KETULUSAN
Selalu ada saja orang yang suka menangguk
ikan di air yang keruh. Mereka mngambil
keuntungan dari ke adaan yang kacau balau
untuk kepehtingan diri sendiri. Bahkan acap
kali mereka tidak segan-segan melakukan
penipuan terhadap rakyat kecil yang tidak
berdosa dan tidak tahu apa-apa. Tatkala
Perang Badr sedang berkecamuk, suasana
kehidupan dilanda ketegangan yang kian
mencekam karena orang-orang kafir Quraisy,
dengan kekuatan tentara tiga kali lipat
daripada pasukan Nabi, mengancam akan
mengadakanpenghancuran besar-besaran
terhadap umat Islam, terutama yang tinggal di
daerah-daerah terpencil.
Malam itu, pada waktu seluruh manusia
sedang lelap dalam tidurnya, sekelompok
penyamun mendapat berita, ada sebuah kafilah
yang membawa bekal makanan bagi tentara
Nabi dan sejumlah harta benda yang tak
ternilai harganya akan melewati sebuah jalan
yang sepi. Mereka segera mengadakan
pengadangan ditempat yang strategis dan
tersembunyi. Entah apa sebabnya, kafilah itu
tiduk muncul-muncul sampai larut malam. Di
tengah angin dingin yang menggigit tulang,
dalam kegelapan yang sangat pekat, mereka
dengan sia-sia menantikan kafilah yang jika
berhasil mereka rampok bakal menyebabkan
tentara Nabi menderita kekurangan pangan.
Akhirnya kepala penyamun berseru, “Kurang
ajar. Pasti kafilah itu telah lolos dan tiba di
Madinah dengan selamat melalui jalan lain.”
Para anak buahnya ikut menggerutu. Mereka
tidak tahu hendak pergi ke mana lagi, padahal
diperkirakan akan bertiup badai gurun yang
sangat menakutkan hati mereka. Tatkala
mereka sedang terburu-buru menjauhi tempat
itu, dan belum tentu selamat dari ancaman
topan yang biasanya amat ganas itu, terlihat
lampu kelap-kelip dikejauhan, menyorot dari
sesosok gubuk reyot di balik bukit batu.
Mereka pun segera berangkat ke sana untuk
mencari perlindungan.
Sambil mengetuk pintu, kepala penyamun
mengucapkan salam secara Islam dengan
lantang. Yang punya rumah, seorang lelaki
miskin dan keluarganya, menyambut mereka
dengan ramah. Kepala penyamun berkata,
“Kami adalah sepasukan tentara Nabi yang
sedang berjuang fisabilillah, di jalan Allah.
Kami kemalaman setelah ditugaskan
melakukan pengintaian terhadap gerakan
tentara musuh. Bolehkah kami menginap di
sini?”
Alangkah gembiranya tuan rumah dan seluruh
keluarganya menerima kedatangan tentara
Islam yang berjuang fi sabllillah. Kepada
mereka disediakan tempat tidur berupa gelaran
tikar yang empuk, dan disiapkan pula makanan
seadanya sehingga mereka dapat beristirahat
dengan nikmat. Untuk wudlu mereka.
diambilkan air bening yang ditempatkan dalam
sebuah kendi besar, di bawahnya diletakkan
bejana guna menampung bekas air wudlu
mereka supaya tidak berceceran ke mana-
mana.
Keesokan harinya para penyamun itu bangun
kesiangan, tetapi tuan rumah yakin, mereka
pasti sudah sernbahyang subuh di dalam
kamar, lalu tidur lagi. Ketika mereka hendak
keluar, terlihat oleh kepala penyamun dan anak
buahnya, seorang anak kecil terbaring tidak
berdaya di atas balai-balai. Kepala penyamun
bertanya, “Siapakah yang tergolek itu?”
Dengan sedih tuan rumah menjawab, “Dia anak
saya yang paling kecil, menderita lumpuh
sejak satu tahun yang lalu. Doakanlah,
semoga berkat kedatangan Tuan-Tuan yang
sedang berjuang di jalan Allah, anak saya
akan memperoleh kesembuhannya kembali.”
Kepala penyamun melirik kepada anak
buahnya sambil mengedipkan mata sehingga
dengan serempak berkata, “Amin.” Lantas
mereka keluar dan lenyap di tengah kepulan
debu setelah mereka menggebah kuda
masing-masing. Sepeninggal mereka, lelaki itu
berkata kepada istrinya seraya mengangkat
bejana yang berisi air bekas para penyamun
itu mencuci muka. “Air ini adalah cucuran sisa
air wudlu orang-orang yang dengan ikhlas
berjuang fi sabilillah. Mari kita usapkan ke
sekujur tubuh anak kita, siapa tahu akan
menjadi obat baginya.”
Istrinya tidak membantah. Hatinya gembira
telah menerima kehadiran tamu-tamu yang
membawa rahmat Allah. Demikian pula si anak
yang sudah setahun mengidap penyakit
lumpuh, tidak bisa beranjak dari
pembaringannya itu. Dengan penuh harap ia
membiarkan kedua orang tuanya membasahi
seluruh badannya dengan air keruh itu
beberapa kali dalam sehari.Malamnya, ketika
hari sudah amat larut, para penyamun itu
datang lagi, rupanya setelah berhasil
menggarong beberapa kafilah sehingga
bawaan mereka banyak sekali. Tujuan mereka
hendak menginap pula di situ untuk sekalfgus
menyembunyikan diri agar tidak dicurigai
karena mereka berpendapat, dengan
berlindung di gubuk terpencil yang dihuni oleh
keluarga taat beragama, pasti yangberwajib tak
akan menyangka merekalah perampok-
perampok yang dicari-cari.
Alangkah terkejutnya kepala penyamun itu
tatkala pintu dibuka dari dalam. Yang berdiri di
ambangnya adalah anak lelaki yang tadi pagi
masih lumpuh itu. Dengan heran ia bertanya
kepada si tuan rumah, “Apakah betul anak ini
yang waktu kami tinggalkan tidak bisa berdri
dari tempat tidur?” “Ya, betul, dialah anak saya
yang lumpuh itu,” jawab si tuan rumah dengan
gembira. “Inilah kuasa Allah berkat kedatangan
Tuan-Tuan. Rupanya, lantaran kami
menyambut kehadiran para pejuang fi sabilillah
dengan ikhlas, Allah membalas ,kami dengan
karunia-Nya yang sangat besar. Air bekas
cucuran Tuan-Tuan berwudlu, yang kami
tampung di dalam bejana, kami oleskan
beberapa kali ke sekujur tubuhnya.
Alhamdulillah, Allah telah mengabulkan
permohonan kami sehingga anak saya dapat
berjalan kembali. Terima kasih, Tuan-Tuan.
Semoga Allah meridhai perjuangan Tuan-Tuan
di jalan Allah.”
Kepala penyamun tertunduk. Begitu pula
segenap anak buahnya. Mereka merasa sangat
malu kepadasi tuan rumah dan. kepada Tuhan
lantatan mereka sebenarnya hanyalah
perampok hina-dina. Maka.di dalam kamar
mereka saling berpelukan seraya menangis
tersedu-sedu. Sejak saat itu mereka berjanji
akan bertobat dan bersumpah akan bergabung
dengan umat Islam untuk berjuang bahu-
membahu dengan Nabi melawan kaum
musyrikin. Adapun harta yang telah mereka
rampas dari korban-korbannya, mereka bagi-
bagikan kepada fakir miskin, di samping
sebagian lainnya diberikan kepada tuan rumah
dan keluarganya yang telah memberikan
petunjuk ke jalan kebenaran dengan
ketulusannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar