Sabtu, 02 Januari 2016

KH AQIL SIRODJ CIREBON

KH. Aqil Sirodj adalah seorang kyai kharismatik dari Kempek Cirebon yang diyakini sebagai waliyullah. Dia memiliki pribadi yang kuat dalam memegang prinsip. Waktunya tidak segan-segan dihabiskannya untuk melayani umat. Mulai dari kaum santri, petani, pedagang hingga para pejabat, datang untuk mengharapkan barokahnya.
KH. Aqil Sirodj dilahirkan di Cirebon pada tahun 1920. Beliau putera dari seorang ulama besar yang juga diyakini sebagai waliyullah. Kyai Sirodj, yang silsilah keturunannya sampai ke Sunan Gunungjati hingga bersambung kepada Rasulullah SAW. Sebagaimana para kyai lainnya, masa kecil Kyai Aqil tidak lepas dari pengawasan sang ayah. Hari-harinya dihabiskan untuk belajar di lingkungan pesantren terutama di pesantren Kempek Cirebon sampai menginjak usia remaja. Beberapa tahun kemudian, dahaga batinnya menguatkan hati Aqil muda untuk meneruskan belajar ke pesantren yang diasuh KH. Bisri Mustafa, Rembang. Kemudian, beliau meneruskan nyantri ke Pesantren Lirboyo asuhan KH. Abdul Karim Kediri. Bulan Ramadhan pun dimanfaatkan Aqil muda untuk belajar agama hingga mempertemukannya dengan Hadhratussyeikh KH. Hasyim Asy’ari di Pesantren Tebuireng.
Setelah menjadi kyai, Kyai Aqil tidak segan keluar masuk dari satu kampung ke kampung yang lain, berjalan beriringan, duduk sejajar, hanya untuk memenuhi permintaan masyarakat. Tak pelak, perhatiaannya yang istimewa terhadap masyarakat ini membuat namanya harum dikenang, idak hanya di Cirebon, melainkan juga di Brebes, Indramayu, Majalengka dan wilayah sekitarnya.
Salah seorang kiyai kampung dari Cirebon, KH. Aqil Siroj yang wafat tahun 90-an. Kiyai kecil yang menjadi pendiri Pondok Pesantren Kempek itu dikarunia 5 orang anak, semuanya laki-laki. Berkat kegigihannya dalam mendidik dan merawat anak, kelima anaknya itu berhasil menjadi panutan di tengah-tengah umat. Mereka adalah:
KH. Ja’far yang sekarang menjadi pengasuh di Pondok Pesantren Kempek, wafat tahun 2014
2. KH. Musthafa Aqil salah satu Katib PBNU yang menjadi menantunya KH. Maimoen Zuber,
3. KH. Ahsin yang cacat sejak kecil sehingga hanya belajar kepada ayahnya namun mampu untuk mengajar kitab Fathul Qarib, Imrithi dll. kepada para santrinya,
4. KH. Ni’am S1 keluaran al-Azhar, dan
5. Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj Ketua Umum PBNU.
Suatu hari Kiyai Aqil hendak membelikan perhiasan emas untuk istrinya. Hidupnya yang teramat sederhana, bahkan menurut keterangan KH. Said Aqil Siradj, beli rokok pun tak mampu, maka suatu keistimewaan bagi beliau bisa membelikan emas untuk istri tercintanya. Dulu setelah Kiai Aqil memanen kacang hijau, pergilah ia ke pasar di Cirebon. Zaman dulu yang namanya mobil transportasi itu sangat jarang dan hanya ada pada jam-jam tertentu. Setelah kacang hijau hasil panenannya dijual dan mendapatkan sejumlah uang yang cukup untuk dibelikan emas, pergilah ia ke toko emas. Akhirnya dibelilah emas itu dan siap-siap untuk dibawa pulang.
Ia harus menaiki becak terlebih dahulu sebelum akhirnya naik mobil angkutan umum agar bisa sampai ke kediamannya di Kempek. Begitu mobil melintas di depannya, langsung saja beliau segera turun dari becak. Tidak mau ketinggalan kesempatan, karena untuk bisa menaiki mobil angkot perlu berjam-jam lamanya.
Sampailah Kiyai Aqil Siroj di Kempek. Begitu masuk ke dalam rumah, istrinya yang menunggu sedari tadi langsung bertanya: “Bah, mana emas yang Abah beli dari pasar tadi?”
Dengan tenang sang suami menjawab: “Lupa Mi. Tadi sewaktu Abah naik becak keburu mobil datang, Abah khawatir ketinggalan mobil. Emas itu ya tidak terpikirkan dan ketinggalan di becak. Ya sudah Mi memang belum rizki kita.”
Dikisahkan, menjelang wafatnya, Kyai Aqil seakan telah mengetahui masa-masa akhir hayatnya. Ketika beliau sakit, beliau dibawa ke rumah sakit oleh keluarganya. Beberapa hari beliau tinggal di rumah sakit, namun belum ada tanda-tanda akan sembuh. Minggu malam, pihak rumah sakit dan keluarga dikejutkan dengan kehendak Kyai Aqil yang memaksa diri untuk pulang. Pada hari Senin, pihak rumah sakit kebingungan, karena Kyai Aqil sudah tidak ada di rumah sakit. Beliau ternyata pulang ke rumah tanpa pamit melalui sebuah karomah luar biasa yaitu menghilang dan seketika sudah ada di kamar pribadinya. Tidak ada yang mengetahui misteri apa dibalik kekerasan hati Kyai Aqil tersebut.
Diceritakan, pada hari Minggu itu Kyai Aqil sudah ditemui oleh Malaikat Izrail, sang malaikat pencabut nyawa.
“Engkau Aqil?” tanya malaikat Izrail.
“Ya, saya Aqil.” jawab Kyai Aqil.
Setelah bertanya demikian, malaikat itu pun menghilang.
Itulah sebabnya beliau bersikeras untuk segera pulang dari rumah sakit. Jika ajal sudah di ambang pintu, buat apa berada di rumah sakit?
Memasuki hari Rabu, Kyai Aqil tidak sabar menunggu bertemu dengan malaikat yang telah menemuinya di rumah sakit itu. Sehabis salat fardhu, dengan tersenyum beliau meninggalkan dunia fana ini menuju ke alam baka.
Lahu Al-Faatihah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar