Selasa, 03 Desember 2013

Muhammad Mulya Ibrahim Tsafiuddin Sultan Sambas




Sultan Muhammad Tsafiuddin II dan permaisurinya Ratu Anom Kusumaningrat dikaruniai tujuh orang anak, masing-masing Raden Ahmad Agus Pangeran Adipati Putra Mahkota Datuk Iyan, Raden Sandi Brajaningrat, Raden Abubakar, Raden Mahmud, Raden Muhammad Ramang, Raden Sandut, Raden Muhammad Tayeb Pangeran Bendahara Seri Maharaja. Dengan selirnya Encik Nauyah Mas Nyemas dikaruniai tujuh anak masing-masing Raden Muhammad Ariadinigrat Pangeran Paku Negara sebagai wakil sultan dengan gelar Sultan Muhammad Ali Tsafiuddin II, Uray Muhammad Noh, Uray Muhammad Masjid, Uray Muhammad Sani, Raden Jumantan, Raden Mutiara dan Raden Wildan.

Setelah putra tertua Raden Ahmad Agus dewasa maka diangkat menjadi putra mahkota dengan gelar Pangeran Adipati. Pangeran Adipati sangat terkenal dengan sifatnya yang keras dan sangat membenci kolonial Belanda. Tetapi ia tidak berusia panjang, mangkat pada 1916. Pangeran Adipati mempunyai seorang permaisuri bernama Utin Putri dari Kerajaan Mempawah dan beberapa orang selir Dang Fatimah, Encik Nisbah dan Dang Banun. Dengan permaisurinya dikaruniai empat orang anak yaitu Raden Asyura bersuami Raden Muhammad Yusuf Kusuma Putera putra dari Pangeran Bendahara Muhammad Tayeb, Raden Muhammad Mulia Ibrahim putra mahkota Pangeran Ratu Nata Wijaya kemudian sebagai sultan dengan gelar Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Tsafiuddin beristrikan Ratu Mahrum putri Pangeran Bendahara Muhammad Tayeb,

Raden Halijah Ratu Sintang bersuami Raden Abdul Bachri Danu Perdana Panembahan Sintang, Raden Zainal beristri Siti Zahrah. Dengan selirnya Dang Fatimah dikaruniai tiga anak yaitu Raden Bujang Tauran Raden Anom beristri Uray Aisyah, Raden Rajimah Taktin bersuami Raden Yakub Adiwijaya putra Pangeran Ratu Nangkon dan Raden Ismail beristri Uray Ainiah putri Uray Abdurrahman. Dengan selirnya Encik Nisbah putri Abdullah mempunyai dua anak yaitu Raden Muhammad Bungok dan Raden Hasnah Raden Panji Kusuma Pangeran Laksamana beristri Uray Fatimah putri Raden Muhammadan.

Setelah putra mahkota Pangeran Adipati Ahmad mangkat maka Sultan Muhammad Tsafiuddin II mengangkat putra Pangeran Adipati yaitu Raden Muhammad Mulia Ibrahim sebagai putra mahkota dengan gelar Pangeran Ratu Nata Wijaya.
Karena Pangeran Ratu Nata Wijaya saat ayahnya mangkat masih kecil, maka untuk menggantikannya diangkatlah putranya dari selir yang bernama Raden Muhammad Ariadiningrat sebagai wakil sultan yang memerintah Sambas dengan gelar Sultan Muhammad Ali Tsafiuddin II pada 4 Desember 1922 dan Raden Muhammad Tayeb diangkat sebagai Pangeran Bendahara Seri Maharaja.
Sultan Muhammad Tsafiuddin diangkat sebagai Yang Dipertuan. Dua tahun berselang setelah pengangkatan Raden Muhammad Ariadiningrat sebagai Wakil Sultan, pada 12 September 1924 Yang Dipertuan Sultan Muhammad Tsafiuddin II mangkat dalam usia 83 tahun.

Dua tahun kemudian setelah Yang Dipertuan Sultan Muhammad Tsafiuddin II mangkat pada 9 Oktober 1926 Sultan Muhammad Ali Tsafiuddin II pun mangkat. Setelah mangkatnya Wakil Sultan Muhammad Ali Tsafiuddin II, pemerintahan Kesultanan Sambas diwakili Wazir Sultan yang disebut Bestuur Commisi yang terdiri dari Controleur van Sambas Stupff sebagai ketua, Pangeran Bendahara Seri Maharaja Muhammad Tayeb, Pangeran Laksamana Muhammadan dan Demang van Sambas Raden Tachmid Pandji Anom sebagai anggota, sedangkan penasehatnya Maharaja Imam Kesultanan Sambas Haji Muhammad Basiuni Imran.

Setelah putra mahkota Pangeran Ratu Nata Wijaya dewasa, maka diangkat menjadi Sultan Sambas dengan gelar Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Tsafiuddin pada 2 Mei 1931. Memerintah Kesultanan Sambas dengan arif bijaksana. Pada masa pemerintahannya kolonial Belanda sudah lama ikut campur dalam segala urusan pemerintahan Kesultanan Sambas. Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Tsafiuddin merupakan salah seorang korban pembantaian massal fasis militer Jepang di Kalimantan Barat. Nasib tragis demikian dialami pula oleh sebagian besar kerabat Kesultanan Sambas lainnya, termasuk Pangeran Bendahara Seri Maharaja Muhammad Tayeb.

Wafatnya Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Tsafiuddin pada 1943, waktu itu putra mahkota masih berusia sekitar 12 tahun, oleh rezim fasis militer Jepang diangkatlah Raden Muhammad Taufik sebagai putra mahkota dengan gelar Pangeran Ratu. Kemudian untuk melaksanakan tugas pemerintahan, fasis militer Jepang pada 25 Maret 1945 sampai 18 Oktober 1945 membentuk Majelis Kesultanan (Zitirijo Hiyogi Kai) terdiri dari Kenkanrikan di Singkawang sebagai penasehat, Demang Sambas Raden Muhammad Siradj sebagai ketua dan anggota terdiri dari Raden Ismail dan Raden Hasnan.

Setelah Jepang menyerah, di Kalimantan Barat, Belanda melalui perantara Sultan Hamid II pada 20 Februari 1946 membentuk dan melantik Majelis Kesultanan Sambas dengan nama Bestuur Commisi terdiri dari Raden Muchsin Pandji Anom Pangeran Temenggung Jaya Kusuma sebagai ketua, Raden Hasnan Pandji Kusuma Pangeran Laksamana sebagai wakil ketua dan Uray Nurdin Pangeran Paku Negara sebagai anggota dengan penasehat Haji Muhammad Basiuni Imran Maharaja Imam Kesultanan Sambas. Dengan pengakuan kedaulatan Republik Indonesia 1949, Bestuur Commisi melebur ke dalam pemerintahan Swapraja diketuai RM Soetoro dengan Bupati R Hoesni berkedudukan di Singkawang.

Pangeran Ratu Muhammad Taufiq beristri Uray Latifah putri Pangeran Laksamana Hasnan Pandji Kusuma dikaruniai dua orang anak, masing-masing Raden Dewi Kencana dan Raden Winata Kusuma digelar Pangeran Ratu. Pangeran Ratu Muhammad Taufiq wafat 3 Juni 1984. Sampai 2000 Istana Alwatzikhoebillah baru mempunyai seorang putra mahkota kembali dengan digelarnya Raden Winata Kusuma menjadi Pangeran Ratu. Raden Winata Kusuma dinobatkan menjadi putra mahkota dengan gelar Pangeran Ratu pada Sabtu 15 Juli 2000. Penggelaran itu dimaksudkan dalam rangka menyambung kebiasaan adat istiadat yang terputus dan sebagai khazanah budaya yang patut dilestarikan, dipertahankan dan dikembangkan lebih lanjut.

Hampir delapan tahun memangku tradisi sebagai Pangeran Ratu Kesultanan Sambas, H Raden Winata Kusuma (lahir 25 September 1965) pada Jumat 1 Februari 2008 mangkat di Jakarta. Selanjutnya meneruskan tradisi pewarisan gelar Pangeran Ratu Kesultanan Sambas, dikukuhkan putra sulungnya, Raden Muhammad Farhan dalam usia 13 tahun. Sebagaimana pengukuhan Pangeran Ratu terdahulu, pengangkatan Raden Farhan ini pun merupakan upaya menyambung kebiasaan adat istiadat sebagai khazanah budaya yang patut dilestarikan, khususnya di lingkungan Kesultanan Melayu Sambas. Dan itu semua dalam rangka merajut kisah menenun sejarah Negeri Sambas Alwazikhubillah …

Muhammad Mulya Ibrahim Tsafiuddin Sultan Sambas Sultan Muhammad Tsafiuddin II dan permaisurinya Ratu Anom Kusumaningrat dikaruniai tujuh orang anak, masing-masing Raden Ahmad Agus Pangeran Adipati Putra Mahkota Datuk Iyan, Raden Sandi Brajaningrat, Raden Abubakar, Raden Mahmud, Raden Muhammad Ramang, Raden Sandut, Raden Muhammad Tayeb Pangeran Bendahara Seri Maharaja. Dengan selirnya Encik Nauyah Mas Nyemas dikaruniai tujuh anak masing-masing Raden Muhammad Ariadinigrat Pangeran Paku Negara sebagai wakil sultan dengan gelar Sultan Muhammad Ali Tsafiuddin II, Uray Muhammad Noh, Uray Muhammad Masjid, Uray Muhammad Sani, Raden Jumantan, Raden Mutiara dan Raden Wildan. Setelah putra tertua Raden Ahmad Agus dewasa maka diangkat menjadi putra mahkota dengan gelar Pangeran Adipati. Pangeran Adipati sangat terkenal dengan sifatnya yang keras dan sangat membenci kolonial Belanda.

Tetapi ia tidak berusia panjang, mangkat pada 1916. Pangeran Adipati mempunyai seorang permaisuri bernama Utin Putri dari Kerajaan Mempawah dan beberapa orang selir Dang Fatimah, Encik Nisbah dan Dang Banun. Dengan permaisurinya dikaruniai empat orang anak yaitu Raden Asyura bersuami Raden Muhammad Yusuf Kusuma Putera putra dari Pangeran Bendahara Muhammad Tayeb, Raden Muhammad Mulia Ibrahim putra mahkota Pangeran Ratu Nata Wijaya kemudian sebagai sultan dengan gelar Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Tsafiuddin beristrikan Ratu Mahrum putri Pangeran Bendahara Muhammad Tayeb, Raden Halijah Ratu Sintang bersuami Raden Abdul Bachri Danu Perdana Panembahan Sintang, Raden Zainal beristri Siti Zahrah. Dengan selirnya Dang Fatimah dikaruniai tiga anak yaitu Raden Bujang Tauran Raden Anom beristri Uray Aisyah, Raden Rajimah Taktin bersuami Raden Yakub Adiwijaya putra Pangeran Ratu Nangkon dan Raden Ismail beristri Uray Ainiah putri Uray Abdurrahman. Dengan selirnya Encik Nisbah putri Abdullah mempunyai dua anak yaitu Raden Muhammad Bungok dan Raden Hasnah Raden Panji Kusuma Pangeran Laksamana beristri Uray Fatimah putri Raden Muhammadan.

Setelah putra mahkota Pangeran Adipati Ahmad mangkat maka Sultan Muhammad Tsafiuddin II mengangkat putra Pangeran Adipati yaitu Raden Muhammad Mulia Ibrahim sebagai putra mahkota dengan gelar Pangeran Ratu Nata Wijaya. Karena Pangeran Ratu Nata Wijaya saat ayahnya mangkat masih kecil, maka untuk menggantikannya diangkatlah putranya dari selir yang bernama Raden Muhammad Ariadiningrat sebagai wakil sultan yang memerintah Sambas dengan gelar Sultan Muhammad Ali Tsafiuddin II pada 4 Desember 1922 dan Raden Muhammad Tayeb diangkat sebagai Pangeran Bendahara Seri Maharaja. Sultan Muhammad Tsafiuddin diangkat sebagai Yang Dipertuan.

Dua tahun berselang setelah pengangkatan Raden Muhammad Ariadiningrat sebagai Wakil Sultan, pada 12 September 1924 Yang Dipertuan Sultan Muhammad Tsafiuddin II mangkat dalam usia 83 tahun. Dua tahun kemudian setelah Yang Dipertuan Sultan Muhammad Tsafiuddin II mangkat pada 9 Oktober 1926 Sultan Muhammad Ali Tsafiuddin II pun mangkat. Setelah mangkatnya Wakil Sultan Muhammad Ali Tsafiuddin II, pemerintahan Kesultanan Sambas diwakili Wazir Sultan yang disebut Bestuur Commisi yang terdiri dari Controleur van Sambas Stupff sebagai ketua, Pangeran Bendahara Seri Maharaja Muhammad Tayeb, Pangeran Laksamana Muhammadan dan Demang van Sambas Raden Tachmid Pandji Anom sebagai anggota, sedangkan penasehatnya Maharaja Imam Kesultanan Sambas Haji Muhammad Basiuni Imran. Setelah putra mahkota Pangeran Ratu Nata Wijaya dewasa, maka diangkat menjadi Sultan Sambas dengan gelar Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Tsafiuddin pada 2 Mei 1931. Memerintah Kesultanan Sambas dengan arif bijaksana.

Pada masa pemerintahannya kolonial Belanda sudah lama ikut campur dalam segala urusan pemerintahan Kesultanan Sambas. Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Tsafiuddin merupakan salah seorang korban pembantaian massal fasis militer Jepang di Kalimantan Barat. Nasib tragis demikian dialami pula oleh sebagian besar kerabat Kesultanan Sambas lainnya, termasuk Pangeran Bendahara Seri Maharaja Muhammad Tayeb. Wafatnya Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Tsafiuddin pada 1943, waktu itu putra mahkota masih berusia sekitar 12 tahun, oleh rezim fasis militer Jepang diangkatlah Raden Muhammad Taufik sebagai putra mahkota dengan gelar Pangeran Ratu. Kemudian untuk melaksanakan tugas pemerintahan, fasis militer Jepang pada 25 Maret 1945 sampai 18 Oktober 1945 membentuk Majelis Kesultanan (Zitirijo Hiyogi Kai) terdiri dari Kenkanrikan di Singkawang sebagai penasehat, Demang Sambas Raden Muhammad Siradj sebagai ketua dan anggota terdiri dari Raden Ismail dan Raden Hasnan.

Setelah Jepang menyerah, di Kalimantan Barat, Belanda melalui perantara Sultan Hamid II pada 20 Februari 1946 membentuk dan melantik Majelis Kesultanan Sambas dengan nama Bestuur Commisi terdiri dari Raden Muchsin Pandji Anom Pangeran Temenggung Jaya Kusuma sebagai ketua, Raden Hasnan Pandji Kusuma Pangeran Laksamana sebagai wakil ketua dan Uray Nurdin Pangeran Paku Negara sebagai anggota dengan penasehat Haji Muhammad Basiuni Imran Maharaja Imam Kesultanan Sambas. Dengan pengakuan kedaulatan Republik Indonesia 1949, Bestuur Commisi melebur ke dalam pemerintahan Swapraja diketuai RM Soetoro dengan Bupati R Hoesni berkedudukan di Singkawang. Pangeran Ratu Muhammad Taufiq beristri Uray Latifah putri Pangeran Laksamana Hasnan Pandji Kusuma dikaruniai dua orang anak, masing-masing Raden Dewi Kencana dan Raden Winata Kusuma digelar Pangeran Ratu. Pangeran Ratu Muhammad Taufiq wafat 3 Juni 1984.

Sampai 2000 Istana Alwatzikhoebillah baru mempunyai seorang putra mahkota kembali dengan digelarnya Raden Winata Kusuma menjadi Pangeran Ratu. Raden Winata Kusuma dinobatkan menjadi putra mahkota dengan gelar Pangeran Ratu pada Sabtu 15 Juli 2000. Penggelaran itu dimaksudkan dalam rangka menyambung kebiasaan adat istiadat yang terputus dan sebagai khazanah budaya yang patut dilestarikan, dipertahankan dan dikembangkan lebih lanjut. Hampir delapan tahun memangku tradisi sebagai Pangeran Ratu Kesultanan Sambas, H Raden Winata Kusuma (lahir 25 September 1965) pada Jumat 1 Februari 2008 mangkat di Jakarta.

Selanjutnya meneruskan tradisi pewarisan gelar Pangeran Ratu Kesultanan Sambas, dikukuhkan putra sulungnya, Raden Muhammad Farhan dalam usia 13 tahun. Sebagaimana pengukuhan Pangeran Ratu terdahulu, pengangkatan Raden Farhan ini pun merupakan upaya menyambung kebiasaan adat istiadat sebagai khazanah budaya yang patut dilestarikan, khususnya di lingkungan Kesultanan Melayu Sambas. Dan itu semua dalam rangka merajut kisah menurut sejarah Negeri Sambas Alwazikhubillah …


Posted By Kisah Teladan Islami
http://sayyidfajar.blogspot.com/2013/10/muhammad-mulya-ibrahim-tsafiuddin.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar