Imam Qusyairi mengatakan: “Manusia adakalanya terpukau pada ayat dan hadits, adakalanya cenderung pada penggunaan akal dan pikirannya. Bagi manusia pada umumnya, sesuatu yang tampak ghaib bagi mereka menjadi tampak jelas bagi kalangan Shufi. Bagi khalayak, pengetahuan merupakan tumpuan, namun bagi kalangan Shufi pengetahuan itu didapat dari Al Maujud, Allah Al Haq. Mereka adalah sekumpulan hamba yang senantiasa berjumpa dengan Allah SWT (Ahlul Wishal), sementara manusia pada umumnya berpihak pada pencarian bukti (Ahlul Istidlal). Para Shufi itu adalah sebagaimana yang diungkapkan penyair:
Malamku, bersama WajahMu, cemerlang
Sedang kegelapan menyelimuti manusia
Manusia dalam kegelapan yang gulita
Sedang kami dalam cahaya siang benderang.
Tidak satupun zaman dalam periode Islam, melainkan selalu ada seorang Syeikh dari para tokoh Shufi ini, yang mempunyai ilmu tauhid dan kepimpinan spiritual. Tokoh-tokoh panutan umat dari kalangan para ulama pada waktu itu benar-benar telah berpasrah diri kepada Syeikh tersebut, bertawadhu’ dan menyerap barakah darinya. Kalau saja tiada keistimewaan dan citra khususiyyahnya niscaya akan terjadilah persoalan sebaliknya. Inilah yang dialami oleh Imam Ahmad bin Hanbal ketika bersama asy Syafi’i Ra. Datanglah Syaiban ar Ra’yi.
Ahmad bin Hanbal berkata: “Wahai Abu Abdullah , aku ingin mengingatkan orang ini akan kekurangan ilmunya, agar mau tekun meraih sebagian pengetahuan”. Maka asy Syafi’i berkata, “Jangan anda lakukan!” Namun Ahmad tetap saja berupaya. Ahmad berkata kepada Syaiban, “Apa pendapatmu bila ada orang lupa akan shalatnya dari shalat lima waktu sehari semalam. Sementara ia tidak mengerti shalat mana yang terlupakan? Apa kewajiban bagi orang tersebut, wahai Syaiban?” Syaiban menjawab, “Wahai Ahmad, itulah hati yang lupa kepada Allah SWT. Kewajibannya ia harus belajar adab, sehingga ia tidak lupa Tuannya”. Seketika itu pula Ahmad pingsan mendengar jawaban Syaiban. Ketika sadar, as Syafi’i berkata kepada Ahmad, “Bukankah sudah kukatakan, jangan mengganggunya! Syaiban ini orang yang buta huruf. Apabila orang yang buta huruf seperti dia dari kalangan mereka (kaum Shufi)) saja demikian itu, lalu bukankah betapa hebat imam-imam mereka?”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar