MUSUH TERBURUK
Tuhan berkata kepadaku : Hijabmu adalah dirimu, dan dirimu adalah hijab dari semua hijab. Jika engkau keluar dari dirimu, maka engkau akan keluar dari semua hijab tersebut, dan jika engkau tetap terhijab oleh dirimu, maka semua hijab tersebut akan tetap menghijabmu.”-(Syaikh Muhammad ibn ‘Abd al-Jabbar ibn al-Hasan an-Niffari);
“Musuh Terburuk”–(dari Ayatullah Rahullah Musawi Khomeini, dalam Islam and Revolution : Writing, Speech, and Lecture of Ayatullah Rahullah Musawi Khomeini, bab “Lectures on Surah Al-Fatihah”) :
Segala sesuatu yang menimpa kita disebabkan oleh cinta diri, egoisme kita sendiri. Sebuah hadis terkenal mengatakan,Musuhmu yang paling besar adalah dirimu sendiri, yang terdapat di kedua sisimu (HR. Baihaqi).
Diri sendiri adalah musuh yang paling berbahaya di antara semua musuh, lebih buruk daripada semua berhala. Ia adalah raja segala berhala yang memaksa anda untuk menyembahnya dengan kekuatan yang lebih besar daripada berhala-hala yang lain.
Sampai seseorang mampu menghancurkan berhala ini, ia tidak akan berpaling kepada Allah. Allah dan berhala, egoisme dan ilahiah, tidak dapat berada dalam diri kita sekaligus. Jika kita tidak meninggalkan rumah berhala ini, membelakanginya, dan menghadapkan diri kepada Allah, maka dalam kenyataan kita akan menjadi musyrik, meskipun kelihatannya menyembah Allah.
Kita menyebut “Allah” dengan lidah kita, tetapi diri kita yang sesungguhnya ada dalam hati kita. Tatkala kita berdiri mengerjakan shalat, kita mengucapkan, Hanya kepada Engkau kami menyembah dan kepada Engkau kami meminta pertolongan (Surah Al-Fatihah : 5), tetapi dalam kenyataan kita menyembah diri kita sendiri. Saya maksudkan bahwa pikiran kita tetap terpusat pada diri kita, dan menginginkan segala sesuatu untuk diri kita.
Yang Kita Rasa adalah Sifat-sifat dan Bentuk-bentuk
Al-Qur’an dan manusia memiliki serangkaian misteri.
Selain itu terdapat misteri yang berhubungan dengan dunia lahir, sebutlah dunia alamiah, yaitu bahwa kita tidak dapat memahami tubuh dan substansi kecuali bentuk dan sifatnya saja.
Mata kita melihat warna dan hal-hal yang bisa dilihat lainnya;
telinga kita mendengar suara, lidah kita mengecap rasa, dan dengan tangan kita merasakan dimensi luar dari suatu obyek.
Tapi semua ini merupakan bentuk dan sifat.
Di manakah tubuh itu sendiri?
Apabila kita ingin mendefinisikan sesuatu, kita menyebutkan lebar, tinggi, dan panjangnya, namun semua ini juga merupakan bentuk.
Jika tubuh yang dipermasalahkan memiliki daya tarik, daya tarik itu hanyalah sifat.
Setiap sifat yang kita gunakan dalam usaha untuk mendefinisikannya adalah bentuk.
Di mana sebenarnya tubuh itu sendiri?
Tubuh itu sendiri adalah misteri, bayang-bayang atau refleksi dari misteri yang lebih tinggi.
Ini adalah bayang-bayang dari rahasia Ilahi.
Yang kita tahu hanyalah nama-nama dan sifat-sifat.
Jika bukan, maka dunia itu sendiri tetap tak diketahui.
Salah satu arti dari “yang gaib dan yang nyata” barangkali bahwa dunia alamiah sendiri mengandung bagian yang gaib dan yang nyata.
Bagian yang gaib adalah bagian yang tidak terlihat dan tidak dapat kita pahami, karena bila kita ingin mendefinisikan sesuatu, kita berbicara hanya tentang nama dan sifatnya.
Manusia tak mampu memahami sesuatu yang merupakan bayangan dari misteri mutlak, karena persepsi manusia itu cacat atau tak sempurna, kecuali jika seseorang menaik melalui ‘wilayah’ ke titik di mana manifestasi Allah, dalam segala dimensinya, memasuki hatinya.
Misteri ini terdapat di mana-mana.
Itulah sebabnya orang mengucapkan kata-kata dunia gaib, dunia malalikat, dan dunia akal.
* Sumber : Rahasia Basmalah dan Hamdalah (Mizan, 1996)
Judul asli : Islam and Revolution : Writing, Speech, and Lecture of Ayatullah Rahullah Musawi Khomeini (Lectures on Surah Al-Fatihah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar