Jumat, 07 Maret 2014

Hubbul wathom minal iman

HADITS “ HUBBUL WATHAN MINAL IMAN ”
Dalam buku susunan Tim PP
Muhammadiyyah Majlis Tarjih yang
berjudul “Tanya Jawab Agama 4”
halaman 24-25 dibahas pembahasan yang
cukup menarik, dengan judul “Hubhul
Wathan Minal Iman” Bukan Hadits.
Berikut kami kutip langsung dari buku
tersebut.
Tanya: “Dalam suatu majalah
disebutkan suatu hadits yang artinya:
“Bukan dari golongan kami orang yang
berperang semata-mata atas dasar
kebangsaan, dan bukan golongan kami
yang matinya karena fanatik
kebangsaannya.” (HR. Abu Dawud). Ada
hadits lagi yang artinya: “Cinta tanah air
itu sebagian dari iman.” Pertanyaannya,
kedua hadits tadi bertentangan.
Bagaimana penjelasannya dan bagaimana
pula nilai keduanya?” (Mujibur Rahman,
Kalipepe Rt. 02 Rw. 92 Kec. Yosowilangun
Kab. Lumajang Jatim).
Jawab: “Hadits yang pertama
yang anda tanyakan adalah benar riwayat
Abu Dawud dari Jubair bin Muth’im,
nilainya hasan. Maksud dari hadits
tersebut bahwa perang yang dimaksud
dengan jihad fi sabilillah adalah perang
yang menegakkan kebenaran, agar
kalimat Allah dapat ditegakkan. Jadi
orang yang melakukannya haruslah
berniat semata-mata karena Allah
memerintahkan untuk menegakkan
kebenaran. Itu perang yang dibenarkan
oleh Nabi kita. Selanjutnya kematian
yang semata-mata didasarkan karena
fanatik kebangsaan padahal bangsa itu
berbuat aniaya atau tidak benar,
bukanlah kematian yang dipandang
syahid. Adapun haditsyang berbunyi:
“Hubbul wathan dan seterusnya”, adalah
hadits maudhu’ artinya hadits palsu,
tidak shahih. Memang dalam pengertian
yang baik mempertahankan tanah air
karena kebenaran adalah benar.
Dalam hadits riwayat at-Tirmidzi
dan lainnya dengan nilai shahih orang
mati karena mempertahankan hartanya
adalah termasuk syahid, maksudnya
syahid akhirat, yakni mendapat pahala
sebagaimana orang yang mati syahid.
Termasuk juga dalam riwayat itu orang
yang mati karena mempertahankan tanah
air yang akan dirarnpas sebagaimana
dalam perang kemerdekaan kita di masa
yang lampau.
Kesimpulannya, hadits yang
pertama nilainya hasan, hadits yang
kedua lemah. Sedang mati semata-mata
karena fanatik kebangsaaan yang salah
tidak termasuk syahid, tetapi kalau mati
dalam mempertahankan tanah air,
mempertahankan kebenaran yang
diperintahkan Allah maka dapat
dimasukkan pada mati syahid.”
Sedangkan dalam kitab Asna al-
Mathalib hadits ini memang masuk dalam
kategori maudhu’. Tapi menurut
pentahqiqnya Syaikh Mahmud al-
Arnauthi dan Imam as-Sakhawi dalam
kitab Maqashid al-Hasanah mengatakan
“tidak mengenal hadits ini” ( ﻟﻢ ﺍﻗﻒ ﻋﻠﻴﻪ ),
tapi makna haditsnya shahih.
KH. Ahmad Baso menuliskan
bahwa dalam ilmu hadits dibedakan dua
jenis penilaian periwayatan, riwayat
bissanad dan riwayat bilmatan ; ada yang
shahih dua-duanya, ada yang salah
satunya; misal riwayat bilmatan shahih
meski tidak shahih bissanad. Hadits
“ Hubbul Wathan” ini masuk kategori
terakhir itu. Dan ulama pendiri NU tidak
mungkin mencomot ungkapan itu tanpa
sadar akan perbedaan ini.
Rasulullah Saw. bersabda:
“ Hubbul wathan minal iman ” (Cinta tanah
air itu bagian dari iman). Cinta adalah
sumber dari rasa tanah air adalah sumber
dari materi. Iman adalah sumber dari
semua agama. Hadits di atas termaktub
setidaknya di 6 kitab, yaitu:
1) Dalil al-Falihin Syarh Riyadh ash-
Shalihin jilid 1 halaman 26.
2) Ad-Durar al-Muntasyirah hadits
nomor 189.
3) Al-Maqashid al-Hasanah hadits
nomor 391.
4) Kasyf al-Khafa hadits nomor 2011.
5) Al-Asrar al-Marfu’ah hadits nomor
168.
6) Tadzkirat al-Maudhu’ah jilid 2
halaman 128.
Dalam QS. al-Baqarah ayat 126,
Allah Swt. berfirman:
ﻭَﺇِﺫْ ﻗَﺎﻝَ ﺇِﺑْﺮَﺍﻫِﻴﻢُ ﺭَﺏِّ ﺍﺟْﻌَﻞْ ﻫَٰﺬَﺍ ﺑَﻠَﺪًﺍ ﺁﻣِﻨًﺎ
ﻭَﺍﺭْﺯُﻕْ ﺃَﻫْﻠَﻪُ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺜَّﻤَﺮَﺍﺕِ ﻣَﻦْ ﺁﻣَﻦَ ﻣِﻨْﻬُﻢْ
ﺑِﺎﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺍﻟْﻴَﻮْﻡِ ﺍﻟْﺂﺧِﺮِ ۖ
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim
As. berdoa: “Ya Tuhanku, jadikanlah
negeri ini negeri yang aman sentosa, dan
berikanlah rizki dari buah-buahan kepada
penduduknya yang beriman diantara
mereka kepada Allah dan hari kemudian.”
Nabi Ibrahim As. berdoa agar
tanah airnya: a) Menjadi negeri yang
aman sentosa , b) Penduduknya dilimpahi
rizki , c) Penduduknya iman kepada Allah
dan hari akhir.
Dalam ayat yang lain yang serupa
dengan ayat di atas ada di QS. Ibrahim
ayat 35:
ﻭَﺇِﺫْ ﻗَﺎﻝَ ﺇِﺑْﺮَﺍﻫِﻴﻢُ ﺭَﺏِّ ﺍﺟْﻌَﻞْ ﻫَﺬَﺍ ﺍﻟْﺒَﻠَﺪَ ﺁﻣِﻨًﺎ
ﻭَﺍﺟْﻨُﺒْﻨِﻲ ﻭَﺑَﻨِﻲَّ ﺃَﻥْ ﻧَﻌْﺒُﺪَ ﺍﻷﺻْﻨَﺎﻡَ
“D an (ingatlah), ketika Ibrahim
As. berkata: “Ya Tuhanku, jadikanlah
negeri ini (Mekah), negeri yang aman. Dan
jauhkanlah aku beserta anak cucuku dari
menyembah berhala-berhala.”
Ini menunjukkan Nabi Ibrahim
As. adalah seseorang yang begitu
mendalam mencinta i tanah airnya.
Kemudian di dalam QS. an-Nahl ayat 123
kita diperintah mengikuti millah (jejak)
NabiI brahim As.:
ﺛُﻢَّ ﺃَﻭْﺣَﻴْﻨَﺎ ﺇِﻟَﻴْﻚَ ﺃَﻥِ ﺍﺗَّﺒِﻊْ ﻣِﻠَّﺔَ ﺇِﺑْﺮَﺍﻫِﻴﻢَ ﺣَﻨِﻴﻔًﺎ ﻭَﻣَﺎ
ﻛَﺎﻥَ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤُﺸْﺮِﻛِﻴﻦَ
“K emudian Kami wahyukan
kepadamu (Muhammad Saw.): “Ikutilah
agama Ibrahim seorang yang hanif.” Dan
bukanlah dia termasuk orang-orang yang
mempersekutukan Tuhan.”
Salah satu dari millah Nabi
Ibrahim As. adalah mencintai tanah air.
Mengapa harus mencintai tanah air?
Dalam kitab Jami’ ash-Shaghir jilid 1 bab
huruf Ta’ halaman 222, Rasulullah Saw.
bersabda: “Jagalah dirimu dari bumi,
maka sesungguhnya bumi itu adalah
ibumu.”
Adalah perintah untuk menjaga
diri sendiri dan ibu pertiwi (tanah air)
dari tindakan-tindakan negatif dari diri
sendiri maupun tindakan orang luar.
Al-Hafidz Ibn Hajar dalam Fath
al-Bari juz 3 halaman 261, ketika
mensyarahi hadits Imam Bukhari dari
sahabat Anas Ra.:
ﻛَﺎﻥَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺇِﺫَﺍ
ﻗَﺪِﻡَ ﻣِﻦْ ﺳَﻔَﺮٍ ﻓَﺄَﺑْﺼَﺮَ ﺩَﺭَﺟَﺎﺕِ ﺍﻟْﻤَﺪِﻳﻨَﺔِ
ﺃَﻭْﺿَﻊَ ﻧَﺎﻗَﺘَﻪُ ﻭَﺇِﻥْ ﻛَﺎﻧَﺖْ ﺩَﺍﺑَّﺔً ﺣَﺮَّﻛَﻬَﺎ
“Adalah Rasulullah Saw. jika
pulang dari bepergian dan melihat dataran
tinggi kota Madinah mempercepat jalan
untanya dan bila menunggang hewan lain
beliau memacunya.”
Al-Hafidz Ibn Hajar berkata:
ﻭﻓﻲ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﺩﻻﻟﺔ ﻋﻠﻰ ﻓﻀﻞ ﺍﻟﻤﺪﻳﻨﺔ ،
ﻭﻋﻠﻰ ﻣﺸﺮﻭﻋﻴﺔ ﺣﺐ ﺍﻟﻮﻃﻦ ﻭﺍﻟﺤﻨﻴﻦ ﺇﻟﻴﻪ
“Dalam hadits tersebut
menunjukkan tentang keutamaanya kota
Madinah, dan disyariatkannya cinta tanah
air dan rindu kepadanya.”
Dalam QS. ar-Rum ayat 41, Allah
Swt. berfirman:
ﻇَﻬَﺮَ ﺍﻟْﻔَﺴَﺎﺩُ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺒَﺮِّ ﻭَﺍﻟْﺒَﺤْﺮِ ﺑِﻤَﺎ ﻛَﺴَﺒَﺖْ
ﺃَﻳْﺪِﻱ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﻟِﻴُﺬِﻳﻘَﻬُﻢْ ﺑَﻌْﺾَ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﻋَﻤِﻠُﻮﺍ
ﻟَﻌَﻠَّﻬُﻢْ ﻳَﺮْﺟِﻌُﻮﻥَ
“T elah nampak kerusakan di darat
dan di laut disebabkan karena perbuatan
tangan manusia, supaya Allah merasakan
kepada mereka sebagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali
(ke jalan yang benar).”
Di dalam kitab tafsir ar-Ruh al-
Bayan , diriwayatkan ketika turun surat
al-Qashash ayat 85:
ﺇِﻥَّ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﻓَﺮَﺽَ ﻋَﻠَﻴْﻚَ ﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥَ ﻟَﺮَﺍﺩُّﻙَ ﺇِﻟَﻰٰ ﻣَﻌَﺎﺩٍ
Saat itu Nabi Saw. dilanda rasa
rindu yang sangat kepada kota Makkah,
karena memang Makkah adalah kota
kelahiran dan tempat tinggal beiau,
negeri datuk-datuk dan kerabat-kerabat
beliau serta kota datuk utama beliau
yaitu Sayyidina Ibrahim As. Sehingga
ayat tersebut merupakan satu kabar
gembira dari Allah Swt. kepada
Rasulullah Saw. dan suatu hal yang
benar-benar akan direalisasikan oleh
Allah Swt.
Sehingga seakan-akan Allah Swt.
mengatakan: “Jangan kamu mengira
wahai Muhammad bahwa nasibmu itu
sama dengan ayah kamu Ibrahim yang
hijrah dari Negerinya Haran satu negeri
kafir menuju kota suci dan tidak akan
pernah kembali lagi ke Haran. Jangan pula
kamu mengira bahwa keadaanmu sama
dengan ayah kamu Ismail yang hijrah dari
negeri yang suci menuju negeri yang lebih
suci.”
Kemudian penulis kitab tafsir ar-
Ruh al-Bayan ini melanjutkan:
ﻭ ﻓﻲ ﺗﻔﺴﻴﺮ ﺍﻻﻳﺔ ﺍﺷﺎﺭﺓ ﺍﻥ ﺣﺐ ﺍﻟﻮﻃﻦ ﻣﻦ
ﺍﻻﻳﻤﺎﻥ
“Dan dalam pengertian,
kesimpulam serta tafsir dari ayat ini
menunjukkan bahwa cinta terhadap negeri
adalah sebagian dari iman.”
Hadits memang maudhu’ tapi
maknanya shahih. Tapi bagaimana para
salaf kita selalu mendengungkan
ungkapan-ungkapan itu. Artinya kalau
ditolak serta merta juga tidak bisa karena
secara makna juga tepat. Oleh karena itu
dalam kesimpulan selain menyebutkan
derajatnya dalam kacamata musthalah
hadits juga harus ditampilkan bahwa
secara makna shahih.
Maka seprti redaksi dalam kitab
Asna al-Mathalib setelah menyebutkan
derajat hadistnya beliau juga
menampilkan redaksi “tetapi maknanya
shahih” supya sampai dalam kesimpulan
jangan sampai ditolak serta merta.
Jadi seperti Hadhratus Syaikh
KH. Hasyim Asy’ari nampak sering
berrbicara dengan ungkapan “ Hubbul
wathan minal iman ”. Bukan berarti
beliau berdalil dan mengatakan bahwa
itu adalah hadits. Akan tetapi beliau
mengajak rakyat untuk mencintai negeri
ini. Beliau menggunakan motto itu
karena benar adanya secara makna.
Seperti halnya kedudukan motto-
motto yang lain seperti hadits-hadits
maudhu’ yang lain tapi maknanya shahih
seperti “Tuntutlah ilmu dari buaian hingga
ke liang lahad”, walaupun maudhu’ tapi
maknanya benar bahwa jika menuntut
ilmu itu tak akan pernah terikat dengan
waktu, usia dan keadaan. Bukan berarti
jika itu hadits dhaif kita dilarang untuk
menyebutkannya seperti yang
didengung-dengungkan saudara-saudara
kita dari aliran Salafi-Wahabi.
Kemudian dalam kitab Dalil al-
Falihin Syarh Riyadh ash-Shalihin jilid 1
halaman 27 disebutkan: “Maka semestinya
bagi orang yang sempurna imannya
hendak membuat kemakmuran akan tanah
airnya dengan amal shaleh.”
Yang dimaksudkan dengan cinta
tanah air itu adalah memakmurkan tanah
airnya, memakmurkan dengan amal-amal
shaleh atau amal-amal yang baik.
Sedangkan tanah air manusia itu ada dua
macam: 1) Tanah air jasmani, yaitu bumi
tempat kita lahir dan berpijak, dan 2)
Tanah air ruhani, yaitu tanah air akhirat,
tempat dimana ruh kita berasal dan akan
kembali nantinya.
Kedua tanah air kita ini harus
dimakmurkan, baik tanah air ruhani
maupun jasmani. Dimakmurkan dengan
perbuatan-perbuatan baik. Sehingga
nantinya kita bisa menuai buahnya:
ﺭَﺑَّﻨَﺎ ﺍَﺗِﻨَﺎ ﻑِﻱ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﺣَﺴَﻨَﺔً ﻭَﻑِﻱ ﺍْﻻَﺣِﺮَﺓِ
ﺣَﺴَﻨَﺔً ﻭَﻗِﻨَﺎ ﻋَﺬَﺍﺏَ ﺍﻟﻨَّﺎﺭِ
Wallahu al-Musta’an A’lam.
Sya’roni As-Samfuriy, Tegal 23 Agustus 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar