Selasa, 17 Mei 2016

Tahlilan dan syukuran

wa'alaykumussalaam...wr.wb
afwan, sekedar tambahan:

Peringatan 3, 7, 20, 40, 100 Hari Orang Yang Meninggal
09.23.00 Piss Ktb
--
Tradisi yang berkembang dikalangan NU, jika ada orang yang meningal, maka akan diadakan acara tahlilan, do’a, dzikir fida dan lain sebagainya. Untuk mendo’akan orang yang meningal dan biasanya dibarengi dengan jamuan makanan sebagai sodaqoh untuk simayit.
Dalil yang digunakan hujjah dalam masalah ini yaitu sebagaimana disebutkan dalam kitab al-Hawi li-Al-Fatawi li as-syuyuti, Juz II, hlm 183

قَالَ طَاوُسِ: اِنَّ اْلمَوْتَى يُفْتَنُوْنَ فِىْ قُبُوْرِهِمْ سَْعًا فَكَانُوْا يُسْتَحَبُّوْنَ أَنْ يُطْعِمُوْا عَنْهُمْ تِلْكَ اْلاَيَّامِ-اِلَى اَنْ قَالَ-عَنْ عُبَيْدِ بْنِ عُمَيْرِ قَالَ: يُفْتَنُ رَجُلَانِ مُؤْمِنٍ وَمُنَافِقٍ فَأَمَّا اْلمُؤْمِنُ فَيُفْتَنُ سَبْعًا وَاَمَّا الْمُنَافِقُ يُفْتَنُ اَرْبَعِيْنَ صَبَاحًا.

Imam Thawus berkata : seorang yang mati akan beroleh ujian dari Alloh dalam kuburnya selama tujuh hari. Untuk itu, sebaiknya mereka (yang masih hidup) mengadakan sebuah jamuan makan (sedekah) untuknya selama hari-hari tersebut. Sampai kata-kata: dari sahabat Ubaid Ibn Umair, dia berkata: seorang mu’min dan seorang munafiq sama-sama akan mengalami ujian dalam kubur. Bagi seorang mu’min akan beroleh ujian selama 7 hari, sedang seorang munafik selama 40 hari diwaktu pagi.

Dalil diatas adalah sebuah atsar yang menurut Imam As-Syuyuty derajatnya sama dengan hadis marfu’ Mursal maka dapat dijadikan hujjah makna penjelasannya:

اِنَّ أَثَرَ طَاوُسَ حُكْمُهُ حُكْمُ اْلحَدِيْثِ الْمَرْفُوْعِ اْلمُرْسَلِ وَاِسْنَادُهُ اِلَى التَّابِعِى صَحِيْحٌ كَانَ حُجَّةً عِنْدَ اْلاَئِمَّةِ الثَّلَاثَةِ اَبِي حَنِيْفَةَ وَمَالِكٍ وَاَحْمَدَ مُطْلَقًا مِنْ غَيْرِ شَرْطٍ وَاَمَّا عِنْدَ الشَّافِعِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فَاِنَّهُ يَحْتَجُ بِاْلمُرْسَلِ اِذَا اعْتَضَدَ بِاَحَدِ أُمُوْرٍ مُقَرَّرَةٍ فِى مَحَلِهَا فِيْهَا مَجِيْئِ آخَرَ اَوْ صَحَابِيِّ يُوَافِقُهُ وَالْاِعْتِضَادِ هَهُنَا مَوْجُوْدٌ فَاِنَّهُ رُوِيَ مِثْلُهُ عَنْ مُجَاهْدِ وَعَْ عُبَيْدِ بْنِ عُمَيْرِ وَهُمَا تَابِعِيَانِ اِنْ لَمْ يَكُنْ عُبَيْدٌ صَحَابِيًا.

Jka sudah jadi keputusan, atsar (amal sahabat Thawus) diatas hukumnya sama dengan hadist Marfu’ Mursal dan sanadnya sampai pada tabi’in itu shahih dan telah dijadikan hujjah yang mutlak(tanpa syarat) bagi tiga Imam (Maliki, Hanafi, Hambali). Untuk Imam as-Syafi’i ia mau berhujjah dengan hadis mursal jika dibantu atau dilengkapi dengan salah satu ketetapan yang terkait dengannya, seperti adanya hadis yang lain atau kesepakatan Shahabat. Dan, kelengkapan yang dikehendaki Imam as-Syafi’i itu ada, yaitu hadis serupa riwayat dari Mujahid dan dari ubaid bin Umair yang keduanya dari golongan tabi’in, meski mereka berdua bukan sahabat.

Lebih jauh, Imam al-Syuyuti menilai hal tersebut merupakan perbuatan sunah yang telah dilakukan secara turun temurun sejak masa sahabat.
Kesunnahan memberikan sedekah makanan selama tujuh hari merupakan perbuatan yang tetap berlaku hingga sekarang (zaman imam as-Syuyuti, abad x Hijriyah) di mekah dan Madinah. Yang jelas, kebiasaan itu tidak pernah ditinggalkan sejak masa sahabat Nabi Muhammad SAW sampai sekarang ini, dan tradisi itu diambil dari Ulama Salaf sejak generasi pertama (masa Sahabat Nabi Muhammad SAW).”

Tahlilan atau sedekah tahlil hukum asalnya adalah boleh, menjadi makruh jika keluarga ahli kubur merasa terbebani atau meratapi kematian, menjadi haram jika dibiayai dari harta yang terlarang (haram), atau dari harta mayyit yang memiliki tanggungan / hutang atau  dari harta yang bisa menimbulkan bahaya atasnya.

Tahlilan disyiarkan oleh para Wali Songo, Wali Allah generasi ke sembilan dan kebetulan berjumlah sembilan orang.  Salah seorang Wali Songo, Syarif Hidayatullah atau lebih dikenal Sunan Gunung Jati adalah Wali Allah keturunan cucu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Dalam tradisi lama, bila ada orang meninggal, maka sanak famili dan tetangga berkumpul di rumah duka. Mereka bukannya mendoakan mayit tetapi begadang dengan bermain judi atau mabuk-mabukan atau ke-riang-an lainnya.

Wali Songo mengajarkan nilai-nilai Islam secara luwes dan tidak secara frontal menentang tradisi Hindu yang telah mengakar kuat di masyarakat, namun membiarkan tradisi itu berjalan, hanya saja isinya diganti dengan nilai Islam.

Wali Songo tidak serta merta membubarkan tradisi tersebut, tetapi masyarakat dibiarkan tetap berkumpul namun acaranya diganti dengan mendoakan pada mayit. Jadi istilah tahlil seperti pengertian sekarang tidak dikenal sebelum Wali Songo.

Disini tahlil muncul sebagai terobosan cerdik dan solutif dalam merubah kebiasaan negatif masyarakat, solusi seperti ini pula yang disebut sebagai kematangan sosial dan kedewasaan intelektual sang da’i yaitu Walisongo.

Kematangan sosial dan kedewasaan intelektual yang benar-benar mampu menangkap teladan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam dalam melakukan perubahan sosial bangsa Arab jahiliyah. Dinamika pewahyuan Al-Quran pun sudah cukup memberikan pembelajaran bahwa melakukan transformasi sosial sama sekali bukan pekerjaan mudah, bukan pula proses yang bisa dilakukan secara instant.

Jadi acara kumpul di rumah ahli waris diisi dengan amal kebaikan berupa pembacaan untaian doa, dzikir, pembacaan surat Yasiin dan tahlil.
--------
Selengkapnya:http://www.piss-ktb.com/2012/10/1948-makalah-tahlilan-atau-sedekah.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar