Dalam keterangan hadis-hadis yang zhahir, banyak sekali disebutkan tentang keutamaan membaca shalawat kepada Nabi, diantaranya:[1]
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْراً
Artinya:”Siapa saja yang membaca shalawat kepadaku, maka Allah akan memberikan kepadanya 10 shalawat.”[2]
Dari sekian banyak hadis yang menjelaskan keutamaan membaca shalawat kepada Nabi, Syaikh Muhammad Fathan Ibn Abdul Wahid al-Susiy al-Nazhifiy mengumpulkan perasan-perasan keutamaan tersebut dalam Nazham berbahar Thawil, sebagai berikut:
وَاَمَّا فَضَائِلُ الصَّلاَةِ عَلَى النَّبِيّ * فَأَعْظَمُهَا صَلاَةُ رَبِّ الْبَرِيَّةِ
“Keutamaan membaca Shalawat kepada Nabi, yang paling besar keutamaannya adalah mendapat shalawat (doa) dari Tuhan Yang menjaga makhluk.”
وَتَفْرِيْجُ هَمٍّ وَالْقَضَاءُ لِحَاجَةٍ * وَتَيْسِيْرُ أَرْزَاقٍ وَاَسْبَابُ رَحْمَةِ
”Melepaskan segala kesusahan dunia akhirat, meluluskan semua hajat, memudahkan datangnya rizki dan penyebab turunnya kasih sayang Allah.”
وَتَثْبِيْتُ أَقْدَامٍ بِيَوْمِ الْقِيَامَةِ * وَتَكْثِيْرُ حُوْرٍ وَالْقُصُوْرِ بِجَنَّةِ
”Menetapkan tumit (agar tidak tergelincir) pada hari Qiyamat, mendapat banyak bidadari dan istana di surga.”
وَتَرْجِيْحُ مِيْزَانٍ وَرُؤْيَةُ مَقْعَدٍ * وَعِتْقٌ وَرُؤْيَةٌ بِنَوْمٍ وَيَقْظَةِ
”Memberatkan timbangan kebaikan, sebelum meninggal diberikan kesempatan melihat surga, membebaskan dari api neraka dan menjadi penyebab berjumpa dengan Nabi Muhammad baik disaat tidur ataupun bertemu langsung (sadar).”
وَنُوْرٌ بِقَبْرٍ وَالصِّرَاطِ وَمَحْشَرٍ * وَنَصْرٌ عَلَى اْلأَعْدَاءِ مِنْ غَيْرِ عُصْبَةِ
”Menjadikan cahaya di kubur, di shirath (titian) dan di mahsyar, mendatangkan pertolongan dari musuh sekalipun tanpa memiliki pembela yang kuat.”
تُجِيْزُ عَلَى الصِّرَاطِ اَسْرَعَ لَمْحَةٍ * وَطِيْبٌ لِمَجْلِسٍ اِجَابَةُ دَعْوَةِ
”Menyebabkan seseorang dapat menyebrangi titian dengan cepat secepat mata memandang, menjadikan semerbak wewangian disatu tempat dan mengijabah segala doa kebaikan.”
وَتَنْوِيْرُ قَلْبٍ وَالنَّجَاةُ مِنَ الرَّدَى * وَنَيْلُ شَفَاعَةٍ وَمَحْوُ خَطِيْئَةِ
”Menjadikan hati bersinar, mendapat keselamatan dari kehancuran petaka dunia akhirat, meraih syafaat dan dihapuskan dosa-dosa.”
حَيَاةُ الْقُلُوْبِ وَالْهُدَى وَالسَّعَادَةِ * وَمِنْهَا مَحَبَّةٌ لِخَيْرِ اْلبَرِيَّةِ
”Menghidupkan jiwa, mendapat petunjuk ke jalan yang lurus, menerima kebahagiaan dan dicintai oleh Nabi (makhluk yang paling mulia).”
وَتَكْفِي عَنِ الشَّيْخِ الْمُرَبِّي بِهِمَّةٍ * وَجَرِّبْ فَفِي التَّجْرِيْبِ عِلْمُ الْحَقِيْقَةِ
”Dengan membaca shalawat mencukupi seseorang untuk mencari guru yang mendidik dengan cita-cita yang luhur, cobalah olehmu, maka ilmu hakikat akan engkau dapatkan dengan uji coba.”[3]
Sayyid Ali Ibn Abdullah Ibn Ali Ibn Hasan al-Haddad mengatakan:
فَالْكِتَابُ وَالسُّنَّةُ طَافِحَانِ بِذِكْرِ فَضَائِلِ الصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ . وَدَلاَئِلُهَا اَشْهَرُ مِنْ اَنْ تُذْكَرَ وَيَكْفِيْكَ فِي عَظِيْمِ فَضْلِهَا اَنَّ الصَّلَوَاتِ وَخُطْبَةَ الْجُمُعَةِ وَنَحْوِهَا لاَ تَصِحُّ بِدُوْنِهَا .
Artinya: “Di dalam kitab dan sunnah keduanya penuh menyebutkan keutamaan shalawat dan salam kepada Rasulllah. Argumentasinya lebih popular untuk disebutkan, cukup bagi engkau untuk mengetahui kebesaran keutamaannya bahwa ibadah shalat, khutbah jum’at dan seumpamanya tidak sah tanpa dibacakan shalawat.”[4]
Imam Muhammad Ibn Ahmad al-Ramliy pernah ditanya:
هَلْ الْأَفْضَلُ الِاشْتِغَالُ بِالِاسْتِغْفَارِ أَمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ يُفَرَّقُ بَيْنَ مَنْ غَلَبَتْ طَاعَاتُهُ فَالصَّلَاةُ لَهُ أَفْضَلُ أَمْ مَعَاصِيهِ فَالِاسْتِغْفَارُ لَهُ أَفْضَلُ ؟ ( فَأَجَابَ ) بِأَنَّ الِاشْتِغَالَ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَفْضَلُ مِنْ الِاشْتِغَالِ بِالِاسْتِغْفَارِ مُطْلَقًا .
Artinya:”Lebih afdhal mana antara menyibukan diri membaca istighfar dengan membaca shalawat kepada Nabi? Atau jawabannya dikondisikan bagi orang yang banyak perbuatan taatnya, maka menyibukan membaca shalawat lebih utama dan orang yang banyak perbuatan ma’shiatnya, maka menyibukan diri membaca istighfar lebih utama? Kemudian Imam al-Ramliy menjawab bahwa menyibukan diri dengan membaca shalawat kepada Nabi lebih utama dari pada menyibukan diri membaca istighfar secara mutlak.”[5]
Sayyidina Abu Bakar berkata:
اَلصَّلاَةُ عَلَى النَّبِيِّ أَمْحَقُ لِلذُّنُوْبِ مِنَ الْمَاءِ الْبَارِدِ لِلنَّارِ . وَالسَّلاَمُ عَلَيْهِ اَفْضَلُ مِنْ عِتْقِ الرِّقَابِ . وَحُبُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَفْضَلُ مِنْ ضَرْبِ السَّيْفِ فِي سَبِيْلِ اللهِ .
Artinya:”Membaca shalawat kepada Nabi paling dahsyat untuk memusnahkan dosa-dosa, lebih hebat dari pada air dingin memadamkan api. Membaca salam kepada Nabi lebih utama dari pada membebaskan budak. Cinta kepada Nabi lebih utama dari melakukan jihad dengan pedang di jalan Allah.”[6]
Imam Ahmad Ibn Muhammad al-Qusthullaniy mengatakan:
اِذَا صَعُبَ عَلَيْكَ الْمَرَامُ , فَعَلَيْكَ بِكَثْرَةِ الصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَى الْمُظَلَّلِ بِالْغَمَامِ .
Artinya:”Apabila dirimu sulit mencapai cita-cita, maka lazimkanlah olehmu dengan memperbanyak shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad yakni manusia yang selalu dinaungi oleh awan.”[7]
mam Abdullah Ibn Ahmad Basaudan mengutip perkataan Imam Ahmad Ibn Muhammad Athaillah al-Sakandariy dalam kitab beliau Tajul Arus al-Hawiy Li Tahdzib al-Nufus:
لَوْ فَعَلْتَ فِي عُمْرِكَ كُلَّ طَاعَةٍ ثُمَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْكَ صَلاَةً وَاحِدَةً رَجَحَتْ تِلْكَ الصَّلاَةُ الْوَاحِدَةُ عَلَى كُلِّ مَا عَمِلْتَ فِي عُمْرِكَ كُلِّهِ مِنْ جَمِيْعِ الطَّاعَاتِ ِلأَنَّكَ تَفْعَلُ عَلَى قَدْرِ وُسْعِكَ وَهُوَ يُصَلِّي عَلَيْكَ عَلَى حَسَبِ رُبُوْبِيَّتِهِ . هَذَا اِذَا كَانَتْ صَلاَةٌ وَاحِدَةٌ فَكَيْفَ اِذَا صَلَّى اللهُ عَلَيْكَ عَشْرًا بِكُلِّ صَلاَةٍ كَمَا جَاءَ فِي الْحَدِيْثِ الصَّحِيْحِ فَمَا أَحْسَنَ الْعَيْشَ إِذَا أَطَعْتَ اللهَ فِيْهِ بِذِكْرِ اللهِ تَعَالَى أَوِ الصَّلاَةِ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ .
Artinya:”Seandainya engkau melakukan segala perbutan taat sepanjang umurmu, kemudian Allah memberikan satu shalawat, maka satu shalawat tersebut akan mengungguli setiap bentuk perbuatan taat yang engkau lakukan sepanjang umurmu. Sesungguhnya engkau melakukan ketaatan sesuai dengan kemampuanmu, sedangkan Allah memberikan shalawat kepadamu sesuai dengan kedudukannya sebagai Tuhan. Hal ini merupakan keutamaan satu shalawat yang Allah berikan, maka bagaimana apabila Allah memberikan balasan dengan 10 shalawat bagi setiap shalawatmu. Sebagaimana datang keterangannya dalam hadis shahih. Alangkah indahnya kehidupan, apabila engkau menjadi orang yang taat kepada Allah dengan selalu berdzikir dan bershalawat kepada Nabi Muhammad.”[8]
Imam al-Dailamiy dalam Musnad al-Firdaus meriwayatkan dari Sayyidina Anas Ibn Malik, Imam al-Baihaqiy meriwayatkan dalam kitab Syu’ab al-Iman dari Sayyidina Ali:
كُلُّ دُعَاءٍ مَحْجُوْبٌ حَتَّى يُصَلَّى عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Artinya:” Setiap Doa itu akan terhalang untuk diijabah sehingga dibacakan shalawat kepada Nabi Muhammad.”[9]
Syaikh Muhammad Nawawi Ibn Umar al-Bantaniy menyebutkan sebuah riwayat:
لَوْ اَنَّ عَبْدًا جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِحَسَنَاتِ اَهْلِ الدُّنْيَا وَلَمْ يَكُنْ فِيْهَا الصَّلاَةُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رُدَّتْ عَلَيْهِ وَلَمْ تُقْبَلْ .
Artinya: “Seandainya seorang hamba datang pada hari qiyamat membawa segala kebaikan yang dilakukan penghuni dunia, tetapi tidak terdapat catatan shalawat atas Nabi dalam amalan yang banyak itu, maka ditolak dan tidak diterima.”[10]
Bayangkan betapa besar harga sebuah kalimat shalawat. Apalagi jika dibaca pada waktu-waktu dan tempat-tempat yang memiliki keistimewaan. Sekali membaca shalawat serta salam atas Rasullullah, maka akan diberikan pengampunan dosa. Sekarang timbul pertanyaan di hati kita, Apakah seorang muslim cukup hanya membaca shalawat saja? Tanpa beribadah shalat? Tidak, selain bershalawat, tentunya kita harus melakukan syari’at dan ibadah yang sifatnya wajib. Shalawat akan diterima oleh Allah, jika yang membacanya itu adalah orang mukmin. Malaikat akan mencatat amalan shalawat. Yang kelak amalan itu akan mendatangkan manfaat besar kepada seseorang di dunia dan akhirat.
Dikhabarkan bahwa ada orang shalih telah melihat dalam impian tidurnya akan temannya yang telah meninggal dunia sedang memakai topi orang Majusi (penyembah api), maka orang shalih itu bertanya kepadanya: “Sesuatu apa yang menyebabkan engkau memakai topi orang majusi? Kemudian sang teman menjawab: “Lantaran aku tidak pernah membaca shalawat kepada Nabi Muhammad, saat nama beliau disebutkan di sisiku.”[11]Tersiar pula cerita di zaman Imam Fudhail Ibn Iyadh, bahwa salah satu murid kesayangan beliau yang juga merupakan seorang ulama terkenal sedang dalam kondisi sakaratul maut, kemudian beliau menjenguknya dan duduk sejajar dengan kepala sang murid. Ketika beliau membaca surat Yasin, sang murid berkata: “Tolong anda hentikan” Imam Fudhail pun berhenti. Kemudian beliau mentalqinkan sang murid dengan kalimat La ilaha illallah, sang murid berkata: “Aku tidak akan menyebutnya, lantaran aku telah berlepas diri dari kalimat itu” Setelah mengucapkan kalimat murtad tersebut, sang murid wafat. Sejak peristiwa tragis itu Imam Fudhail Ibn Iyadh tidak pernah keluar rumah selama 40 hari dan beliau selalu menangis. Beberapa hari kemudian beliau bermimpi bertemu dengan sang murid yang selama ini beliau tangisi, beliau melihat sang murid sedang ditarik oleh para malaikat ke neraka Jahannam. Beliau bertanya kepada sang murid: “ Perbuatan apa yang engkau lakukan sehingga Allah mencabut iman dalam dirimu, sedangkan engkau merupakan salah satu murid yang paling alim dan aku sangat banggakan? Kemudian sang murid menjawab: “Allah telah mencabut iman dalam diriku karena 3 hal: Pertama, Aku sering mengadu domba dan memfitnah saudara-saudaraku dan teman-temanku. Kedua, aku selalu hasud kepada orang yang memiliki kelebihan. Ketiga, aku pernah datang berobat kepada seorang Tabib. Tabib itu berkata jika engkau ingin sembuh dari penyakit ini, maka engkau harus meminum arak setahun sekali. Jika tidak, maka penyakit engkau tidak akan sembuh, kemudian secara diam-diam aku selalu minum arak.”
Shalawat atas Nabi Muhammad dapat membebaskan seseorang dari azab. Tampaknya pernyatan itu terlalu berlebihan, namun demikianlah adanya bahwa Allah Maha Pengampun, Allah Maha Bijaksana terhadap hamba-hamba-Nya.
Diceritakan bahwa Imam Hasan al-Bashri adalah salah seorang ulama tabi’in terkemuka di kota Bashrah, Irak. Beliau dikenal sebagai ulama yang berjiwa besar dan mengamalkan apa yang beliau ajarkan. Beliau dicintai oleh banyak orang. Pada zamannya banyak orang orang alim berguru kepada beliau .
Suatu saat ada seorang wanita datang kepada beliau, dalam keadaan sedih wanita itu mengadu kepada sang imam: “Ya imam saya punya anak perempuan tapi sudah meninggal dan saya ingin bertemu dan mengetahui keadaannya dalam mimpi”.
Lalu Imam Hasan al-Bashri memberikan amalan kepada wanita tersebut agar ia bisa mengetahui keadaan anaknya di alam barzakh. Imam Hasan al-Bashri memerintahkan untuk melakukan shalat pada malam hari sebanyak 4 rakaat, pada tiap satu rakaat membaca al-Fatihah dan surat al-Takatsur sekali dan perbanyaklah shalawat kepada Nabi sebelum tidur. Setelah diamalkan, ibu itupun bisa melihat keadaan putrinya di alam kubur dalam keadaan yang sangat yang memprihatinkan dan tersiksa, kedua tangan dan kakinya terbelenggu dengan rantai dari api dan mengenakan pakaian dari ter. Tiba-tiba ibunya terbangun dari tidurnya.
Besok pagi ia datang kembali ke imam Hasan al-Bashri dan mengadukan bagaimana keadaan putrinya, lalu imam Hasan al-Bashri mengatakan: “perbanyaklah olehmu shadaqah, semoga Allah memaafkannya. Pada malam harinya Imam Hasan al-Bashri bermimpi seakan-akan beliau berada di kebun-kebun surga, beliau melihat ranjang-ranjang yang indah, dan ada seorang wanita yang sangat cantik berada di atas ranjang di kepalanya menggunakan mahkota dari cahaya. Wanita itu memanggil Imam Hasan al-Bashri; “Wahai Imam, apakah engkau mengenaliku? Imam Hasan menjawab” Tidak” wanita itu berkata:” Saya adalah putri seorang ibu yang datang kepadamu yang kau perintahkan untuk bershalawat kepada Nabi. Imam Hasan berkata:” Kemarin ibumu bercerita kepadaku tentang keadaanmu yang sangat tragis dan menyedihkan, lalu imam Hasan al-Bashri berkata kepada anak itu: “Dengan sebab apa engkau bisa dapatkan kedudukan ini?” Lalu putri tersebut bercerita; ”ada 70.000 jiwa terbelenggu mendapat siksa sebagaimana diceritakan oleh ibuku, kemudian lewat orang shaleh yang membacakan shalawat, ia hadiahkan shalawat itu kepada ahli kubur, dengan barakahnya shalawat dan barakahnya orang shaleh menjadikan penduduk kubur dibebaskan dari adzab.[12]
Di zaman Bani Israil hiduplah seorang pemuda bejad yang banyak melakukan maksiat, ia memiliki semboyan hidup tiada hari tanpa maksiat. Ketika ia meninggal dunia, penduduk kampung membuang mayatnya ke tempat sampah. Sehingga Allah mewahyukan kepada Nabi Musa: “Wahai Musa uruslah mayatnya, mandikan dan shalatkan, karena Aku telah mengampuni segala dosanya” Nabi Musa bertanya: “Ya Tuhanku dengan sebab apa ia mendapat ampunan-Mu? Allah menjawab: “Pada suatu hari ia pernah membuka kitab Taurat, di dalamnya ia menemukan nama Muhammad, kemudian ia membaca shalawat kepada Muhammad, lantaran ia membaca shalawat kepada Muhammad, maka Aku memberikan ampunan kepadanya.”[13]Diriwayatkan ada orang shalih bernama Muhammad Ibn Said Ibn Mutharrif yang selalu memiliki kebiasaan membaca shalawat kepada Nabi Muhammad sebelum tidurnya. Pada suatu hari, sebelum tidur beliau membaca shalawat yang banyak, sehingga kedua mata beliau dikalahkan oleh rasa ngantuk. Dalam tidur, beliau bertemu dengan Nabi Muhammad masuk ke kamar beliau, sehingga seluruh ruangan kamar dipenuhi dengan cahaya. Nabi Muhammad memanggil beliau seraya berkata; “Wahai pemilik mulut yang senantiasa bershalawat kepadaku kemarilah, aku ingin mencium engkau.” Kemudian beliau merasa malu kalau mulut beliau dicium oleh Nabi Muhammad, seakan-akan diri beliau tidak pantas menerimanya, sehingga beliau menoleh dan akhirnya Nabi Muhammad sempat mencium bagian pipi beliau. Ketika itu secara tiba-tiba, beliau terbangun dari tidurnya dan membangunkan istri beliau, maka keadaan ruangan kamar beliau semerbak dengan harum wewangian dan wewangian tersebut tidak hilang dari pipi beliau selama 8 hari yang setiap harinya istri beliau sangat suka menciuminya.[14]
Dihikayatkan bahwasanya ulama besar Imam Sufyan Tsauri sedang thawaf mengelilingi ka’bah dan beliau melihat seseorang yang setiap kali melangkahkan kakinya senantiasa ia membaca shalawat atas Nabi. Sufyan bertanya: “Sesungguhnya engkau telah telah tinggalkan bacaan tasbih dan tahlil, sedang engkau hanya melakukan shalawat atas Nabi. Apakah sebabnya? Orang itu menjawab: “Siapakah engkau? Semoga Allah mengampunimu. Sufyan menjawab: “Saya adalah sufyan Tsauri”. Orang itu berkata: “seandainya kamu bukanlah orang yang istimewa di masamu ini niscaya saya tidak akan memberitahukan masalah ini dan menunjukkan rahasiaku ini”. Kemudian orang itu berkata kepada Sufyan: “sewaktu saya berpergian untuk mengerjakan ibadah haji bersama ayahku, ayahku mengalami sakit keras dan aku berusaha untuk mengobatinya. Ketika suatu malam, aku berada di dekat kepalanya ayahku meninggal dan mukanya tampak sangat hitam, lalu saya mengucapkan “innalillah wa inna ilahi rajiun” dan saya menutup mukanya dengan kain. Kemudian saya tertidur dan bermimpi, dimana saya melihat ada orang yang sangat tampan tidak pernah aku melihat orang setampan itu, sangat bersih dan sangat wangi, ia mengusap muka ayahku, lalu muka ayahku itu langsung berubah menjadi putih. Saat orang yang tampan itu akan pergi, lantas saya pegang pakaiannya sambil bertanya: “wahai hamba Allah siapakah engkau? Allah telah menjadikan muka ayahku itu berubah menjadi putih di tempat yang istimewa ini?. Orang itu menjawab: “apakah kamu tidak mengenal aku? Aku adalah Muhammad bin Abdullah yang telah Allah berikan kitab yang paling mulia yaitu al-Qur’an. Sesungguhnya ayahmu itu termasuk orang yang melampaui batas (banyak dosanya) akan tetapi ia banyak membaca shalawat atasku. Ketika ia berada dalam suasana yang demikian, ia meminta pertolongan kepadaku, maka akupun memberikan pertolongan kepadanya, karena aku suka memberikan pertolongan kepada orang yang banyak membaca shalawat atasku”. Setelah itu saya terbangun dari tidur, dan saya lihat muka ayahku berubah menjadi putih.[15]
Diceritakan pula bahwa ketika syaikh Syibliy datang ke rumah syaikh Abu Bakar Ibn Mujahid salah seorang ulama besar di masanya, beliau mendekati syaikh Syibliy dan memeluknya serta mencium keningnya. Banyak orang bertanya-tanya. Seseorang berkata: ”Wahai Syaikh, kenapa kau istimewakan Syibliy? Sedangkan semua orang negeri ini mengetahui siapa Syibliy, dia adalah orang kelas recehan bahkan orang kampungnya sudah kaga umpamain dia.” Syaikh Abu Bakar Ibn Mujahid menjawab: ”Aku mencium kening syaikh syibliy dan memberikannya keistimewaan lantaran aku melihat dalam mimpi tidurku bahwa Rasulullah melakukan hal demikian kepadanya. Akupun bertanya kepada Rasulullah, dengan sebab apa beliau mencium dan mengistimewakan syibliy. Kemudian Rasulullah menjawab: ”Syibliy lazim membaca:
لقد جاءكم رسول من أنفسكم عزيز عليه ما عنتم حريص عليكم بالمؤمنين رؤوف رحيم
(surat al-Taubah ayat: 129) dan menambahkan dengan pembacaan shalawat kepadaku.”[16]
Diceritakan ada seorang saudagar kaya di kota Balakh yang memiliki 2 orang putra. Ketika saudagar kaya itu meninggal, maka hartanya diwariskan oleh 2 putranya. Diantara peninggalan harta tersebut terdapat 3 helai rambut Rasulullah, sehingga masing-masing kakak beradik itu mengambil satu bagian dan tersisa 1 helai rambut. Sang kakak berkata: “Wahai adikku, bagaimana kalau kita belah dua saja rambut yang tersisa ini? Si adik menjawab;” tidak, rambut Rasulullah sangat mulia dan lebih berharga dari harta peninggalan ayah. Sang kakak berkata:” Bagaimana kalau engkau ambil rambut yang tersisa ini untukmu, dan bagian hartamu aku ambil semuanya? Si adik berkata: “lakukanlah olehmu.” Kemudian sang kakakpun mengambil seluruh harta peninggalan ayahnya dan si adik mengambil rambut Rasulullah dan memasukkannya ke dalam kantungnya. Tiada hari melainkan si adik tersebut selalu melihat rambut Rasulullah dan setiap kali melihatnya, ia membaca shalawat kepada Rasulullah. Beberapa tahun kemudian harta sang kakak menjadi bures dan kehidupan si adik makin berkah. Singkat cerita ketika si adik meninggal dunia, banyak orang shalih bermimpi ketemu Rasulullah dan Rasulullah berpesan: “Siapa saja yang memiliki hajat yang ingin dikabulkan oleh Allah, maka hendaklah ia menziarahi kuburan si adik fulan.” Pada akhirnya di zaman tersebut banyak orang dan bahkan ulama besar berduyun-duyun menziarahi kuburan si fulan. Para ulama berkata: “Ini semua berkah dari shalawat yang ia baca.” Syaikh Abu Hafsh Umar Ibn Husain al-Samarqandiy menyebutkan bahwa si fulan tersebut bernama Abu al-Saib seorang yang berasal dari kota Syiraz.[17]
Dikisahkan oleh Syaikh Rasyiduddin al-A’tthar bahwa di kota Mesir ada seorang yang shalih bernama Abu Sa’id al-Khayyath, dalam hidupnya ia jarang sekali bergaul dengan masyarakat dan tidak pernah hadir majelis ilmu. Tiba-tiba belakangan ini, beliau selalu mengunjungi majelis ilmu Syaikh Ibn Rusyaiq, maka hal tersebut membuat masyarakat terheran-heran dan bertanya-tanya. Kemudian beliau menjawab: “Pada satu malam aku bermimpi bertemu dengan Rasulullah dan beliau berkata kepadaku: “Hadirilah majelis ilmu Syaikh Ibn Rusyaiq, lantaran ia seorang ulama yang memiliki amalan sangat banyak membaca shalawat kepadaku.” Setelah Syaikh Ibn Rusyaiq meninggal, banyak orang yang memimpikan beliau dalam keadaan yang menggembirakan. Orang-orang yang bertemu beliau dalam mimpi menanyakan; “Dengan sebab apa engkau mendapat kemulian seperti ini? Beliau menjawab: “Dengan sebab memperbanyak shalawat kepada Nabi Muhammad.”[18]
Begitu dahsyatnya balasan shawalat terhadap Nabi, sehingga bagi siapapun yang mengucapkannya akan melibatkan Allah, para malaikat dan Nabi Muhammad langsung membalasnya, bukan hanya tertolaknya mushibah dunia, dijauhkan dari azab kubur, balasan dengan tumpukan pahala, keselamatan di akhirat, tetapi juga mendapat syafaat dari Nabi Muhammad dan dapat menambahkan ketaqwaan seseorang kepada Allah sehingga ia selalu diberikan jalan keluar dari segala urusan . Syaikh Muhammad Abdurrahman Syamilah al-Ahdal menyebutkan sebuah Nazham berbahar Rajaz:
مَنْ يَتَّقِ الرَّحْمَنَ حَفَّهُ الْفَرَجْ * وَأَمْرُهُ يُسْرٌ فَلاَ يَخْشَى الْحَرَجْ
بِحَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ اْلأَرْزَاقُ * تَأْتِي لَهُ وَيَنْحَمِي اْلإِمْلاَقُ
Artinya:”Siapa saja yang bertaqwa kepada Allah, maka dirinya akan dikelilingi jalan keluar. Perkara yang dihadapinya menjadi mudah sehingga ia tidak takut ditimpa kesempitan hidup. Rizki datang kepadanya secara tidak disangka-sangka dan hilanglah segala kesusahan.”[19]
Tulisan ini merupakan penggalan dari sebuah karya berupa buku dengan judul:
فَاتِحُ اْلأَسْرَارِ وَمُفَرِّجُ الْهُمُوْمِ وَاْلأَغْيَار
فِي فَضَائِل ِاَحَدَ عَشَرَ صَلَوَاتٍ عَلَى النَّبِيّ الْمُخْتَار
Pembuka Segala Rahasia Penghempas Lara Dan kesulitan
Dalam Menguak Keutamaan 11 Shalawat Para Auliya
kepada Nabi Muhammad
(H. Rizki Zulqornain Asmat)
Lebih dari 40 sahabat yang meriwayatkan hadis tentang keutamaan shalawat kepada Nabi Muhammad. Lihat: Habib Ahmad Ibn Zain al-Habsyiy, Syarh al-Ainiyyah Nazham Qashidah al-Habib Abdullah Ibn Alawiy al-Haddad h. 371.
[2] Imam Muslim dalam Shahihnya hadis no: 577.
[3] Syaikh Muhammad Fathan Ibn Abdul wahid al-Susiy al-Nazhifiy, al-Durrah al-Kharidah Syarh al-Yaqutah al-Faridah vol. 4 h. 183.
[4] Sayid Ali Ibn Abdullah al-Haddad, Sullam al-Maratib Li A’la al-Maratib Syarh al-Ratib h. 7.
[5] Imam Muhammad al-Ramliy, Fatawa al-Ramliy Bi Hamisy al-Fatawa al-Kubra vol. 4 h. 418.
[6] Imam Abdullah Ibn Ahmad Basaudan, Dzakhirah al-Ma’ad Syarh Ratib al-Haddad vol. 2 h. 19.
[7] Syaikh Yusuf Ibn Ismail al-Nabhaniy, Sa’adah al-Darain Fi al-Shalah Ala Sayyid al-Kaunain (Beirut: Dar al-Fikr 2004) h. 509.
[8] Imam Abdullah Ibn Ahmad Basaudan, Dzakhirah al-Ma’ad Syarh Ratib al-Haddad vol. 2 h. 17.
[9] Imam Jalaluddin al-Suyuthiy, al-Jami’ al-Shaghir Min al-Ahadits al-Basyir al-Nadzir Bi Syarh Faidh al-Qadir vol. 4 h. 24.
[10] Syaikh Muhammad Nawawi Ibn Umar al-Bantaniy, Qami’ al-Thughyan Syarh Syu’ab al-Iman h. 28.
[11] Syaikh Abu Bilal Muhammad Ilyas al-Atthar al-Qadiriy, Asbab Suil Khatimah h. 3.
[12] Sayyid Muhammad al-Tijaniy, al-Fauz Wa al-Najah h. 238; Syaikh Yusuf Ibn Ismail al-Nabhaniy, Afdhal al-Shalawat Ala Sayyid al-Sadat h. 55.
[13] Syaikh Hasan Hilmiy Afandiy Ibn Muhammad al-Qahiy al-Daghistaniy, Tanbih al-Salikin Fi Ghurur al-Mutasyaikhin. h. 576.
[14] Imam Muhammad Ibn Ya’qub al-Fairuz al-Abadiy, al-Shilat Wa al-Bisyar Fi Shalat Ala Khair al-Basyar h. 125.
[15] Syaikh Suaib al-Huraifisy, al-Raudh al-Faiq Fi al-Mawaizh Wa al-Raqaiq (Beirut: Dar al-Fikr) h. 249; Syaikh Yusuf Ibn Ismail al-Nabhaniy, Afdhal al-Shalawat Ala Sayyid al-Sadat h. 56.
[16] Habib Alawiy Ibn Ahmad Ibn Hasan Ibn Abdullah Ibn Alawiy al-Haddad, Syarh Ratib al-Haddad h. 195.
[17] Imam Muhammad Ibn Ya’qub al-Fairuz al-Abadiy, al-Shilat Wa al-Bisyar Fi Shalat Ala Khair al-Basya h. 129.
[18] Imam Muhammad Ibn Ya’qub al-Fairuz al-Abadiy, al-Shilat Wa al-Bisyar Fi Shalat Ala Khair al-Basyar h. 127.
[19] Syaikh Muhammad Abdurrahman Syamilah al-Ahdal, Syarh Manzumah Bugyah al-Hudzzaq Li Ma’rifah Mafatih al-Arzaq h. 82.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar