Selasa, 03 Desember 2013

Orang Yang Mengenal Allah Tidak Akan Maksiat.




Suatu hari dalam perjalananku, kata Dzun Nuun al-Mishry, aku bertemu dengan orang tua, yang di wajahnya ada tanda sebagai kaum ‘arifin.
⁠“Semoga Allah merahmati anda. Manakah jalan menuju Allah?” tanyaku padanya.
⁠“Kalau anda mengenalNya pasti anda tahu jalan menuju padaNya.”
⁠“Apakah seseorang bisa beribadah kepadaNya tanpa mengenalNya?”
⁠“Apakah orang yang mengenalNya itu maksiat padaNya?” jawabnya.
⁠“Bukankah Adam as, itu maksiat padaNya dengan keparipurnaan ma’rifatnya?”
⁠“Maka dia lupa, dan Kami tidak menemukan baginya tekad”, Sudahlah kita jangan berdebat!”
⁠“Bukankah perbedaan Ulama itu rahmat?”
⁠“Memang. Kecuali dalam soal konsentrasi Tauhid.”
⁠“Konsentrasi Tauhid yang bagaimana?”
⁠“Menghilangkan pandangan selain Allah karena Kemaha tunggalanNya.”
⁠“Apakah orang ‘arif itu gembira?”
⁠“Apakah orang ‘arif itu gelisah?” katanya balik bertanya.
⁠“Bukankah orang yang mengenal Allah itu selalu gundah hatinya?”
⁠“Tidak, bahkan orang yang mengenal Allah kegundahan hatinya sirna.”
⁠“Apakah dunia bisa merubah hati orang ‘arifin?”
⁠“Apakah akhirat bisa mengubah hatinya?” katanya lebih tajam.
⁠“Bukankah orang ‘arif itu sangat menghindari makhluk?”
⁠“Na’udzubillah, sang ‘arif tidak pernah gentar dengan makhluk, hanya saja dia hatinya hijrah dan menyendiri bersama Allah.”
⁠“Apakah ada yang mengenal orang ‘arif?”
⁠“Nah, apakah ada yang tidak mengenalnya?” jawabnya.
⁠“Apakah sang airf bisa putus asa terhadap perkara selain Allah?”
⁠“Apakah ada orang arif yang masih memandang selain Allah? Hingga ia harus putus asa?”
⁠“Apakah sang ‘arif itu juga rindu pada Tuhannya?”
⁠“Apakah sang ‘arif pernah kehilangan Allah, sampai ia harus rindu padaNya?”
⁠“Apakah Ismul A’dzom itu?”
⁠“Hendaknya anda katakan, Allah.”
⁠“Banyak sekali ucapan anda tetapi tidak bisa membuat diriku bergetar oleh kharisma Ilahi!” kataku.
⁠“Karena anda berkata dari dorongan dirimu, bukan dari dorongan Ilahi.”
⁠“Nasehati diriku!”
⁠“Sudah cukup banyak nasehat bagimu, yang penting anda tahu bahwea Dia melihatmu.”
⁠Lalu aku meninggalkan orang itu. Namun begitu bangkit aku bertanya lagi.
⁠“Apa yang ingin kau perintahkan padaku?”
⁠“Cukuplah dirimu melihat dirimu dalam seluruh tingkah laku jiwamu…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar