Rabu, 07 Mei 2014

Wanita Haid mengajar Al Qur'an

Assalamu'alaikum. Nama saya Khanza dari
Manado Sulut. Saya ingin menanyakan
tentang bagaimana hukumnya seorang
wanita yang sedang haid lalu belajar dan
mengajarkan Al-Qur'an? bolehkah atau
tidak? Karena sejauh ini pendapatnya
berbeda, ada yang membolehkan juga ada
yang tidak. Terkadang juga menjadi bahan
perdebatan. Untuk itu saya mohon
penjelasannya. Syukron.
Jawaban
Penanya yang budiman, semoga selalu
dirahmati Allah SWT. Bahwa dalam masalah
membaca Al-Qur’an bagi orang yang
sedang haid memang terdapat perbedaan di
antara para ulama. Pada dasarnya menurut
jumhurul ulama orang yang sedang haid
tidak diperbolehkan membaca Al-Qur`an.
Hal ini didasarkan kepada beberapa dalil. Di
antaranya adalah firman Allah SWT:
ﻟَّﺎ ﻳَﻤَﺴُّﻪُ ﺇِﻟَّﺎ ﺍﻟْﻤُﻄَﻬَّﺮُﻭﻥَ - ﺍﻟﻮﺍﻗﻌﺔ : 79
“Tidak ada yang menyentuhnya (al-Qur`an)
kecuali hamba-hamba yang
disucikan” (Q.S. Al-Waqi’ah [56]: 79)
ﻋَﻦِ ﺍﺑْﻦِ ﻋُﻤَﺮَ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻬُﻤَﺎ ﻗَﺎﻝَ: ﻗَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ
ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ : " ﻟَﺎ ﺗَﻘْﺮَﺃُ ﺍﻟﺤَﺎﺋِﺾُ ﻭَﻟَﺎ ﺍْﻟﺠُﻨُﺐُ ﺷَﻴْﺌﺎً ﻣِﻦَ ﺍﻟﻘُﺮْﺁﻥِ - ﺭﻭﺍﻩ
ﺍﻟﺪﺍﺭﻗﻄﻨﻲ
“Dari Ibnu Umar ra ia berkata: Rasulullah
saw bersbada: Tidak boleh orang yang haid
dan orang yang dalam keadaan junub
membaca ayat Al-Qur`an” (H.R. Ad-
Daruquthni)
Namun jika perempuan yang haid ketika
membaca al-Quran tujuannya bukan
membaca, tetapi misalnya tujuannya adalah
untuk mengajar atau membenarkan bacaan
yang salah maka dalam kasus seperti ini
diperbolehkan. Hal ini sebagaimana orang
yang dalam keadaan junub yang masih
diperbolehkan membaca Al-Quran selama
tidak diniati untuk membaca (misalnya untuk
tujuan berdoa, yang ada ayat Al-
Qur’annya).
ﻭَﺗَﺤْﺮُﻡُ ﻗِﺮَﺍﺀَﺓُ ﺍﻟﻘُﺮْﺁﻥِ ﻋَﻠَﻰ ﻧَﺤْﻮِ ﺟُﻨُﺐٍ ﺑِﻘَﺼْﺪِ ﺍﻟﻘِﺮَﺍﺀَﺓِ ﻭَﻟَﻮْ ﻣَﻊَ ﻏَﻴْﺮِﻫَﺎ
ﻟَﺎ ﻣَﻊَ ﺍﻟِﺈﻃْﻠَﺎﻕِ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﺮَّﺍﺟِﺢِ ﻭَﻟَﺎ ﺑِﻘَﺼْﺪِ ﻏَﻴْﺮِ ﺍﻟْﻘِﺮَﺍﺀَﺓِ ﻛَﺮَﺩِّ ﻏَﻠَﻂٍ ﻭَﺗَﻌْﻠِﻴﻢٍ
ﻭَﺗَﺒَﺮُّﻙٍ ﻭَﺩُﻋَﺎﺀٍ - ﻋﺒﺪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺑﺎﻋﻠﻮﻱ، ﺑﻐﻴﺔ ﺍﻟﻤﺴﺘﺮﺷﺪﻳﻦ، ﺑﻴﺮﻭﺕ -
ﺩﺍﺭ ﺍﻟﻔﻜﺮ، ﺹ . 52
“Dan haram membaca al-Qur`an bagi
semisal orang junub dengan tujuan
membacanya walaupun dibarengi dengan
tujuan lainnya, dan menurut pendapat yang
kuat tidak haram baginya bila memutlakkan
tujuannya. Dan juga tidak haram tanpa
adanya tujuan membacanya (al-Qur`an)
seperti membenarkan bacaan yang keliru,
mengajarkannya, mencari keberkahan dan
berdoa,”. (Abdurrahman Ba’alwi, Bughyah
al-Mustarsyidin, Bairut-Dar al-Fikr, h. 52)
Bahkan madzhab maliki memperbolehkan
perempuan yang haid membaca Al-Quran
secara mutlak. Bahkan bagi perempuan
yang mengajar atau diajar (guru-murid) yang
dalam kondisi haid boleh juga menyentuh
mushaf. Alasannya adalah bahwa orang
junub itu bisa dengan mudah
menghilangkan hal yang bisa membuatnya
dilarang untuk menyentuh al-Quran yaitu
hadats besar dengan cara mandi besar.
Kondisi tersebut berbeda dengan orang
yang sedang haid atau nifas. Hal ini
didasarkan pada keterangan dibawah ini:
ﻭَﺫَﻫَﺐَ ﺍﻟْﻤَﺎﻟِﻜِﻴَّﺔُ ﺇِﻟَﻰ ﺃَﻥَّ ﺍﻟْﺤَﺎﺋِﺾَ ﻳَﺠُﻮﺯُ ﻟَﻬَﺎ ﻗِﺮَﺍﺀَﺓُ ﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥِ ﻓِﻲ ﺣَﺎﻝ
ﺍﺳْﺘِﺮْﺳَﺎﻝ ﺍﻟﺪَّﻡِ ﻣُﻄْﻠَﻘًﺎ، ﻛَﺎﻧَﺖْ ﺟُﻨُﺒًﺎ ﺃَﻡْ ﻻَ، ﺧَﺎﻓَﺖِ ﺍﻟﻨِّﺴْﻴَﺎﻥَ ﺃَﻡْ ﻻَ . ﻭَﺃَﻣَّﺎ
ﺇِﺫَﺍ ﺍﻧْﻘَﻄَﻊَ ﺣَﻴْﻀُﻬَﺎ، ﻓَﻼَ ﺗَﺠُﻮﺯُ ﻟَﻬَﺎ ﺍﻟْﻘِﺮَﺍﺀَﺓُ ﺣَﺘَّﻰ ﺗَﻐْﺘَﺴِﻞ ﺟُﻨُﺒًﺎ ﻛَﺎﻧَﺖْ ﺃَﻡْ
ﻻَ، ﺇِﻻَّ ﺃَﻥْ ﺗَﺨَﺎﻑَ ﺍﻟﻨِّﺴْﻴَﺎﻥ - ﻭﺯﺍﺭﺓ ﺍﻷﻭﻗﺎﻑ ﻭﺍﻟﺸﺆﻥ ﺍﻹﺳﻼﻣﻴﺔ
ﺍﻟﻜﻮﻳﺖ، ﺍﻟﻤﻮﺳﻮﻋﺔ ﺍﻟﻔﻘﻬﻴﺔ ﺍﻟﻜﻮﻳﺘﻴﺔ، ﺍﻟﻜﻮﻳﺖ - ﺩﺍﺭ ﺍﻟﺴﻼﺳﻞ، ﺝ،
18 ، ﺹ . 322 -
“Kalangan dari madzhab maliki berpendapat
bahwa orang yang haid boleh baginya
membaca Al-Qur`an dalam kondisi masih
mengeluarkan darah secara mutlak, baik
dalam keadaan atau tidak, atau adanya
kekhawatiran lupa hafalan Al-Qur’an-nya
atau tidak. Adapun setelah haidnya terputus
maka ia tidak boleh membacanya sebelum
mandi besar, baik dalam keadaan junub
atau tidak, kecuali ia khawatir akan lupa
hafalannya”. (Wazarah al-Awqaf wa asy-
Syu`un al-Islamiyyah Kuwait, al-Mausu’ah
al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Kuwait-Dar as-
Salasil, juz, 18, h. 322 H)
ﺇﻟَّﺎ ﻟِﻤُﻌَﻠِّﻢٍ ﻭَﻣُﺘَﻌَﻠِّﻢٍ ﻭَﺇِﻥْ ﺣَﺎﺋِﻀًﺎ ﻟَﺎ ﺟُﻨُﺒًﺎ : ﺃَﻱْ ﻳَﺤْﺮُﻡُ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻤُﻜَﻠَّﻒِ ﻣَﺲُّ
ﺍﻟْﻤُﺼْﺤَﻒِ ﻭَﺣَﻤْﻠُﻪُ، ﺇﻟَّﺎ ﺇﺫَﺍ ﻛَﺎﻥَ ﻣُﻌَﻠِّﻤًﺎ ﺃَﻭْ ﻣُﺘَﻌَﻠِّﻤًﺎ، ﻓَﻴَﺠُﻮﺯُ ﻟَﻬُﻤَﺎ ﻣَﺲُّ
ﺍﻟْﺠُﺰْﺀِ ﻭَﺍﻟﻠَّﻮْﺡِ ﻭَﺍﻟْﻤُﺼْﺤَﻒِ ﺍﻟْﻜَﺎﻣِﻞِ، ﻭَﺇِﻥْ ﻛَﺎﻥَ ﻛُﻞٌّ ﻣِﻨْﻬُﻤَﺎ ﺣَﺎﺋِﻀًﺎ ﺃَﻭْ
ﻧُﻔَﺴَﺎﺀَ ﻟِﻌَﺪَﻡِ ﻗُﺪْﺭَﺗِﻬِﻤَﺎ ﻋَﻠَﻰ ﺇﺯَﺍﻟَﺔِ ﺍﻟْﻤَﺎﻧِﻊِ . ﺑِﺨِﻠَﺎﻑِ ﺍﻟْﺠُﻨُﺐِ ﻟِﻘُﺪْﺭَﺗِﻪِ ﻋَﻠَﻰ
ﺇﺯَﺍﻟَﺘِﻪِ ﺑِﺎﻟْﻐُﺴْﻞِ ﺃَﻭْ ﺍﻟﺘَّﻴَﻤُّﻢِ . ﻭَﺍﻟْﻤُﺘَﻌَﻠِّﻢُ ﻳَﺸْﻤَﻞُ ﻣَﻦْ ﺛَﻘُﻞَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥُ
ﻓَﺼَﺎﺭَ ﻳُﻜَﺮِّﺭُﻩُ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻤُﺼْﺤَﻒِ - ﺃﺑﻰ ﺍﻟﺒﺮﻛﺎﺕ ﺃﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ
ﺃﺣﻤﺪ ﺍﻟﺪﺭﺩﻳﺮﻱ، ﺍﻟﺸﺮﺡ ﺍﻟﺼﻐﻴﺮ ﻋﻠﻰ ﺃﻗﺮﺏ ﺍﻟﻤﺴﺎﻟﻚ ﺇﻟﻰ ﻣﺬﻫﺐ
ﺍﻹﻣﺎﻡ ﻣﺎﻟﻚ، ﺑﻴﺮﻭﺕ - ﺩﺍﺭ ﺍﻟﻤﻌﺎﺭﻑ، ﺝ، 1 ، ﺹ . 150 -
“(Kecuali bagi orang yang mengajar atau
orang yang belajar meskipun dalam kondisi
haid atau junub), artinya haram bagi
mukallaf menyentuh mushhaf dan
membawanya kecuali dalam kondisi sebagai
pengajar atau orang yang belajar maka
boleh bagi keduanya menyentuh sebagian
atau papan tulis yang bertuliskan ayat-ayat
Al-Quran (lauh) dan seluruh mushhaf
meskipun keduanya dalam keadan haid ata
nifas kerena ketidakmampuan keduanya
untuk menghilangkan penghalang. Hal ini
berbeda dengan orang junub karena
kemampuannya untuk menghilangkan
penghalang dengan mandi atau
tayammum” (Abi al-Barakat Ahmad bin
Muhamad bin Ahmad ad-Dardidi, Asy-Syarh
ash-Shaghir ‘ala Aqrab al-Masalik ila
Madzhab al-Imam Malik, Bairut-Dar al-
Ma’arif, juz, 1, h. 150).
Demikian penjelasan yang dapat kami
sampaikan. Jadi yang bisa kami simpulkan,
banyak ulama yang memperbolehkan para
ustadzah atau guru mengaji (TPA/TPQ)
tetap mengajar meskipun sedang dalam
keadaan haid. Demikian juga para murid
perempuan yang sedang belajar mengaji.
Semoga kita dimudahkan dalam belajar
agama, serta dikaruniai ilmu yang
bermanfaat dan amal ibadah kita diterima
oleh Allah SWT. ( Mahbub Ma’afi Ramdlan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar