Senin, 28 Desember 2015

Jalan Sufi

Jalan Sufi juga dikenal sebagai Jalan Kalbu, karena lewat kalbu atau hatilah para penempuh jalan ruhani berusaha mengenal Sang Wujud, Allah Swt.


Bagi kaum Sufi, kalbu merupakan esensi dari manusia. Ketaatan dan kedurhakaan seseorang berkaitan langsung dengan kalbunya, tidak dengan akal pikirannya.


Kita mengetahui dan sadar bahwa banyak orang yang menyadari Suatu Kebenaran melalui akal pikirannya, tetapi karena kalbunya dipenuhi debu cinta duniawi maka mereka menolak kebenaran tersebut.


Itulah sebabya, kaum Sufi menjalani penyucian kalbu dengan berbagai metoda yang diajarkan para mursyid mereka demi memuluskan perjalanan ruhani mereka.


Pada dasarnya, metoda yang diajarkan para guru Sufi bukanlah sekadar teori-teori kosong , tetapi merupakan “sebuah ramuan” yang diperoleh para Mursyid di dalam pengalaman mereka menempuh jalan ruhani hingga mereka berhasil menemukan kebahagiaan sejati.


Metoda atau jalan yang ditempuh oleh kaum Sufi sangatlah beragam, sampai-sampai ada stigma yang mengatakan bahwa “Jalan menuju Tuhan itu banyak, sebanyak nafas manusia itu sendiri.” Artinya, pada hakikatnya masing-masing manusia mempunyai jalan yang khas di dalam usahanya untuk mencapai Sang Wujud.


Setiap orang mempunyai keunikan pribadi yang tidak dimiliki oleh manusia lainnya. Para guru sufi mengatakan : “Jika manusia mengetahui rahasia batin mereka sendiri, mereka tidak akan mencari tempat lain untuk mencari kebahagiaan, kedamaian dan cahaya.”


Oleh karena itu inti jalan Sufi adalah mengenal diri. “Dari mana aku datang? Di mana aku sekarang berada? Bagaimana aku bisa ada? Dan kemana aku akan pergi?


Semua ini adalah pertanyaan yang sudah wujud di dalam kalbu manusia sejak ia menyuadari keberadaannya.


Sejak dulu, Tasawuf datang untuk menenangkan jiwa para pencari Tuhan, meringankan penderitaan mereka dalam kehidupan dunia ini, serta membebaskan kerinduan yang senantiasa menggelisahkan hati semua manusia yang selama ini menarik mereka ke dalam depresi dan kesedihan.


Betapa pun hebatnya para pemikir, para milyarder, para pengusaha, dan orang-orang pintar, namun kesedihan selalu melekat dalam kalbu mereka. Ada secercah “kerinduan” atau “lubang kehampaan” dalam hati manusia, yang tidak ada satu pun obatnya kecuali mengingat kembali Sang Wujud.


Namun, mengingat-Nya bukanlah seperti yang anda bayangkan saat ini, seperti berzikir tanpa memahami apa yang anda ucapkan, atau tafakkur tanpa kezuhudan dan sebagainya.


Cobalah praktikkan zikir anda ketika anda merasakan kegelisahan, apakah anda merasa kegelisahan anda hilang setelah anda berzikir?


Jika tidak, maka bukan berarti apa yang dikatakan al_Quran itu tidak benar, akan tetapi bahwa apa yang kita lakukakan itu belum bisa dikatakan ZIKIR. Dan semua itu akan kembali kepada kalbu kita, apakah kalbu kita sehat (qalb salim) ketika kita mengucapkan zikir atau malah sebaliknya?


“Pada hari (ketika) harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih (qalb salim),” (QS Al-Syua’ara [26] : 88-89)


Laa hawla wa laa quwwata illa billah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar