Selasa, 16 Februari 2016

Rahasia seruling identik dengan musik para sufi

Nada-nada yang dihasilkan oleh seruling selalu melankolis, sendu menyayat hati dan sulit hilang dari ingatan. Mengapa?
Seruling dibuat dengan cara memotong sebuah batang bambu lepas dari induknya, sang rumpun tanaman bambu. Sejak dipotong paksa dari induknya, potongan ukiran batang bambu yang menderita itu, yang kini disebut seruling, meratap dan menangis, menghasilkan suara sedih yang menggambarkan kerinduannya yang kuat untuk kembali ke tempat asalnya, untuk dipersatukan kembali dengan batang-batang rumpun bambu dari mana ia berasal.

Jiwa-Jiwa kita diciptakan di Surga, dan selama bertahun-tahun yang tidak bisa dibayangkan jumlahnya, Jiwa-jiwa kita ini hidup di Surga dalam kepatuhan total dan kebahagiaan mutlak di Alam Surgawi. Karena dibawa ke bumi di luar kehendak kita, dan di tempatkan dalam sebuah sangkar berupa jasmani yang egoistis dan hasrat-hasrat penuh dosa, Jiwa kita menangis dalam kesedihan yang teramat sangat karena perpisahan yang tak disangka-sangka, Jiwa kita mencari jalan kembali ke kampung halamannya, yaitu Surga.

Saat Maulana mendengarkan senandung seruling itu, Beliau teringat akan desahan kesedihan dari Jiwa-Jiwa, yang masing-masing mencari jalan pulang ke rumah. “Dengarkan apa yang tengah dituturkan bambu itu pada Anda,” Beliau berucap, “dengarkan keluhannya! Bambu itu tengah mengadukan perihal perpisahan dari rumpun tanaman induknya.”
Maulana mengakhiri dengan memuji sang penampil bahwa pertunjukan yang ditampilkannya ‘hidup’, sebuah penampilan yang bukan berasal dari pikiran, namun berasal dari hati! “Ia bermain seperti seorang master (ahli) sejati,” puji Maulana, “Saya merasa puas dan rileks mendengarkan permainannya. Dan Tuan Guru saya, GrandSyekh Abdullah, telah menegaskan hal ini.”

 1) Perpisahan dan Penyatuan Kembali


Sebagaimana bayi menangis saat dipisahkan dari kenyamanan rahim ibunya, perpisahan sebuah seruling bambu dari rumpun tanaman induknya adalah pengalaman yang menyakitkan dan menghancurkan hati. Serupa dengan hal itu, Kematian, yakni perpisahan Jiwa dari jasad ragawi, telah digambarkan sebagai suatu pengalaman yang luar biasa dahsyat menyakitkan, saat Jiwa mengucapkan selamat tinggal kepada jasad, sel demi sel.

Allah memperlihatkan melalui kehidupan keduniawian kita, perpisahan selalu teramat sangat menyakitkan, dan pertemuan kembali adalah ramuan obat yang paling manis.

Setiap kematian diratapi oleh orang-orang tercinta yang berkabung, sebagian orang bahkan tidak pernah mampu menerima perpisahan tersebut. Namun, dalam setiap perpisahan, terdapat harapan akan berjumpa kembali dan manisnya perjumpaan kembali itu kelak. Maulana berkata, bahkan sekedar ‘berpisah’ dari makanan saat berpuasa selama beberapa jam saja, membuat remah-remah makanan yang kita makan saat berbuka puasa terasa begitu lezat, begitu memuaskan.

Karena itu, ada perkataan Rasulullah Muhammad (saw), “Mencintai kampung halaman seseorang adalah tanda keimanan.”

Wahai orang-orang yang beriman, kalian tidak diciptakan di dunia ini. Kalian tidak diciptakan untuk dunia ini. Kalian tidak pernah merupakan bagian dari dunia ini. Dan kalian tidak akan pernah membawa bagian dari dunia ini pulang kembali bersama kalian. Dengarkan panggilan kerinduan dari dalam Jiwa kalian! Kalian datang dari sebuah tempat yang kekal, dan pasti akan kembali ke tempat yang kekal tersebut. Bagi mereka yang mencari, mereka pasti akan dipersatukan kembali dengan Tuhan Penguasa mereka, tidak akan pernah berpisah lagi, selamanya.

Keabadian, ucap Maulana, adalah kata yang paling indah, yang memberikan harapan yang sedemikian tinggi di tengah-tengah keputusasaan akan kehidupan yang fana (sementara) ini, yang memberikan kegembiraan yang sebegitu besar di tengah-tengah kesedihan dan penderitaan hidup ini, memberikan kesenangan yang sedemikian mendalam di tengah rasa sakit dan racun dunia ini. Keabadian.

Tanyalah sesiapapun yang pernah kehilangan orang tercinta yang amat dikasihinya, apa yang bersedia diberikannya untuk dapat bersama lagi meski hanya selama lima menit dengan orang yang telah meninggal tersebut – untuk memegang, membahagiakan, memeluk dan mencium orang terkasih tersebut, hanya sekali lagi saja, untuk berkasih sayang dengan seseorang yang sangat dirindukannya itu. Bagaimana jika ia ditawari untuk berkumpul kembali dengan orang tercinta yang telah mendahuluinya tersebut, selama satu tahun? Duhai, pastilah hatinya akan bernyanyi penuh sukacita, pastilah nada-nada yang muncul dari hatinya akan penuh kebahagiaan dan kegembiraan.

Namun wahai orang-orang yang beriman, tidakkah kita menyadari bahwa kita telah ditawari untuk berkumpul kembali bersama dengan Allah, Tuhan kita Yang Tercinta, bukan hanya sekedar selama lima menit, atau hanya selama satu tahun, melainkan selama-lamanya! Untuk selama-lamanya, Dia akan mencurahkan Kasih dan Sayang-Nya kepada kita tanpa pernah berakhir, Jiwa-Jiwa kita tidak akan pernah lagi mengalami penderitaan perpisahan dari-Nya, tidak akan pernah lagi. Karena mengetahui hal inilah, Jiwa-Jiwa kita sekarang sedang memohon kepada kita, agar kita berusaha keras untuk menyambut reuni abadi tersebut, dan untuk mengambil harapan dan kekuatan dari kerinduan tersebut!

Namun, kita justru menutup dan menulikan telinga kita dari permohonan suara hati Jiwa-Jiwa kita yang tengah berduka ini, dan, mengabaikan keabadian yang menjelang dan sudah pasti kedatangannya tersebut, kita malah memilih perpisahan dari Dia – kita memilih dunia. Dan karena kita lebih memilih perpisahan, saat kita kembali kelak ke akhirat, di sana, kita akan merindukan dan mendambakan dunia ini, dan karena kita tidak akan pernah lagi kembali ke sini, maka kelak tibalah giliran kita untuk menangis, karena kita saat itu telah berpisah untuk selama-lamanya dari dunia yang kita cintai 

2) Pembimbing Sejati adalah Para Pemilik Hati


Di akhir video tersebut, Maulana berkomentar bahwa sang penampil memiliki tanda sebagai seorang Master (ahli), karena ia memainkan alat musik tersebut dari hatinya, dan bukan dari pikirannya, dan dalam hal itu, nada-nada musiknya ‘menembus’ hati Maulana, membawa relaksasi dan kepuasan. Maulana mengajarkan kepada kita bahwa para pembimbing keagamaan pada masa kini terdiri dari dua macam.

Jenis pertama adalah para pembimbing dari kalangan akademisi, yakni mereka yang berbicara dari pikiran, dari catatan-catatan yang dihafalkan dan diskusi-diskusi intelektual. Mereka sibuk mengumpulkan penghormatan dan gelar-gelar keduniawian, dan mereka adalah para pembicara yang cakap berbicara, yang seringkali mengutip dari penelitian-penelitian dan tesis mereka. Karena kata-kata mereka datang dari pikiran mereka, maka kata-kata tersebut hanya menjangkau pikiran para pendengar mereka, namun kosong dari cahaya, justru menjadi beban pikiran. Seorang murid akan mendapati dirinya dipenuhi informasi tersebut, namun tidak mampu memerangi setan yang menggoda dalam dirinya.

Maulana berkata bahwa jenis Guru semacam ini percaya bahwa agar dapat mengajarkan sebuah topik/pokok bahasan, orang harus membaca buku mengenai topik atau pokok bahasan tersebut terlebih dahulu. Mereka menyamakan menghafal atau membaca banyak buku sebagai pengertian dari seorang aliim (orang yang berilmu atau ulama). Kata-kata yang masuk dalam pikiran seorang murid tidak dapat membawa kepuasan, karena hanya saat pengetahuan masuk ke hati seorang murid barulah ia dapat memperoleh kepuasan.

Jenis Guru yang ke-dua berbicara dari dari hati yang telah tercerahkan dan bercahaya, dari butir-butir mutiara hikmah kebijaksanaan dan dari intan permata kepemahaman sejati. Pengetahuan mereka adalah pengetahuan citarasa, karena tidak seorang pun akan dapat menjumpai mutiara ataupun permata tanpa menapaki perjalananan yang sulit untuk mendapatkannya. Guru yang terberkati semacam itu berbicara kepada hati Anda, dan pendengarnya merasa bebannya terringankan dan jiwanya tersegarkan setelah duduk dalam lingkaran mereka.

Anda selalu bisa membedakan keduanya! Maulana berkata, perbedaannya seperti perbedaan antara langit dengan bumi! Sudah barang tentu kita dapat membedakan buah yang terbuat dari plastik dari buah yang asli. Yang satu adalah jenis penuturan (dengan ego) yang ditujukan kepada pikiran Anda, yang menggelapkan dan memancarkan kegelapan dan membebani Anda, sedangkan yang satunya lagi adalah jenis penuturan (dari cahaya hati) yang ditujukan kepada hati Anda, mengangkat beban dan membuat Anda rileks, yang menuju pada kepuasan Jiwa. Maka carilah Master (Guru) sejati, seseorang yang berbicara dari hatinya kepada hati Anda, karena, dari hati ke hati, terdapat hubungan.

Maulana memperingatkan para murid agar berhati-hati, karena tidak seperti halnya memuntahkan makanan yang tercemar jika Anda tidak sengaja memakannya, kita tidak dapat melepaskan diri dari ajaran-ajaran yang sudah tercemar (dari para Ulama jenis pertama) dengan begitu mudah. Ajaran tersebut dapat terus tertinggal dalam diri Anda, dan meracuni Anda, hingga ke akhir hayat Anda. GrandSyekh berkata, oleh karena alasan tersebut, kita harus berhati-hati agar tidak duduk bersama dengan orang-orang yang menyangkal Toriqoh dan para Mursyid, karena bila kita melakukannya, kita harus bersiap membawa beban berat kegelapan dan hidup bersama hati yang terluka selama satu tahun!

 


Ringkasan ini dipersembahkan untuk mengenang Saudari Maryam Fatima yang kita sayangi, puteri Syekh Muhammad Baba Isytiyaque (perwakilan Maulana untuk wilayah Uni Emirat Arab), yang wafat beberapa jam sebelum Ringkasan ini diposting. Almarhumah adalah inspirasi di balik Ringkasan ini, karena sementara Almarhumah kini merasakan manisnya berkumpul kembali, kita yang ditinggalkan merasakan sedihnya perpisahan. Semoga Allah merahmati Jiwanya selama-lamanya, dan semoga orang-orang yang dicintainya dikaruniai ketenangan abadi aatas dukacita yang telah mereka tanggungkan dengan penuh kesabaran. Amiin. Al Fatihah.


 


Suhbah sepanjang 10 menit dalam bahasa Inggris ini dapat dilihat di www.Saltanat.org, Sila tekan di sini untuk menonton Suhbah ini. Saltanat TV adalah Situs Resmi Maulana SyekhNazim yang ditetapkan dan disetujui oleh Beliau secara langsung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar