Senin, 24 Februari 2014

Imam Abu Syuja'

Biografi Imam Abu Syuja' Shohibu
Ghoyatut Taqrib
SYAIKH IMAM ABU SYUJA’ (433-593/1042-1196)
: Pengarang Kitab Taqrib
SYIHAB al-Dunya wa ad-Din Ahmad bin Husain
bin Ahmad al-Asfahani al-Syafi’i, populer dengan
panggilan Abu Syuja’, berasal dari Isfahan, salah
satu kota di Persia, Iran.
Ia dilahirkan di Bashrah pada tahun 433 H/1042
M. Pernah menjabat sebagai mentri pada dinasti
bani Saljuk tahun 447H/1455M, sehingga dikenal
dengan julukan Syihabuddunya waddin (bintang
dunia dan agama). Di saat itu ia dapat menyebar
luaskan agama dan keadilan. Kebiasaannya, tak
pernah keluar rumah sebelum shalat dan
membaca al-Qur’an sedapat mungkin.
Dalam urusan kebenaran, ia tak pernah gentar
akan caci maki, hujatan dan kecaman dari
siapapun, baik pejabat atau penjahat. Ketika
menjabat sebagai mentri, Abu Syuja’ sangat
dermawan. Ia mengangkat sepuluh orang
pembantu untuk membagi-bagikan hadiah dan
sedekah. Mereka diserahi seratus dua puluh ribu
dinar. Uang sebanyak itu dibagi-bagikan kepada
para ulama dan orang-orang yang saleh.
Abu Syuja’ adalah pakar fikih mazhab Syafi’i. Di
Bashrah ia mendalami mazhab fikih yang
dipelopori Imam Syafi'i selama ini, emapat puluh
tahun tahun lebih, sehingga menjadi pakar fikih
madzhab Syafi’I. Pada akhir usianya, ia memilih
untuk hidup dalam kezuhudan. Seluruh hartanya
dilepas dan ia pergi ke Madinah. Menyapu,
menghampar tikar dan menyalakan lampu Mesjid
Nabawi, merupakan aktivitas rutinnya setiap hari.
Setelah salah seorang pembantu Mesjid Nabawi
meninggal dunia, Abu Suja’ mengambil alih
tugas-tugasnya. Rutinitas ini beliau jalani sampai
ajal menjemputnya pada tahun 593 H/1166 M.
Abu Suja’ meninggal di Madinah. Janazahnya
dimakamkan di Mesjid yang ia bangun sendiri di
dekat Bab Jibril, sebuah tempat yang pernah
disinggahi malaikat Jibril. Letak kepalanya
berdekatan dengan kamar makam Nabi dari
sebelah timur.
Allah menganugerahkan usia panjang kepada
tokoh besar ini.160 tahun lamanya ia menghirup
udara dunia. Akan tetapi dalam jangka waktu
yang sangat panjang itu, tak satupun dari dari
anggota tubuhnya yang cacat. Ketika ditanya
mengenai rahasianya, beliau menjawab: “Aku
tidak pernah menggunakan satupun dari anggota
tubuhku untuk bermaksiat kepada Allah. Karena
pada masa mudaku aku meninggalkan maksiat,
maka Allah menjaga tubuhku di usia senja.”
Penjelasan riwayat hidup Abu Syuja’ yang diurai
diatas disebut dalam beberapa kitab syarah Fath
al-Qorib dan dikutil oleh beberapa orang.
Tampaknya, semua sepakat bahwa Abu Syuja’
lahir pada tahun 433 H. tapi, mengenai tahun
wafatnya masih diperselisihkan oleh beberapa
kalangan. Yang menarik al-Bajuri menyebutkan
bahwa Abu Syuja’ wafat pada tahun 488. padahal
dalam redaksi lainnya ia menyebut persis seperti
pesyarah yang lain. Haji Khalifah dalam Kasyf az-
Zhunun menuturkan bahwa Abu Syuja’ meninggal
pada tahun 488.
Dalam pernyataan bahwa, Abu Syuja’ pernah
menjabat sebagai wazir pun masih perlu diselidiki
kebenarannya. Sumber-sumber kitab sejarah
menyebutkan bahwa pada masa itu memang ada
seorang wazir berjuluk Abu Syuja’. Ia dikenal adil
dan alim. Ia juga mengarang kita Takmilah li-
Kitab Tajarid al-Umam karya Ibnu Maskaweh. Ia
juga bermazhab Syafi’i dan berguru pada Syekh
Abu Ishaq as-Syirazi di Baghdad. Disebutkan
pula bahwa ia terlahir pada tahun 437 dan wafat
pada 488. tahun wafat itu sama dengan yang
dsebut oleh al-Bajuri dan Haji Khalifah. Di sinilah
timbul kekaburan.
Namun Abu Syuja’ sang wazir itu tidak bernisbah
al-isfahani. Nisbahnya adalah ar-Rudzarawari.
Namanya pun berbeda. Sang wazir itu bernama
Muhammad al-Husain bin Muhammad bin
Abdillah bin Ibrahim. Sedang Abu Syuja’,
pengarang Taqrib, bernama Ahmad bin al-Husain
binAhmad bin al- Isfahani. Hanya saja, kedua
orang itu bertepatan berkunyah sama yaitu Abu
Syuja’. Dalam kitab-kitab sejarah juga disebutkan
bahwa Abu Syuja’, sang wazir Dinasti Abbasiyah,
wafat di madinah. Hal ini semakin menguatkan
dugaan bahwa kedua orang itu berbeda.
Mungkin saja para pesyarah fath al-Qorib seperti
al-Bajuri, Syek Nawawi Banten dan majid al-
Humawi ikut pada al-Bujairimi yang salah sadur
dari ad-Dairobi. Yang lebih baik adalah
mempercayai apa yang ada dalam Thabaqat as-
Syafi’iyah karya as-Subki dan Dairah al-Ma’arif
al-Islamiyah yang menyebut keduanya terpisah
dan berbeda.
Ghayah al-Ikthishar yang dikarang oleh Abu
Syuja’ termasuk karya terindah mengenai pokok-
pokok fikih. Kitab yang lebih dikenal dengan
sebutang Taqrib ini, mencakup permasalahan
yang luas meskipun bentuknya kecil. Seorang
ulama mengubah bait-bait syair, memuji Abi
Suja’ dan karya monumentalnya, Ghayah al-
Ikhtishar, yang lebih popular dengan sebutan
Taqrib:
Wahai yang menghendaki faidah
berkesinambungan
Demi peroleh keluhuran dan kemanfaatan
Dekatilah ilmu-ilmi itu
Jadilah kau pemberani
Dengan Taqribnya (pendekatan) Abi
Syuja’ (bapak para pemberani).
Karena padat dan pentingnya isi kitab ini, para
imam berpacu mensyarahi, mengomentari,
memberi catatan kaki serta merumuskanya dalam
bait-bait nazam. Di antaranya syarah-syarah
tersebut ialah:
1.Kifayah al-Akhyar fi Syarh al-Ikhtisar, karya
Imam Taqiyuddin bin Muhammad al-Husaini al-
Hishni ad-Dimasyqi, w. 829 H. kitab ini sebanyak
dua jilid.
2.al-Iqna’ fi Hall Alfazh Abi Syuja’, karya al-
Khatib al-Syarbini.
3.Fath al-Qarib al-Mujib fi syarh at-Taqrib atau
al-Qaul al-Mukhtar fi syarh Ghayat al-Ikhtishar,
karya Abu Abdillah Muhammad bin Qasim al-
Gazzi, w. 918 H. Dan masih banyak lainnya.
(Ditulis kembali dari Buku: Guruku Dipesantren
karya LPSI Pondok Pesantren Sidogiri. Diterbitkan
pada tahun 1420 H)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar