Selasa, 26 April 2016

Menjadi Wali di usia remaja

Syaikh Al jilani

Kedekatan Syaikh Abdul Qadir dengan Alloh SWT dan ketinggian maqamnya sudah tampak sejak belia. Suatu hari, Abul Muzhaffar Hasan bin Tamimi, seorang saudagar, ketika hendak melakukan perjalanan niaga, seperti lazimnya tradisi saat itu, menghadap Syaikh Hammad bin Muslim Ad-Dabbas, ulama sepuh yang waskita, untuk mohon doa restu. Namun, tak seperti yang diharapkan, Syaikh Hammad malah mengatakan, rombongan kafilahnya akan dirampok dan ia akan mati dibunuh. Maka Abul Muzhaffar pun pulang dengan cemas dan hati berdebar-debar.

Di tengah jalan ia berjumpa dengan Abdul Qadir, yang saat itu baru berusia 17 tahun. Melihat wajah gundah sang saudagar, Abdul Qadir menyapa dan menanyakan keadaannya. Dengan sedih Abul Muzhaffar menceritakan ramalan Syaikh Hammad. Namun, dengan tenang Abdul Qadir berkata, “Pergilah, Tuan akan selamat dan mendapat untung besar.”

Ternyata benar. Abul Muzhaffar mendapat untung besar.

Dalam perjalanan pulang, ketika ia buang air besar di WC umum, dompetnya yang berisi hasil perniagaan ketinggalan. Malamnya, ia tertidur pulas di penginapan karena kelelahan, dan bermimpi dirampok sekelompok orang Badui. Dalam mimpinya, salah seorang perampok menghunjamkan pisau ke dadanya. Abul Muzhaffar terkejut dan terbangun. Anehnya, ia merasakan nyeri di dada meski tak ada luka sama sekali. Seketika ia teringat dompet yang ketinggalan di WC umum. Ia pun lari, kembali WC umum. Ternyata dompet itu masih ada, lengkap dengan isinya.

Ia pun segera pulang. Sampai di Baghdad ia berniat menemui Syaikh Hammad dan Syaikh Abdul Qadir. Ia berpikir keras, sowan ke Syaikh Hammad yang lebih tua dulu, ataukah menemui Abdul Qadir, yang meski masih belia ucapannya benar. Tiba-tiba ia berpapasan dengan Syaikh Hammad, yang langsung menyuruhnya menemui Abdul Qadir. “Pemuda itu adalah waliyullah yang benar-benar dicintai Allah. Ia telah mendoakan keselamatanmu sebanyak 17 kali, sehingga takdir kematianmu hanya kamu rasakan dalam mimpi, sedangkan takdir kefakiranmu hanya berupa lupa meletakkan dompet,” tuturnya.

Dengan bergegas Abul Muzhaffar menemui sang waliyullah. Begitu berjumpa, belum sempat ia membuka mulut, Syaikh Abdul Qadir sudah mendahului berkata, “Ia memang benar. Aku memang telah mendoakanmu 17 kali, kemudian berdoa lagi sampai 70 kali, sehingga terjadilah seperti yang diungkapkan oleh Syaikh Hammad itu.” Ajaib, Syaikh Abdul Qadir tahu belaka apa yang diucapkan oleh Syaikh Hammad.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar