Sabtu, 17 Mei 2014

Akibat Tamak


Jika seseorang mendambakan yang serba
banyak atau terlalu panjang angan-angannya
atas sesuatu yang lebih, niscaya hilanglah
sifat qana’ah (merasa cukup dengan yang
ada). Dan tidak mustahil ia menjadi kotor
akibat loba dan hina akibat rakus sebab kedua
sifat itu akan menyeret kepada pekerti yang
jahat untuk mengerjakan perbuatan-perbuatan
munkar, yang merusakkan muru’ah (harga
diri).
Untuk itu, rasanya tidak keliru kalau kita
perhatikan sebuah hadis Nabi saw. yang
dijadikan sandaran oleh rekan saya dari Jalan
Kertosentono, Malang, bemama Santoso H.
ketika mengirimkan naskah ini. ” Apabila anak
adam (manusia) itu mempunyai dua lembah
emas, niscaya ia akan mencari yang ketiga
untuk tambahan dua lembah tadi. Dan rongga
anak Adam itu tidak akan penuh selain oleh
tanah. Tetapi, Allah menerima tobat terhadap
siapa yang bertobat,” demikian sabda Nabi.
Kemudian Santoso H. berkata, “Ada sebuah
cerita menarik dari Asy-Sya’bi yang layak kita
simak dengan cermat. Telah kudengar cerita
bahwa terdapat seorang laki-laki menangkap
burung qunbarah (semacam burung pipit).
Tiba-tiba burung itu bertanya, “Apa yang ingin
engkau lakukan pada diriku?” Laki-laki itu
menjawab, “Akan aku sembelih engkau dan
aku makan engkau.” “Demi Allah! Engkau tidak
akan begitu berselera memakanku dan aku
tidak akan mengenyangkan engkau. Jangan
engkau makan aku, tetapi akan aku
beritahukan kepada engkau tiga perkara yang
lebih baik bagi engkau daripada makananku .”
“Baiklah, sebutkan ketiga perkara itu.” “Perkara
yang pertama, akan aku beritahukan saat aku
berada di tanganmu ini. Yang kedua, apabila
aku engkau lepas dan terbang ke atas pohon.
Yang ketiga, saat nanti apabila aku telah
terbang lagi dan berada di atas bukit.” Laki-
laki itu menyanggupi. “Nah, katakan yang
pertama,” pinta laki-laki itu kemudian.
“Janganlah engkau gundahkan apa yang telah
hilang dari engkau.” Lalu laki-laki tersebut
melepaskan burung itu. Tatkala ia telah berada
di atas pohon, berkatalah laki-laki itu, “Katakan
perkara kedua!” “Janganlah engkau benarkan
apa yang tidak ada bahwa ia akan ada,” jawab
burung itu.
Kemudian burung itu terbang dan hinggap di
atas bukit serta tiba-tiba ia berkata, “Hai,
orang yang sial. Jika tadi engkau sembelih
aku, niscaya akan engkau dapati dalam
tubuhku dua biji mutiara. Berat tiap-tiap
mutiara dua puluh gram.” Tampak laki-laki itu
menggigit bibirnya, risau dan menyesal. “Cepat
katakan yang ketiga,” katanya kemudian,
geram. “Engkau telah lupa akan dua perkara
tadi, bagaimana mungkin aku terangkan
perkara yang ketiga? Bukankah aku telah
mengatakan bahwa engkau jangan mengeluh
terhadap apa yang telah hilang dari engkau?
Dan jangan engkau benarkan apa-apa yang
tidak ada? Coba engkau pikirkan, hai orang
yang celaka. Aku, dagingku, darahku, dan
buluku tidak akan ada dua puluh gram.
Lantaran itu, bagaimana mungkin akan ada
dalam perutku dua biji mutiara yang masing-
masing seberat dua puluh gram?” Kemudian
terbanglah burung bijak itu meninggalkan si
lelaki yang merenungi ketamakannya.
Itulah contoh betapa lobanya anak Adam yang
dapat membutakan diri dari mengetahui
kebenaran Diriwayatkan dari Jarir, dan Jarir
meriwayatkannya dari Laits. Ujarnya: Pernah
diceritakan seorang laki-laki yang menawarkan
diri untuK menemani perjalanan Nabi Isa bin
Maryam alaihissalam. ” Aku akan bersama
engkau dan menemani perjalananmu,” kata
lelaki itu. Nabi Isa tidak menolak. Maka
berjalanlah mereka bersama-sama. Dalam
perjalanan, keduanya sampailah pada sebuah
sungai. Lalu keduanya menghentikan
perjalanannya untuk duduk-duduk istirahat dan
makan siang di tepi sungai itu. Nabi Isa
membawa tiga potong roti. Lalu mereka berdua
makan masing-masing sepotong roti sehingga
tinggal sepotong. Nabi Isa kemudlan bangun
dan pergi ke sungai untuk minum.
Akan tetapi, sekembalinya tak didapati lagi roti
yang sepotong itu . “Siapakah yang
mengambil roti itu?” tanyanya kepada si lelaki
yang menemaninya itu. “Aku tidak tahu,
jawabnya. Nabi Isa tak bertanya lebih jauh.
Kemudian keduanya meneruskan perjalanan.
Pada suatu ketika sampailah keduanya di
sebuah lembah yang berair dalam, sedangkan
di situ tak ada perahu. Maka Nabi Isa
memegang tangan laki-lakl itu, lalu atas izin
Allah Nabi Isa membawanya berjalan di atas
air. Setelah melewati lembah berair itu,
bertanyalah Nabi Isa kepada lelaki yang masih
takjub akan keanehan tersebut. ” Aku
perlihatkan tanda-tanda Ini sebagai
kemukjizatanku.
Siapakah sebenarnya yang mengambil roti itu?
” Aku tidak tahu,” jawab lelaki tersebut tetap
pada pendiriannya. Nabi Isa tak bertanya lagi.
Dilanjutkannya perjalanan mereka. Di sebuah
padang pasir mereka menghentikan perjalanan
dan duduk beristirahat. Tiba-tiba Nabi Isa
mengambil dan mengumpulkan tanah dan
debu tebal, kemudian dia berkata, ” Jadilah
engkau emas dengan izin Allah.” Maka
terciptalah emas. Lalu Nabi Isa membagi emas
tersebut menjadi tiga bagian . “Sepertiga
untukku, sepertiga untukmu, dan sepertiga lagi
untuk orang yang mengambil roti itu,” katanya
kepada lelaki itu. Lantaran ketamakkannya,
berkatalah lelaki tadi, ” Aku yang mengambil
roti itu.” Nabi Isa kemudian berkata, “Kalau
begitu, untukmu emas itu semuanya.” Nabi Isa
beranjak pergi meninggalkan lelaki tersebut.
Gembira betul hati si lelaki, lalu ia pun
meneruskan perjalanannya sendirian.
Pada suatu ketika bertemulah lelaki pemilik
harta itu dengan dua orang lelaki lain. Demi
dilihatnya harta sebanyak itu, kedua laki-laki
asing tersebut berkeinginan merampas emas
itu. Kalau perlu dengan membunuhnya.
Lantaran takut dibunuh dan diambil hartanya,
maka dibagikannya emas itu pada kedua lelaki
yang baru dikenalnya tadi. Maka sepakatlah
mereka untuk meneruskan perjalanan bertiga.
Pada suatu tempat, berkata salah seorang dari
kedua lelaki asing tadi, “Sekarang kita bunuh
saja dia supaya kita miliki seluruhnya emas
yang belum tentu miliknya itu.” Setelah
disepakati bersama, dijebaklah lelaki yang
tamak itu dan dibunuh dengan kejam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar