Laman
- Beranda
- al ilmu
- al kisah
- Allah dan Jalan menuju Allah
- Cahaya
- Do'a Doa
- Futuhat Al Makiyyah
- Hadits Qudsy
- Kalam Kalam Hikmah
- Kata Hati
- Kebenaran Hakiki
- Kitab Tauhid
- Mahkota Aulia Illaita'ala
- Mutiara Kalam Habaib
- My notes
- Qitab Sirr Al Asrar
- Shalawat
- Syaikh Abdul Qadir Al Jailani
- Syar'i
- Syarh Al Hikam
- Taddabur Ayat Ayat
- Tokoh dan Biografi
Senin, 23 Juni 2014
Syaikh Nazim 'adil Haqqani
Mawlana Syaikh Nazim al Haqqani
Beliau dilahirkan di Larnaca, Siprus, pada hari Minggu, tanggal 23 April 1922 –
atau 26 Shaban 1340 H. Dari sisi ayah, beliau adalah keturunan Abdul Qadir
Jailani, pendiri thariqat Qadiriah. Dari sisi ibunya, beliau adalah keturunan
Jalaluddin Rumi, pendiri thariqat Mawlawiyyah, yang juga merupakan keturunan
Hassan-Hussein (as ) cucu Nabi Muhammad saw. Selama masa kanak-kanak
di Siprus, beliau selalu duduk bersama kakeknya, salah seorang syaikh thariqat
Qadiriah untuk belajar spiritualitas dan disiplin. Tanda-tanda luar biasa telah
nampak pada syaikh Nazim kecil, tingkah lakunya sempurna. Tidak pernah
berselisih dengan siapapun, beliau selalu tersenyum dan sabar. Kedua kakek
dari pihak ayah dan ibunya melatih beliau pada jalan spiritual.
Ketika remaja, Shaykh Nazim sangat diperhitungkan karena tingkat spiritualnya
yang tinggi. Setiap orang di Larnaca mengenal beliau, karena dengan umur yang
masih amat muda mampu menasihati orang-orang, meramal masa depan dan
dengan spontan membukanya. Sejak umur 5 tahun sering ibundanya
mencarinya, dan didapati beliau sedang berada didalam masjid atau di makam
Umm Hiram, salah satu sahabat Nabi Muhammad (saw) yang berada di sebelah
masjid. Banyak sekali turis mendatangi makam tersebut karena tertarik akan
pemandangan sebuah batu yang tergantung diatas makam itu.
Ketika sang ibu mengajaknya pulang, beliau mengatakan :
” Biarkan aku disini dengan Umm Hiram, beliau adalah leluhur kita.”
Biasanya terlihat syaikh Nazim sedang berbicara, mendengarkan dan menjawab
seperti berdialog dengannya. Bila ada yang mengusiknya, beliau katakan :
“ Biarkan aku berdialog dengan nenekku yang ada di makam ini.”
Ayahnya mengirim beliau ke sekolah umum pada siang hari dan sorenya belajar
ilmu-ilmu agama. Beliau seorang yang jenius diantara teman-temannya.
Setelah tamat sekolah ( setara SMU ) syaikh Nazim menghabiskan malam
harinya untuk mempelajari thariqat Mawlawiyyah dan Qadiriah. Beliau
mempelajari ilmu Shariah, Fiqih, ilmu tradisi, ilmu logika dan Tafsir Qur’an.
Beliau mampu memberikan penjelasan hukum tentang masalah-masalah Islam
secara luas. Beliau juga mampu berbicara bagi orang-orang dari segala
tingkatan spiritual. Beliau di beri kemampuan untuk menjelaskan masalah-
masalah yang sulit dalam bahasa yang jelas dan mudah.
Setelah tamat SMA di Siprus, syaikh Nazim pindah ke Istambul pada tahun
1359 H / 1940, dimana kedua saudara laki-laki dan seorang saudara
perempuannya tinggal. Beliau belajar tehnik kimia di Universitas Istambul, di
daerah Bayazid. Pada saat yang sama beliau memperdalam hukum Islam dan
bahasa Arab pada guru beliau, syaikh Jamaluddin al-Lasuni, yang meninggal
pada th 1375 H / 1955 M. Shaykh Nazim meraih gelar sarjana pada tehnik
kimia dengan hasil memuaskan dibanding teman-temannya. Ketika Professor di
universitasnya memberi saran agar melakukan penelitian, beliau katakan,” Saya
tidak tertarik dengan ilmu modern. Hati saya selalu tertarik pada ilmu-ilmu
spiritual.”
Selama tahun pertama di Istambul, beliau bertemu dengan guru spiritual
pertamanya, Shaykh Sulayman Arzurumi, seorang syaikh dari thariqat
Naqsybandi yang meninggal pada th. 1368 H / 1948 M. Sambil kuliah syaikh
Nazim belajar pada beliau sebagai tambahan dari ilmu thariqat yang telah
dimilikinya yaitu Mawlawiyyah dan Qadiriah. Biasanya beliau akan terlihat di
masjid sultan Ahmad, bertafakur sepanjang malam. Syaikh Nazim menuturkan :
“Disana aku menerima barakah dan kedamaian hati yang luar biasa. Aku shalat
subuh bersama kedua guruku, Shaykh Sulayman Arzurumi dan shaykh
Jamaluddin al-Lasuni. Mereka mengajariku dan meletakkan ilmu spiritual dalam
hatiku. Aku mendapat banyak penglihatan spiritual agar pergi menuju
Damaskus, tapi hal itu belum diizinkan. Sering aku melihat Nabi Muhammad
memanggilku menuju ke hadapannya. Ada hasrat yang mendalam agar aku
meninggalkan segalanya dan untuk pindah menuju kota suci Nabi.
Suatu hari ketika hasrat hati ini semakin kuat, aku diberi “penglihatan” itu.
Guruku , Shaykh Sulayman Arzurumi datang dan menepuk pundakku sambil
mengatakan,’Sekarang sudah turun izin. Rahasia-rahasia, amanat, dan ajaran
spiritualmu bukan ada padaku. Aku menahanmu karena amanat sampai engkau
siap bertemu dengan guru sejatimu yang juga guruku sendiri yaitu Syaikh
Abdullah ad-Daghestani. Beliau pemegang kunci-kuncimu. Temui beliau di
Damaskus. Izin ini datang dariku dan berasal dari Nabi.’ ( Shaykh Sulayman
Arzurumi adalah salah satu dari 313 awliya thariqat Naqsybandi yang mewakili
313 utusan. )
Bayangan itupun berakhir. Aku mencari guruku untuk menceritakan pengalaman
itu. Dua jam kemudian aku melihat syaikh menuju masjid, aku berlari
menghampirinya. Beliau membuka kedua tangannya dan berkata,
” Anakku, bahagiakah engkau dengan penglihatan itu ?” Aku sadar bahwa beliau
juga telah mengetahui segalanya. “Jangan tunggu lagi, segera berangkat ke
Damaskus.” Beliau bahkan tidak memberiku alamat atau informasi lain, kecuali
sebuah nama : Syaikh Abdullah ad-Daghestani di Damaskus.
Dari Istambul ke Aleppo aku naik kereta. Selama perjalanan aku masuk dari
satu masjid ke masjid lain, shalat, duduk dengan para ulama dan menghabiskan
waktu untuk ibadah dan tafakur.
Kemudian aku menuju Hama, kota kuno mirip Aleppo. Aku berusaha untuk
langsung menuju Damaskus, namun mustahil. Perancis yang saat itu
menduduki Damaskus sedang mempersiapkan diri akan serangan pihak Inggris.
Jadi aku pergi ke Homs dimana ada makam Khalid bin walid, sahabat Nabi.
Ketika aku memasuki masjid untuk shalat, seorang pelayan mendatangiku dan
mengatakan :
‘ Aku bermimpi tadi malam, Nabi mendatangiku. Beliau mengatakan : “Salah
satu cucuku akan datang esok hari. Jagalah dia demi aku.” Beliau memberi
petunjuk bagaimana ciri-ciri cucu beliau yang sekarang aku lihat semuanya ada
pada dirimu.’
Dia memberiku sebuah kamar didalam masjid itu dimana aku menetap selama
setahun. Aku tidak pernah keluar kecuali untuk shalat dan duduk ditemani 2
ulama Homs yang mumpuni, mereka mengajar bacaan Al-Qur’an, tafsir, fiqih
dan tradisi-tradisi Islam. Mereka adalah Shaykh Muhammad Ali Uyun as-Sud
dan shaykh Abdul Aziz Uyun as-Sud. Disana, aku juga mengikuti pelajaran-
pelajaran dari dua syaikh Naqsybandi, Shaykh Abdul Jalil Murad dan Shaykh
Said as-Suba’i. Hatiku semakin menggebu untuk segera tiba di Damaskus,
namun karena perang masih berkecamuk maka kuputuskan untuk menuju
Tripoli di Lebanon, dari sana menuju Beirut lalu ke Damaskus lewat jalur yang
lebih aman.
Pada tahun 1364 AH / 1944 M, Syaikh Nazim pergi ke Tripoli dengan bis. Bis ini
membawa beliau sampai ke pelabuhan yang masih asing, dan tidak seorangpun
dikenalnya. Ketika berjalan mengelilingi pelabuhan, beliau melihat seseorang
dari arah berlawanan. Orang itu adalah Mufti Tripoli yang bernama Shaykh
Munir al-Malek. Beliau juga merupakan shaykh atas semua thariqat sufi di kota
itu.
“ Apakah kamu shaykh Nazim ? aku bermimpi dimana Nabi mengatakan, ‘Salah
satu cucuku tiba di Tripoli.’ Beliau tunjukkan gambaran sosokmu dan
menyuruhku mencarimu di kawasan ini. Nabi menyuruhku agar menjagamu. “
Syaikh Nazim memaparkan hal ini :
Aku tinggal dengan syaikh Munir al-Malek selama sebulan. Beliau mengatur
perjalananku menuju Homs untuk kemudian dilanjutkan ke Damaskus. Aku tiba
di Damaskus pada hari Jum’at th. 1365 H / 1945 awal tahun Hijriah. Aku tahu
bahwa Syaikh Abdullah ad-Daghestani tinggal di wilayah Hayy al-Maidan, dekat
dengan makam Bilal al-Habashi dan banyak keturunan dari keluarga Nabi.
Sebuah daerah kuno yang penuh dengan monumen-monumen bersejarah.
Akupun tidak tahu yang mana rumah syaikh Abdullah. Sebuah penglihatan
datang ketika aku berdiri di pinggir jalan; syaikh keluar dari rumahnya dan
memanggilku untuk masuk. Penglihatan itu segera lenyap, dan tetap tak kulihat
siapapun di jalanan. Keadaan tampak senyap akibat invasi orang-orang
Perancis dan Inggris. Penduduk ketakutan dan bersembunyi didalam rumah
masing-masing. Aku sendirian dan mulai berkontemplasi didalam hati untuk
mengetahui yang mana rumah syaikh Abdullah. Sekilas gambaran itu muncul,
sebuah rumah dengan sebuah pintu yang spesifik. Aku berusaha mencari
sampai akhirnya ketemu. Ketika akan kuketuk, syaikh membuka pintu rumah
menyambutku, ” Selamat datang anakku, Nazim Effendi.”
Penampilannya yang tidak biasa segera menarik hatiku. Tidak pernah aku
bertemu dengan syaikh yang seperti itu sebelumnya. Cahaya terpancar dari
wajah dan keningnya. Kehangatan yang berasal dari dalam hatinya dan dari
senyuman di wajahnya. Beliau mengajakku ke lantai atas dengan menaiki
tangga didalam kamar beliau , “ Kami sudah menunggumu.”
Didalam hati, aku sangat bahagia bersamanya, namun masih ada hasrat untuk
mengunjungi kota Nabi. Aku bertanya pada beliau,
” Apa yang harus kulakukan ?” Beliau menjawab,” Besok akan aku beri jawaban,
sekarang waktumu untuk istirahat !” Beliau menawari makan malam lalu kami
shalat Isya berjamaah, kemudian tidur.
Pagi-pagi sekali beliau membangunkan aku untuk melakukan shalat. Tidak
pernah aku merasakan kekuatan luar biasa seperti cara beliau beribadah. Aku
merasa sedang berada dihadapan Ilahi dan hatiku semakin tertarik akan beliau.
Kembali sebuah ‘penglihatan’ terlintas. Aku melihat diriku sendiri menaiki
sebuah tangga dari tempat kami shalat menuju ke Bayt al-Mamur, Ka’bah
surgawi, setingkat demi setingkat. Setiap tingkat yang kulalui adalah maqam
yang diberikan syaikh kepadaku. Di setiap maqam aku menerima pengetahuan
didalam hatiku yang sebelumnya tidak pernah aku dengar ataupun aku pelajari.
Kata-kata, frase, kalimat diletakkan sekaligus dalam cara yang indah, di alirkan
menuju ke dalam hatiku, dari maqam ke maqam sampai terangkat menuju Bayt
al-Makmur. Disana aku melihat 124.000 (seratus dua puluh empat ribu) Nabi-
nabi berbaris melakukan shalat, dan Nabi Muhammad sebagai imamnya.
Aku melihat 124.000 ( seratus dua puluh empat ribu ) sahabat Nabi yang
berbaris dibelakang beliau. Aku melihat 7007 ( tujuh ribu tujuh ) awliya thariqat
Naqsybandi berdiri dibelakang mereka sedang shalat. Aku juga melihat 124.000
( seratus dua puluh empat ribu ) awliya thariqat lain berbaris melaksanakan
shalat.
Sebuah tempat sengaja disisakan untuk dua orang tepat disebelah Abu Bakr
as-Siddiq. Grandsyaikh mengajakku menuju tempat itu dan kamipun shalat
subuh. Suatu pengalaman beribadah yang sangat indah. Ketika Nabi memimpin
shalat itu, bacaan yang dikumandangkan beliau sungguh syahdu. Tidak ada
kata-kata yang mampu melukiskan pengalaman itu, sesuatu yang Ilahiah.
Begitu shalat selesai, penglihatan itupun berakhir, tepat ketika syaikh
menyuruhku untuk melakukan adhan subuh. Beliau shalat didepan dan aku
dibelakangnya. Dari arah luar aku mendengar suara peperangan antar 2 pihak
pasukan tentara. Grandsyaikh segera mem-baiat-ku didalam thariqat
Naqsybandi, kata beliau : ‘Anakku, kami punya kekuatan untuk bisa membuat
seorang murid mencapai maqamnya dalam waktu sedetik saja.’ Sambil melihat
ke arah hatiku, kedua mata beliau berubah dari kuning menjadi merah, lalu
berubah putih, kemudian hijau dan akhirnya hitam. Perubahan warna itu
berhubungan dengan ilmu-ilmu yang di pancarkan pada hatiku.
Pertama adalah warna kuning yang menunjukkan maqam ‘qalbu’. Beliau alirkan
segala jenis pengetahuan eksternal yang diperlukan untuk melaksanakan
kehidupan manusia sehari-hari.
Yang kedua adalah maqam ‘rahasia/Sirr’, pengetahuan dari seluruh 40 thariqat
yang berasal dari Ali bin Abi Talib. Aku rasakan diriku menjadi pakar dalam
seluruh thariqat-thariqat ini. Mata beliau berubah warna menjadi merah saat
hal ini terjadi. Tahap yang ketiga adalah tingkatan ‘Sirr as Sirr’ yang hanya
diizinkan bagi para syaikh Naqsybandi dengan imamnya Abu Bakr. Saat itu
mata grandsyaikh telah berubah menjadi putih.
Maqam keempat yaitu ‘pengetahuan spiritual tersembunyi / khafa’ dimana saat
itu mata beliau berubah warna menjadi hijau.
Terakhir adalah tahap akhfa, maqam yang paling rahasia dimana tak ada
apapun yang nampak disana. Mata beliau berubah menjadi hitam, dan disinilah
beliau mengantarku menuju Hadirat Allah. Kemudian grandsyaikh
mengembalikan aku lagi pada eksistensiku semula.
Rasa cintaku pada grandsyaikh begitu meluap, sehingga tidak terbayangkan bila
harus berjauhan dengannya. Aku tak menginginkan apapun kecuali agar bisa
berdekatan dan melayani beliau selamanya. Namun perasaan damai itu terasa
disambar oleh petir, badai dan tornado. Ujian yang sungguh luar biasa dan
membuatku putus asa ketika kemudian beliau mengatakan :
‘Anakku, orang-orangmu membutuhkanmu. Aku telah cukup memberimu untuk
saat ini. Pergilah ke Siprus hari ini juga.’
Aku jalani satu setengah tahun agar bisa bertemu dengan beliau. Aku lewatkan
satu malam bersama beliau . Kini beliau memintaku untuk kembali ke Siprus,
sebuah tempat yang telah kutinggalkan selama 5 tahun. Perintah yang amat
mengerikan bagiku, namun dalam thariqat sufi, seorang murid harus menyerah
pada kehendak syaikh-nya. Setelah mencium tangan dan kaki beliau sambil
meminta izin, aku mencoba menemukan jalan menuju Siprus.
Perang Dunia II akan segera berakhir dan sama sekali tidak ada sarana
transportasi. Ketika aku sedang memikirkan jalan keluarnya, seseorang
menghampiriku, ‘Syaikh, anda butuh tumpangan ?’
‘Ya ! kemana tujuan anda ?’ aku balik bertanya.
‘Ke Tripoli.’ jawabnya. Kemudian dengan truknya, setelah 2 hari perjalanan,
kamipun sampai di Tripoli. ‘Antarkan aku sampai pelabuhan.’ kataku
‘Buat apa ?’
‘Agar bisa naik kapal ke Siprus.’
‘Bagaimana bisa ? tak ada yang bepergian lewat laut saat perang seperti ini.’
‘Tidak apa-apa. Antarkan aku kesana.’
Ketika dia menurunkanku di pelabuhan, aku kembali terkejut ketika syaikh Munir
al-Malek menghampiriku. Kata beliau : ‘ Cinta macam apakah yang dimiliki
kakekmu padamu ? Nabi datang lagi lewat mimpiku dan mengatakan – ‘
Cucuku, si Nazim akan segera tiba, jagalah dia.’
Aku tinggal bersama syaikh Munir selama 3 hari. Aku memintanya untuk
mengatur perjalananku sampai ke Siprus. Beliau telah berusaha, namun karena
keadaan perang dan minimnya bahan bakar maka hal itu sangat mustahil.
Akhirnya hanya ada sebuah perahu. ‘Kamu bisa pergi, tapi amat berbahaya !’
kata syaikh Munir.
‘Tapi aku harus pergi, ini adalah perintah syaikh-ku.’
Syaikh Munir membayar sejumlah besar uang pada pemilik perahu untuk
membawaku. Kami berlayar selama 7 hari agar sampai ke Siprus, yang
normalnya hanya memakan waktu 2 hari saja dengan perahu motor. Segera
setelah sampai di daratan Siprus, penglihatan spiritual terlintas dalam hatiku.
Aku merasa Grandsyaikh Abdullah ad-Daghestani mengatakan padaku,
‘Oh anakku, tidak seorangpun mampu menahanmu membawa amanatku.
Engkau telah banyak mendengar dan menerima. Mulai detik ini aku akan selalu
dapat terlihat olehmu. Setiap engkau arahkan hatimu padaku, aku akan selalu
berada disana. Segala pertanyaan yang engkau ajukan akan dijawab langsung,
berasal dari hadirat Ilahi. Segala tingkatan spiritual yang ingin engkau capai,
akan dianugerahkan kepadamu karena penyerahan totalmu. Semua awliya puas
denganmu, Nabipun bahagia akan dirimu.’
Ketika hal itu terjadi, aku merasakan syaikh ada disisiku dan sejak saat itu
beliau tidak pernah meninggalkanku. Beliau selalu berada di sampingku.
Syaikh Nazim mulai menyebarkan bimbingan spiritual dan mengajar agama
Islam di Siprus. Banyak murid-murid yang mendatangi beliau dan menerima
thariqat Naqsybandi. Namun sayang, waktu itu semua agama dilarang di Turki
dan karena beliau berada di dalam komunitas orang-orang Turki di Siprus,
agamapun juga dilarang disana. Bahkan mengumandangkan adhanpun tidak
diperbolehkan.
Langkah beliau yang pertama adalah menuju masjid di tempat kelahirannya dan
mengumandangkan adhan disana, segera beliau dimasukkan penjara selama
seminggu. Begitu dibebaskan, syaikh Nazim pergi menuju masjid besar di
Nicosia dan melakukan adhan di menaranya. Hal itu membuat para pejabat
marah dan beliau dituntut atas pelanggaran hukum. Sambil menunggu sidang,
syaikh Nazim terus mengumandangkan adhan di menara-menara masjid seluruh
Nicosia. Sehingga tuntutanpun terus bertambah, ada 114 kasus yang menunggu
beliau. Pengacara menasihati beliau agar berhenti melakukan adhan, namun
syaikh Nazim mengatakan : “ Tidak, aku tidak bisa. Orang-orang harus
mendengar panggilan untuk shalat.”
Hari persidangan tiba. Jika tuntutan 114 kasus itu terbukti, beliau bisa dihukum
100 tahun penjara. Pada hari yang sama hasil pemilu diumumkan di Turki.
Seorang laki-laki bernama Adnan Menderes dicalonkan untuk berkuasa.
Langkah pertama dia ketika terpilih menjadi Presiden adalah membuka seluruh
masjid-masjid dan mengijinkan adhan dalam bahasa Arab. Itulah keajaiban
syaikh kita.
Selama bertahun-tahun disana, beliau mengadakan perjalanan ke seluruh
penjuru Siprus. Beliau juga mengunjungi Lebanon, Mesir, Saudi Arabia dan
tempat-tempat lain untuk mengajar thariqat Sufi. Syaikh Nazim kembali ke
Damaskus pada th. 1952 ketika beliau menikahi salah satu murid grandsyaikh
Abdullah yaitu Hajjah Amina Adil. Sejak saat itu beliau tinggal di Damaskus dan
mengunjungi Siprus setiap tahunnya, yaitu selama 3 bulan pada bulan Rajab,
Shaban, dan Ramadhan.
Syaikh Nazim dan keluarganya tinggal di Damaskus, dan keluarganya selalu
menyertai bila syaikh Nazim pergi ke Siprus. Syaikh Nazim mempunyai dua
anak perempuan dan dua anak laki-laki.
Perjalanan Syaikh Nazim
Syaikh Nazim pergi haji setiap tahunnya untuk memimpin kelompok orang-
orang Siprus. Beliau melaksanakan ibadah haji sebanyak 27 kali. Beliau menjaga
murid-muridnya dan sebagai pengikut grandsyaikh Abdullah.
Suatu saat grandsyaikh mengatakan padanya agar pergi ke Aleppo dari
Damaskus dengan berjalan kaki, dan berhenti di setiap desa untuk menyebarkan
thariqat Naqsybandi, ajaran sufisme dan ajaran Islam. Jarak antara Damaskus
menuju Aleppo sekitar 400 kilometer. Butuh waktu lebih dari satu tahun untuk
perjalanan pergi dan kembali. Syaikh Nazim berjalan kaki selama satu atau dua
hari. Ketika sampai di sebuah desa, beliau tinggal disana selama seminggu
untuk menyebarkan thariqat Naqsybandi, memimpin dzikir, melatih penduduk
dan melanjutkan perjalanan beliau sampai ke desa selanjutnya. Nama beliaupun
mulai terdengar di setiap lidah orang-orang, mulai dari perbatasan Yordania
sampai perbatasan Turki dekat Aleppo.
Hal yang sama diperintahkan dan dijalankan oleh syaikh Nazim agar berjalan
kaki ke Siprus. Dari desa satu menuju desa lainnya, menyeru orang agar
kembali pada Tuhannya dan meninggalkan segala materialisme, sekularisme
dan atheisme.
Beliau amat dicintai diseluruh Siprus, dan masyur dengan sebutan ‘Syaikh
Nazim berturban hijau / Syaikh Nazim Yesilbas’ karena turban dan jubahnya
yang berwarna hijau.
Beliau sering mengunjungi Lebanon, dimana kami mengenal beliau. Pada th.
1955, aku berada di kantor pamanku, yang menjabat sebagai sekjen urusan
agama di Lebanon, sebuah jabatan yang tinggi dalam Pemerintahan. Ketika itu
tiba waktunya shalat Ashar dan pamanku, Syaikh Mukhtar Alayli sering shalat di
masjid al-Umari al-Kabir di Beirut. Disana ada juga gereja pada masa Umar bin
al-Khattab, yang telah berubah menjadi masjid pada masa beliau. Di bawah
tanah masjid masih terdapat fondasi gereja. Pamanku menjadi imam dan aku
beserta dua saudaraku shalat dibelakang beliau.
Seorang syaikh datang dan shalat disebelah kami. Kemudian orang itu melihat
kedua kakakku dan menyebut nama-nama mereka, selanjutnya menoleh ke
arahku dan menyebutkan namaku. Kami amat terkejut, karena kami tidak saling
mengenal sebelumnya. Pamanku juga tertarik pada beliau. Itulah pertama kali
kami bertemu syaikh Nazim. Kakak tertuaku berkeras untuk mengajak syaikh
Nazim dan paman untuk menginap di rumah kami.
Syaikh Nazim mengatakan : “ Saya dikirim oleh syaikh Abdullah. Beliau yang
mengatakan ‘Setelah shalat ashar nanti, yang ada disebelah kananmu bernama
ini dan yang lain bernama ini. Ajaklah mereka masuk thariqat Naqsybandi.
Mereka akan menjadi pengikut kita.’ “
Kami masih amat muda dan kagum akan cara beliau mengetahui nama-nama
kami.
Sejak saat itu beliau mengunjungi Beirut secara rutin. Kami pergi ke Damaskus
setiap Minggunya, dengan cara memohon pada ayah kami agar diizinkan
mengunjungi grandsyaikh. Aku dan kakakku menerima banyak pengetahuan
spiritual dan menyaksikan kekuatan-kekuatan ajaib yang dialirkan pada hati
kami, para pencari.
Rumah Syaikh Nazim tidak pernah sepi dari pengunjung. Sedikitnya seratus
orang silih berganti mengunjungi rumah beliau setiap harinya dan dilayani
dengan baik. Rumah beliau dekat dengan rumah grandsyaikh di Jabal Qasiyun,
sebuah pegunungan yang tampak dari kotanya, disebelah tenggara Damaskus.
Rumah semen beliau yang sederhana dengan segala perabot dibuat dari tangan
dengan bahan kayu atau bahan-bahan alami lain.
Mulai tahun 1974, beliau mengunjungi Eropa. Dari Siprus menuju London
dengan pesawat dan kembalinya mengendarai mobil lewat jalan darat. Beliau
melanjutkan pertemuan dengan setiap kalangan masyarakat dari berbagai
daerah, bahasa, adat sampai keyakinan yang berbeda-beda. Orang-orang mulai
mengucap kalimat Tauhid dan bergabung dengan thariqat sufi dan belajar
tentang rahasia-rahasia spiritual dari beliau. Senyum dan wajahnya yang
bersinar amat dikenal di seluruh benua Eropa dan disayangi karena membawa
cita rasa spiritualitas yang sebenarnya dalam kehidupan masyarakat.
Tahun-tahun selanjutnya, beliau melakukan perjalanan kaki di wilayah negara
Turki. Sejak tahun 1978, beliau habiskan tiga sampai empat bulan disetiap
daerah di Turki. Dalam setahun beliau bepergian di daerah Istambul, Yalova,
Bursa, Eskisehir dan Ankara. Di lain kesempatan beliau mengunjungi Konya,
Isparta dan Kirsehir. Tahun berikutnya mengunjungi pesisir selatan dari Adana
menuju Mersin, Alanya, Izmir dan Antalya. Kemudian ditahun berikutnya beliau
bepergian ke sisi timur, Diyarbakir, Erzurm sampai perbatasan Irak. Kemudian
kunjungan selanjutnya adalah di laut hitam, bergerak dari satu wilayah ke
wilayah lainnya, dari kota menuju kota lain, dari masjid ke masjid men-syiarkan
firman-firman Allah dan spiritualitas dimanapun beliau berada.
Dimanapun syaikh Nazim pergi, beliau disambut oleh kerumunan massa dari
yang sederhana sampai pejabat pemerintahan. Beliau masyur dengan sebutan
‘Al-Qubrusi’ di seluruh Turki. Syaikh Nazim merupakan syaikh / guru dari
Presiden Turki terakhir, Turgut Ozal yang amat menghormati beliau. Akhir-akhir
ini syaikh Nazim terkenal karena pemberitaan yang luas dari media dan pers.
Beliau di wawancarai hampir tiap minggu oleh berbagai stasiun TV dan reporter
yang menanyakan tentang berbagai kejadian serta masa depan Turki. Beliau
mampu menjembatani antara pemerintahan yang sekuler dan kelompok Islam
fundamental, seperti yang diajarkan oleh Nabi ( saw ) sehingga tercipta
kedamaian disetiap hati dan pikiran dari kedua belah pihak, baik kalangan
awam maupun yang cerdas sekalipun.
Tahun 1986, beliau terpanggil untuk mengadakan perjalanan menuju Timur
jauh; Brunei, Malaysia, Singapore, India, Pakistan, Sri Lanka. Beliau di terima
baik oleh para Sultan, Presiden, anggota parlemen, pejabat pemerintah dan
tentu saja rakyat pada umumnya. Beliau di sebut sebagai orang suci zaman ini
di Brunei. Beliau disambut dengan kemurahan rakyat dan khususnya oleh Sultan
Hajji Hasan al-Bolkiah. Beliau digolongkan sebagai salah satu syaikh terbesar
thariqat Naqsybandi di Malaysia. Di Pakistan, beliau dikenal sebagai penyegar
akan thariqat sufi dan beliau mempunyai ribuan murid. Di Srilanka, di antara
pemerintahan dan rakyat biasa, beliau mempunyai lebih dari 20.000 ( dua puluh
ribu ) murid. Di antara muslim Singapore, beliau juga amat dihormati.
Pada tahun 1991, untuk pertama kalinya beliau mengunjungi Amerika. Lebih
dari 15 negara bagian beliau kunjungi. Beliau bertemu dengan banyak kalangan
masyarakat dari berbagai aliran dan agama-agama : Muslim, Kristen, Yahudi,
Sikh, Buddha, Hindu, New age, dan lain-lain. Hal ini membuahkan berdirinya
lebih dari 13 pusat-pusat thariqat Naqsybandi di Amerika Utara. Kunjungan
kedua th. 1993, beliau mendatangi berbagai daerah dan kota-kota, masjid-
masjid, gereja, sinagog, dan candi-candi. Melalui beliau, lebih dari 10.000
( sepuluh ribu ) rakyat Amerika Utara telah masuk Islam dan ber-baiat dalam
thariqat Naqsybandi.
Pada bulan Oktober 1993, beliau menghadiri peresmian kembali masjid dan
sekolah Imam Bukhari di Bukhara, Uzbekistan. Beliau adalah orang pertama
diantara banyak generasi Imam Bukhari yang mampu mengembalikan daerah
pusat para awliya di Asia tengah yang sangat kuat mengabadikan nama dan
ajarannya dalam thariqat ini.
Sebagaimana Shah Naqsyband sebagai pelopor di daerah Bukhara dan Asia
Tengah, juga Ahmad as-Sirhindi al-Mujaddidi pelopor di milenium ke 2, dan
Khalid al-Baghdadi pelopor kebangkitan Islam, shariah, dan thariqat di Timur
Tengah; maka syaikh Nazim Adil al-Haqqani adalah pelopor , pembaharu dan
penyeru umat agar kembali pada Tuhan-nya di abad ini, abad perkembangan
tekhnologi dan materialisme.
Khalwat Syaikh Nazim
Khalwat pertama beliau atas perintah Syaikh Abdullah ad-Daghestani di tahun
1955 di Sueileh, Yordania. Beliau berkhalwat selama 6 bulan. Kekuatan dan
kemurnian dalam setiap kehadiran beliau mampu menarik ribuan murid di
Sueileh dan desa-desa sekitarnya, Ramta dan Amman menjadi penuh oleh
murid-muridnya. Ulama, pejabat resmi dan banyak kalangan tertarik akan
pencerahan dan kepribadian beliau.
Ketika baru mempunyai 2 orang anak, satu perempuan dan satu laki-laki, syaikh
Nazim dipanggil oleh grandsyaikh Abdullah. “ Aku menerima perintah dari Nabi
untukmu agar melakukan khalwat di masjid Abdul Qadir Jailani di Baghdad.
Pergilah kesana dan lakukan khalwat selama 6 bulan.”
Syaikh Nazim bercerita mengenai peristiwa ini :
Aku tidak bertanya apapun pada grandsyaikh. Aku bahkan tidak pulang ke
rumah. Aku langsung melangkahkan kakiku menuju Marja, di dalam kotanya.
Tidak pernah terlintas dalam benakku ‘aku butuh pakaian, uang atau
makanan’ . Ketika beliau berkata ‘Pergilah!’ maka aku segera pergi. Aku
memang ingin melakukan khalwat bersama syaikh Abdul Qadir Jailani.
Ketika sampai di kota , aku melihat seorang laki-laki yang sedang menatapku.
Dia mengenalku. “Syaikh Nazim, anda mau kemana ? “
“Ke Baghdad.” jawabku. Ternyata dia murid grandsyaikh. “ Saya juga mau
kesana.” Kamipun berangkat dengan naik truk yang penuh dengan muatan
barang untuk dikirim ke Baghdad.
Ketika memasuki masjid Syaikh Abdul Qadir Jailani, ada seorang laki-laki tinggi
besar yang berdiri di pintu. Dia memanggilku,” Syaikh Nazim !”
“Ya,” jawabku.
“ Saya ditunjuk untuk melayani anda selama tinggal disini. Mari ikut saya.”
Sebenarnya aku terkejut akan hal ini, namun dalam thariqat segala hal telah
diatur dalam Kehendak Ilahi. Aku mengikutinya sampai ke makam sang Ghawth.
Aku mengucapkan salam pada kakek buyutku, Syaikh Abdul Qadir Jailani.
Sambil menunjukkan kamarku, orang itu mengatakan, ‘‘Setiap hari aku akan
memberimu semangkuk sup dan sepotong roti.’’
Aku keluar dari kamar hanya untuk menunaikan shalat 5 waktu saja. Aku
mencapai sebuah maqam dimana aku mampu khatam Al Qur’an dalam waktu 9
jam. Setiap harinya aku membaca Lha ilaha ill-Allah 124.000 kali dan shalawat
124.000 kali ditambah membaca seluruh Dalail al-khayrat, dan membaca
313.000 kali Allah, Allah, dan seluruh ibadah yang dibebankan padaku.
‘Penglihatan-penglihatan spiritual’ mulai bermunculan mengantarku dari satu
maqam ke maqam lain sampai akhirnya aku menjadi fana’ dalam hadirat Allah.
Suatu hari aku mendapat penglihatan bahwa syaikh Abdul Qadir Jailani
memanggilku menuju makamnya. Kata beliau, ‘ Oh, cucuku, aku sedang
menunggumu di makamku, datanglah !” Aku bergegas mandi, shalat 2 rekaat
dan berjalan menuju makam beliau yang hanya beberapa langkah dari kamarku.
Sesampai disana, aku mulai bermuraqaba. “ as-salam alayka ya
jaddi’ ( semoga kedamaian tercurah padamu, kakekku ) “
Segera aku melihat beliau keluar dari makam dan berdiri disampingku.
Dibelakang beliau ada sebuah singgasana indah yang dihiasi batu-batu mulia.
Kata beliau “ Mendekat dan duduklah bersamaku di singgasana itu.”
Kami duduk layaknya seorang kakek dan cucunya. Beliau tersenyum dan
mengatakan :
“Aku bahagia denganmu, Nazim Effendi. Maqam syaikh kamu, Abdullah al-Faiz
ad-Daghestani amat tinggi dalam thariqat Naqsybandi. Aku ini kakekmu.
Sekarang aku turunkan padamu, langsung dariku, kekuatan yang dipegang oleh
Ghawth. Aku bay’at kamu dalam thariqat Qadiriah sekarang.”
Kemudian grandsyaikh nampak dihadapanku, Nabi (saw ) pun hadir, juga Shah
Naqsyband. Syaikh Abdul Qadir Jailani berdiri memberi hormat pada Nabi
beserta para syaikh yang hadir, akupun melakukannya. Kata beliau :
‘ Ya Nabi, Ya Rasulullah, aku kakek dari cucuku ini. Aku bahagia dengan
kemajuannya dalam thariqat Naqsybandi dan aku ingin menambahkan thariqat
Naqsybandi pada maqamku. ‘
Nabi tersenyum dan melihat pada Shah Naqsyband, selanjutnya Shah
Naqsyband melihat pada Grandsyaikh Abdullah. Inilah adab pimpinan yang baik,
karena Syaikh Abdullah yang masih hidup pada saat itu. Grandsyaikh menerima
rahasia thariqat Naqsybandi yang diterima beliau dari Shah Naqsyband melalui
silsilah Nabi, dari Abu Bakr as-Siddiq, agar ditambahkan pada maqam syaikh
Abdul Qadir Jailani.
Ketika syaikh Nazim merampungkan khalwatnya, dan akan segera meninggalkan
makam kakeknya dan mengucapkan salam perpisahan. Syaikh Abdul Qadir
Jailani muncul dan memperbarui bay’at syaikh Nazim dalam thariqat Qadiriah.
Kata Kakeknya, “ Cucuku, aku akan memberimu kenang-kenangan karena telah
berkunjung ke sini.” Beliau memeluk syaikh Nazim dan memberinya 10 buah
koin yang merupakan mata uang di jaman beliau dulu hidup. Koin itu masih
disimpan syaikh Nazim sampai hari ini.
Sebelum pergi, syaikh Nazim memberi tanda kenangan jubah pada syaikh yang
telah melayani beliau selama khalwat disana. “ Aku memakai jubah ini selama
masa khalwat, sebagai alas tidurku, bahkan juga saat shalat dan dzikir.
Simpanlah, Allah beserta Nabi akan memberkahimu.” Syaikh itu mengambil
jubah, menciumnya dan memakainya. Syaikh Nazim meninggalkan Baghdad dan
kembali ke Damaskus, Syria.
Pada th. 1992, ketika syaikh Nazim mengunjungi Lahore, Pakistan, beliau
berziarah ke makam syaikh Ali Hujwiri. Salah seorang syaikh dari thariqat
Qadiriah mengundang beliau ke rumahnya. Syaikh Nazim menginap disana.
Setelah shalat subuh, tuan rumah itu mengatakan
‘Ya syaikh, aku memintamu menginap malam ini untuk menunjukkan padamu
sebuah jubah berharga yang kami warisi selama 27 tahun yang lalu. Diwariskan
dari seorang syaikh hebat dari thariqat Qadiriah dari Baqhdad sampai akhirnya
berada di tangan kami. Semua syaikh kami menyimpan dan menjaganya karena
dulunya ini jubah pribadi dari ‘Ghawth’ pada masa itu.
Seorang syaikh Turki dari thariqat Naqsybandi berkhalwat di masjid-makam
syaikh Abdul Qadir Jailani. Setelah selesai, beliau berikan jubah ini sebagai
hadiah karena sudah melayaninya selama khalwat. Syaikh Qadiriah pemegang
jubah ini mengatakan pada penerusnya ketika akan meninggal agar
menjaganya, karena siapapun yang mengenakan jubah itu, segala penyakitnya
akan sembuh. Setiap murid yang mengenakan jubah ini dalam perjalanannya
menuju hadirat Ilahi akan mudah terangkat dalam tingkat kashf.’
Beliau membuka almari dan memperlihatkan sebuah jubah yang disimpan di
kotak kaca. Dia keluarkan jubah itu. Syaikh Nazim tersenyum melihatnya.
Syaikh Qadiriah itu bertanya pada syaikh Nazim,” Apakah sebenarnya ini,
syaikh ? “
Syaikh Nazim menjawab : “ Hal ini membuat aku bahagia. Jubah ini aku berikan
pada Syaikh thariqat Qadiriah saat aku selesai khalwat.”
Ketika mendengar hal ini syaikh tersebut mencium tangan syaikh Nazim dan
meminta bay’at di dalam thariqat Naqsybandi.
Khalwat di Madinah
Sering kali syaikh Nazim diperintahkan melakukan khalwat dengan kurun waktu
antara 40 hari sampai setahun. Tingkatan khalwatnya juga berbeda, mulai
diisolasi dari kontak dunia luar, shalat, atau hanya diperkenankan adanya
kontak saat melaksanakan dzikir atau pertemuan karena memberi kajian. Beliau
sering melaksanakan khalwat di kota Nabi. Kata beliau :
Tidak seorangpun diberi kehormatan melakukan khalwat bersama syaikh
mereka. Aku mendapatkan kesempatan ini berada dalam satu ruangan dengan
syaikh Abdullah di Madinah. Sebuah ruangan kuno dekat masjid suci Nabi
Muhammad saw. Disana terdapat satu pintu dan satu buah jendela. Segera
setelah kami memasuki ruangan itu, syaikh menutup jendela rapat-rapat dan
beliau mengijinkan aku keluar hanya pada saat menunaikan shalat 5 waktu di
Masjid Nabi.
Beliau mengingatkan aku agar ‘mengawasi langkah / nazar bar qadam ’ ketika
dalam perjalanan menuju tempat shalat. Dengan disiplin dan mengontrol
penglihatan kita berarti memutuskan diri dari segala hal kecuali pada Allah
Yang Maha Kuasa dan Maha Besar beserta Nabi-Nya.
Syaikh Abdullah tidak pernah tidur selama khalwat berlangsung. Selama satu
tahun aku tidak pernah melihat beliau tidur dan menyentuh makanan. Hanya
semangkuk sup dan sepotong roti disediakan untuk kami setiap harinya. Beliau
selalu memberikan bagiannya kepadaku. Beliau hanya minum air dan tidak
pernah meninggalkan ruangan itu.
Malam demi malam, hari demi hari, grandsyaikh duduk membaca Qur’an hanya
dengan penerangan lilin, berdzikir dan mengangkat tangannya dalam do’a.
Kadang aku tidak mengerti apa yang beliau ucapkan karena beliau
menggunakan bahasa surgawi. Aku hanya mampu memahaminya lewat ilham
dan penglihatan yang datang pada hatiku.
Aku tidak tahu kapan saatnya malam ataupun siang kecuali saat shalat.
Grandsyaikh tidak pernah melihat sinar matahari selama setahun penuh, kecuali
cahaya dari lilin. Dan aku melihat cahaya matahari hanya ketika pergi untuk
shalat.
Melalui khalwat tersebut, spiritualitasku meningkat ke tingkatan yang berbeda-
beda. Suatu hari aku mendengar beliau mengatakan : ‘Ya Allah, beri daku
kekuatan “Ghawth” / perantara / penolong, dari kekuatan yang Engkau berikan
pada Nabi-Mu. untuk meminta ampunanMu bagi seluruh umat manusia saat
kiamat nanti dan mengangkat mereka menuju Hadirat-Mu.’
Ketika beliau mengatakan hal ini, aku mengalami ‘penglihatan’ keadaan disaat
hari kiamat. Allah swt turun dari Arsh-Nya dan mengadili umat manusia.. Nabi
berada di samping kanan-Nya. Grandsyaikh berada di sebelah kanan Nabi, dan
aku berada di sebelah kanan grandsyaikh.
Setelah Allah mengadili umat manusia, Dia memberi wewenang Nabi untuk
menjadi perantara ampunan-Nya. Ketika Nabi selesai melakukannya, beliau
meminta grandsyaikh untuk memberi barakahnya dan mengangkat mereka
dengan kekuatan spiritual yang telah diberikan. Penglihatan itu berakhir dan aku
mendengar grandsyaikh mengatakan, ‘ al-hamdulillah, al-hamdulillah, Nazim
effendi, aku sudah mendapat jawabannya.’
Suatu hari selesai shalat subuh grandsyaikh mengatakan, ‘ Nazim Effendi,
lihat !’ Kemana harus kulihat, atas, bawah, kanan atau kiri ? Ternyata ada di
bagian hati beliau. Sebuah penglihatan muncul. Aku melihat syaikh Abdul Khaliq
al Ghujdawani muncul dengan tubuh fisiknya dan mengatakan padaku,
’ Oh anakku, syaikh-mu memang unik. Tidak ada yang seperti dia sebelumnya. ‘
Kemudian kami diajak beliau di tempat lain di bumi ini.
‘ Allah swt memintaku untuk pergi ke batu itu dan memukulnya’ sambil
menunjuk sebuah batu. Ketika beliau memukulnya, sebuah semburan air
memancar deras keluar dari batu itu. Kata beliau, ‘ Air itu akan terus memancar
seperti ini sampai kiamat nanti, dan Allah swt mengatakan padaku bahwa pada
setiap tetes air ini Dia ciptakan satu malaikat bercahaya yang akan selalu
memuji-Nya sampai kiamat nanti.’
Kata Allah : ‘ Oh hamba-Ku Abdul Khaliq al-Ghujdawani, tugasmu adalah
memberi nama para malaikat ini dengan nama yang berbeda dan tidak boleh
ada pengulangan. Hitung pula berapa kali pujian-pujian mereka, kemudian
bagikan pada seluruh pengikut thariqat Naqsybandi. Itulah tanggung jawabmu.”
Aku takjub akan beliau beserta tugas luar biasa yang diembannya.
Penglihatan itu terus berlanjut serasa menghujaniku. Pada hari terakhir khalwat
kami setelah shalat subuh aku mendengar suara-suara dari arah luar ruangan
kami. Suara orang dewasa dan suara anak-anak menangis. Tangisan itu
semakin menjadi-jadi dan berlangsung berjam-jam. Aku tidak tahu siapa yang
menangis karena tidak diizinkan untuk melihatnya. Grandsyaikh bertanya, “
Nazim Effendi, tahukah kamu siapa yang sedang menangis ?”
Walaupun aku tahu bahwa itu bukan tangisan manusia, namun aku menjawab,
” Oh syaikh, engkaulah yang lebih mengetahuinya.”
“Setan mengumumkan pada komunitasnya bahwa 2 manusia di bumi ini telah
lolos dari kendalinya."
Kemudian aku melihat setan dan bala tentaranya telah dirantai dengan rantai
surgawi untuk mencegah mereka mendekati syaikh dan aku. Penglihatan itu
berakhir. Grandsyaikh meletakkan tangannya di dadaku sambil mengata.kan, ”
Alhamdulillah, Nabi bahagia akan aku dan kamu.”
Lalu aku melihat Nabi Muhammad beserta 124.000 nabi-nabi lain, 124.000
sahabat-sahabatnya, 7007 awliya-awliya Naqsybandi, 313 awliya agung, 5 Qutb
dan Ghawth. Semuanya memberi selamat kepadaku. Mereka mengalirkan dalam
hatiku ilmu spiritual mereka. Aku mewarisi dari mereka rahasia-rahasia thariqat
Naqsybandi dan 40 thariqat-thariqat lainnya.
#asghar
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar