Beliau dilahirkan di Desa Campurdarat Tulungagung pada tahun 1938 M .Putra dari seorang ayah bernama H. Puslan Bin Haji Thohir dan seorang ibu Hj. Sulmi Binti Jayadi. Beliau anak yang kesebelas dari sebelas orang bersaudara. Pada tahun 1945 m, beliau masuk sekolah dasar dan bertepatan kemerdekaan Negara Rebublik Indonesia. Dengan adanya peritiwa pemberontakan PKI Madiun 1948 dan agresi Belanda tahun 1949, maka kegiatan sekolah terganggu sehingga beliau tamat sekolah tahun 1953. Pada waktu masih sekolah dasar, beliau juga mendalami disiplin ilmu baca Alquran. Dalam hal ini beliau mengaji kepada sesepuh Campurdarat ,diantaranya:
1.Almarhum Bapak Kyai Shodiqun
2.Almarhum Bapak Kyai Haji Umar
3.Almarhum Bapak Kyai Haji Zaini
Beliau juga tabarukan pada Almarhum AsSyaikh Al’allamah Azzahid Hadrotussyaikh KH. Dimyathi Campurdarat ( Beliau ini kakak kandung dari ibu Hj. Sulmi).
Pada Tahun 1945, beliau berangkat mencari ilmu ke Pondok Pesantren. Pertama beliau Mondok di Pondok Sumbergayam Jajar Kabupaten Trenggalek Yang diasuh Oleh :
Assyekh Al ‘alamah Alwaro‘ Mbah Kyai Badruddin
Assyekh Al ‘alamah Al ‘ilmi Tauhid Mbah Kyai Abi Syuja’ atau Mbah Kyai Darwi
Assyekh Al’ alamah Fil Ilmi Tasawwuf Mbah Kyai Mahfud
Setelah dua setengah tahun di sana karena Mbah Kyai Badruddin wafat , maka Beliau oleh Mbah Kyai Darwi diperintah untuk pindah ke Pondok Pesantren Sidorangu, Krian, Sidoarjo yang diasuh oleh Assyekh Al ‘alamah Azzahid Shohibul Karomah Walfadhilah Al-Kabiroh Kyiai Sahlan, untuk belajar ilmu hal.( ilmu tingkah laku ). Sesudah dua setengah tahun berguru disana, terdorong oleh perasaan ingin meningkatkan materi pelajaran , maka beliau pindah ke Pondok Pesantren Berasan Banyuwangi , yang diasuh Oleh :
Assyekh Al alamah Alwaro Shohibul Karomah wal Fadhilah Kyai Haji Abdul Manan
2. Assyekh Al alamah Alwaro Shohibul Karomah wal Fadhilah Kyai Haji Iskandar
Di sana beliau mengaji kitab Tafsir Jalalain dan Al Qur’an kepada KH. Abdul Manan. Dan kitab Ihya’ Ulumuddin kepada KH. Iskandar.
Dengan modal pengetahuan yang sudah beliau peroleh maka semakin tinggi hasrat beliau untuk meningkatkan pengetahuan. Untuk itu beliau lalu melanjutkan memperdalam ilmu agama ke Pondok Pesantren Kajen tepatnya di Bulu Manis Juwono Pati Jawa Tengah yang diasuh oleh KH. Abdul Haq. Disana beliau mendalami Ilmu :
Ilmu manteq( Ilmu Logika )
Ilmu Balaghoh ( Jawahirul maknun)
Ilmu Usul Fiqih
Yang semuanya itu beliau tempuh dalam jangka waktu satu tahun. Hadrotus syekh KH. Ahmad Badjuri pernah mengaji dan mempelajari Ilmu Hisab (Ilmu Falak) Kepada KH. Mahfudz Pengasuh Pondok Pesantren Ambulu Kabupaten Jember. Tak kurang dari 6 Bulan, beliau mempelajari Ilmu hisab dibawa bimbingan KH. Mahfudz.
Karena semakin tingginya himmah KH. Ahmad Badjuri untuk mendalami agama sedalam-dalamnya, maka pada tahun 1960, beliau memperdalam ilmu agama di Pondok Pesantren Tertek Pare Kediri yang di asuh olehKyai Zuaini ,di sana beliau mengaji kitab–kitab hadist.
Setelah selesai mengaji kitab–kitab hadist tepatnya pada tahun 1963, KH. Ahmad Badjuri masuk Pondok Thoriqoh Kauman Tulungagung yang diasuh olehKyai Haji Mustakim Husin untuk Bai’at Thoriqoh Syadzaliyah wal Qodiriyah.
Di dalam mencari ilmu, beliau senantiasa mengalami berbagai cobaan, namun didalam menghadapinya dengan tabah, meskipun krisis ekonomi, berbagai kesusahan beraneka ragam keprihatinan adalah teman beliau pada waktu menimba ilmu. Seringkali sewaktu beliau menimba ilmu di berbagai pondok pesantren mengalami kehabisan bekal, sehingga untuk beberapa waktu beliau harus makan tiwul atau karak. Namun dihadapinya dengan tegar tanpa memperlihatkan kesusahan yang menggangu peroses belajar berkat ketabahan, ketekunan, dan keikhlasan serta patuh kepada kedua orang tua, dalam waktu yang relatif singkat beliau dapat menguasai materi-materi pelajaran yang disampaikan guru-guru beliau.
Susahnya ekonomi, serta badai cobaan yang bagai manapun tidak menjadi persoalan, tetesan keringat dan lemahnya fisik tak menjadi masalah, asal keinginan belajar dapat terpenuhi. Itulah prinsip beliau pada waktu itu dan setiap khatam mengaji beliau selalu memberi shodaqoh atau bisyaroh semampunya kepada Kyai atau guru yang mengajar, meski harus menabung setiap harinya.
Pada masa – masa belajar, KH. Ahmad Badjuri sangat beminat mendalami bebagai macam disiplin ilmu, akan tetapi yang beliau gemari adalah cabang aqidah, syari’ah dan khususnya ilmu tasawuf. Dalam bidang tasawuf beliau sangat menguasai dan menjiwai, sehingga pada waktu membacakan kitab Bidayatul Hidayah karya Al Ghozali dan Kifayatul Atqiya’, seakan – akan tanpa melihat teksnya, karena beliau seperti sudah hapal. Begitu juga ketika membacakan kitab Hikam karya Syekh Al’-arif Billah Ahmad Bin ’Atho’illah Assakandari, beliau dengan jelas mentasawurkan atau menerangkan dan mudah diterima. Begitulah perjalanan pengembaraan KH. Ahmad Badjuri, dalam mencari ilmu dengan segala suka dan duka.
NAMA-NAMA GURU KH.ACHMAD BADJURI
1.Assyekh Al’alamah fil ilmi Fiqih Wa Tasawwuf Wa Tauhid Wal Qur’an Mbah Kyai Babruddin Njajar Durenan Trenggalek
2.Assyekh Al’alamah fil ilmi Tasawwuf Wa Tauhid Wal Quran Mbah Kyai Mahfudz Njajar Trenggalek
3.Assyekh Al’alamah Dzul karomah fi illmi Hal Mbah Kyai Sahlan Sidorangu Krian
4.Assyekh Al’alamah Dzul karomah fi illmi Hal Mbah Kyai Ilyas.
5.Assyekh Al’alamah Dzul karomah fi illmi Hal Mbah Kyai Abdul Manan Manan Berasan Bayuwangi.
6.Assyekh Al’alamah Dzul karomah fi illmi Hal Mbah Kyai Iskandar Berasan Banyuwangi.
7.Assyekh Al’alamah Dzul karomah fi illmi Hisab Hal Mbah Kyai Mahfud Ambulu Jember.
8.Assyekh Al’alamah Dzul karomah fi illmi Manthiq Wal Bayan Wal Badi’ Mbah Kyai Abdul Haq Kajen Bulu Manis Pati Jawa Tengah
9.Assyekh Al’alamah Dzul karomah fi illmi Hadist Syekh Zuwaini Tertek Pare Kediri
10.Assyekh Al’alamah Dzul karomah fi illmi Thoriqoh Mbah Kyai Haji Mustakim Tulungagung
11.Assyekh Al’alamah Azzahid Khowairuqul ’adah Mbah Kyai Haji Campurdarat
12.Assyekh Al’alamah Dzul karomah fi illmi Hal Habib Ahmad Al Baharun
13.Assyekh Al’alamah Dzul karomah fi illmi Hal Habib Ahmad Al Mukhdlor Bendilwungu Ngunut Tulungagung
14.Assyekh Al’alamah Dzul karomah fi illmi Hal Mbah Yai Kholil Dawuhan Kediri
15.Assyekh Al’alamah Dzul karomah fi illmi Hal Hizib Mbah Kyai Yusuf Cirebon Jawa Barat
16.Assyekh Al’alamah Dzul karomah fi illmi Hal Hizib Mbah Kyai Ahmaddun Dorosemo
17.Assyekh Al’alamah Dzul karomah fi illmi Hal Hizib Mbah Kyai Haji Siroj.
18.Assyekh Al’alamah Dzul karomah fi illmi Tauhid Watasawuf Mbah Kyai Darwi Njajar Durenan Trenggalek
KELUARGA
Pada usia 25 tahun, tepatnya pada tahun 1963, KH Achmad Badjuri menikah dan oleh Allah beliau dianugerhi dua orang istri. Istri yang pertama bernama Hj. Muslihah Binti Haji Ahmad Salam, dari desa Jengles Pare kediri yang di karuniai 6 Putra – Putri.
1. Ibnu Mundzir ( meninggal usia 7 hari )
2. Ali Mubarok
3. Anis Rohillah ( meninggal usia 6 tahun )
4. Dewi Saudah
5. H. Ali Musta’in
6. Ali Imron
Dan istri kedua bernama Hj. Namlatus Sholihah Binti Haji Sholeh dari desa Campurdarat. Di karuniai 5 putra-putri.
1. Drs H. Ali Ma’dum
2. H. Ali Ma’sud
3. Lailatul Istifaiyah
4. Siti Rohmah
5. Ali Masykur
MERINTIS PONDOK PESANTREN MA’DINUL ‘ULUM
Selama masih ada kesempatan, bagaimana pun juga harus digunakan untuk menimbah ilmu itulah prinsip KH Achmad Badjuri. Tapi beberapa kyai sekaligus sebagai sang guru, meminta agar beliau menyudahi mondok dan supaya mendirikan pondok pesantren, karena sudah dianggap mampu mengembangkan ilmunya di masyarakat.
Adapun para guru yang memerintah ialah.
1. Almarhum Mbah Kyai Dimyati
2. Almarhum Mbah Kyai Kholil Dawuan Gurah Kediri Mursyid Thoriqoh Naqsabandi Kholidiyah.
3. Almarhum Mbah Kyai Njajar Trenggalek
4. Almarhum Mbah Kyai Mustakim Husain Tulungagung Mursid Thoriqoh Sadzaliyah Qodiriyah.
Sebenarnya masyarakat Campurdarat sudah lama menginginkan KH Achmad Badjuri segera pulang dan mengembangkan ilmunya di masyarakat. Maka dengan taat perintah guru dan memenuhi keinginan masyarakat, beliau menyelesaikan mondok dan riyadhoh sekaligus melaksanakan perintah guru.
Sebagai realisasi dari amanat para guru tersebut, mula–mula beliau beserta masyarakat sekitar membuat mushollah kecil yang atapnya terbuat dari rumput alang–alang dan dindingnya dari anyaman bambu, sedangkan tiangnya dari bambu ori untuk peribadatan dan menampung penduduk yang ingin mengaji. Baru tiga tahu kemudian, tepatnya pada tahun 1965 beliau membangun mushollah tersebut menjadi sebagian tembok dan sebagian lainnya dari anyaman bambu ( kloneng ) yang bahan materialnya beliau dapat dari rumah kedua orang tuanya yang telah diberikan kepada beliau, supaya dijadikan mushollah.
Untuk mengisi kegiatan mushollah, selain mengaji beliau juga mendirikan jam’iyah thoriqoh, manaqib dan jamiyah AlBarzanji. Berhubung pada tahun 1965 beliau diminta oleh organisasi kemasyarakatan untuk menjadi Syuriah di Campurdarat, maka untuk melengkapi dan menjalankan program NU beliau mendirikan Madrasah Wajib Belajar ( MWB) pada tahun 1968. Yang sekarang menjadi MI, dengan persamaan SD. Khusus pada bidang keagamaan beliau ingin mencetak kader – kader Ulama’ yang akan meneruskan perjuangan Rosululloh SAW di masa mendatang, maka dari itu beliau mendirikan madrasah diniyah dan pada tahun 1969, tercatat mempunyai siswa kurang lebih 600 siswa. Dari hari kehari, perkembangan siswa dan jama’ah semakin bertambah, maka dirasa perlu membenahi segala sesuatunya. Untuk itu tepatnya pada tahun 1977, beliau merehab mushollah yang semula terdiri dari sebagian tembok dan sebagian anyaman bambu, menjadi bangunan permanen dari tembok dengan ukuran 10 x 7 M.
Selang satu tahun kemudian, datanglah santri dari luar daerah. Karena semakin hari semakin bertambah, maka mulai saat itulah dibangun pondokan untuk menampung santri yang datang dari luar daerah, hingga pada tahun 1979, beliau membangun gedung madrasah yang terdiri dari dua lokal dengan ukuran 14x 6 M. Karena sarana yang sudah ada tidak memadahi lagi, mulai saat itulah perkembangan pondok pesantren semakin stabil bahkan dapat dikatakan pesat, karena jumlah santri dan fasilitas gedung semakin bertambah. Untuk meningkatkan kualitas santri, pada tahun 1985, beliau telah memulai membacakan beberapa kitab di antaranya:
1. Shohih Bukhori
2. Shohih Muslim
3. Sunan Abi Dawud
4. Ihya’ Ulumuddin
5. Hikam
Selang satu tahun sepulang dari tanah suci, tepatnya pada tahun 1991, beliau di perintahkan Syekh Habib Ahmad Al Mukhdor sebagai sang guru, supaya membangun masjid, dengan berbekal batu merah sebanyak 70.000 buah. Berkat do’a Syekh Habib Ahmad Al Mukhdor juga ridho Allah SWT, pembangunan masjid dapat di selesaikan berikut menaranya dalam jangka dua tahun ,dengan menelan biaya Rp. 60.000.000.-. Masjid di bangun di atas tanah 20 x 18 m.
Semua itu dapat terwujud karena ridho Allah SWT dan semangat pengabdian juga keikhlasan hati serta ketaatan KH Achmad Badjuri kepada sang guru yaitu Syekh Habib Ahmad Al Mukhdror Bendilwungu Ngunut Tulungagung.
Dengan mendirikan Pondok Pesantren, masyarakat sekitar yang pada mulanya belum mengenal ilmu agama, seperti masyarakat daerah pegunungan Wates, Gamping, Ngentrong, Pakel, Campurdarat dan sebagainya, akhirnya punya keinginan untuk mendidik putra putrinya lewat pesantren. Dahulu warga Campurdarat belum ada yang hafal Al Quran, setelah berdirinya Pondok Pesantren pimpinan KH Achmad Badjuri tersebut, pada tahun 1991 sudah ada empat warga Campurdarat yang hafal Al-Quran. Adapun empat orang warga Campurdarat yang telah berhasil hafal Al-Quran ialah :
1. Dewi Saudah (putri beliau)
2. Lailatul Agustina (putri menantu beliau)
3. Lailatul Istifa’yah (putri beliau)
4. Moch. Arifin (putra menantu beliau)
Lahu Al-Faatihah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar