Muhammad Fadil lahir lahir di Desa Pancarmalang Sirau Kemranjen Banyumas sekitar tahun 1932 M. Beliau putera kedua dari istri ketiga H. Abdul Jalil.
Semenjak kecil beliau belajar mengaji didesanya kepada seorang Kyai yang bernama Kyai Fadloli. Menginjak remaja beliau belajar dipesantren kebarongan yang tidak jauh dari desanya. Dipesantren tersebut belajar + 5 tahun. Dari kebarongan beliau meneruskan belajar ke Pesantren Tebuireng jombang yang diasuh oleh KH. Abdul Kholiq Hasyim Asy’ari. KH. Muhammad Fadil belajar disana + 4 tahun.
Untuk menambah pengalaman dan kedalaman ilmunya, beliau pindah ke pesantren Bendo Pare Kediri, saat itu pesantren tersebut diasuh oleh Syekh Khozin. KH. Muhammad Fadil belajar disana + 3 tahun.
Pada tahun 1957 M. KH. Muhammad Fadil menikah dengan ibu Sufiyah bertempat Nambo Cintajaya Lakbok. Setelah menikah beliau mukim di Nambo selama 3 Tahun.
Tahun 1959 M, KH. Muhammad Fadil menjadi pengampu dimasjid Kalapasawit dan menjadi Kyai yang Ke-17 dimasjid tersebut.
Menurut catatan sejarah dari tahun 1937-1959 M, masjid tersebut telah berganti pemangku (Kyai) sebanyak 16 Kali. Hal ini jterjadi karena banyaknya tantangan dan rintangan juga cobaan yang silih berganti, yang mengakibatkan 16 Kyai tersebut bisa bertahan lama menjadi pemangku masjid tersebut.
Ketika KH. Muhammad Fadil masih hidup, pernah beliau bercerita; ketika saya baru dikalapasawit, saya pernah ditanya oleh Mbah Kyai Sanusi (Langensari) “sampean ajeng kiat pinten dinten teng mriki? (mau berapa lama anda kuat bertahan disini)
KH. Muhammad Fadil menjawab “kepripun ingkang maha kuoso sing bade nakdiraken” (tergantung yang maha kuasa yang menakdirkan).
Tiga tahun kemudian, KH. Muhammad Fadil sowan ke Mbah Sanusi Langensari, tiba-tiba pintu gerbang menuju rumah Mbah Sanusi terhampar kain kafan yang sudah digelar dan KH. Muhammad Fadil harus berjalan diatas kain tersebut. Entah apa rahasia dibalik semua itu, beliau tidak pernah menceritakannya. Yang jelas, semenjak memangku masjid sejak tahun 1959 sampai beliau wafat tetap menjadi pemangku Masjid Nurul Jannah Kalapasawit dan sampai sekarang diteruskan oleh putra-putra beliau dengan dukungan masyarakat.
Jadi Badal Thoriqoh
Tahun 1960 KH. Muhammad Fadil masuk thoriqoh Naqsabandiyah Kholidiyah yang berpusat disokaraja Banyumas Jawa Tengah. Kemudian pada tahun 1964 beliau dijadikan “ROWANG” (Badal Thoriqoh) oleh gurunya yaitu Kyai Rifa’i yang pada waktu itu menjabat sebagai Guru Pusat Thoriqoh di Sokaraja. Pada tahun 1968 M KH. Muhammad Fadil didampingi DKM, H. Muhtar Ghazali, Kuwu Suganda, Saikin dan H. Sudarman beserta masyarakat dan ikhwan thoriqoh mendirikan Pondok Pesulukan atas restu Romo Kyai Rifa’i hingga sampai saat ini masih berdiri tegak dengan jamaah mencapai 600 orang dan sekarang dilanjutkan oleh Putra tertua beliau yakni Ky. Abdul Aziz Al Fadlil.
Pada tahun 1971 beliau mendirikan Pondok Pesantren Roudlotul Huda dan santri beliau baru 2 orang yaitu slamet dan asro dari kebumen. Dalam kurun waktu yang cukup singkat jumlah santri beliau semakin bertambah.
Pada tahun 1974 seiring bertambahnya santri, dibangunlah asrama pemondokan santri dan pada waktu itulah beliau mendapatkan bantuan dari Departemen Agama Pusat; Jakarta berupa alat-alat ketrampilan santri seperti 9 unit mesin jahit, 1 mesin obras dan 2 mesin pembuat lobang kancing. Sebelumnya santri mengikuti pelatihan di Magetan Jawa Timur. Masyarakat Lakbok banyak yang kaget atas bantuan yang diterima oleh beliau, karena tidak lama kemudian datang lagi bantuan berupa alat-alat perbengkelan lengkap serta alat-alat pertukangan.
Pada tahun 1977 terjadi peristiwa yang cukup tragis, menjelang Pemilu 1977 beliau menjadi korban Politik Praktis oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab, beliau ditahan dirumah tahanan Kodim Ciamis selama 2 bulan.
Kegiatan Ketrampilan santri yang dirintis dengan susah payah menjadi tidak terurus dan terabaikan dan sampai saat ini alat-alat tersebut raib tanpa bekas sedikitpun.
Semenjak itulah KH. Muhammad Fadil memfokuskan diri dalam perjuangan dibidang keagamaan. Pada saat itulah santri semakin banyak yang belajar mengaji kepada beliau. Pada tahun 1987 jumlah santri mencapai 400 orang. Mereka datang dari berbagai daerah seperti Jateng; Cipari, Sidareja, Kawunganten, Kebumen, Jawa Timur; Banyuwangi, jember serta dari luar jawa; sumatera.
KH. Muhammad Fadil juga turut aktif dalam Organisasi Keagamaan, beliau menjadi Pengurus Cabang Nahdlotul Ulama Kabupaten Ciamis dan menjadi pengurus Thoriqoh Mu’tabaroh Wilayah Provinsi Jawa Barat.
Pada tahun 1987 salah seorang santri beliau; rohimi, diutus untuk mengikuti penataran dijakarta selama 20 hari. Hasilnya Pondok Pesantren Roudlotul Huda ditawari Program Proyek Pengembangan Agama Islam dan akan diberi bantuan sebesar 2 Milyar, namun KH. Muhammad Fadil langsung menolak bantuan tersebut, karena masih trauma dengan kejadian 1977.
Pada tahun 1997 beliau beserta istri menunaikan ibdah haji ke Makkatul Mukaromah. Seiring dengan perkembangan zaman, pada tahun 2000 jumlah santri menurun drastis.
Pada tahun 2008 tepatnya pada hari sabtu Kliwon tanggal 17 Mei 2008/ Jumadil Awal 1429 H sekitar pukul 04.00 menjelang waktu shubuh, saat beliau usai melaksanakan sholat tahajud dan ketika beliau sedang dzikir dan wirid thoriqoh, KH. Muhammad Fadil menghadap keharibaan Ilahi Rabbi. Saat itu tasbih beliau masih menempel ditangannya.
Wafat
Almarhum/ Almaghurlah KH. Muhammad Fadil meninggalkan seorang istri, 4 putera, 3 puteri dan 15 cucu.
Pesan-pesan yang selalu disampaikan oleh beliau semasa hidupnya yaitu
Jangan sampai putera-puteri kita tidak dididik Ilmu Agama
Jadi orang jangan merasa paling benar sendiri
Apapun yang kita perbuat didunia akan dimintai pertanggungjawabannya diakhirat.
Itulah sekilas riwayat hidup dan perjuangan almarhum KH. Muhammad Fadil dalam rangka mengemabangkan pendidikan dan Syiar islam. Semoga kita bisa mengambil teladan dan pembelajaran dari beliau.
Lahu Al-Faatihah
Sumber : Ahmad Muhafid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar