Sabtu, 02 Januari 2016

KH Tubagus Ahmad Bakri

KH Tubagus (Tb) Ahmad Bakri, lebih dikenal dengan sebutan Mama Sempur. Mama merupakan istilah bahasa sunda yang berasal dari kata rama artinya Bapak. Di kalangan masyarakat Jawa Barat, kata Mama ini biasanya disematkan kepada Ajengan atau Kiai sehingga sebutannya menjadi Mama Ajengan atau Mama Kiai. Sementara Sempur adalah sebuah Desa yang ada di Kecamatan Plered, Purwakarta, Jawa Barat.

Mama Sempur lahir di Citeko, Plered, Purwakarta, Jawa Barat pada tahun 1259 H atau bertepatan dengan tahun 1839 M, ia merupakan putera pertama dari pasangan KH Tubagus Sayida dan Umi, selain KH Tubagus Ahmad Bakri dari pasangan ini juga lahir Tb Amir dan Ibu Habib.

Keturunan Rasulullah saw

Dari jalur ayahnya, silsilah KH. Tubagus Ahmad Bakri sampai kepada Rasulullah saw sebagaimana dapat dilihat dalam karyanya yang berjudul Tanbihul Muftarin (h. 22), sebagaimana berikut KH. Tb. Ahmad Bakri bin KH. Tb. Saida bin KH. Tb. Hasan Arsyad Pandeglang bin Maulana Muhammad Mukhtar Pandeglang bin Sultan Ageng Tirtayasa (Abul Fath Abdul Fattah) bin Sultan Abul Ma’ali Ahmad Kenari bin Sultan Abdul Mafakhir Mahmud Abdul Qodir Kenari bin Maulana Muhammad Ing Sabda Kingking bin Sultan Maulana Yusufbin Sultan Maulana Hasanudin bin Sultan Maulana Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) bin Sultan Syarif Abdullah bin Sultan Maulana Ali Nurul Alam bin Maulana Jamaluddin al-Akbar bin Maulana Ahmad Syah Jalal bin Maulana Abdullah Khon Syah bin Sultan Abdul Malik bin ‘Alwi bin Muhammad Shohib Mirbath bin  Ali Kholi’ Qosam bin ‘Alwi bin Muhammad bin ‘Alwi bin Sayyidina Ubaidillah bin Imam al-Muhajir ila Allah Ahmad bin ‘Isa an-Naqib bin Muhammad an-Naqib bin ‘Ali al-‘Aridl bin Imam Ja’far ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Imam ‘Ali Zainal ‘Abidin bin Sayyidina wa Maulana Husain bin Saidatina Fatimah az-Zahra binti Rosulillah SAW.

Ayah KH Tubagus Sayida yang juga kakeknya KH Tubagus Ahmad Bakri adalah KH. Tubagus Arsyad, ia seorang Qadi Kerajaan  Banten, namun KH Tubagus Sayida nampaknya tidak berminat untuk menjadi Qadi Kerajaan Banten menggantikan posisi ayahnya dan dengan berbagai pertimbangan akhirnya ia memutuskan untuk meninggalkan Banten.

Perjalanan KH. Tubagus Arsyad dari Banten membawanya sampai di daerah Citeko, Plered, Purwakarta, di tempat inilah Tubagus Sayida bertemu dan menikah dengan Umi, dan di daerah ini pula seorang bayi yang diberi nama Ahmad Bakri dilahirkan, Ahmad Bakri muda mendapatkan pendidikan agama dari keluarga, untuk menambah wawasan dan ilmu keislaman, ia belajar di berbagai Pondok Pesantren yang ada di Jawa dan Madura, sebelum berangkat, KH. Tb. Sayida berpesan kepada Ahmad Bakri agar jangan berangkat ke Banten apalagi menelusuri silsilahnya, ia baru diperbolehkan melakukan hal tersebut ketika masa studinya di pesantren selesai.

Tidak puas belajar di Jawa dan Madura membuat KH. Tubagus Ahmad Bakri bertekad berangkat ke pusat studi Islam, yaitu Mekkah, disana ia belajar kepada ulama-ulama nusantara, setelah dianggap cukup dan berniat menyebarkan agama Islam ia kemudian pulang ke Purwakarta dan pada tahun 1911 M, ia memutuskan untuk mendirikan pesantren di daerah Sempur dengan nama Pesantren As-Salafiyyah.

Beberapa santri KH Tubagus Ahmad Bakri yang menjadi ulama terkemuka diantaranya KH. Abuya Dimyati Banten, KH Raden Ma’mun Nawawi Bekasi, KH Raden Muhammad Syafi’i atau dikenal dengan Mama Cijerah Bandung, KH Ahmad Syuja’i atau Mama Cijengkol, KH Izzuddin atau Mama Cipulus Purwakarta.

Di pesantren ini pula KH. Tubagus Ahmad Bakri banyak menuangkan pemikirannya dalam berbagai kitab yang ia tulis, dan selama hidupnya KH Tubagus Ahmad Bakri diabdikan hanya untuk mengaji atau thalab ilm, dan thalab ilmu inilah yang menjadi jalannya untuk mendekatkan diri kepada Allah (tarekat), maka tarekat yang ia pegang adalah Tarekat Ngaji, sebagaimana ia ungkapkan dalam karyanya yang berjudul Futuhatut Taubah Fi Shidqi Tawajuhit Tarekat pada (h. 47-49) sebagaimana berikut:

Ari anu pang afdol2na tarekat dina zaman ayeuna, jeung ari leuwih deukeut2na tarekat dina wushul ka Allah Ta`ala eta nyatea tholab ilmi, sarta bener jeung ikhlash.

(Tarekat yang paling afdol zaman sekarang dan tarekat yang paling dekat dengan `wushul` kepada Allah adalah thalab ilmi serta benar dan ikhlash)

Pernyataan KH Tubagus Ahmad Bakri ini dikutip dari jawaban seorang Mufti Syafi`i yaitu Syaikh Muhammad Sayyid Babashil yang mendapat pertanyaan seputar tarekat dari Syaikh Ahmad Khatib. Dialog kedua ulama tersebut dikutip oleh Mama Sempur dalam dalam Kitab Idzharu Zughlil Kadzibin halaman 61.

Menurut salah seorang cucu KH. Tubagus Ahmad Bakri, yaitu KH. Tubagus Zein, KH. Tubagus Ahmad Bakri pernah mengecam terhadap penganut tarekat, karena sebagian dari mereka ada yang meninggalkan syariat dan menurut KH. Tubagus Zain, kecaman ini lebih kepada melindungi masyarakat agar tetap bisa menyeimbangkan antara syariat dan hakikat.

Namun demikian, dalam kitab Futuhatut Taubah Fi Shidqi Tawajuhit Tarekat (h. 32) seraya mengutip pernyataannya Syaikh Muhammad Amin Asyafi`i Annaqsyabandi, KH. Tubagus Ahmad Bakri menyatakan bahwa hukum masuk dalam salah satu tarekat mu`tabarah bagi setiap muslim laki-laki maupun perempuan yang sudah mukallaf adalah fardlu`ain. Sehingga menurut salah satu riwayat KH Tubagus Ahmad Bakri pun tetap menganut tarekat mu`tabarah. Adapun tarekat yang dianutnya adalah Tarekat Qadiriyyah wan Naqsyabandiyah (TQN).

Sementara mengenai Tarekat Ngaji ini, bisa dilihat dari aktifitas dan kesibukan KH. Tubagus Ahmad Bakri sehari-hari, sebagaimana disampaikan oleh salah seorang muridnya, KH Mu`tamad. Menurut Pengasuh Pesantren Annur Subang ini, setiap pukul empat pagi, KH. Tubagus Ahmad Bakri sudah bersila dan berdzikir di dalam masjid, kemudian dilanjutkan dengan mendirikan shalat subuh berjamaah, selepas wiridan dan shalat berjamaah selesai, ia tetap bersila sampai waktu dluha tiba, kemudian melaksanakan shalat dluha dan dilanjutkan kembali dengan mengajar ngaji santri sampai pukul 11.00 WIB.

Usai mengajar ngaji santri, jadwal pengajian selanjutnya adalah mengajar ngaji kiai-kiai sekitar kampung dan dilanjutkan dengan shalat Dhuhur berjamaah. Kemudian ia pulang ke rumah dan istirahat. Namun ia tak pernah bisa istirahat sepenuhnya, karena sudah ditunggu para tamu, sampai waktu ashar.

Selepas shalat Ashar, KH. Tubagus Ahmad Bakri kembali mengaji bersama para santri hingga menjelang maghrib. Selepas maghrib, istirahat sejenak dan shalat Isya, setelah shalat isya, ia kembali mengajar sampai pukul 23.00 WIB. Bahkan menurut satu riwayat, kebiasaan KH. Tubagus Ahmad Bakri yang pernah diketahui oleh santrinya adalah ia tidak pernah batal wudhu sejak isya sampai subuh dan tidak pernah terlihat makan.

Beguru Kepada Ulama Nusantara dan Mekkah

Keluarga KH. Tubagus Ahmad Bakri adalah keluarga yang taat beragama, ayahnya pun merupakan salah satu ulama kharismatik, sehingga pendidikan agama KH. Tubagus Ahmad Bakri di usia dini diperoleh melalui ayahnya. Adapun Ilmu-ilmu yang dipelajari oleh KH. Tubagus Ahmad Bakri meliputi Ilmu tauhid, Fiqih, Nahwu, Sharaf, Hadits dan Tafsir.

Menurut salah seorang cucunya, setelah ilmu dasar agama dianggap cukup, Mama Sempur memutuskan untuk menimba ilmu ke pesantren yang ada di Jawa dan Madura, beberapa ulama yang pernah ia timba ilmunya adalah Sayyid Utsman bin Aqil bin Yahya Betawi, Syaikh Soleh Darat bin Umar Semarang, Syaikh Ma’sum bin Ali, Syaikh Soleh Benda Cirebon, Syaikh Syaubari, Syaikh Ma’sum bin Salim Semarang, Raden Haji Muhammad Roji Ghoyam Tasikmalaya, Raden Muhammad Mukhtar Bogor, Syaikh Maulana Kholil Bangkalan Madura bahkan di Syaikh Maulana Kholil inilah beliau mulai futuh (terbuka pemikirannya) terhadap ilmu pengetahuan agama Islam.

Pengembaraan di dunia intelektual tidak membuat Mama Sempur merasa puas. Untuk itu akhirnya ia memutuskan untuk berangkat menuntut ilmu ke Mekkah. Dalam kitab Idlah al-Karatoniyyah Fi Ma Yata’allaqu Bidlalati al-Wahhabiyyah (h. 27), Mama Sempur menyebutkan guru-gurunya sebagaimana berikut: Syaikh Nawawi Al-Bantani, Syaikh Ahmad Zaini Dahlan, Syaikh Mahfudz Termas, Syaikh Said Babshil, Syaikh Umar bin Muhammad Bajunaid, Sayyid Abdul Karim ad-Dighistani, Syaikh Soleh al-Kaman Mufti Hanafi, Syaikh Ali Kamal al-Hanafi, Syaikh Jamal al-Maliki, Syaikh Ali Husain al-Maliki, Sayyid Hamid Qadli Jiddah, Tuan Syaikh Ahmad Khatib, Syaikh Said al-Yamani, Syaikh Mukhtar bin Athorid dan Syaikh Muhammad Marzuk al-Bantani.

Ajaran-ajaran Beliau

Demikanlah, KH Tubagus Ahmad Bakri mendalami pengetahuan agamanya dengan berguru kepada ulama Nusantara yang begitu terkenal. Dan masih banyak lagi Ulama yang beliau timba ilmunya. Dalam keyakinan pelajar Jawa, bahwa mereka akan dianggap menyempurnakan pelajaran apabila mendapat bimbingan terakhir dari ulama kenamaan kelahiran Jawa (Zamahsyari, 1981).

Setelah pulang ke tanah air, Kiai Ahmad Bakri mendirikan sebuah pesantren di Darangdang, Desa Sempur, Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta, Pesantren ini dinilai sebagai pesantren tertua di daerah tersebut. Demikianlah untuk selanjutnya ia mengelola pondok pesantren dan menjadi guru penyebar Tarekat Naqsabandiyah di daerah tersebut. Pemikirannya Untuk mengungkap pemikirannya kita dapat melacak sejumlah catatan kecil yang ditulisnya, ceramah-ceramah serta kandungan kitab yang ditulisnya.

Dalam Cempaka Dilaga, misalnya, KH Ahmad Bakri menjelaskan beberapa prinsip hidup yang harus dilakoni oleh umat Islam. Yaitu keharusan berbuat baik terhadap tetangga agar kita dapat hidup di dunia dengan aman, terutama aman dalam ibadah dan mengabdi kepada Allah. Di bagian lain kitab ini, ia berpendapat bahwa seorang muslim hendaknya patuh dan menaati pemerintah, bahkan terhadap pemerintah yang lalim sekalipun, selama pemerintah tidak memerintahkan rakyatnya untuk menyalahi perintah Allah atau melarang untuk berbakti kepada Allah SWT.

Selain itu, KH. Ahmad Bakri menjelaskan bahwa dalam mengambil keputusan, seorang muslim hendaknya pada prinsip-prinsip Ushul Fikih. Misalnya ketika seseorang dihadapkan pada dua pilihan yang tidak dapat dihindari, maka menurutnya orang tersebut hendaknya memilih perbuatan yang paling sedikit mudaratnya (akhaf al-dlaruryn). Ia juga menganjurkan agar seseorang mendahulukan untuk menolak mafsadat daripada melakukan pekerjaan yang mendatangkan manfaat. Menurutnya, menghindari mafsadah lebih utama ketimbangmencari manfaat.

KH Ahmad Bakri juga memperbincangkan perilaku manusia yang sangat mendasar, yaitu makan. Menurutnya, makan merupakan kewajiban, dan oleh karenanya makan termasuk bagian dari ajaran agama Islam. Karena makan merupakan salah sendi yang dapat menguatkan manusia dalam melaksanakan ibadah kepada Allah SWT, dan melakukan perintah-perintah-Nya. Lebih lanjut KH Ahmad Bakri menjelaskan bahwa seseorang sejatinya mengetahui etika makan. Dengan demikian, seseorang dapat mencapai manfaat makan sehingga makan dapat dinilai sebagai ibadah.

Masa Berjuang

Kemasyuran nama KH. Tb. Ahmad Bakri Sempur merupakan sebuah gambaran akan kebesaran dan keleluasaan ilmu yang dimiliki oleh penyiar islam ini. Melihat kebesaran namanya, penyiar yang akrab disapa Mama Sempur ini masih memiliki garis keturunan dari Keraton Banten, dengan mengambil garis KH. Tb. Arsyad dari keraton Banten.

Mama Sempur, semasa hidupnya dikenal sebagai seorang penyiar yang memiliki wawasan luas dengan ketinggian ilmunya menyebar hingga pelosok tanah jawa. Mama Sempur adalah nama yang sudah sangat melekat dan dikenal di kalangan masyarakat Purwakarta.

Hingga saat ini nama Mama Sempur masih sangat dihormati sebagai guru yang berpengaruh dalam dunia pesantren. Bahkan di tatar Jawa Barat, ia telah menjadi salah satu mata rantai penghubung keilmuan salaf untuk dekade ini. Pondok pesantren Salafiyah yang berada di Desa Sempur, Kecamatan Plered yang lokasinya menjorok beberapa meter dari jalan raya sempur menjadikan pesantren tersebut dizamannya menjadi tempat yang sangat strategis.

Pondok tersebut dahulu kerap dijadikan tempat rapat-rapat ketika akan melawan musuh seperti Belanda. Para pejuang islam tadkala merasa aman bila berada di pondok itu. Apalagi dengan letaknya yang agak tersembunyi sehingga luput dari perhatian Belanda.

KH. Ahmad Bakri termasuk ulama yang tidak sepakat dengan ajaran Wahabi yang berkembang di Mekah. Bahkan ia menilai bahwa Muhammad Abdul Wahab, pendiri Wahabi, adalah musuh Rasulullah Saw. Ketidaksepakatan terhadap ajaran tersebut dituangkannya dalarn sebuah bukunya yang berjudul Idhah al-Kardtiniyah fi Ma Yata’allaqubi Dhalat al-Wahabiyah. Selain itu, Ahmad Bakri juga menyinggung persoalan pendidikan. Sebagaimana di ketahui, ia hidup pada masa peperangan dan pada saat itu banyak orang yang ikut berperang melawan penjajah. Disinilah ia menangkap realitas di mana pendidikan begitu terabaikan. Menyikapi kenyataan ini, ia menyatakan perlunya sebagian orang untuk tetap memperhatikan pendidikan dan tidak ikut berperang. Untuk mengukuhkan pendapatnya, ia mengutip ayat al-Qur’an, khususnya surat At-Taubah ayat 22.

Meskipun Ahmad Bakri tidak terlibat langsung dalam kancah politik, namun pandangangan-pandangan dan pilihan politiknya diikuti oleh masyarakat setempat. Ia bukanlah tipe propagandis yang kerap memaksakan pendapatnya kepada orang lain. Alih-alih memaksakan keinginannya, malah ia memberikan kebebasan kepada para santrinya untuk menentukan sikap politiknya. Demikianlah gambaran singkat tentang sosok yang relatif moderat dalam menyikapi persoalan. Hanyalah sosok yang matang secara intelektual dan emosional-lah yang mampu menampilkan sikap moderat. Dan KH. Tubagus Ahmad Bakir-lah yang memiliki kematangan intelektual dan emosional sekaligus. Beliau meninggal pada malam Senin, 1 Desember 1975 M bertepatan dengan tanggal 27 Dzu al-Qa’dah 1395 H.

Karya-karya Beliau

KH Tubagus Ahmad Bakri atau lebih dikenal dengan sebutan Mama Sempur bisa dikatakan cukup produkif dalam menulis kitab, dari tangannya telah lahir lebih dari 50 judul kitab yang berserakan di berbagai tempat.

Dari puluhan kitab tersebut kami hanya berhasil menemukan 18 judul kitab saja. Sebagaimana umumnya ulama nusantara, kitab-kitab karya Mama Sempur ini ditulis emnggunakan aksara pegon. dari beberapa kitab ini ada yang saling terkait dalam arti bahwa ada beberapa pemikiran-pemikiran KH. Tubagus Ahmad Bakri yang terdapat di satu kitab, namun terdapat juga di kitab lainnya, adapun kitab-kitab tersebut

1. Cempaka Dilaga

Judul lengkapnya adalah Cempaka Dilaga; Mertelakeun Perihal Wajib Usaha, Dari 18 kitab yang didapatkan penulis, Cempaka Dilaga ini merupakan satu-satunya kitab yang judulnya menggunakan bahasa Sunda, kitab ini membahas tentang bisnis dan etos kerja dalam pandangan Islam, proses penulisan kitab yang berjumlah 24 halaman ini dilakukan oleh KH. Tubagus Ahmad Bakri pada tahun 1378 H dan jika dikonversi ke dalam tahun Masehi Senin 8 Dzulhijah 1378 H diperkirakan berbarengan dengan tanggal 15 Juni 1959 M.

2. Kitab Maslakul Abror

Judul lengkap kitab ini adalah Kitab Muslakul Abror tarjamat nadzam `iqdud dar, kitab yang mempunyai ketebalan 11 halaman ini merupakan terjemahan dari kitab iqdarud duror, terdiri dari enam pasal yang berisi kumpulan nadzaman berbahasa Sunda dan materi pembahasannya tentang tauhid, dalam kitab ini KH. Tubagus Ahmad Bakri tidak menyebutkan tempat dan waktu penulisan kitab.

3. Futuhatut Taubah Fi Shidqi Tawajuhit Thariqah

Kitab ini menjelaskan tentang tasawuf yang dispesifikan dalam thariqah, dalam kitab yang mempunyai ketebalan 53 halaman ini membahas seputar dunia thariqah seperti syarat menjadi guru thariqah (mursyid), kewajiban menjalankan syariat, kecaman terhadap penganut thariqah yang meninggalkan syariat dan lain sebagainya. Kitab ini selesai ditulis pada bulan Shafar tahun 1358 atau diperkirakan bertepatan dengan bulan April 1939.

4. Fawaid al-Mubtadi

Menjelaskan tentang materi pengajaran yang wajib dajarkan oleh orang tua terhadap anak-anaknya, dalam kitab ini juga dibahas tentang faidah (kegunaan) mencari ilmu yang bermanfaat dan juga tata cara mencari ilmu yang bermanfaat. Kitab yang tebalnya 49 halaman ini selesai ditulis pada hari rabu tanggal 25 Ramadhan 1371 H atau bersamaan dengan tanggal 18 Juni 1952.

5. Maslahat al-Islamiyyah Fi Ahkami at-Tauhiddiyyah

Judul lengkap kitab yang terdri dari lima pasal ini adalah Maslahat al-Islamiyyah Fi Ahkami at-Tauhiddiyyah, menjelaskan tentang konsep tauhid yang ada dalam ajaran agama Islam. Kitab yang mempunyai ketebalan 36 halaman ini selesai ditulis pada tanggal 1 Muharram 1373 H atau berbarengan dengan tanggal 10 September 1953.

6. Ishlah al-Balid Fi Tarjamati Qaul al-Mufid

Kitab yang tebalnya 15 halaman ini merupakan kitab terjemah dari kitab Qaul al-Mufid, materi pembahasan dalam kitab ini adalah seputar dunia tasawuf yang tetap mengedepankan syariat. Kitab ini selesai ditulis pada hari Ahad bulan Shafar tahun 1372 H atau berbarengan dengan bulan Oktober 1953.

7. Risalah al-Waladiyyah

Kitab ini merupakan kitab nadzaman karya KH. Tubagus Ahmad Bakri berupa terjemah dari kitab al-Kharidah al-Bahiyyah  karangan Syaikh Ahmad Dardir. Kitab ini yang membahas tentang tauhid ini mempunyai ketebalan 15 halaman dan selesai ditulis pada tanggal 3 bulan Rabiul Awwal 1357 H atau berbarengan dengan tanggal 4 Mei 1938.

8. Maslak al-Hal

Kitab ini menjelaskan tentang mu`amalah antar manusia seperti bekerja, walimah, akhlak dan sebagainya, kitab yang tebalnya 24 halaman ini mempunyai beberapa kesamaan dengan kitab Cempaka Dilaga. Mama Dalam kitab yang terdiri dari tujuh pasal ini tidak ditemukan tempat dan tanggal penulisan kitab.

9. Tanbihul Ikhwan

Kitab ini merupakan kritik atas pemikiran Jamaludin Al-Afghani, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridlo yang berpendapat bahwa pintu ijtihad dibuka selebar-lebarnya, dalam kitab yang terdiri dari 8 pasal ini KH. Tubagus Ahmad Bakri membahas tentang konsep ijtihad yang menurutnya tidak semudah yang dinyatakan oleh ketiga pemikir itu, selain itu juga tidak sembarangan dilakukan oleh seorang muslim karena ada syarat-syaratnya yang harus dipenuhi oleh seorang mujtahid sepereti memahami ilmu nahwu, sharaf, bayan, badi`, faham semua ilmu syariat dan sebagainya, sebaliknya bagi muslim yang belum memenuhi syarat-syarat ijtihad tersebut maka mereka diwajibkan untuk bertaqlid kepada ulama, dalam kitab yang berjumlah 32 halaman ini KH. Tubagus Ahmad Bakri tidak mencantumkan tanggal atau pun tahun penulisan kitab
10. Roihatul Wardiyah

Kitab ini membahas tentang adabul basyariyah, yaitu tata krama yang mesti dilakukan oleh manusia khususnya umat Islam yaitu dengan kebaikan hatinya, kebaikan pekerjaannya dan kebaikan perangainya serta menjalani peraturan yang sudah ditentukan oleh agama dan adat kebiasaan sebuah negeri, salah satu poin yang ada dalam kitab yang berjumlah 21 halaman ini dinyatakan bahwa jika perbuatan baik ini bisa dilakukan maka akan menghasilkan kebaikan untuk dirinya sendiri  serta dijauhkan dari segala kejahatan. KH. Tubagus Ahmad Bakri berhasil  menyelesaikan kitab yang terdiri dari 13 pasal ini pada tanggal 26 Romadlan 1347 H H dan jika dikonversi ke tanggal masehi diperkirakan berbarengan dengan tanggal 8 Maret 1929.

11. Tanbihul Muftarin

Judul lengkap kitab ini adalah Tanbihul Ikhwan Fir Roddi `Ala Mazhabid Dlalalah wat Tufyan. Kitab ini membahas tentang larangan untuk mencela kepada dua orang sahabat Nabi yaitu Muawiyah dan Ali bin Abi Thalib karena kedua orang ini adalah orang mulia di sisi Rasulullah, selain itu dalam kitab yang terdiri dari 8 pasal dan berjumlah 31 halaman ini juga dibahas tentang tentang akhlakul karimah seperti anjuran untuk segera membayar hutang agar hutangnya tidak menggunung, memilih wanita shalihah untuk dijadikan sebagai istri, kefardluan mencari ilmu yang manfaat terlebih bagi keturunan Rasulullah dan lain sebagainya. Kitab ini selesai ditulis oleh KH. Tubagus Ahmad Bakri pada hari selasa tanggal 15 Ramadlan 1349 atau berbarengan dengan tanggal 3 Februari 1931.

12. Nashaihul awam

Judul lengkap kitab ini adalah Nashaihul awam fii tafqiqil Islam, kitab ini terdiri dari 19 pasal dan 34 halaman yang isinya merupakan ajaran-ajaran agama Islam yang dikutip oleh KH. Tubagus Ahmad Bakri dari Alquran, hadits dan pendapat para ulama diantaranya adalah bahwa pokok ajaran islam adalah saling menasehati dalam kebaikan tujuannya adalah agar kelak umat islam menjadi husnul selain itu KH. Tubagus Ahmad Bakri juga menyampaikan tentang tidak layaknya membangun masjid di tempat yang populasinya tidak pernah melaksanakan sholat, anjuran untuku segera bertaubat dan seterusnya. Kitab ini selesai ditulis oleh KH. Tubagus Ahmad Bakri pada malam Jum`at tanggal 21 Dzilhijjah 1352 atau bertepatan dengan tanggal 6 April 1934.

13. Risalatul Muslihat

Judul lengkap kitab ini adalah Risalatul Muslihat fi bayani fardlil maakulat wal masnunat wal makruhat wal muharromat, sesuai dengan judulnya, kitab ini membahas hukum fiqh yang difokuskan kepada makan, sebagaimana layaknya fiqh yang mempunyai sifat relatif dan dinamis, KH. Tubagus Ahmad Bakri membahas tentang relatifitas hukum makan, yakni makan dalam keadaan wajib, sunat, makruh, dan juga haram. Kitab yang berjumlah 17 halaman ini diselesaikan oleh KH. Tubagus Ahmad Bakri pada hari Ahad tanggal 30 Jumadil Awal 1353 atau bertepatan dengan tanggal 9 September 1934 M.

14. Tabshiratul Ikhwan

Judul lengkap kitab ini adalah Tabshiratul Ikhwan Fii Bayani Tasywiqil Khallan, dan dari 17 kitab yang didapatkan kitab ini yang paling tebal jumlah halamannya yakni terdiri dari 7 pasal dan 82 halaman, pembahasan kitab ini tentang seputar aqidah dan sufisme, diantara pelajaran yang disampaikan KH. Tubagus Ahmad Bakri dalam kitab ini adalah ungkapan yang ia kutip dari Syaikh Abdul Qadir Jailani dalam kitab Fathu Robbani mengatakan bahwa perang ada dua macam, yaitu perang dzahir dan perang batin, perang dzahir adalah memberantas kaum kafir yang membenci Allah dan Rasul-Nya dengan mengangkat senjata pedang, panah dan lainnya, sementara perang batin adalah memerangi nafsu, syahwat dan tabi`at buruk yang melenceng dari aturan agama, serta memerangi godaan syaitan, dan dari kedua perang ini yang paling berat adalah perang batin. KH. Tubagus Ahmad Bakri menyelesaikan kitab ini pada hari Ahad tanggal 3 Ramadlan 1352 atau diperkirakan bertepatan dengan tanggal 20 Desember 1933 M.

15. Ihyaul Mayyit

Judul lengkap kitab ini adalah Ihyaul Mayit Fi Bayani Fadhli Ahli Bait, terdiri dar terdiri dari 8 pasal dan 37 halaman, sesuai dengan judulnya, kitab ini membahas tentang keutamaan keturunan Rasulullah, Saw., sehingga umat islam semestinya memulyakan mereka, namun demikian, jika ada keturunan Rasulullah yang melenceng dari ajaran agama Islam maka wajib untuk segera diluruskan karena tidak pantas jika ada keturunan Rasulullah atau ahli bait yang akhlaknya tidak sesuai dengan Rasulullah. Kitab ini diselesaikan oleh KH. Tubagus Ahmad Bakri pada hari Rabu tanggal 11 Shafar 1346 atau bertepatan dengan tanggal 14 Mei 1935.

16. Saif adl-Dlarib

Kitab yang terdiri dari delapan pasal ini menjelaskan tentang tanda-tanda datangnya hari kiamat, baik itu kiamat Shugra maupun kiamat Kubra, kitab yang mempunyai ketebalan 30 halaman ini juga menceritakan tentang ramalan Syaikh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati tentang delapan tanda akan datangnya hari kiyamat, yaitu (1) cuaca atau musim hujan dan musim kemarau sudah tidak bisa diprediksi, (2) banyaknya perpecahan antar manusia disertai meninggalkan syariat agama, (3) berusaha mengurangi kelahiran manusia dan banyak perselingkuhan, (4) menjual ilmu dengan dunia dan pegawai negara mudah disogok (gratifikasi), (5) dibuatkan gedung mewah untuk prostitusi dan perjuadian serta orang gila dijadikan tempat `bertanya` dan orang berilmu malah disingkirkan, (6) Meletusnya perang dunia antara Timur dan Barat Selatan, namun akhirnya tidak ada yang menjadi pemenang, (7) Masyarakat tidak taat hukum sehingga tatanan masyarakat menjadi kacau dan (8) masyarakat meninggalkan ajaran agama dan hanya mengedepankan nafsunya saja. Kitab ini selesai ditulis pada hari ahad Rabi`utsani 1341 H atau berbarengan dengan bulan Desember 1922 M.

17. Manhajul Ibad Fi Bayani Daf`il Fasad

Kitab yang terdiri dari 8 pasal dan 22 halaman ini membahas tentang faidah dan keutamaan-keutamaan yang mesti dilakukan oleh umat Islam, diantaranya adalah faidah ziarah qubur kepada makam para nabi, para wali dan orang tua, menurut KH. Tubagus Ahmad Bakri anjuran ziarah qubur sudah ada dalam Alquran dan hadits serta ulama 4 mazhab, seraya mengutip pendapat Syaikh Sayyid Alwi KH. Tubagus Ahmad Bakri mengungkapkan bahwa ziarah ke makam orang tua sangat dianjurkan bahkan hal itu diumpamakan seperti melaksanakan ibadah haji, selain itu KH. Tubagus Ahmad Bakri pun membahas tentang larangan ta`ashub, yaitu sulit menerima kebenaran agama padahal sudah diberikan dalil-dalil tentang kebenaranna. Dalam kitab ini KH. Tubagus Ahmad Bakri tidak mencatat tanggal penulisan kitab. KH. Tubagus Ahmad Bakri tidak meninggalkan catatan tanggal dan tahun pembuatan kitab ini.

18. Idlahul Karatoniyah

Judul lengkap kitab ini adalah Idlahul Karatoniyah Fima Yata`allaqu bid Dlalaltil Wahabiyah, sesuai dengan judulnya, kitab yang terdiri dari 8 pasal dengan tebal 47 halaman ini membahas tentang pemikiran-pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab dan aliran Wahabi yang dianggap melenceng dari ajaran Islam, dalam kitab ini KH. Tubagus Ahmad Bakri mengutip dari beberapa kitab yang mempunyai kecenderungan untuk menyatakan bahwa Wahabi telah melenceng dari ajaran Islam, diantara kitab-kitab yang ia kutip adalah Durarus Saniyyah Fiir Roddi ‘alal Wahabiyah karya seorang mufti Syafi`i Syaikh Ahmad Dahlan, Kitab Showa`iqul Muhriqot karya Ibnu Hajar Al-Haitami dan lainnya, diantara pembahasan yang disoroti oleh KH. Tubagus Ahmad Bakri adalah tentang penguatan tradisi keagamaan Islam Ahlus Sunnah wal Jama`ah seperti dalil Ziarah qubur, Tawasul, perintah mencari ilmu kepada ulama-ulama dan tidak mencari ilmu melalui koran (mungkin jika dikaitkan dengan perkembangan zaman seperti sekarang) dan juga internet. KH. Tubagus Ahmad Bakri tidak meninggalkan catatan tanggal dan tahun pembuatan kitab ini.

Lahu Al-Faatihah

Sumber : Aiz Luthfi, Lulusan Pascasarjana Islam Nusantara STAINU Jakarta via NU Online.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar