Sabtu, 02 Januari 2016

KYAI-KYAI YANG DIKAGUMI MBAH MAEMOEN ZUBAIR

Sekitar 7-8 tahun yang lalu, saat haflah ahir sanah Pondok Pesantren Tarbiyatunnasyi’in Paculgoang Jombang, KH Maemoen Zubair disela-sela tausyiahnya menuturkan bahwa di bumi Nusantara ini ada beberapa ulama yang beliau kagumi, bukan semata-mata karena kealimannya, tetapi juga karena keunikanya. Diantaranya :

1. Kyai Ihsan bin Dahlan Jampes. Suatu saat beliau (Mbah Moen) di ajak abahnya (Mbah Zubair) silaturrahmi ke Jampes untuk tabarrukan & mengenal lebih dekat sosok Mbah Ihsan, melihat kitab Sirojuttolibin karangan beliau yang begitu mendunia dan begitu dikagumi banyak ulama-ulama Nusantara hingga mancanegara, tentulah beliau juga seorang kyai yang sangat mahir berbahasa Arab (berdialog arab), karena itu tanpa sungkan-sungkan Mbah Zubair langsung memulai perbincangan dengan berbahasa Arab, tetapi Mbah Ihsan selalu menyahutinya dengan bahasa Jawa, Nggeh, nggeh yai (ya, ya yai). Setelah lewat beberapa pembicaraan barulah Mbah Ihsan berkata :” Ngapunten yai, ngagem boso Jawi mawon, kulo niku saget maham kitab-kitab, nanging kulo mboten saget ngendikan boso Arab”. (Maaf yai, pakai bahasa jawa saja dialognya, saya itu bisa memaham kitab-kitab berbahasa Arab, tetapi saya tidak mahir berbahasa Arab).

Unik memang pengakuan beliau itu, sesuatu yang tidak lazim untuk seorang ulama yang punya karya sekaliber karya beliau, walau tidak menutup kemungkinan bahwa pengakuan itu semata hanyalah ungkapan tawadlu’ beliau.

Konon, Kyai Jazuli Ploso pun sempat keki & heran melihat apa yang ada pada diri mbah Ihsan ini, saat beliau berdua sama-sama mbalah kitab (memberikan pengajian dengan membacakan kitab tertentu) di masjidil haram. Kyai Jazuli yang disamping dikenal akan keluasan ilmunya, juga sangat fasih lisannya, uraian-uraian beliau yang luas & menarik serta mudah dipahami membuat orang tidak pernah bosan mendengarkan pengajiannya, tetapi meski demikian, yang mengikuti pengajian beliau selalu tidak sebanyak yang mengikuti pengajian Mbah Ihsan, padahal mbah Ihsan hanya membacanya saja dengan ma’na ala Jawa dan jarang sekali menguraikan atau menjabarkannya.

2 . Kyai Ahmad abu Fadlol Senori. Karya-karya beliau menunjukkan betapa luas perbendaharan kosakata bahasa arab beliau, (mbah moen menyebutnya sang kamus berjalan), susunan & untaian bahasanya yang indah menawan, ma’na yang mendalam, serta dzauq (intuisi) bahasa arabnya yang terasa kuat mengakar. Seakan beliau seperti ulama yang sudah puluhan tahun mengenyam pendidikan di timur tengah. Padahal, jangankan bermukim di negara arab, pergi haji saja beliau belum sempat, mondok pun hanya di Tebuireng Jombang, itupun juga tidak lebih dari 7 bulan.

Mendengar cerita mbah Moen bahwa Mbah Fadlol belum sempat menjalankan ibadah haji tentu semakin menambah keunikan beliau, mungkin karena beliau memang belum termasuk orang yang sudah berkewajiban menjalankan ibadah haji. Andai beliau menginginkannya, tentu masyarakat sekitar beliau atau orang-orang kaya yang mengenal beliau akan berebut membantunya. Tetapi beliau bukanlah tipe orang yang memaksakan menjalankan sebuah ibadah yang belum menjadi sebuah tuntutan dalam dirinya baik tuntutan wajib ataupun sunah, karena cara yang demikian itu tentu akan bisa mengurangi nilai keihlasan dalam menjalankannya.

Dalam sejarah ulama-ulama kita dahulu, ternyata ada yang lebih unik lagi ketimbang cerita itu, Al Qodli ibn Hani’ berkisah :

امامان ما اتفق لهما الحج، ابو اسحاق الشيرازي وقاضي القضاة ابو عبد الله الدامغان، اما ابو اسحاق فكان ففيرا، ولو اراده لحملوه على الاعناق، والاخرلو اراده لأمكنه على السندس والاستبرق.

(Ada dua Imam besar yg belum sempat menjalankan ibadah haji, yaitu imam Abu Ishaq as-Syiroziy & Qodli qudlot (gelar hakim tertinggi) Abu Abdillah Addamighoni. Imam Abu Ishaq lantaran pilihan hidup beliau sebagai orang miskin, andai beliau mau, pastilah penduduk kota Baghdad tempat beliau menetap akan berebut memberangkatkannya, Sedang Imam Abu Abdillah lantaran kesibukannya sebagai hakim tertinggi yang tidak memberinya kesempatan untuk menunaikannya).

Padahal Imam Abu Ishaq dalam kitab al MUHADZAB nya demikian luas & detail sekali penjabaran beliau terkait ritual ibadah haji yang jauh lebih lengkap dibanding buku-buku panduan haji milik KBIH manapun, bak seorang yang sudah puluhan kali menjalankan ibadah haji. Dalam menjelaskan tempat-tempat bersejarah di tanah haram pun demikian gamblang sekali, seakan beliau melihat langsung tempat-tempat itu dan memang begitulah adanya. Dalam kitab karomatul aulia disebutkan bahwa diantara karomah beliau, bisa melihat langsung masjidil haram dan ka’bahnya dari kediaman beliau di Baghdad.

Melihat kelebihan & keutamaan beliau-beliau semua, tidak menutup kemungkinan jika beliau-beliau sebenarnya sudah menunaikan ibadah haji meski tidak melalui cara-cara yang biasa ditempuh oleh manusia pada umumnya walau secara lahiriah mereka terlihat belum melakukannya, Atau paling tidak, beliau-beliau itu semua sudah dicatat oleh Alloh swt sebagai hamba-hamba yang sudah menjalankan ibadah haji yang jauh melebihi derajat orang-orang yang sudah berulang kali menjalankan ibadah haji sekalipun. Wallahu A’lam.

اعاد الله علينا من بركاتهم وكرامتهم واسرارهم وشفاعتهم في الدنيا والاخرة آمين.

Al-Faatihah

Sumber : Rohimul Abdi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar