Akhlak Mulia
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (berjumpa dengan-Nya di) Hari Kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”(QS Al-Ahzab [33]:21)
Dalam Hadits Qudsi, Allah berfirman,”Bahwasanya Aku menerima shalat hanya dari orang yang bertawadhu dengan shalatnya kepada keagungan-Ku, yang tidak terus menerus mengerjakan perbuatan dosa, menghabiskan waktunya sepanjang hari untuk berdzikir kepada-Ku, bersikap kasih sayang kepada fakir miskin, ibn sabil, janda, serta mengasihi orang yang mendapat musibah.”(HR. Al-Bazzar)
Rasulullah Saw bersabda,”Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”(HR. Ahmad)
Rasulullah Saw bersabda,”Dua sifat jangan sampai berkumpul dalam diri seseorang Muslim, yaitu kikir dan akhlak yang buruk.”(HR. Al-Tirmidzi dari Abu Sai’id Al-Khudri)
Rasulullah Saw bersabda,”Tidak ada suatu amal perbuatan pun dalam timbangan yang lebih berat daripada akhlak yang baik.”(HR. Abu Dawud dan Al-Tirmidzi dari Abu Darda’ r.a)
Akhlak yang baik itu merupakan penghimpun kebaikan.
Abdullah ibn ‘Amr ibn Al-‘Ash r.a berkata,”Rasulullah Saw sama sekali bukanlah orang yang keji dan bukan pula orang yang jahat, dan bahwasanya beliau bersabda,’Sesungguhnya orang yang paling baik di antara kamu sekalian adalah yang paling baik budi pekertinya.”(HR. Bukhari dan Muslim)
Abu Hurairah r.a berkata,”Rasulullah Saw ditanya tentang perbuatan apakah yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam surga. Beliau menjawab,’Takwa kepada Allah dan akhlak yang baik.’ Dan, beliau ditanya tentang perbuatan apakah yang paling banyak memasukkan seseorang ke dalam neraka. Beliau menjawab,’Mulut dan kemaluan.'(HR. Al-Tirmidzi)
Rasulullah Saw bersabda,”Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya di antara mereka, dan orang yang paling baik di antara kamu sekalian adalah yang paling baik terhadap istrinya.”(HR. Al-Tirmidzi)
‘Aisyah r.a berkata,”Saya mendengar Rasulullah Saw bersabda,’Sesungguhnya orang mukmin itu dengan akhlaknya yang baik dapat mengejar derajat orang yang selalu berpuasa dan shalat malam.”(HR. Abu Dawud)
Dari Abu Hurairah r.a, dikatakan kepada Rasulullah Saw bahwa si fulanah adalah wanita yang rajin shalat malam, berpuasa, beramal kebajikan, dan bersedekah, tetapi ia sering menyakiti tetangganya. Rasulullah Saw bersabda,”Tidak ada kebaikan baginya dan ia termasuk calon penghuni neraka.” Para sahabat berkata,”Si fulanah adalah seorang wanita yang hanya shalat wajib, bersedekah dengan sepotong keju, tetapi tidak suka menyakiti siapapun.” Rasulullah Saw bersabda,”Ia termasuk calon penghuni surga.”(HR. Bukhari)
Rasulullah Saw bersabda,”Orang yang paling kucintai dan yang paling dekat denganku di Hari Kiamat adalah yang paling baik akhlaknya di antara kalian.”(HR. Al-Tirmidzi);
Imam Al-Junaid berkata,”Ada 4 hal yang bisa mengangkat seorang hamba mencapai derajat paling tinggi, meskipun amal dan ilmunya amat sedikit, yakni : bijaksana, tawadhu’, dermawan dan budi pekerti yang baik.”
Imam Al-Ghazali mengatakan : “Kepribadian manusia itu pada dasarnya dapat menerima segala usaha pembentukan melalui pembiasaan.” Jika manusia membiasakan perbuatan jahat, ia akan menjadi orang jahat. Karena itu, Al-Ghazali menganjurkan agar akhlak diajarkan, yaitu dengan cara melatih jiwa kepada pekerjaan atau tingkah laku yang mulia. Jika seseorang menghendaki agar ia menjadi pemurah, ia harus dibiasakan melakukan pekerjaan yang bersifat pemurah, hingga murah hati dan murah tangan itu menjadi tabiatnya yang mendarah daging.
“Agama adalah mengenal Allah (ma’rifatullah). Mengenal Allah adalah berlaku dengan akhlak (yang baik). Akhlak (yang baik) adalah menghubungkan tali kasih sayang (silaturahim). Dan silaturahim adalah memasukkan rasa bahagia di hati saudara (sesama) kita.”-(Syaikh Yusuf Makassari)
Seorang ‘arif berkata : “Tidaklah seorang mulia menjadi mulia karena banyak shalat atau banyak puasa, tidak pula karena banyak mujahadah. Seorang menjadi mulia dengan akhlak yang baik.”
Standar mulia seseorang tidak ditentukan oleh banyaknya ibadah, banyaknya dzikir dan suluk, tapi oleh akhlak. Apabila akhlaknya buruk maka tidak ada kemuliaan pada diri orang tersebut.
Akhlak mulia adalah akhlak islami, yakni akhlak yang menggunakan tolok ukur ketentuan Allah Swt. Menurut M. Quraish Shihab, tolok ukur kelakuan baik mestilah merujuk pada ketentuan Allah. Apa yang dinilai baik oleh Allah, pasti baik dalam esensinya. Sebagai contoh, tidak mungkin Allah menilai kebohongan sebagai akhlak yang baik, karena kebohongan esensinya adalah buruk.
Dalam tahap tertentu, pembinaan akhlak lahiriah dapat dilakukan dengan cara paksaan yang lama kelamaan tidak lagi terasa dipaksa. Seseorang yang ingin menulis dan mengatakan kata-kata yang bagus, misalnya, pada mulanya ia harus memaksakan tangan dan mulutnya menuliskan atau mengatakan kata-kata dan huruf yang bagus. Apabila pembiasaan ini sudah berlangsung lama, paksaan tersebut sudah tidak terasa lagi sebagai paksaan.
Akhlak menyangkut perilaku yang bersifat individual dan sosial. Akhlak individual berarti kebersihan hati dan kepenuhan hati dengan rasa cinta dan kasih sayang, baik kepada Allah, sesama manusia, maupun seluruh unsur alam semesta selebihnya. Sedangkan akhlak sosial berarti amal shalih.[]
(* Sumber kutipan : “Wanita Yang Dirindukan Surga”, M. Fauzi Rachman, 2013; “Islam, Risalah Cinta dan Kebahagiaan”, Haidar Bagir, 2013; “Perjalanan Sufi Muda, Menemukan Tuhan dalam Keseharian, Ahmad R., 2013)
BICARA
Rasulullah Saw bersabda,”Amal yang paling dicintai Allah adalah menjaga lisan.”(HR. Al-Baihaqi)
Rasulullah Saw bersabda,”Seorang hamba tidak akan mencapai hakikat iman sebelum dia sanggup memelihara lisannya.”(HR. Ath-Thabrani)
Rasulullah Saw bersabda,”Manisnya iman tidak akan masuk ke dalam hati seseorang hingga dia mau meninggalkan sebagian perkataan (meskipun benar) karena takut berdusta dan mau meninggalkan sebagian bantahan meskipun dia dalam posisi menang.”(HR. Ad-Dailami)
Rasulullah Saw bersabda,”Allah pasti merahmati orang yang menjaga lisannya, memahami zamannya, dan istiqamah di jalan-Nya.”(HR. Abu Nu’aim)
Rasulullah Saw bersabda,”Tidak seorang pun diantara kalian yang akan diselamatkan oleh amal perbuatannya.” Seorang lelaki bertanya : Engkau pun tidak, wahai Rasulullah? Rasulullah Saw menjawab : Aku juga tidak, hanya saja Allah melimpahkan rahmat-Nya kepadaku, akan tetapi tetaplah kalian berusaha berbuat dan berkata yang benar.”(HR. Muslim; dari Abu Hurairah r.a)
Rasulullah Saw bersabda,”Orang yang paling aku cintai dan paling dekat padaku di antara kalian di akhirat kelak adalah orang yang paling baik akhlaknya. Orang yang paling kubenci dan paling jauh dariku di akhirat adalah orang yang paling buruk akhlaknya, yaitu orang yang banyak bicara, suka ngobrol, dan suka melecehkan orang lain.”(HR. Ahmad)
Ibnu Umar r.a meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda,”Janganlah kalian banyak bicara dengan tanpa mengingat Allah Swt. Karena sesungguhnya banyak bicara dengan tanpa ingat kepada Allah Swt bisa menyebabkan kerasnya hati. Sedangkan orang yang paling jauh dari Allah Swt adalah orang yang hatinya keras.”(HR. At-Tirmidzi)
Rasulullah Saw bersabda,”Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah bicara yang baik-baik atau diam.”(HR. Bukhari)
Rasulullah Saw bersabda,”Diam itu adalah ‘tuannya’ akhlak mulia dan siapa yang bercanda maka dia akan diremehkan.”(HR. Ad-Dailami)
Rasulullah Saw bersabda,”Sesungguhnya, orang yang paling banyak dosanya pada Hari Kiamat kelak adalah yang paling banyak bicara hal yang sia-sia.”(HR. Ibnu Nashir)
Rasulullah Saw bersabda,”Diam (tidak bicara) adalah suatu kebijaksanaan dan sedikit orang yang melakukannya.”(HR. Ibnu Hibban)
Rasulullah Saw bersabda,”Seorang mukmin bukanlah pengumpat, pengutuk, berkata keji atau berkata busuk.”(HR. Bukhari dan Al-Hakim)
Rasulullah Saw bersabda,”Barangsiapa yang banyak perkataannya, niscaya banyak kelirunya. Barangsiapa banyak kelirunya, niscaya banyak dosanya, dan barangsiapa yang banyak dosanya, niscaya neraka lebih utama baginya.”(HR. Abu Naim)
Rasulullah Saw bersabda,”Celakalah orang yang berbicara dusta dengan maksud agar membuat orang-orang tertawa, celakalah ia dan kemudian celakalah ia.”(HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Nasa’i)
Rasulullah saw bersabda,”Seseorang yang mengucapkan suatu kalimat dengan maksud agar ditertawakan orang maka sungguh dia telah jatuh ke dalam jurang yang kedalamannya sejauh jarak antara langit dan bumi. Sesungguhnya, lisan yang tergelincir berdampak lebih parah daripada kaki yang tergelincir.”(HR. Al-Khara’ithi)
Rasulullah Saw bersabda,”Orang-orang yang menggunjing dan mendengarkan gunjing adalah serupa dalam dosa.”(HR. Ath-Thabrani dengan beberapa perbedaan kata-kata)
Rasulullah Saw bersabda,”Yang mengumpat dan pendengarnya, berserikat dalam dosa.”(HR. At-Tirmidzi)
Rasulullah Saw bersabda,”Lindungilah diri kalian dari neraka meski hanya dengan menyedekahkan sebiji kurma, bila tidak punya maka cukup dengan tutur kata yang baik.”(HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah Saw bersabda,”Kebanyakan dosa anak Adam adalah karena lidahnya.” (HR Thabrani – Baihaqi)
Rasulullah Saw bersabda,”Lisan itu akan disiksa dengan azab yang tidak pernah ditimpakan kepada anggota tubuh lainnya. Setelah itu, lisan berkata,’Ya Rabb, mengapa Engkau menyiksaku dengan azab yang tidak pernah ditimpakan kepada anggota tubuh lainnya?’ Allah menjawab,’Sebab darimu telah keluar kalimat yang sanggup menembus timur bumi hingga baratnya yang menyebabkan pertumpahan darah, harta benda terampas, dan harga diri ternodai. Oleh karena itu, demi keagungan-Ku, sungguh Aku akan menyiksamu dengan azab yang tidak pernah Aku timpakan kepada anggota tubuh yang lain.”(HR. Abu Nu’aim)
Rasulullah Saw`bersabda,”Berbahagialah orang yang sanggup menjaga lisannya, yang merasa tempat tinggalnya luas (**Al-Manawi dalam kitab Faidh Al-Qadir syarah Jami’ Ash Shagir menyatakan bahwa maksud dari “merasa tempat tinggalnya luas” adalah menyendiri dari manusia, yaitu merasa nyaman berada di rumah sendiri sehingga enggan keluar rumah untuk berkumpu dengan orang-orang dalam membicarakan hal yang sia-sia), dan yang menangis atas kesalahan-kesalahannya.”(HR. Ath-Thabrani)
Rasulullah Saw bersabda,”Seorang mukmin bukanlah pengumpat, pengutuk, berkata keji atau berkata busuk.”(HR. Bukhari dan Al-Hakim)
Rasulullah Saw bersabda,”Barangsiapa yang banyak perkataannya, niscaya banyak kelirunya. Barangsiapa banyak kelirunya, niscaya banyak dosanya, dan barangsiapa yang banyak dosanya, niscaya neraka lebih utama baginya.”(HR. Abu Naim)
Rasulullah Saw bersabda,”Celakalah orang yang berbicara dusta dengan maksud agar membuat orang-orang tertawa, celakalah ia dan kemudian celakalah ia.”(HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Nasa’i)
Rasulullah saw bersabda,”Seseorang yang mengucapkan suatu kalimat dengan maksud agar ditertawakan orang maka sungguh dia telah jatuh ke dalam jurang yang kedalamannya sejauh jarak antara langit dan bumi. Sesungguhnya, lisan yang tergelincir berdampak lebih parah daripada kaki yang tergelincir.”(HR. Al-Khara’ithi)
Rasulullah Saw bersabda,”Orang-orang yang menggunjing dan mendengarkan gunjing adalah serupa dalam dosa.”(HR. Ath-Thabrani dengan beberapa perbedaan kata-kata)
Rasulullah Saw bersabda,”Yang mengumpat dan pendengarnya, berserikat dalam dosa.”(HR. At-Tirmidzi)
Rasulullah Saw bersabda,”Lindungilah diri kalian dari neraka meski hanya dengan menyedekahkan sebiji kurma, bila tidak punya maka cukup dengan tutur kata yang baik.”(HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah Saw bersabda,”Kebanyakan dosa anak Adam adalah karena lidahnya.” (HR Thabrani – Baihaqi)
Rasulullah Saw bersabda,”Lisan itu akan disiksa dengan azab yang tidak pernah ditimpakan kepada anggota tubuh lainnya. Setelah itu, lisan berkata,’Ya Rabb, mengapa Engkau menyiksaku dengan azab yang tidak pernah ditimpakan kepada anggota tubuh lainnya?’ Allah menjawab,’Sebab darimu telah keluar kalimat yang sanggup menembus timur bumi hingga baratnya yang menyebabkan pertumpahan darah, harta benda terampas, dan harga diri ternodai. Oleh karena itu, demi keagungan-Ku, sungguh Aku akan menyiksamu dengan azab yang tidak pernah Aku timpakan kepada anggota tubuh yang lain.”(HR. Abu Nu’aim)
Rasulullah Saw`bersabda,”Berbahagialah orang yang sanggup menjaga lisannya, yang merasa tempat tinggalnya luas (**Al-Manawi dalam kitab Faidh Al-Qadir syarah Jami’ Ash Shagir menyatakan bahwa maksud dari “merasa tempat tinggalnya luas” adalah menyendiri dari manusia, yaitu merasa nyaman berada di rumah sendiri sehingga enggan keluar rumah untuk berkumpu dengan orang-orang dalam membicarakan hal yang sia-sia), dan yang menangis atas kesalahan-kesalahannya.”(HR. Ath-Thabrani)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar