Rabu, 23 Desember 2015

Nasehat Imam Ibnu Arabi

[1] “Janganlah Anda menghina sesuatu pun dari perbuatan Anda, sebab Allah tak pernah menghinanya ketika Dia menciptakan dan mewajibkannya. Allah tidak mewajibkan suatu perintah kecuali Allah telah menyiapkan pertolongan dan bantuan untuk menunaikannya hingga Dia mewajibkan perintah itu kepada Anda. Sementara martabat Anda lebih agung di sisi-Nya karena Anda adalah tempat untuk mewujud apa yang Dia wajibkan kepada Anda.”

[2] “Barangsiapa percaya kepada takdir, ia akan tenang. Barangsiapa memperhatikan, ia akan diperhatikan. Barangsiapa bertawakal, ia akan memperoleh keyakinan. Barangsiapa mengerjakan sesuatu yang tidak berarti baginya, maka akan dihilangkan sesuatu yang berarti baginya.

[3] “…jangan berdebat, berdiskusi, bahkan berbicara dengan orang-orang yang menisbahkan sekutu kepada Allah.”

[4] “Lihatlah seluruh ciptaan, terutama umat manusia, dengan kehendak baik—menerima, mengakui, memaafkan, melayani, dan mencintai. Jadikanlah hal itu sebagai watakmu dalam berhubungan dengan dunia.”

[5] “Jika orang yang telah kamu bantu itu membuatmu sedih sebagai balasannya–jika tanggapan-tanggapannya, cara-cara, kebiasaan-kebiasaannya menyebalkan–bersabar dan maafkanlah.”

[6] “Jangan buang waktumu dalam perbincangan tak berguna.”

[7] “Temukan sahabat yang tepat, yang akan menjadi pendukungmu, seorang kawan perjalanan yang baik di jalan kebenaran.”

[8] “Keikhlasan adalah ciri pencari sejati.”

[9] “Untuk melangkah di jalan ini, untuk mengikuti jejak para nabi, kamu harus ringan–ringan dalam barang-barang duniawi ini, ringan dalam perhatianmu pada dunia ini.”

[10] “Sebuah tanda keberatan yang akan menghalangimu untuk maju adalah menjadi beban orang lain; baik menjadi seorang tanggungan orang lain atau membiarkan orang lain membawa bebanmu

[11] “Dalam semua tindakan, pergaulan, dan kata-katamu–takutlah kepada Allah.”

[12] “Dunia ini adalah dasar ujian; jangan cari kesenangan dan kekayaan di dalamnya.”

[13] “Makanlah sedikit. Itu akan meninggalkan lebih banyak ruang dalam hatimu dan akan meningkatkan hasratmu untuk berdoa dan taat.”

[14] “Setiap usai shalat, buatlah perhitungan atas tindakan-tindakanmu sejak shalat terakhir. Dengan demikian diharapkan bahwa hanya perbuatan-perbuatan baik dan tindakan-tindakan yang pantas bagi muslim-lah yang dilakukan di antara waktu-waktu shalat itu.”

[15] “…perbuatan yang dilakukan dengan peduli, dengan perhatian kepada orang lain, sesuai dengan pergaulan yang pantas, demi ridha Allah, adalah juga ibadah.”

[16] “Tautkanlah hatimu kepada Allah dengan rendah hati dan penuh kedamaian.”

[17] “Hal yang penting bagimu adalah selalu waspada, penuh perhatian pada apa yang melintas dalam pikiran dan hatimu. Pikirkan dan periksalah pemikiran-pemikiran dan perasaan-perasaan ini. Cobalah mengendalikannya. Waspadalah pada keinginan hawa nafsumu, lakukan perhitungan-perhitunganmu dengannya.”

[18] “Sadarlah, malulah, di hadapan Allah. Hal itu akan mendorongmu untuk waspada. Kamu pun akan mempedulikan apa yang sedang kamu lakukan dan katakan atau pikirkan, dan pelbagai pemikiran dan perasaan yang buruk dalam pandangan Allah tidak akan bisa hinggap dalam hatimu.”

[19] “Anggaplah setiap perbuatanmu sebagai perbuatan terakhirmu, setiap shalat mungkin sujud terakhirmu; kamu mungkin tidak punya kesempatan lagi.”

[20] “Allah tidak menerima perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan dengan tidak sadar dan tidak ikhlas. Dia Ta’ala menyukai perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan dalam kesadaran dan keikhlasan.”[21] “…harus mengenali sisi-sisi burukmu dan membersihkan dirimu darinya.”

[22] “Hubunganmu dengan siapapun haruslah dilandasi tingkah laku terbaik–tapi hal ini bisa berbeda-beda sesuai kondisi dan lingkungan. Perilaku, bukanlah sebuah bentuk. Perilaku bukanlah bertindak dengan cara yang sama pada setiap kesempatan terhadap setiap orang. Perilaku yang baik, tidak dilakukan demi keuntungan pribadi, tapi demi Allah”

[22] “Sangatlah baik bila kamu memisahkan diri dari orang-orang yang tidak percaya pada apa yang kamu yakini, yang tidak melakukan apa yang kamu lakukan, dan yang melawan imanmu. Namun, pada saat yang sama, sebaiknya kamu tidak berpikir buruk tentang mereka atau mencela mereka karena demikian mereka adanya.”

[23] “Jangan puas dengan keadaan spiritual (hal)-mu; tingkatkan! Majulah tanpa henti, tanpa gangguan. Dengan tujuan yang teguh, berdoalah kepada Allah, Sang Mahabenar, untuk membawamu dari keadaanmu saat ini menuju keadaan berikutnya. Dalam setiap keadaan, dalam setiap kemajuan, sambil melakukan sesuatu atau tidak, bersikaplah senantiasa ikhlas dan jujur.”

[24] “Belajarlah untuk memberi, baik kamu punya banyak atau sedikit, baik saat suka maupun duka.
[25] “Jika kamu ingin menemukan kebenaran dan meraih ridha Allah, maka hindari berbuat buruk dan kendalikan amarahmu. Jika tidak bisa menghentikan amarah, setidaknya kamu tidak memperlihatkannya. Ketika kamu melakukan hal ini, kamu akan diridhai Allah dan mengecewakan setan. Kamu akan mulai mendidik hawa nafsumu dan meluruskan serta mempersingkat jalanmu. Kemarahan merupakan sebuah akibat dan tanda dari nafsu yang tidak terkendali, bagaikan binatang buas yang tidak ditambatkan dan tidak dikandangkan. Saat mengendalikan amarah, kamu seakan mengikatkan tali kekang di kepalanya dan palang di sekitarnya. Kamu pun mulai menjinakkannya, mengajarinya bagaimana bertingkah laku, mematuhi, agar ia tidak menyakiti orang lain atau dirinya (karena ia merupakan bagian darimu).”

[26] “…bersihkan kedua tanganmu dengan niat melepaskannya dari urusan duniawi ini. Lalu berkumurlah, bersihkan mulutmu, sambil mengingat dan menyebut nama Allah. Bersihkan hidungmu dengan niat menghirup aroma-aroma Ilahi. Bersihkan wajahmu dengan penuh rasa malu dan dengan niat membersihkan kepongahan dan kemunafikan darinya. Bersihkan lenganmu sambil memasrahkan kepada Allah agar membuatmu melakukan hal yang baik. Basuh ubun-ubunmu sambil merendahkan hati dan basuh kedua telingamu sambil mendamba mendengar sapaan-sapaan Tuhanmu. Bersihkan debu dunia dari kedua kakimu agar kamu tidak mengotori pasir-pasir surga…”

[27] “Makan adalah suatu bentuk ibadah, maka gerakan-gerakanmu sebaiknya dikendalikan. Jangan menolah-noleh ke kanan maupun ke kiri atau memikirkan kesalahan-kesalahanmu dan kekurangan-kekuranganmu; tinggallah dalam keadaan bersyukur.


(* Dikutip (mulai nomor 3 dan seterusnya) dari : “Selamat Sampai Tujuan-Panduan Bagi Penempuh Jalan Iman”, 2003; diterjemahkan oleh Syaikh Tosun Bayrak al-Jerrahi, dari Kitab Kunh Ma la Budda minhu li al-Murid (What the Seeker Needs)- Syaikh Al-Akbar Ibnu Arabi; 1997)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar