Selasa, 03 Desember 2013

SYARIFAH FATIMAH MARYAM AL IDRUS (KERAMAT PULAU TUKUNG

)

Syarifah Fatimah Mariam Al Idrus yang datang dari Banten. Sayangnya tidak diketahui silsilah dari beliau, namun kabarnya masih bersaudara dengan pemilik makam di Tanjung Periuk, yaitu mbah Periok atau Al Imam Al Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad Husain Ass Syafi'i Sunnira.
Tercatat beberapa nama penjaga makam, yaitu: Almarhum Habib Gasim, Haji Ungkuk, dan Haji Abdullah. Saat ini yang menjadi penjaga makam adalah Hajjah Mastiah istri dari Almarhum Haji Abdullah. Lalu apa hubungannya kedua makam tersebut?
Menurut Pak Nanang makam yang ada di dalam rumah bercat hijau adalah yang asli. Di masa Penjajahan Balanda, makam tersebut dipindahkan ke pulau Tukung karena lokasinya akan digunakan untuk pengembangan pelabuhan. Namun makam tersebut tidak mau dipindahkan, tiba-tiba saja makam yang ada di darat bersinar yang menandakan makam tersebut sudah kembali lagi ke tempat semula. Jadi yang pulau Tukung sebenarnya kosong, namun bagaimana pun juga pernah digunakan untuk mensemayamkan ulama sehingga karomahnya masih ada.

Menurut cerita yang disampaikan dari penjaga-penjaga sebelumnya, makam tersebut memang sudah lama dikeramatkan oleh warga Balikpapan. Oleh sebab itu Belanda ingin menghancurkan makam tersebut namun upayanya selalu gagal. Pernah seorang prajurit Belanda akan menggeranat makam tersebut, namun tiba-tiba prajurit tersebut meninggal. Oleh sebab itu makam tersebut dibiarkan ditempatnya hingga sekarang.
Syarifah Fatimah Mariam Al Idrus adalah penyebar agama Islam di Balikpapan pada abad ke 18. Saat itu Balikpapan masih merupakan pemukiman-pemukiman di sekitar pantai teluk Balikpapan. Konon pelabuhan yang terdapat pulau tukung adalah titik awal dari pemukiman saat itu. Para pedagang dari Banjarmasin, Samarinda, dan kota-kota lain bersandar untuk berdagang dan mengisi logistik kapal mereka, termasuk air. Hingga saat ini mata air tempat para awak kapal mengisi persediaan air mereka masih ada, tak jauh dari makam. Penduduk masih menggunakan air dari sumber tersebut untuk berbagai keperluan, meskipun terdapat pengumuman dari pihak Pertamnina bahwa air tersebut dinyatakan tidak sehat.
Para pedagang yang bersandar di Balikpapan menemukan cairan hitam kental yang mudah terbakar di sepanjang pantai, lalu mengangkutnya sebagai bahan bakar. Belanda mengetahuinya sebagai minyak bumi, lalu melakukan perjanjian explorasi minyak bumi dengan kerajaan Kutai. Pengeboran pertama di sumur Mathilda, terletak di jalan Yos Sudarso (lebih dikenal sebagai jalan minyak) sekarang. Perkembangan dari usaha pertambangan dan industri di area ini kemudian mendesak pemukiman penduduk ke arah yang sekarang disebut sebagai Kampung Baru.
Hingga akhir hayatnya, bunda Syarifah Fatimah Mariam Al Idrus tidak menikah sehingga tidak memiliki garis keturunan.
Makam keramat ini mulai banyak dikunjungi masyarakat sekitar tahun 1970-an 

http://kpf-bpp.blogspot.com/2010/11/makam-keramat-pulau-tukung.html
 

1 komentar: