Senin, 10 Februari 2014

Nikah menurut ilmu nahwu

Meninjau Pernikahan dalam Persepektif Ilmu
Nahwu; Syarat Mutsanna - Syarat Menikah
Cukup menarik apa yang dituliskan
oleh Gus Ahmad Shampton bin KH. Mashduqi
Mahfudz perihal “nikah” dalam persepektif
ilmu nahwu. Di suatu malam, saat beliau
lenger-lenger melihat para santri putra pada
berdiri tidak hafal nadzam. Sementara para
santri putri hafalan wush wush... lancar
semua.
Memandangi bagan yang beliau buat,
dari pemahaman nadzam Syarat Mutsanna ,
kok tiba-tiba terpikir, othak-athik matuk,
ketentuan-ketentuan mutsanna (membuat
kata benda yang bermakna dua) ini bisa
digunakan untuk Syarat Menikah:
ﺷﺮﻁ ﺍﻟﻤﺜﻨﻲ ﺍﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﻣﻌﺮﺑﺎ *
ﻭﻣﻔﺮﺩﺍ ﻣﻨﻜﺮﺍ ﻣﺎ ﺭﻛﺐ
ﻣﻮﺍﻓﻘﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﻠﻔﻆ ﻭ ﺍﻟﻤﻌﻨﻲ ﻟﻪ * ﻣﻤﺎﺛﻼ
ﻻ ﻳﻐﻨﻲ ﻋﻨﻪ ﻏﻴﺮﻩ
Syaratnya bagi orang yang ingin menikah
( mutsanna=berpasangan) adalah:
1. Mu’rab : kata yang menerima tanda
perubahan kedudukan dalam susunan
kalimat. Berbeda dengan kata yang
mabni, dalam kedudukan apapun kata ini
tidak menerima tanda kecuali yang
sudah tercetak dalam kata itu. Seperti
pula orang yang ingin menikah, dia tidak
boleh egois (mabni), harus bisa fleksibel
menerima perbedaan dari siapapun.
Mampu memposisikan diri sesuai dengan
keadaan, sebagai suami, sebagai
menantu, sebagai orang tua bagi anak-
anaknya nanti.
2. Mufrad : kata yang akan dibentuk
bermakna dua tidak boleh berasal kata
yang bermakna lebih dari satu. Begitulah
seorang yang akan dinikahi harus single,
karena seorang perempuan tidak bisa
menikah lebih dari satu.
3. Nakirah: kata yang akan dibentuk
bermakna dua tidak boleh kalimat yang
makrifat atau sudah spesifik, harus kata
yang masih bermakna umum. Seorang
yang akan dinikahi belum ada yang
meminang atau sedang dalam proses
pinangan orang lain.
4. Ma Rukkiba : kata yang akan dibentuk
bermakna dua tidak boleh berasal dari
kata majemuk (berasal dari dua kata
yang dijadikan satu rangkaian kata).
Seorang yang akan menikah tidak boleh
berstatus “bersuami” atau berstatus
“beristri”. Dalam Tarkib Mazji (dua
rangkaian kata yang digunakan untuk
satu nama) untuk menjadi bermakna dua
harus menggunakan kata dzu . Dzu
mempunyai makna asal “mempunyai”,
maka yang berpoligami harus memiliki/
mempunyai harta lebih.
5. Muwaffiqan fi al-Lafdzi wa al-Ma’na
Lahu : kata yang akan dibentuk menjadi
kata yang bermakna dua, harus cocok
dalam lafadznya maupun maknanya.
Maka bila tidak bermakna sama meski
lafadznya sama, kata ini tidak bisa
dijadikan Mutsanna . Seorang yang akan
melakukan perjanjian nikah harus
memenuhi unsur kafa-ah , kesetaraan.
Terkadang pernikahan yang
mengabaikan kesetaraan rumah
tangganya “susah” untuk menjadi
sakinah, seperti suami isteri tetapi
mereka berhubungan seperti orang lain.
Kalimat yang tidak semakna dan
lafadznya sama hanya bisa Mulhaq
(dipersamakan mutsanna). Seperti
keluarga tetapi tak mampu membangun
bangunan keluarga yang baik.
6. Mumatsilan : kata yang akan dibuat
Mutsanna haruslah menunjukkan dzat
yang lebih dari satu. Bila hanya satu di
dunia ini, maka tidak bisa
ditatsniyah kan. Seorang yang ingin
menikah haruslah memilliki sifat yang
sama dengan manusia lain dan mampu
memanusiakan orang lain, bukan orang
yang angkuh yang merasa hanya dirinya
yang ada dan penting di dunia ini hingga
kepentingan orang lain menjadi tidak
penting.
7. La Yughni ‘Anhu Ghairuhu: bila ada
kata semakna yang bisa ditatsniyahkan,
maka tidak perlu men tatsniyahkan kata
yang sudah memiliki sinonim yang bisa
dibuat makna dua. Bila seseorang
hatinya sudah tertaut kepada seseorang,
maka tidak ada manfaatnya dia dinikahi,
karena dia hanyalah akan menyakiti hati.
Seperti juga orang yang sudah tertaut
hatinya kepada Allah, dan dikhawatirkan
pernikahan hanya akan mengganggu
intensitas hubungannya dengan Khaliq,
dia tidak butuh menikah.
Othak-athik mathuk. Santai saja…
Bagi yang tidak hafal nadzam berdiri
bukanlah ta’ziran, tetapi kesempatan bisa
mensyukuri nikmat bisa kuat berdiri dan
tegak dari Allah.
Terakhir, pesan Romo KH. Maimoen
Zubair: “Boleh-boleh saja mengharap di surga
akan ditemani bidadari atau bidadara. Tapi jika
dibandingkan dengan kenikmatan bersama
keluarga besar, bidadari dan bidadara itu
nikmatnya seperti snack saja. Eman sekali
kalau nda nikah

2 komentar: