimana Allah
menghukum Hajjaj untuk orang yang telah ia
aniaya."
Kedelapan: bercanda, mengejek, dan
menghina orang. Peliharalah lidahmu baik dalam
kondisi serius maupun canda karena ia bisa
menjatuhkan kehormatan, menurunkan wibawa,
membuat risau, dan menyakiti hati. Ia juga
merupakan pangkal timbulnya murka dan marah
serta dapat menanamkan benih-benih
kedengkian di dalam hati. Oleh karena itu,
jangan engkau bercanda dengan seseorang dan
jika ada yang bercanda denganmu,jangan kau
balas. Berpalinglah sampai mereka mem­
bicarakan hal lain.
Semua itu merupakan cacat yang
terdapat pada lidah. Yang perlu kau lakukan
adalah mengasingkan diri atau senantiasa diam
kecuali dalam keadaan darurat. diceritakan
bahwa Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. meletakan
sebuah batu di mulutnya agar tidak berbicara ke­
uali saat perlu saja. Beliau menunjuk lidahnya
lalu berkata, "Inilah yang menjadi segala sumber
bagiku. kekanglah ia sekuat tenagamu, karena ia
merupakan faktor utama yang membuatmu
celaka di dunia dan akhirat."
Adapun perut, maka jangan kau isi ia
dengan barang haram atau syubhat.
Berusahalah untuk mencari yang halal. Jika
engkau telah mendapatkan yang halal,
berusahalah mengkonsumsinya tidak sampai
kenyang. Sebab, perut yang kenyang bisa
membekukan hati, merusak akal, menghilangkan
hafalan, memberatkan anggota badan untuk
beribadah dan menuntut ilmu, memperkuat
syahwat, serta membantu tentara setan. Jika
kenyang dari makanan halal merupakan awal
segala keburukan, bagaimana jika dari yang
haram? Mencari sesuatu yang halal merupakan
kewajiban bagi setiap muslim. Beribadah dan
menuntut ilmu yang disertai mengkonsumsi
makanan haram seperti membangun di atas
kotoran hewan. Apabila engkau merasa cukup
selama setahun memakai baju yang kasar, lalu
selama sehari semalam memakan dua potong
roti garing, lalu engkau tidak menikmati apa
yang lezat bagi manusia, maka engkau tak butuh
pada yang lain. Barang yang halal sangat
banyak. Engkau tidak perlu meyakinkan dirimu
dengan menyelidiki hal-hal yang tersembunyi.
Tapi engkau harus menjaga diri dari yang sudah
jelas kau ketahui bahwa itu adalah haram. Atau
setelah dilihat dari ciri-ciri yang terkait dengan
harta tersebut, engkau bisa menduga bahwa itu
adalah haram. Apayang sudah diketahui tampak
jelas secara lahir, sementara yang bersifat
dugaan tampak dengan adanya ciriciri. Misalnya
harta penguasa dan para pekerjanya, harta
orang yang tak bekerja kecuali dengan cara
menjual khamar, riba, judi, dan sebagainya. Jika
engkau tahu bahwa sebagian besar hartanya
adalah haram, maka apa yang kau terima
darinya, walaupun mungkin halal, ia termasuk
haram karena adanya dugaan yang kuat tadi.
Yang jelas-jelas haram adalah memakan harta
wakaf tanpa izin atau syarat dari si pemberi
wakaf. Siapa yang melakukan maksiat,
kesaksiannya tertolak, dan wakaf atau apa pun
yang ia terima atas nama kesufian adalah
haram.
Kami telah menyebutkan hal-hal yang
terkait dengan masalah syubhat, halal, dan
haram dalam satu kajian tersendiri pada kitab
Ihya Ulumiddin. Pelajarilah kitab tersebut karena
mengetahui yang halal dan haram wajib
hukumnya bagi setiap muslim sebagaimana
salat lima waktu.
Adapun kemaluan, peliharalah ia dari
semua yang diharamkan Allah. Jadilah
sebagaimana yang disebutkan Allah Swt,
"Mereka yang menjaga kemaluan mereka,
kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau sahaya
yang mereka miliki, maka mereka tak dapat
dicela" (Q.S. al-Mukminun: 5-6). Engkau baru
bisa menjaga kemaluan dengan menjaga
pandangan mata, menjaga hati untuk tidak mere­
nungkannya, serta menjaga perut dari yang
syubhat dan dari rasa kenyang. Karena, semua
itu merupakan penggerak dan tempat
tumbuhnya syahwat.
Kedua tangan, harus engkau pelihara
agar ia tidak kau jadikan alat untuk memukul
seorang rnuslim, untuk mendapat harta haram,
untuk menyakiti sesama makhluk, untuk
berkhianat terhadap amanat dan titipan, serta
untuk menuliskan sesuatu yang tak boleh
diucapkan karena pena merupakan lidah pula.
Oleh karena itu,peliharalah pena tersebut
sebagaimana engkau menjaga lidah.
Janganlah engkau pergunakan kedua
kaki untuk menuju pintu seorang penguasa lalim.
Sebab, berjalan menuju para penguasa lalim
tanpa ada keperluan merupakan maksiat yang
besar karena berarti ia bersikap tawadu dan
memuliakan mereka yang telah berbuat lalirn.
Allah Swt. telah memerintahkan kita untuk ber­
paling dari mereka dalam firman-Nya yang
berbunyi, "Janganlah kalian condong kepada
mereka yang telah berbuat lalim, niscaya kalian
tersentuh api neraka dan kalian tidak
mempunyai penolong selain Allah. Lalu kalian
tidak ditolong" (QS. Hud: 113). Jika engkau
pergi menemui mereka untuk mendapat harta,
berarti engkau berusaha meraih sesuatu yang
haram. Nabi Saw. bersabda, "Siapa yang
bersikap merendah kepada orang kaya,
sepertiga agamanya telah hilang." ini terhadap
orang kaya yang saleh, lalu bagaimana
merendah terhadap orang kaya yang lalim?
Ringkasnya, ketika engkau bergerak dan
diam dengan anggota badanmu, itu semua
merupakan nikmat Allah Swt. Maka dari itu,
janganlah engkau menggerakkan anggota
badanmu dalam rangka maksiat kepada Allah.
Tetapi pergunakanlah untuk taat kepada-Nya. Ke­
tahuilah, jika engkau tak patuh maka
bencananya akan kembali padamu, sementara
jika kamu mau menanam, maka buahnya akan
menjadi milikmu. Adapun Allah, Dia tak butuh
padamu dan tak butuh pada amal perbuatanmu.
Setiap jiwa tergantung pada amal perbuatannya.
Jangan sampai engkau berkata, "Allah Maha Pe­
murah Dan Maha Penyayang. Dia Maha
Mengampuni dosa mereka yang bermaksiat." Ini
merupakan ungkapan yang benar tapi ditujukan
pada sesuatu yang batil. Orang yang
mengucapkannya termasuk dungu seperti kata
Rasul Saw., "Orang yang cerdik adalah yang
bisa menundukkan hawa nafsunya dan beramal
untuk hari sesudah mati. Sedangkan orang yang
dungu adalah yang mengikuti hawa nafsunya
dan berangan-angan kepada Allah”.
Ketahuilah bahwa ucapanmu itu seperti
ucapan seseorang yang ingin menjadi fakih
dalam ilmu agama tanpa mau belajar, tapi justru
sibuk dengan sesuatu yang batil lalu berkata,
"Allah Maha Pemurah dan Maha Penyayang.
Dia Maha berkuasa untuk mencurahkan ke
dalam hatiku berbagai ilmu yang Dia tanamkan
di hati para nabi dan wali-Nya tanpa usaha dan
belajar." Itu seperti ucapan orang yang
menginginkan harta, tapi tak mau menanam,
berdagang, atau berusaha kemudian berujar, “
Allah Maha Pemurah. Dia memiliki kekayaan
langit dan bumi. Dia Maha Berkuasa untuk
memberikan kepadaku sebagian dari khazanah
kekayaan-Nya sehingga aku tak perlu bekerja.
Hal itu telah Dia lakukan kepada para hamba-
Nya." Jika engkau mendengar ucapan kedua
orang di atas, engkau pasti menganggap kedua
orang itu bodoh dan engkau pasti mengejeknya
walaupun sifat pemurah dan kuasa Allah yang ia
sebutkan benar. Demikian pula, Orang-orang
yang alim dalam bidang-bidang agama akan
menertawakanmu jika engkau menuntut
ampunan tanpa ada usaha. Allah Swt.
berfirman, "Bagi manusia apa yang ia
usahakan" (Q.S. an-Najm: 39), "Kaliaan dibalas
sesuai dengan amal perbuatan kalian" (Q.S.
ath-Thar: 16), "Orang-orang abrar (berbuat baik)
berada dalam kenikmatan sedangkan mereka
yang selalu berbuat dosa berada di neraka
Jahim" (Q.S. al-Infithar: 13-14).
Apabila engkau tetap menuntut ilmu
dan mencari harta dengan bersandar pada
kemurahan-Nya serta terus membekali diri untuk
akhirat, maka Tuhan Pemelihara dunia dan
akhirat adalah satu. Dia Maha Pemurah dan
Penyayang baik di dunia maupun di akhirat.
Ketaatanmu tidak membuat-Nya bertambah
pemurah. Hanya saja, kemurahan-Nya adalah
Dia memudahkan jalan menuju negeri
kenikmatan yang abadi dan kekal dengan
senantisa sabar dalam meninggalkan syahwat
selama beberapa saat. Ini merupakan puncak
kemurahan. Jangan engkau rusak dirimu dengan
ajaran jahat para pengangguran. Ikutilah para
nabi dan orang-orang saleh. Jangan engkau
terlalu berharap bisa memanen sesuatu yang tak
kau tanam. Sedangkan orang yang berpuasa,
salat, berjihad, serta bertakwa, semoga ia diam­
puni.
Ini adalah beberapa hal yang patut dipelihara
oleh anggota badanmu. Engkau juga harus
membersihkan hatimu karena ia merupakan
bentuk ketakwaan secara batin. Hati adalah
segumpal daging yang jika baik maka seluruh
badan menjadi baik. Tapi jika segumpal daging
itu rusak, maka seluruh badan menjadi rusak.
Berusahalah untuk memperbaiki hatimu itu agar
seluruh anggota badanmu juga baik. Hati
menjadi baik dengan selalu merasakan
kehadiran Allah.
Seputar Maksiat Hati
Ketahuilah, bahwa agama Islam terdiri
atas dua bagian: meninggalkan apa yang
dilarang dan melakukan amal ketaatan.
Meninggalkan apa yang dilarang jauh lebih sulit
karena melakukan amal ketaatan dapat di­
lakukan setiap orang, sedangkan meninggalkan
syahwat hanya bisa diwujudkan oleh mereka
yang tergolong shiddiqun. Oleh karena itu,
Rasulullah SAW. bersabda, "Orang yang
berhijrah adalah yang meninggalkan keburukan,
sedangkan orang yang berjihad adalah yang
berjuang melawan hawa nafsunya." Ketahuilah
bahwa ketika engkau bermaksiat sesungguhnya
engkau melakukan maksiat tersebut dengan
anggota badanmu padahal ia merupakan nikmat
dan amanat Allah yang diberikan kepadamu.
Mempergunakan nikmat Allah dalam rangkat
bermaksiat kepada-Nya adalah puncak
kekufuran. Dan berkhianat terhadap amanat
yang dititipkan Allah kepadamu betul-betul
merupakan perbuatan yang melampaui batas.
Anggota badanmu adalah rakyat atau
gembalaanmu, maka perhatikan dengan baik
bagaimana kamu menggembalakan mereka.
Masing-masing kalian adalah pemimpin dan
setiap pemimpin bertanggung jawab atas yang
dipimpinnya. Sadarlah bahwa semua anggota
badanmu akan menjadi saksi atasmu pada hari
kiamat dengan lidah yang fasih. Ia akan
menyingkap rahasiamu di hadapan semua
makhluk. Allah Swt. berfirman, "Pada hari
dimana lidah, tangan, dan kaki mereka menjadi
saksi atas perbuatan yang kalian lakukan" (Q.S.
an-Nur: 24) Allah Swt berfirman, "Pada hari ini,
Kami tutup mulut mereka sedangkan tangan
mereka berbicara pada Kami dan kaki mereka
menjadi saksi atas apa yang mereka
kerjakan" (Q.S. Yasin: 65).
Oleh karena itu, peliharalah semua
anggota badanmu dari maksiat, khususnya tujuh
anggota badanmu karena neraka Jahannam
memiliki tujuh pintu. Masing-masing mereka
mempunyai bagian tersendiri. Yang masuk ke
dalam pintu-pintu neraka Jahannam itu adalah
mereka yang bermaksiat kepada Allah Swt.
dengan tujuh anggota badan tersebut, yaitu
mata, telinga, lidah, perut, kemaluan, tangan,
dan kaki.
Mata diciptakan agar bisa memberi
petunjuk padamu di waktu gelap, agar bisa kau
pergunakan pada saat diperlukan, agar
dengannya engkau melihat semua keajaiban
langit dan bumi, dan agar engkau bisa
mengambil pelajaran dari tanda-tanda
kekuasaan-Nya. Maka dari itu, peliharalah
matamu itu dari empat hal: melihat yang bukan
mahram-nya, melihat gambar bagus dengar
syahwat, melihat seorang muslim dengan
pandangan meremehkan, serta melihat aib
seorang muslim.
Adapun telinga, maka peliharalah ia
agar tidak mendengar bidah, gibah, perkataan
keji, takut pada kebatilan, atau kejelekan orang.
Telinga tersebut diciptakan untukmu agar
engkau bisa mendengar kalam Allah Swt, sunah
Rasulullah Saw, dan kata hikmah para wali
serta agar engkau bisa mempergunakannya
untuk bisa menggapai surga yang penuh
kenikmatan, kekal abadi di sisi Tuhan Penguasa
alam semesta. Jika engkau mempergunakan
telinga tersebut pada sesuatu yang dibenci ia
akan menjadi beban atau musuh bagimu. Begitu
pula ia akan berbalik arah dari yang seharusnya
bisa mengantarkanmu menuju kesuksesan,
menjadi mengantarkanmu menuju kehancuran.
Ini benar-benar merupakan kerugian. Jangan
engkau mengira bahwa dosanya hanya
dibebankan kepada si pembicara, sedangkan si
pendengar terbebas dari dosa. Karena, dalam
riwayat disebutkan, pendengar adalah sekutu
bagi yang berbicara. Ia adalah salah satu pihak
dari dua orang yang sedang bergibah
(bergunjing).
Adapun lidah, maka ia diciptakan agar
dengannya engkau bisa banyak berzikir kepada
Allah Swt, membaca Kitab Suci-Nya, memberi
petunjuk kepada makhluk Allah lainnya, serta
mengungkapkan kebutuhan agama dan duniamu
yang tersimpan dalam hati. Apabila engkau
mempergunakannya bukan pada tujuan yang
telah digariskan berarti engkau telah kufur
terhadap nikmat Allah Swt. Lidah merupakan
anggota badanmu yang paling dominan.
Tidaklah manusia diceburkan ke dalam api
neraka melainkan sebagai akibat dari apa yang
dilakukan oleh lidah. Maka peliharalah ia
dengan semua kekuatan yang kau miliki agar ia
tidak menjerumuskanmu ke dalam dasar neraka.
Sebuah riwayat menyebutkan, "Sesungguhnya
seseorang berbicara dengan satu kata yang
dengannya ia ingin membuat teman-temanuya
tertawa, namun karena itu ia jatuh ke dasar
neraka selama tujuh puluh musim." Dalam
riwayat lain disebutkan bahwa ada seorang
syahid yang terbunuh di dalam peperangan
pada masa Rasulullah Saw. Lalu seseorang
berkata, "Selamat baginya yang telah
memperoleh surga!" Tapi Rasul Saw. kemudian
bersabda, "Dari mana engkau tahu? Barangkali
ia pernah mengatakan sesuatu yang tak berguna
dan bakhil terhadap sesuatu yang takkan pernah
mencukupinya." Maka, peliharalah lidahmu dari
delapan perkara:
Pertama: berdusta. Jagalah lidahmu
agar jangan sampai berdusta baik dalam
keadaan yang serius maupun bercanda. Jangan
kau biasakan dirimu berdusta dalam canda
karena hal itu akan mendorongmu untuk
berdusta dalam hal yang bersifat serius.
Berdusta termasuk induk dosa-dosa besar.
Kemudian, jika engkau dikenal mempunyai sifat
seperti itu (pendusta) maka orang tak akan
percaya pada perkataanmu dan untuk
selanjutnya engkau akan hina dan dipandang
sebelah mata. Apabila engkau ingin mengetahui
busuknya perkataan dusta yang ada pada
dirimu, maka lihatlah perkataan dusta yang
dilakukan orang lain serta bagaimana engkau
membenci, meremehkan, dan tidak
menyukainya. Lakukanlah hal semacam itu pada
semua aib dirimu. Sesungguhnya engkau tidak
mengetahui aibmu lewat dirimu sendiri tapi
lewat orang lain. Apa yang kau benci dari orang
lain, pasti juga orang lain membencinya darimu.
Oleh karenanya, jangan kau biarkan hal itu ada
pada dirimu.
Kedua: menyalahi janji. Engkau tak
boleh menjanjikan sesuatu tapi kemudian tidak
menepatinya. Hendaknya engkau berbuat baik
kepada manusia dalam bentuk tingkah laku,
bukan dalam bentuk perkataan. Jika engkau
terpaksa harus berjanji, jangan sampai kau
ingkari janji tersebut, kecuali jika engkau betul-
betul tak berdaya atau ada halangan darurat.
Sebab, menyalahi janji merupakan salah satu
dari tanda-tanda nifak dan buruknya akhlak.
Nabi Saw. bersabda, "Ada tiga hal, yang jika
ada di antara kalian yang jatuh ke dalamnya
maka ia termasuk munafik, walaupun ia puasa
dan salat. Yaitu, jika berbicara ia berdusta, jika
berjanji ia mengingkari, dan jika diberi amanat ia
berkhianat."
Ketiga: gibah (menggunjing). Peliharalah
lidahmu dari menggunjing orang. Dalam Islam,
orang yang melakukan perbuatan tersebut lebih
hebat daripada tiga puluh orang pezina.
Begitulah yang terdapat dalam riwayat. Makna
gibah adalah membicarakan seseorang dengan
sesuatu yang ia benci jika ia mendengarnya.
Jika hal itu engkau lakukan, maka engkau
adalah orang yang telah melakukan gibah dan
aniaya, walaupun engkau berkata benar.
Hindarilah untuk menggunjing secara halus. Ya­
itu, misalnya engkau nyatakan maksudmu
secara tidak Iangsung dengan berkata, "Semoga
Allah memperbaiki orang itu. Sungguh
tindakannya sangat buruk padaku. Kita meminta
kepada Allah agar Dia memperbaiki kita dan
dia." Di sini terkumpul dua hal yang buruk, yaitu
gibah (karena dari pernyataanya kita bisa
memahami hal itu) dan merasa bahwa diri
sendiri bersih tidak bersalah. Tapi, jika engkau
benar-benar bermaksud mendoakannya, maka
berdoalah secara rahasia jika engkau merasa
berduka dengan perbuatannya. Dengan demi­
kian, jelaslah bahwa engkau tak ingin membuka
rahasia dan aibnya. Kalau engkau
menampakkan dukamu karena aibnya, berarti
engkau sedang membuka aibnya. Cukuplah
firman Allah Swt. ini menghalangimu dari gibah,
"Jangan sebagian kalian menggunjing sebagian
yang lain. Apakah salah seorang di antara kalian
senang memakan daging saudaranya yang
sudah mati. Pasti kalian tidak me­
nyukainya" (Q.S. al-Hujurat: 12).
Allah mengibaratkanmu dengan
pemakan bangkai manusia. Oleh karena itu,
alangkah baiknya jika engkau menghindari
perbuatan tersebut. Jika engkau mau merenung,
engkau tak akan menggunjing sesama muslim.
Lihatlah pada dirimu, apakah dirimu itu
mempunyai aib, baik yang tampak secara
lahiriah maupun yang tersembunyi? Apakah
engkau sudah meninggalkan maksiat, baik
secara rahasia maupun terang-terangan? Jika
engkau menyadari hal itu, ketahuilah bahwa
ketidakberdayaan seseorang untuk menghindari
apa yang kau nisbatkan padanya sama seperti
ketidakberdayaanmu. Sebagaimana engkau
tidak suka jika kejelekanmu disebutkan, ia juga
demikian. Apabila engkau mau menutupi
aibnya, niscaya Allah akan menutupi aibmu. Ta­
pi apabila engkau membuka aibnya, Allah akan
jadikan lidah-lidah yang tajam mencabik-cabik
kehormatanmu di dunia, lalu Allah akan
membuka aibmu di akhirat di hadapan para
makhluk-Nya pada hari kiamat. Apabila engkau
melihat lahir dan batinmu lalu engkau tidak
menemukan aib dan kekurangan, baik dari
aspek agama maupun dunia, maka ketahuilah
bahwa ketidaktahuanmu terhadap aibmu itu
merupakan kedunguan yang sangat buruk. Tak
ada aib yang lebih hebat daripada kedunguan
tersebut. Sebab, jika Allah menginginkan ke­
baikan bagimu, niscaya Dia akan
memperlihatkan aib-aibmu. Tapi, apabila
engkau melihat dirimu dengan pandangan rida,
hal itu merupakan puncak kebodohan.
Selanjutnya, jika sangkaanmu memang benar,
bersyukurlah pada Allah Swt. Jangan malah
engkau rusak dengan mencela dan
menghancurkan kehormatan mereka. Sebab, hal
itu merupakan aib yang paling besar.
Keempat: mendebat orang. Karena,
dengan mendebat, kita telah menyakiti,
menganggap bodoh, dan mencela orang yang
kita debat. Selain itu, kita menjadi berbangga
diri serta merasa lebih pandai dan berilmu. Ia
juga menghancurkan kehidupan. Manakala
engkau mendebat orang bodoh, ia akan
menyakitimu. Sedangkan manakala engkau
mendebat orang pandai, ia akan membenci dan
dengki padamu. Nabi Saw. bersabda, "Siapa
yang meninggalkan perdebatan sedang ia dalam
keadaan salah, maka Allah akan membangun
untuknya sebuah rumah di tepi surga. Dan siapa
yang meninggalkan perdebatan padahal dia
dalam posisi yang benar Allah akan membangun
untuknya sebuah rumah di surga yang paling
tinggi."
Jangan sampai engkau tertipu oleh
setan yang berkata padamu, "Tampakkan yang
benar, jangan bersikap lemah!" Sebab, setan
selalu akan menjerumuskan orang dungu kepada
keburukan dalam bentuk kebaikan. Jangan
sampai engkau menjadi bahan tertawaan setan
sehingga dia mengejekmu. Menampakkan
kebenaran kepada mereka yang mau
menerimanya adalah suatu kebaikan. Tetapi hal
itu harus dilakukan dengan cara memberikan
nasihat secara rahasia bukan dengan cara
mendebat. Sebuah nasihat memiliki karakter
dan bentuk tersendiri. Harus dilakukan dengan
cara yang baik. Jika tidak, ia hanya akan
mencemarkan aib orang. Sehingga kebukannya
lebih banyak daripada kebaikan yang ditim­
hulkannya. Orang yang sering bergaul dengan
para fakih zaman ini memiliki karakter suka
berdebat sehingga ia sulit diam. Sebab, para
ulama su' tersebut mengatakan padanya bahwa
berdebat merupakan sesuatu yang mulia dan
mampu berdiskusi merupakan satu kebanggaan.
Oleh karena itu, hindarilah mereka sebagaimana
engkau menghindar dari singa. Ketahuilah,
perdebatan merupakan sebab datangnya murka
Allah dan murka makhluk-Nya.
Kelima: mengklaim diri bersih dari
dosa. Allah Swt. berfirman, "Jangan kalian
merasa suci. Dia yang lebih mengetahui siapa
yang bertakwa" (Q.S. an-Najm: 32). Sebagian
ahli hikmat ditanya, "Apa itu jujur yang buruk?"
Mereka menjawab, "Seseorang yang memuji
dirinya sendiri." Janganlah engkau terbiasa
demikian. Ketahuilah bahwa hal itu akan
mengurangi kehormatanmu di mata manusia
dan mengakibatkan datangnya murka Allah Swt.
Jika engkau ingin membuktikan bahwa
membanggakan diri tak membuat manusia
bertambah hormat padamu, lihatlah pada para
kerabatmu manakala mereka membanggakan
kemuliaan, kedudukan, dan harta mereka
sendiri, bagaimana hatimu membenci mereka
dan muak atas tabiat mereka. Lalu engkau
mencela mereka di belakang mereka. Jadi
sadarlah bahwa mereka juga bersikap demikian
ketika engkau mulai membanggakan diri. Di
dalam hatinya, mereka mencelamu dan hal itu
akan mereka ungkapkan ketika mereka tidak ber­
ada di hadapanmu.
Keenam: mencela. Jangan sampai
engkau mencela ciptaan Allah Swt, baik itu
hewan, makanan, ataupun manusia. Janganlah
engkau dengan mudah memastikan seseorang
yang menghadap kiblat sebagai kafir, atau
munafik. Karena, yang mengetahui semua
rahasia hanyalah Allah Swt. Oleh karena itu,
jangan mencampuri urusan antara hamba dan
Allah Swt. Ketahuilah bahwa pada hari kiamat
engkau tak akan ditanya, "Mengapa engkau
tidak mencela si fulan? Mengapa engkau men­
diamkannya?" Bahkan, walaupun engkau tidak
mencela iblis sepanjang hidupmu dan engkau
melupakannya, engkau tetap tak akan ditanya
tentang hal itu serta tak akan dituntut karenanya
pada hari kiamat. Tapi, jika engkau mencela
salah satu makhluk Allah Swt. baru engkau akan
dituntut. Jangan engkau mencerca sesuatu pun
dari makhluk Allah Swt. Nabi Saw. sendiri sama
sekali tidak pernah mencela makanan yang
tidak enak. Jika beliau berselera dengan
sesuatu, beliau memakannya. Jika tidak, beliau
tinggalkan.
Ketujuh: mendoakan keburukan bagi
orang lain. Peliharalah lidahmu untuk tidak
mendoakan keburukan bagi suatu makhluk Allah
Swt. Jika ia telah berbuat aniaya padamu, maka
serahkan urusannya pada Allah Swt. Dalam
sebuah hadis disebutkan, "Seorang yang
dianiaya mendoakan keburukan bagi yang
menganiaya dirinya sehingga menjadi imbang,
kemudian yang menganiaya masih memiliki satu
kelebihan yang bisa ia tuntut kepadanya pada
hari kiamat." Sebagian orang terus mendoakan
keburukan bagi Hajjaj sehingga sebagian salaf
berkata, "Allah menghukum orang-orang yang te­
lah mencela Hajjaj untuknya, sebagaimana Allah
menghukum Hajjaj untuk orang yang telah ia
aniaya."
Kedelapan: bercanda, mengejek, dan
menghina orang. Peliharalah lidahmu baik dalam
kondisi serius maupun canda karena ia bisa
menjatuhkan kehormatan, menurunkan wibawa,
membuat risau, dan menyakiti hati. Ia juga
merupakan pangkal timbulnya murka dan marah
serta dapat menanamkan benih-benih
kedengkian di dalam hati. Oleh karena itu,
jangan engkau bercanda dengan seseorang dan
jika ada yang bercanda denganmu,jangan kau
balas. Berpalinglah sampai mereka mem­
bicarakan hal lain.
Semua itu merupakan cacat yang
terdapat pada lidah. Yang perlu kau lakukan
adalah mengasingkan diri atau senantiasa diam
kecuali dalam keadaan darurat. diceritakan
bahwa Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. meletakan
sebuah batu di mulutnya agar tidak berbicara ke­
uali saat perlu saja. Beliau menunjuk lidahnya
lalu berkata, "Inilah yang menjadi segala sumber
bagiku. kekanglah ia sekuat tenagamu, karena ia
merupakan faktor utama yang membuatmu
celaka di dunia dan akhirat."
Adapun perut, maka jangan kau isi ia
dengan barang haram atau syubhat.
Berusahalah untuk mencari yang halal. Jika
engkau telah mendapatkan yang halal,
berusahalah mengkonsumsinya tidak sampai
kenyang. Sebab, perut yang kenyang bisa
membekukan hati, merusak akal, menghilangkan
hafalan, memberatkan anggota badan untuk
beribadah dan menuntut ilmu, memperkuat
syahwat, serta membantu tentara setan. Jika
kenyang dari makanan halal merupakan awal
segala keburukan, bagaimana jika dari yang
haram? Mencari sesuatu yang halal merupakan
kewajiban bagi setiap muslim. Beribadah dan
menuntut ilmu yang disertai mengkonsumsi
makanan haram seperti membangun di atas
kotoran hewan. Apabila engkau merasa cukup
selama setahun memakai baju yang kasar, lalu
selama sehari semalam memakan dua potong
roti garing, lalu engkau tidak menikmati apa
yang lezat bagi manusia, maka engkau tak butuh
pada yang lain. Barang yang halal sangat
banyak. Engkau tidak perlu meyakinkan dirimu
dengan menyelidiki hal-hal yang tersembunyi.
Tapi engkau harus menjaga diri dari yang sudah
jelas kau ketahui bahwa itu adalah haram. Atau
setelah dilihat dari ciri-ciri yang terkait dengan
harta tersebut, engkau bisa menduga bahwa itu
adalah haram. Apayang sudah diketahui tampak
jelas secara lahir, sementara yang bersifat
dugaan tampak dengan adanya ciriciri. Misalnya
harta penguasa dan para pekerjanya, harta
orang yang tak bekerja kecuali dengan cara
menjual khamar, riba, judi, dan sebagainya. Jika
engkau tahu bahwa sebagian besar hartanya
adalah haram, maka apa yang kau terima
darinya, walaupun mungkin halal, ia termasuk
haram karena adanya dugaan yang kuat tadi.
Yang jelas-jelas haram adalah memakan harta
wakaf tanpa izin atau syarat dari si pemberi
wakaf. Siapa yang melakukan maksiat,
kesaksiannya tertolak, dan wakaf atau apa pun
yang ia terima atas nama kesufian adalah
haram.
Kami telah menyebutkan hal-hal yang
terkait dengan masalah syubhat, halal, dan
haram dalam satu kajian tersendiri pada kitab
Ihya Ulumiddin. Pelajarilah kitab tersebut karena
mengetahui yang halal dan haram wajib
hukumnya bagi setiap muslim sebagaimana
salat lima waktu.
Adapun kemaluan, peliharalah ia dari
semua yang diharamkan Allah. Jadilah
sebagaimana yang disebutkan Allah Swt,
"Mereka yang menjaga kemaluan mereka,
kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau sahaya
yang mereka miliki, maka mereka tak dapat
dicela" (Q.S. al-Mukminun: 5-6). Engkau baru
bisa menjaga kemaluan dengan menjaga
pandangan mata, menjaga hati untuk tidak mere­
nungkannya, serta menjaga perut dari yang
syubhat dan dari rasa kenyang. Karena, semua
itu merupakan penggerak dan tempat
tumbuhnya syahwat.
Kedua tangan, harus engkau pelihara
agar ia tidak kau jadikan alat untuk memukul
seorang rnuslim, untuk mendapat harta haram,
untuk menyakiti sesama makhluk, untuk
berkhianat terhadap amanat dan titipan, serta
untuk menuliskan sesuatu yang tak boleh
diucapkan karena pena merupakan lidah pula.
Oleh karena itu,peliharalah pena tersebut
sebagaimana engkau menjaga lidah.
Janganlah engkau pergunakan kedua
kaki untuk menuju pintu seorang penguasa lalim.
Sebab, berjalan menuju para penguasa lalim
tanpa ada keperluan merupakan maksiat yang
besar karena berarti ia bersikap tawadu dan
memuliakan mereka yang telah berbuat lalirn.
Allah Swt. telah memerintahkan kita untuk ber­
paling dari mereka dalam firman-Nya yang
berbunyi, "Janganlah kalian condong kepada
mereka yang telah berbuat lalim, niscaya kalian
tersentuh api neraka dan kalian tidak
mempunyai penolong selain Allah. Lalu kalian
tidak ditolong" (QS. Hud: 113). Jika engkau
pergi menemui mereka untuk mendapat harta,
berarti engkau berusaha meraih sesuatu yang
haram. Nabi Saw. bersabda, "Siapa yang
bersikap merendah kepada orang kaya,
sepertiga agamanya telah hilang." ini terhadap
orang kaya yang saleh, lalu bagaimana
merendah terhadap orang kaya yang lalim?
Ringkasnya, ketika engkau bergerak dan
diam dengan anggota badanmu, itu semua
merupakan nikmat Allah Swt. Maka dari itu,
janganlah engkau menggerakkan anggota
badanmu dalam rangka maksiat kepada Allah.
Tetapi pergunakanlah untuk taat kepada-Nya. Ke­
tahuilah, jika engkau tak patuh maka
bencananya akan kembali padamu, sementara
jika kamu mau menanam, maka buahnya akan
menjadi milikmu. Adapun Allah, Dia tak butuh
padamu dan tak butuh pada amal perbuatanmu.
Setiap jiwa tergantung pada amal perbuatannya.
Jangan sampai engkau berkata, "Allah Maha Pe­
murah Dan Maha Penyayang. Dia Maha
Mengampuni dosa mereka yang bermaksiat." Ini
merupakan ungkapan yang benar tapi ditujukan
pada sesuatu yang batil. Orang yang
mengucapkannya termasuk dungu seperti kata
Rasul Saw., "Orang yang cerdik adalah yang
bisa menundukkan hawa nafsunya dan beramal
untuk hari sesudah mati. Sedangkan orang yang
dungu adalah yang mengikuti hawa nafsunya
dan berangan-angan kepada Allah”.
Ketahuilah bahwa ucapanmu itu seperti
ucapan seseorang yang ingin menjadi fakih
dalam ilmu agama tanpa mau belajar, tapi justru
sibuk dengan sesuatu yang batil lalu berkata,
"Allah Maha Pemurah dan Maha Penyayang.
Dia Maha berkuasa untuk mencurahkan ke
dalam hatiku berbagai ilmu yang Dia tanamkan
di hati para nabi dan wali-Nya tanpa usaha dan
belajar." Itu seperti ucapan orang yang
menginginkan harta, tapi tak mau menanam,
berdagang, atau berusaha kemudian berujar, “
Allah Maha Pemurah. Dia memiliki kekayaan
langit dan bumi. Dia Maha Berkuasa untuk
memberikan kepadaku sebagian dari khazanah
kekayaan-Nya sehingga aku tak perlu bekerja.
Hal itu telah Dia lakukan kepada para hamba-
Nya." Jika engkau mendengar ucapan kedua
orang di atas, engkau pasti menganggap kedua
orang itu bodoh dan engkau pasti mengejeknya
walaupun sifat pemurah dan kuasa Allah yang ia
sebutkan benar. Demikian pula, Orang-orang
yang alim dalam bidang-bidang agama akan
menertawakanmu jika engkau menuntut
ampunan tanpa ada usaha. Allah Swt.
berfirman, "Bagi manusia apa yang ia
usahakan" (Q.S. an-Najm: 39), "Kaliaan dibalas
sesuai dengan amal perbuatan kalian" (Q.S.
ath-Thar: 16), "Orang-orang abrar (berbuat baik)
berada dalam kenikmatan sedangkan mereka
yang selalu berbuat dosa berada di neraka
Jahim" (Q.S. al-Infithar: 13-14).
Apabila engkau tetap menuntut ilmu
dan mencari harta dengan bersandar pada
kemurahan-Nya serta terus membekali diri untuk
akhirat, maka Tuhan Pemelihara dunia dan
akhirat adalah satu. Dia Maha Pemurah dan
Penyayang baik di dunia maupun di akhirat.
Ketaatanmu tidak membuat-Nya bertambah
pemurah. Hanya saja, kemurahan-Nya adalah
Dia memudahkan jalan menuju negeri
kenikmatan yang abadi dan kekal dengan
senantisa sabar dalam meninggalkan syahwat
selama beberapa saat. Ini merupakan puncak
kemurahan. Jangan engkau rusak dirimu dengan
ajaran jahat para pengangguran. Ikutilah para
nabi dan orang-orang saleh. Jangan engkau
terlalu berharap bisa memanen sesuatu yang tak
kau tanam. Sedangkan orang yang berpuasa,
salat, berjihad, serta bertakwa, semoga ia diam­
puni.
Ini adalah beberapa hal yang patut dipelihara
oleh anggota badanmu. Engkau juga harus
membersihkan hatimu karena ia merupakan
bentuk ketakwaan secara batin. Hati adalah
segumpal daging yang jika baik maka seluruh
badan menjadi baik. Tapi jika segumpal daging
itu rusak, maka seluruh badan menjadi rusak.
Berusahalah untuk memperbaiki hatimu itu agar
seluruh anggota badanmu juga baik. Hati
menjadi baik dengan selalu merasakan
kehadiran Allah.
C. Adab Bergaul
Ketahuilah bahwa 'sahabatmu' yang tak pernah
berpisah denganmu entah dalam keadaan diam,
bepergian, tidur, diam, bahkan dalam hidup dan
matimu adalah Tuhan Penciptamu. Selama
engkau mengingatNya, niscaya Dia menjadi
'Teman dudukmu'. Sebab, Allah Swt. berkata,
"Aku adalah teman duduk bagi orang yang
berzikir pada-Ku." Selama hatimu sedih karena
tak mampu menunaikan kewajiban agamamu,
maka Dia senantiasa menyertaimu. Sebab Allah
Swt. berkata, "Aku berada bersama mereka
yang hatinya sedih karena-Ku." Apabila engkau
betul-betul mengenali-Nya, niscaya engkau
akan menjadikan-Nya sebagai 'sahabat' dan
niscaya engkau akan meninggalkan yang
lainnya. Jika engkau tak mampu melaksanakan
hal itu setiap waktu, maka engkau harus
menyediakan waktu di malam dan di siang hari
untuk kau pergunakan berkhalwat bersama
Tuhan dan merasakan kenikmatan bermunajat
kepada-Nya. Berkenaan dengan hal itu, engkau
harus mengetahui adab-adab menjalin
hubungan dengan Tuhan. Yaitu, menundukkan
kepala, menjaga pandangan mata, mengkonsen­
trasikan pikiran, senantiasa diam, menenangkan
anggota badan, segera mengerjakan perintah,
meninggalkan larangan, tidak menolak takdir,
senantiasa berzikir dan berpikir, mengutamakan
yang hak atas yang batil, putus asa dari
makhluk, tunduk dengan perasaan hormat, risau
diliputi oleh rasa malu, tenang dalam berusaha
karena yakin atas jaminan-Nya, bertawakal
kepada karunia Allah Swt. Semua ini harus
menjadi karaktermu sepanjang siang dan
malam. Itulah adab menjalin hubungan dengan
'Teman yang tak pernah berpisah denganmu.'
Adapun semua makhluk, dalam waktu tertentu
akan berpisah denganmu.
01. Adab Seorang Alim (Guru)
Jika engkau seorang alim, maka adab yang kau
harus kau perhatikan adalah sabar, selalu
santun, duduk dengan wibawa disertai kepala
yang tunduk, tidak takabur terhadap semua
hamba kecuali pada mereka yang lalim dengan
tujuan menghapus kelalimannya, bersikap
tawadu dalam setiap majelis dan pertemuan,
tidak bersenda gurau, menyayangi murid,
berhati-hati terhadap orang yang sombong,
memperbaiki negeri dengan cara yang baik dan
tidak marah, tidak malu untuk mengaku tidak
tahu, memperhatikan pertanyaan si penanya
dan berusaha memahami pertanyaannya, mau
menerima hujah dan mengikuti yang benar
dengan kembali kepadanya manakala ia salah,
melarang murid mempelajari ilmu yang
berbahaya dan mengingatkannya agar tidak
menuntut ilmu untuk selain rida Allah Swt,
melarang murid sibuk dengan hal-hal yang
bersifat fardu kifayah sebelum menyelesaikan
yang fardu ain (yang termasuk fardu ain adalah
memperbaiki yang lahir dan batinnya dengan
takwa) serta membekali dirinya terlebih dahulu
dengan sikap takwa tersebut agar sang murid
bisa mencontoh amalnya, kemudian mengambil
manfaat dari ucapannya.
02. Adab Seorang Murid
Jika engkau seorang murid, maka adab
yang harus dimiliki oleh seorang murid terhadap
gurunya adalah mendahuluinya dalam memberi
hormat dan salam, tidak banyak berbicara di
hadapannya, tidak mengatakan apa yang tak
ditanya oleh gurunya, tidak bertanya sebelum
diberi izin, tidak mengungkapkan sesuatu yang
bertentangan dengan ucapannya, misalnya
dengan ber- kata, "Pendapat si fulan berbeda
dengan dengan ucapanmu", tidak menunjuk
sesuatu yang berseberangan dengan
pendapatnya sehingga terlihat ia lebih tahu
tentang yang benar daripada gurunya, tidak
bertanya kepada teman duduk gurunya dalam
majelisnya, tidak menoleh ke sekitarnya,
melainkan ia harus duduk dengan menundukkan
pandangan disertai sikap tenang dan etika
sebagaimana ketika menunaikan salat. Murid
juga tak boleh banyak bertanya ketika guru
sedang bosan. Jika guru berdiri maka sang
murid juga harus berdiri untuknya, tidak diikuti
dengan pembicaraan dan pertanyaan, tidak
bertanya kepadanya dalam perjalanan menuju
rumah.
Tidak berburuk sangka pada perbuatan-
perbuatan yang secara lahiriah tidak bisa
diterima, karena ia lebih mengetahui rahasia
dibalik itu semua. Sehubungan dengan hal itu
perhatikan pertanyaan Musa a.s kepada Nabi
Khidir a.s, “apakah engkau sengaja
melubangi perahu itu untuk
menenggelamkan penumpangnya?
Sungguh kamu telah melakukan
kesalahan yang besar” (Q.S al-Kahfi: 71) ia
salah dalam menyikapi perbuatan Nabi Khidir
a.s. karena bersandar pada apa yang tampak
secara lahir.
Kisah Nabi Musa.as dan Nabi Khidir.as
dalam al-Qur'an dan Hadist
Allah SWT berfirman dalam al-Qur'an surat al-
Kahfi ayat 60-82 yang tafsir maknanya sebagai
berikut ;
60. dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada
muridnya[*]: "Aku tidak akan berhenti (berjalan)
sebelum sampai ke Pertemuan dua buah
lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-
tahun".
61. Maka tatkala mereka sampai ke Pertemuan
dua buah laut itu, mereka lalai akan ikannya,
lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke
laut itu.
62. Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh,
berkatalah Musa kepada muridnya: "Bawalah
kemari makanan kita; Sesungguhnya kita telah
merasa letih karena perjalanan kita ini".
63. Muridnya menjawab: "Tahukah kamu tatkala
kita mecari tempat berlindung di batu tadi, Maka
Sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang)
ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku
untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan
itu mengambil jalannya ke laut dengan cara
yang aneh sekali".
64. Musa berkata: "Itulah (tempat) yang kita
cari". lalu keduanya kembali, mengikuti jejak
mereka semula.
65. lalu mereka bertemu dengan seorang hamba
di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami
berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan
yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari
sisi Kami[**].
66. Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku
mengikutimu supaya kamu mengajarkan
kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu
yang telah diajarkan kepadamu?"
67. Dia menjawab: "Sesungguhnya kamu sekali-
kali tidak akan sanggup sabar bersama aku.
68. dan bagaimana kamu dapat sabar atas
sesuatu, yang kamu belum mempunyai
pengetahuan yang cukup tentang hal itu?"
69. Musa berkata: "Insya Allah kamu akan
mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan
aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu
urusanpun".
70. Dia berkata: "Jika kamu mengikutiku, Maka
janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang
sesuatu apapun, sampai aku sendiri
menerangkannya kepadamu".
71. Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala
keduanya menaiki perahu lalu Khidhr
melobanginya. Musa berkata: "Mengapa kamu
melobangi perahu itu akibatnya kamu
menenggelamkan penumpangnya?"
Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu
kesalahan yang besar.
72. Dia (Khidhr) berkata: "Bukankah aku telah
berkata: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak
akan sabar bersama dengan aku".
73. Musa berkata: "Janganlah kamu menghukum
aku karena kelupaanku dan janganlah kamu
membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam
urusanku".
74. Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala
keduanya berjumpa dengan seorang anak, Maka
Khidhr membunuhnya. Musa berkata: "Mengapa
kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan
karena Dia membunuh orang lain?
Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu
yang mungkar".
75. Khidhr berkata: "Bukankah sudah kukatakan
kepadamu, bahwa Sesungguhnya kamu tidak
akan dapat sabar bersamaku?"
76. Musa berkata: "Jika aku bertanya kepadamu
tentang sesuatu sesudah (kali) ini, Maka
janganlah kamu memperbolehkan aku
menyertaimu, Sesungguhnya kamu sudah cukup
memberikan uzur padaku".
77. Maka keduanya berjalan; hingga tatkala
keduanya sampai kepada penduduk suatu
negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk
negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau
menjamu mereka, kemudian keduanya
mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah
yang hampir roboh, Maka Khidhr menegakkan
dinding itu. Musa berkata: "Jikalau kamu mau,
niscaya kamu mengambil upah untuk itu".
78. Khidhr berkata: "Inilah perpisahan antara
aku dengan kamu; kelak akan kuberitahukan
kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang
kamu tidak dapat sabar terhadapnya.
79. Adapun bahtera itu adalah kepunyaan
orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan
aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di
hadapan mereka ada seorang raja yang
merampas tiap-tiap bahtera.
80. dan Adapun anak muda itu, Maka keduanya
adalah orang-orang mukmin, dan Kami khawatir
bahwa Dia akan mendorong kedua orang tuanya
itu kepada kesesatan dan kekafiran.
81. dan Kami menghendaki, supaya Tuhan
mereka mengganti bagi mereka dengan anak
lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu
dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu
bapaknya).
82. Adapun dinding rumah adalah kepunyaan
dua orang anak yatim di kota itu, dan di
bawahnya ada harta benda simpanan bagi
mereka berdua, sedang Ayahnya adalah
seorang yang saleh, Maka Tuhanmu
menghendaki agar supaya mereka sampai
kepada kedewasaannya dan mengeluarkan
simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu;
dan bukanlah aku melakukannya itu menurut
kemauanku sendiri. demikian itu adalah tujuan
perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat
sabar terhadapnya". (QS al-Kahfi ayat
60-82)
 [*] Menurut ahli tafsir, murid Nabi Musa a.s. itu
ialah Yusya 'bin Nun.
[**] Menurut ahli tafsir hamba di sini ialah
Khidhr, dan yang dimaksud dengan rahmat di
sini ialah wahyu dan kenabian. sedang yang
dimaksud dengan ilmu ialah ilmu tentang yang
ghaib seperti yang akan diterangkan dengan
ayat-ayat berikut.
Dari Ubay bin Ka’ab, Rasulullah bersabda,
“Pada suatu ketika Musa berbicara di hadapan
Bani Israil, kemudian ada seseorang yang
bertanya, ‘Siapakah orang yang paling pandai
itu?’ Musa menjawab, ‘Aku.’
Dengan ucapan itu, Allah mencelanya, sebab
Musa tidak mengembalikan pengetahuan suatu
ilmu kepada Allah. Kemudian Allah mewahyukan
kepada Musa, ‘Sesungguhnya Aku memiliki
seorang hamba yang berada di pertemuan
antara laut Persia dan Romawi, hamba-Ku itu
lebih pandai daripada kamu!’
Musa bertanya, ‘Ya Rabbi, bagaimana caranya
agar aku bisa bertemu dengannya?’ Maka
dijawab, “Bawalah seekor ikan yang kamu
masukkan ke dalam suatu tempat, di mana ikan
itu menghilang maka di situlah hamba-Ku itu
berada!’
Kemudian Musa pun pergi. Musa pergi bersama
seorang pelayan bernama Yusya’ bin Nun.
Keduanya membawa ikan tersebut di dalam
suatu tempat hingga keduanya tiba di sebuah
batu besar. Mereka membaringkan tubuhnya
sejenak lalu tertidur. Tiba-tiba ikan tersebut
menghilang dari tempat tersebut. Ikan itu
melompat mengambil jalannya ke laut. Musa
dan pelayannya merasa aneh sekali.
Lalu keduanya terus menyusuri dari siang
hingga malam hari. Pada pagi harinya, Musa
berkata kepada pelayannya,
ﺁﺗِﻨَﺎ ﻏَﺪَﺍﺀﻧَﺎ ﻟَﻘَﺪْ ﻟَﻘِﻴﻨَﺎ ﻣِﻦ ﺳَﻔَﺮِﻧَﺎ ﻫَﺬَﺍ ﻧَﺼَﺒﺎً
‘ Bawalah ke mari makanan kita. Sesungguhnya
kita telah merasa letih karena perjalanan kita
ini.’ (QS. Al-Kahfi: 62)
Musa berkata,
ﺫَﻟِﻚَ ﻣَﺎ ﻛُﻨَّﺎ ﻧَﺒْﻎِ ﻓَﺎﺭْﺗَﺪَّﺍ ﻋَﻠَﻰ ﺁﺛَﺎﺭِﻫِﻤَﺎ ﻗَﺼَﺼﺎً
‘ ‘Itulah tempat yang kita cari,’ lalu keduanya
kembali mengikuti jejak mereka semula. ’ (QS.
Al-Kahfi: 64)
Setibanya mereka di batu tersebut, mereka
mendapati seorang lelaki yang tertutup kain, lalu
Musa memberi salam kepadanya
Khidir (orang itu) bertanya, ‘Berasal dari
manakah salam yang engkau ucapkan tadi?’
Musa menjawab, ‘Aku adalah
Musa.’ Khidir bertanya, ‘Musa yang dari Bani
Israil?’ Musa menjawab, ‘Benar!’
ﻫَﻞْ ﺃَﺗَّﺒِﻌُﻚَ ﻋَﻠَﻰ ﺃَﻥ ﺗُﻌَﻠِّﻤَﻦِ ﻣِﻤَّﺎ ﻋُﻠِّﻤْﺖَ ﺭُﺷْﺪ. ﻗَﺎﻝَ
ﺇِﻧَّﻚَ ﻟَﻦ ﺗَﺴْﺘَﻄِﻴﻊَ ﻣَﻌِﻲَ ﺻَﺒْﺮﺍً
‘ ‘Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu
mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di
antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan
kepadamu?’ Dia menjawab, ‘Sesungguhnya
kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar
bersamaku.’ ‘ (QS. Al-Kahfi: 66–67)
Khidir berkata, ‘Wahai Musa, aku ini mengetahui
suatu ilmu dari Allah yang hanya Dia ajarkan
kepadaku saja. Kamu tidak mengetahuinya.
Sedangkan engkau juga mempunyai ilmu yang
hanya diajarkan Allah kepadamu saja, yang aku
tidak mengetahuinya.’
Musa berkata,
ﺳَﺘَﺠِﺪُﻧِﻲ ﺇِﻥ ﺷَﺎﺀ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺻَﺎﺑِﺮﺍً ﻭَﻟَﺎ ﺃَﻋْﺼِﻲ ﻟَﻚَ ﺃَﻣْﺮﺍً
‘ Insya Allah, kamu akan mendapati aku
sebagai seorang yang sabar dan aku tidak
akan menentangmu dalam suatu urusan
pun.’ (QS. Al-Kahfi: 69)
Kemudian, keduanya berjalan di tepi laut. Tiba-
tiba lewat sebuah perahu. Mereka berbincang-
bincang dengan para penumpang kapal tersebut
agar berkenan membawa serta mereka.
Akhirnya, mereka mengenali Khidhir, lalu
penumpang kapal itu membawa keduanya tanpa
diminta upah.
Tiba-tiba, seekor burung hinggap di tepi perahu
itu, ia mematuk (meminum) seteguk atau dua
kali teguk air laut. Kemudian, Khidhir
memberitahu Musa, ‘Wahai Musa, ilmuku dan
ilmumu tidak sebanding dengan ilmu Allah,
kecuali seperti paruh burung yang meminum air
laut tadi!’
Khidhir lalu menuju salah satu papan perahu,
kemudian Khidhir melubanginya. Melihat
kejanggalan ini Musa bertanya, ‘Penumpang
kapal ini telah bersedia membawa serta kita
tanpa memungut upah, tetapi mengapa engkau
sengaja melubangi kapal mereka? Apakah
engkau lakukan itu dengan maksud
menenggelamkan penumpangnya?’
Khidhir menjawab,
ﻗَﺎﻝَ ﺃَﻟَﻢْ ﺃَﻗُﻞْ ﺇِﻧَّﻚَ ﻟَﻦ ﺗَﺴْﺘَﻄِﻴﻊَ ﻣَﻌِﻲَ ﺻَﺒْﺮﺍً. ﻗَﺎﻝَ ﻟَﺎ
ﺗُﺆَﺍﺧِﺬْﻧِﻲ ﺑِﻤَﺎ ﻧَﺴِﻴﺖُ ﻭَﻟَﺎ ﺗُﺮْﻫِﻘْﻨِﻲ ﻣِﻦْ ﺃَﻣْﺮِﻱ ﻋُﺴْﺮﺍً
‘ Bukankah aku telah berkata, ‘Sesungguhnya
kamu sekali-kali tidak akan sabar bersamaku.’
Musa berkata, ‘Janganlah kamu menghukum
aku karena kelupaanku.’’ (QS. Al-Kahfi: 72–73)
Itulah sesuatu yang pertama kali dilupakan
Musa, kemudian keduanya melanjutkan
perjalanan. Keduanya bertemu dengan seorang
anak laki-laki sedang bermain bersama kawan-
kawannya. Tiba-tiba Khidhir menarik rambut
anak itu dan membunuhnya.
Melihat kejadian aneh ini, Musa bertanya,
ﺃَﻗَﺘَﻠْﺖَ ﻧَﻔْﺴﺎً ﺯَﻛِﻴَّﺔً ﺑِﻐَﻴْﺮِ ﻧَﻔْﺲٍ ﻟَّﻘَﺪْ ﺟِﺌْﺖَ ﺷَﻴْﺌﺎً ﻧُّﻜْﺮﺍً
‘ Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih,
bukan karena dia membunuh orang lain?
Sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu
yang mungkar .’ (QS. Al-Kahfi: 74)
Khidhir menjawab,
ﺃَﻟَﻢْ ﺃَﻗُﻞ ﻟَّﻚَ ﺇِﻧَّﻚَ ﻟَﻦ ﺗَﺴْﺘَﻄِﻴﻊَ ﻣَﻌِﻲ ﺻَﺒْﺮﺍً
‘ Bukankah sudah aku katakan kepadamu
bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat
sabar bersamaku? ’ (QS. Al-Kahfi: 75)
Maka, keduanya berjalan. Hingga tatkala
keduanya sampai kepada penduduk suatu
negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk
negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau
menjamu mereka. Kemudian keduanya
mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah
yang hampir roboh.
ﻓَﺄَﻗَﺎﻣَﻪُ ﻗَﺎﻝَ ﻟَﻮْ ﺷِﺌْﺖَ ﻟَﺎﺗَّﺨَﺬْﺕَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺃَﺟْﺮ. ﻗَﺎﻝَ ﻫَﺬَﺍ
ﻓِﺮَﺍﻕُ ﺑَﻴْﻨِﻲ ﻭَﺑَﻴْﻨِﻚَ ﺳَﺄُﻧَﺒِّﺌُﻚَ ﺑِﺘَﺄْﻭِﻳﻞِ ﻣَﺎ ﻟَﻢْ ﺗَﺴْﺘَﻄِﻊ
ﻋَّﻠَﻴْﻪِ ﺻَﺒْﺮﺍً
‘ Khidhir berkata bahwa, melalui tangannya,
dia menegakkan dinding itu. Musa berkata,
‘Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil
upah untuk itu.’ Khidhir berkata, ‘Inilah
perpisahan antara aku dengan kamu.’ ‘ (QS. Al-
Kahfi: 77–78).
Semoga Allah menganugerahkan rahmat kepada
Musa ‘alaihis salam. Tentu, kita sangat
menginginkan sekiranya Musa dapat bersabar
sehingga kita memperoleh cerita tentang urusan
keduanya.” ( HR. Al-Bukhari no. 122 dan
Muslim no. 2380 )
Jika engkau mempunyai kedua orang
tua, maka adab seorang anak kepada kedua
orang tuanya adalah memerhatikan ucapan
mereka, berdiri manakala mereka berdiri,
mengerjakan perintah mereka, tidak berjalan di
depan mereka, tidak meninggikan suara di atas
suara mereka, menyambut panggilan mereka,
mencari rida mereka, merendahkan diri di
hadapan mereka, tidak mengungkit-ngungkit
amal bakti yang telah dilakukan kepada mereka,
tidak menatap mereka secara tajam, tidak
bermuka masam kepada mereka, dan tidak
pergi kecuali dengan izin mereka.
Ketahuilah! Setelah itu manusia terbagi
atas tiga kelompok: sebagai teman, sebagai
kenalan, atau sebagai orang awam (orang
bodoh).
Jika engkau kebetulan bertemu dengan
orang bodoh, maka hendaknya engkau tidak ikut
serta dalam pembicaraan mereka, mengabaikan
ucapan-ucapan dusta mereka, tidak
memperhatikan ucapan-ucapan buruk mereka,
berusaha untuk tidak sering bertemu dan butuh
pada mereka, mengingatkan perbuatan mungkar
mereka secara lemah lembut, serta memberikan
nasihat manakala diharapkan bisa mereka
terima.
Sedangkan terhadap saudara dan
teman, ada dua tugas yang harus kau
perhatikan:
Terlebih dahulu engkau harus melihat kriteria
orang yang bisa dijadikan sahabat atau teman.
Jangan engkau bersahabat kecuali dengan orang
yang benar-benar layak dijadikan saudara atau
sahabat. Rasulullah Saw. bersabda, "Seseorang
bergantung pada agama teman karibnya. Oleh
karena itu, hendaknya kalian memperhatikan
siapa yang harus dijadikan teman karib."
Manakala engkau ingin mencari teman yang bisa
menyertaimu dalam belajar serta bisa
menemanimu dalam urusan agama dan dunia,
perhatikan lima hal berikut ini:
Akal .Tidak ada untungnya bergaul dengan
orang bodoh karena bisa berakhir kepada
kemalangan dan terputusnya hubungan. Paling-
paling mereka hanya akan memberikan mudarat
kepadamu serta ingin memanfaatkanmu. Musuh
yang pandai lebih baik daripada teman yang
bodoh. Imam Ali r.a. berkata:
Janganlah engkau bergaul dengan orang bodoh
Hendaknya kau betul-betul menghindarinya
Betapa banyak orang bodoh yang
menghancurkan
si penyabar ketika ia menginginkannya
Seseorang diukur dengan orang lain
di mana orang itu mengikutinya
Seperti sepasang sendal yang sama
di mana sendal itu menyerupainya
Sesuatu dan yang lain
mempunyai ukuran dan kemiripan
Hati yang satu menjadi petunjuk
bagi hati yang lain ketika berjumpa
Akhlak Yang Baik. Jangan engkau
bersahabat dengan orang yang buruk akhlaknya.
Yaitu, orang yang tak bisa menahan diri ketika
muncul amarah dan syahwat. Alqarnah
al-'Atharidi rahimahullah, dalam wasiatnya
kepada putranya manakala akan wafat, telah
mengungkapkan hal itu, “Wahai anakku, jika
engkau ingin bergaul dengan manusia,
bergaullah dengan orang yang jika kau layani
dia menjagarnu, jika kau temani dia
membaguskanmu. Bersahabatlah dengan orang
yang jika engkau ulurkan tanganmu untuk
kebaikan ia juga mengulurkannya, jika melihat
kebaikanmu ia mengingatnya, dan jika melihat
keburukanmu ia meluruskannya. Bersahabatlah
dengan orang yang jika engkau mengungkapkan
sesuatu, ia membenarkan ucapanmu itu, jika
engkau mengusahakan sesuatu ia membantu
dan menolongmu, serta jika kalian berselisih
dalam sebuah persoalan ia mengalah padamu."
Imam Ali r.a. mengungkapkan syair rajaznya:
Sesungguhnya saudaramu adalah yang ada
bersamamu,
yang membiarkan dirinya menderita demi
kepentinganmu,
Dan yang jika bingung dia menjelaskannya
padamu
Dia rusak integritas dirinya untuk
mengumpulkan dirimu
Baik Dan Saleh . Jangan engkau bersahabat
dengan orang fasik yang selalu berbuat maksiat
besar. Karena, orang yang takut kepada Allah
tak akan terus berbuat maksiat besar. Engkau
tak akan aman dari bencana yang ditimbulkan
oleh orang yang berbuat maksiat besar itu. Ia
akan selalu berubah-rubah sikap sesuai dengan
kondisi dan kepentingan. Allah Swt. berfirman,
"Jangan engkau ikuti orang yang Kami lalaikan
hatinya dari berzikir kepada Kami dan mengikuti
hawa nafsunya. Orang itu telah betul-betul
melampaui batas" (Q.S. al-Kahfi: 28). Hindarilah
bergaul dengan orang fasik. Sebab, selalu
menyaksikan kefasikan dan maksiat akan
membuatmu toleran dan meremehkan maksiat.
Karena itu, hatimu akan memandang remeh
masalah gibah. Seandainya mereka melihat
cincin emas atau pakaian sutera yang
dipergunakan seorang fakih, mereka akan
sangat mengingkarinya. Padahal, gibah lebih
hebat daripada itu.
Tidak Tamak terhadap Dunia . Bergaul
dengan orang yang tamak terhadap dunia
merupakan racun yang membunuh. Sebab,
kecenderungan untuk meniru sudah menjadi
hukum alam. Sebuah tabiat bisa mencuri tabiat
lainnya tanpa disadari. Dengan demikian,
berteman dengan orang tamak bisa membuatmu
lebih tamak, sebaliknya berteman dengan orang
zuhud bisa membuatmu lebih zuhud.
Jujur . Jangan engkau bersahabat dengan
pembohong karena bisa jadi engkau tertipu
olehnya. Ia seperti fatamorgana. Ia membuat
dekat yang jauh darimu dan membuat jauh yang
dekat darimu.
Bisa jadi kelima hal ini tidak kau dapati
pada orang-orang yang berada di sekolah atau
di mesjid. Dengan demikian, engkau harus
memilih salah satu, entah mengasingkan diri
karena hal itu akan membuatmu selamat, atau
engkau bergaul dengan mereka sesuai dengan
karakter mereka. Hendaknya engkau mengetahui
bahwa saudara itu ada tiga macam:(1) Saudara
untuk akhiratmu. Dalam hal ini engkau harus
melihat pada agamanya. (2) Saudara untuk
duniamu. Dalam hal ini, engkau harus
memperhatikan akhlaknya. (3) Saudara untuk
bersenang-senang Dalam hal ini engkau harus
selamat dari kejahatan, fitnah, dan
keburukannya.
Manusia itu ada tiga jenis: ada yang
seperti makanan dimana memang selalu
diperlukan, ada yang seperti obat di mana
hanya sewaktu-waktu saja diperlukan dan ada
pula yang seperti penyakit di mana sama sekali
tak diperlukan, tapi seorang hamba kadangkala
diuji dengannya. Jenis yang ketiga inilah yang
tidak menyenangkan dan tidak pula memberikan
manfaat Maka, engkau harus berpaling darinya
agar selamat. Ketika menyaksikan tingkah
lakunya kalau paham engkau akan mendapatkan
manfaat yang besar. Yaitu, dengan menyaksikan
kondisi dan perbuatannya yang buruk, engkau
akan membenci dan menghindar darinya. Orang
yang bahagia adalah yang bisa mengambil
pelajaran dari orang lain. Seorang mukmin
merupakan cermin bagi mukmin yang lain. Nabi
Isa a.s. pernah ditanya, "Siapa yang telah
mengajarkan adab padamu?" Nabi Isa a.s.
menjawab, "Tak ada yang mengajariku. Tapi aku
melihat kejahilan orang bodoh, maka aku pun
menghindarinya." Benar sekali yang beliau
katakan. Seandainya manusia meninggalkan apa
yang mereka benci dari orang lain, adab mereka
akan menjadi sempurna dan tak perlu lagi
kepada para muaddib (orang yang mengajarkan
adab atau etika).
Memperhatikan hak-hak persahabatan.
Manakala telah terjalin persekutuan, telah
terbina hubungan antara engkau dengan
temanmu itu, maka engkau harus
memperhatikan hak-hak dan adab-adab
persahabatan. Nabi Saw. bersabda,
"Perumpamaan dua orang saudara adalah
seperti dua tangan, yang satu membersihkan
yang lain." Nabi Saw. pernah masuk ke dalam
semak belukar lalu memetik dua ranting siwak,
yang satu bengkok dan yang satu lagi lurus.
Waktu itu beliau bersama para sahabatnya. Lalu
beliau memberikan yang lurus sedangkan yang
bengkok beliau simpan untuk dirinya sendiri,
lantas mereka bertanya, "Wahai Rasulullah
engkau yang lebih berhak atas ranting yang
lurus ini daripadaku." Nabi Saw. menjawab,
"Tidaklah seseorang menyertai temannya
walaupun sesaat di waktu siang, melainkan ia
ditanya, 'Apakah ia telah menunaikan hak Allah
Swt. dalam persahabatannya itu atau justru ia
melalaikannya.' Nabi Saw. juga berkata,
"Tidaklah dua orang bersahabat, melainkan
yang paling dicintai Allah Swt. adalah yang
paling mengasihi temannya."
Adab dalam bergaul atau bersahabat
adalah mengutamakan teman dalam hal harta.
Jika tidak, maka dengan mengeluarkan
kelebihan harta ketika dibutuhkan,atau
membantu dengan jiwa saat diperlukan secara
langsung tanpa diminta, menyimpan rahasia,
menyembunyikan aib, tak menyampaikan
cemoohan orang kepadanya,memberitakan
pujian orang kepadanya, penuh perhatian
terhadap apa yang dibicarakannya, memanggil
dengan nama yang paling disukainya, memuji
kebaikannya, berterima kasih atas bantuannya,
membela kehormatannya di saat ia tidak ada
sebagaimana ia membela kehormatannya
sendiri, menasihatinya dengan lemah lembut
dan jelas jika memang diperlukan, memaafkan
ketika ia salah dan tidak malah mencaci,
mendoakannya di saat berkhalwat dengan Allah,
baik ketika masih hidup maupun ketika sudah
meninggal, tetap setia kepada keluarga dan
kerabatnya manakala ia sudah meninggal dunia,
ikut meringankannya dan bukan justru
memberatkan hajatnya, menghibur hatinya dari
segala kerisauan, menampakkan kebahagiaan
atas kemudahan yang ia dapatkan, bersedih
atas hal buruk yang menimpanya,
menyembunyikan di dalam hati apa yang ia
sembunyikan sehingga ia benar-benar setia
secara lahir maupun batin, mendahuluinya
dalam mengucapkan salam ketika bertemu,
melapangkan majelis untuknya, membantunya
ketika berdiri, serta diam ketika ia berbicara
sampai selesai dengan tidak menyela atau
memotongnya. Ringkasnya, hendaknya ia
memperlakukan temannya itu sebagaimana ia
senang kalau diperlakukan demikian. Siapa yang
tak mencintai saudaranya sebagaima ia
mencintai dirinya sendiri, berarti ia telah dihiasi
nifak (sifat munafik). Ini merupakan bencana
baginya di dunia dan di akhirat. Itulah adab-
adab yang harus kau perhatikan berkenaan
dengan hak orang awam yang bodoh dan hak
para sahabat.
Hati-hatilah terhadap mereka karena
sesungguhnya engkau tidak mengenal keburukan
kecuali dari orang yang telah kau kenal. Adapun
seorang teman, maka ia adalah orang yang bisa
membantumu, sedangkan seorang awam tak
akan berpengaruh bagimu. Sesungguhnya
keburukan itu semuanya berasal dari para
kenalan yang menampakkan persahabatan lewat
lidah mereka. Oleh karena itu, usahakan untuk
mengabaikan mereka. Apabila engkau terpaksa
berhadapan dengan mereka di sekolah, di
mesjid, di pasar, atau di sebuah negeri, engkau
tak boleh menghinakan mereka. Sebab, engkau
tak mengetahui bisa jadi ia lebih baik darimu.
Jangan pula engkau mengagungkan
dunia yang mereka miliki karena engkau bisa
binasa. Sebab, dunia dan isinya dalam
pandangan Allah Swt. sangat kecil. Betapapun
hebatnya penduduk dunia menurutmu, ia tetap
jatuh di mata Allah Swt. Engkau tak boleh
mengorbankan agamamu guna mendapat dunia
mereka. Orang yang melakukan hal itu pasti
menjadi rendah di mata mereka, dan untuk
selanjutnya tak akan diberi. Apabila mereka
memusuhimu, jangan kau lawan dengan per­
musuhan pula karena engkau tak mungkin bisa
sabar menghadapi perlawanan mereka karena
agamamu dapat menjadi pudar karenanya dan
engkau akan kepayahan.
Jangan merasa senang dengan
penghormatan, sanjungan, dan kecintaan yang
mereka berikan. Karena, sebenarnya satu
persen pun hal itu tak ada dalam hati mereka.
Jangan engkau kaget dan marah kalau mereka
mencelamu ketika engkau tidak ada, karena jika
engkau jujur, hal itu juga engkau lakukan bahkan
terhadap sahabat, kerabat, guru, dan kedua
orang tuamu. Engkau juga menyebut-nyebut di
belakang mereka apa yang tak kau ucapkan di
hadapan mereka. Jangan engkau bersikap
tamak terhadap harta, kedudukan, dan bantuan
mereka. Karena, orang yang tamak akan gagal
pada hari kemudian. Sikap tamak tersebut
betul-betul hina. Jika engkau meminta
kebutuhanmu pada seseorang, lalu ia
memenuhinya, maka berterima kasihlah pada
Allah dan padanya. Tapi manakala orang itu tak
bisa membantumu, jangan engkau mencela dan
mengeluhkannya karena hal itu bisa
menimbulkan sikap permusuhan. Jadilah
seorang mukmin yang selalu pemaaf. Jangan
menjadi seorang rnunafik yang hanya mencari
salah. Katakanlah, "Dia memang tak bisa
memberi karena alasan tertentu yang tak
kuketahui."
Jangan sekali-kali engkau menasihati
seseorang sebelum terlebih dahulu engkau
melihat tanda-tanda ia akan menerimanya. Jika
tidak, ia tak akan mendengar dan hanya akan
menjadi musuhmu. Jika mereka berbuat salah
dalam satu persoalan dan mereka tetap tak mau
belajar, maka jangan engkau mau mengajari
mereka. Sebab mereka hanya akan
memanfaatkan ilmumu dan akan menjadi
musuhmu. Kecuali jika sikap mereka itu terkait
dengan maksiat yang mereka lakukan, maka
ingatkan mereka pada kebenaran secara lemah
lembut dan tidak kasar. Jika engkau lihat sikap
mereka baik, bersyukurlah kepada Allah yang
telah menjadikanmu dicintai oleh mereka. Tapi
kalau mereka bersikap buruk, maka serahkan
diri mereka kepadaAllah Swt. Dan berlindunglah
engkau pada Allah Swt. dari keburukan mereka
itu. Jangan engkau mencerca mereka. Begitu
pula, jangan engkau berkata pada mereka,
"Mengapa engkautak menghormatiku? Aku
adalah Fulan bin Fulan. Aku seorang yang mulia
dalam segi ilmu." Itu adalah ucapan seorang
yang dungu. Orang yang paling dungu adalah
orang yang menganggap dirinya bersih lalu
menyanjung diri sendiri. Ketahuilah bahwa Allah
Swt. membuat mereka bisa menguasaimu akibat
dosamu sebelumnya. Oleh karena itu, istigfarlah
terhadap dosamu itu dan sadarlah bahwa hal itu
merupakan hukuman Allah atasmu. Perhatikan
hak-hak mereka, abaikan perbuatan batil
mereka, ungkapkan kebaikan mereka, serta
diamkan keburukan mereka. Janganlah engkau
bergaul dengan Para fakih, terutama mereka
yang sibuk dengan perselisihan dan perdebatan.
Waspadalah terhadap mereka. Karena
kedengkian, mereka memang sedang
menantikanmu terjatuh dalam keraguan, lalu
mematahkanmu dengan prasangka, mata
mereka menguntitmu dari belakang, mereka
terus mengingat kesalahanmu saat bergaul
dengan mereka sehingga hal itu bisa menjadi
senjata untuk menghadapimu ketika mereka
marah dan berdebat kusir. Mereka tak akan
memaafkan dan mengampuni kesalahanmu itu,
serta tidak pula menutupi aibmu. Mereka selalu
membuat perhitungan denganmu, dengki baik
pada yang sedikit maupun yang banyak, serta te­
rus menghasungmu untuk mencela dan
membenci teman dan saudara. Jika senang,
mereka akan bertutur kata manis. Sebaliknya,
jika marah dalam hati mereka terpendam murka.
Dari luar yang tampak pakaiannya, sementara
dari dalam mereka layaknya serigala. Inilah yang
terjadi pada sebagian besar mereka, kecuali
orang-orang yang dilindungi Allah Swt. Bergaul
dengan mereka hanya membawa kerugian dan
berteman dengan mereka hanya membawa
penyesalan.
Itu sikap mereka yang menunjukkan
persahabatan denganmu. Lalu bagaimana
dengan mereka yang jelas-jelas memusuhimu?
Al-Qadhi Ibn Ma'ruf rahimahullah Ta'ala.
berkata:
Berhati-hatilah terhadap musuhmu sekali
namun berhati-hatilah terhadap temanmu
seribu kali
Bisa jadi temanmu itu berubah
dan dikenal paling berbahaya
Makna yang sama juga terdapat dalam syair
berikut:
Musuhmu lebih bermanfaat daripada
sahabatmu
Maka itu, jangan engkau memperbanyak
sahabat
Sungguh kebanyakan penyakit yang kau lihat
berasal dari makanan atau minuman
Berusahalah engkau menjadi seperti yang
dikatakan oleh Hilal bin al-Ala' ar-Raqi:
Ketika aku memberi maaf dan tidak dengki
pada seseorang
Aku istirahatkan diriku dari risaunya
permusuhan
Aku hormati musuhku manakala melihatnya
guna menghilanghan keburukanku dengan
penghormatan
Aku tampakkan keceriaan pada orang yang
kumurka
Seakan-akan ia telah membuat hatiku bahagia
Aku tak selamat dari orang yang tak kukenal
maka bagaimana aku bisa selamat dari orang
yang kucinta
Manusia adalah penyakit dan obatnya adalah
meninggalkan mereka
tapi memusuhi mereka berarti memutuskan
hubungan saudara
Berdamailah dengan mereka agar engkau
selamat dari musibahnya
dan usahakan selalu untuk mendapatkan cinta
Bergaullah dengan manusia dan sabarlah
dalam menghadapi mereka
Hendaknya engkau tuli, bisu, dan buta, serta
warak
Demikian pula hendaklah engkau
seperti yang disebutkan oleh Para ahli hikmat:
Hadapilah teman yang dan musuhmu dengan
wajah rida, tidak bersikap hina, dan tidak pula
takut pada mereka. Sebaliknya engkau harus
berwibawa, tapi tidak sombong dan harus
bersikap tawadu. Jadi, pada semua persoalan,
engkau harus bersikap pertengahan. Sebab,
semua yang ekstrem akan tercela, sebagaimana
disebutkan:
Engkau harus bersikap pertengahan karena ia
merupakan cara yang tepat menuju jalan yang
benar
Jangan engkau teledor atau keterlaluan di
dalamnya
karena masing-masing sikap itu adalah tercela
Jangan engkau melihat ke arah
samping, jangan banyak menoleh ke belakang,
serta jangan memperhatikan kelompok-
kelompok orang. Apabila engkau duduk, maka
duduklah dengan tidak tergesa-gesa. Hindarilah
memasukkan jari-jarimu ke dalam jari-jari yang
lain, memainkan janggut atau memainkan
cincinmu, membersihkan gigi, memasukkan jari
ke hidung, banyak meludah, mengusir lalat dari
wajah, serta hilir-mudik di depan orang-orang
dan di dalam salat.
Duduklah dengan tenang. Aturlah
bicaramu dan dengarkan ucapan yang baik yang
datang dari orang lain dengan tidak keterlaluan
dalam menunjukkan kekaguman. Jangan
memintanya untuk mengulang. Berpalinglah dari
pembicaraan yang membuat tawa dan yang
berupa kisah. Jangan engkau beritakan
kekagumanmu tentang anakmu. Juga, jangan
kau sampaikan syair, pembicaraan, tulisan,
serta semua yang khusus untukmu. Jangan
berhias seperti wanita. Jangan merendahkan diri
seperti seorang budak. Jangan terlalu banyak
bercelak dan dipoles. Jangan memaksa ketika
butuh dan jangan menghasung orang lain untuk
berbuat lalim.
Jangan engkau memberitahukan jumlah
harta kekayaanmu kepada salah seorang
keluargamu, kepada anakmu, apalagi kepada
orang lain. Karena, jika mereka melihatnya
sedikit, engkau akan hina di mata mereka dan
jika banyak, mereka tak akan senang kepadamu.
Hindari mereka tapi tidak dengan sikap keras.
Lembutlah pada mereka tapi tidak dengan sikap
lemah. Jangan engkau candai ibumu atau
budakmu, karena dengan demikian harga dirimu
bisa jatuh. Apabila engkau berselisih maka tetap
jaga wibawa dan kehormatan. Jangan sampai
engkau berbuat jahil dan tergesa-gesa. Berpikir­
lah terlebih dahulu sebelum mengeluarkan
argumen. Jangan banyak menunjuk dengan
tangan. Jangan banyak menoleh ke orang di
belakangmu. Jangan berlutut.
Apabila marahmu telah mereda, baru
berbicara. Jika sultan atau penguasa
mendekatimu, engkau harus betul-betul
waspada terhadapnya. Hindarilah teman yang
ada maunya, karena ia musuh yang paling
utama. Dan jangan sampai engkau lebih
memuliakan harta ketimbang kehormatanmu.
Penjelasan ini cukup bagimu sebagai
permulaan dari sebuah hidayah. Cobalah dirimu
untuk mengaplikasikannya. Jadi ada tiga bagian:
melakukan amal ketaatan, meninggalkan
maksiat, dan bergaul dengan sesama. Itu semua
sudah mencakup hubungan antara seorang ham­
ba dan Khalik serta makhluk-Nya. Jika engkau
merasa hal itu sesuai dengan dirimu, kemudian
engkau condong serta ingin melakukannya,
berarti Allah telah memercikkan cahaya iman ke
dalam hatimu dan telah melapangkan dadamu.
Sadarilah bahwa permulaan ini
mempunyai akhir dan di baliknya ada berbagai
rahasia, pengetahuan, dan hal-hal yang
tersingkap. Semua itu telah kami jelaskan dalam
Kitab Ihya' Ulumiddin . Karena itu
berusahalah untuk mempelajarinya. Namun, jika
engkau merasa berat dalam melakukan berbagai
pelajaran di atas, lalu mengingkarinya dan
engkau berkata pada dirimu sendiri, "Apa
gunanya ilmu tersebut dalam forum para ulama?
Kapankah pengetahuan tersebut bisa
membuatmu mengalahkan para rekan dan rival?
Bagaimana ia bisa menaikkan kedudukanmu di
pemerintahan? Bagaimana mungkin ia bisa
menyebabkanmu memperoleh harta serta
jabatan ahli wakaf dan hakim?" Maka sadarlah
bahwa setan telah menjerumuskanmu dan telah
membuat mu lupa terhadap tempat kembalimu.
Maka itu carilah setan lain yang sejenis
denganmu guna mengajarkan apa yang kau
sangka bermanfaat dan bisa mengantarmu
memperoleh keinginanmu. Kemudian, ketahuilah
bahwa milikmu yang berada di tempatmu tidak
betul-betul murni menjadi milikmu apalagi yang
berada di desa.atau di negerimu. Selain itu,
engkau juga tak kan mendapat kekayaan abadi
dan nikmat yang kekal di sisi Tuhan.
Wassalamualaikum wa rahmatullah wa
barakaatuhu . Segala puji bagi Allah, Yang
Mahapertama, Yang Maha Terakhir, Yang
Mahatampak dan Yang Maha Tersembunyi. Tak
ada daya dan kekuatan kecuali dengan
pertolongan Allah Yang Mahatinggi dan
Mahaagung. Salawat dan salam atas Nabi
Muhammad, beserta keluarga dan para sahabat
beliau semua.
KITAB
BIDAYATUL HIDAYAH
I. Risalah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar