Sabtu, 06 Desember 2014

Hidayah Allah dekat dengan Orang yang dekat dengan Allah

(Al-Habib Munzir Al-Musawa)
Pernah seorang pemabuk dan preman yang menjadi biang
kriminal bahkan konon sering menyiksa dan membunuh,
orang tidak melihat ia memiliki sifat baik sedikitpun. Namun
ketika saya diadukan tentangnya, pasalnya adalah ketika
pemuda sekitar wilayah tersebut ingin mengadakan majelis,
namun takut pada orang itu. Mereka akan didamprat dan
diteror oleh si jahat itu. Ia adalah kepala kejahatan yang
konon kebal dan penuh ilmu jahat.
Saya datangi kerumahnya, saya ucapkan salam dan ia tidak
menjawab, ia hanya mendelik dengan bengis sambil melihat
saya dari atas kebawah, seraya berkata, “Mau apa?”
Saya mengulurkan tangan dan ia mengulurkan tangannya dan
saya mencium tangannya, lalu saya pandangi wajahnya
dengan lembut dan penuh keramahan. Saya berkata dengan
suara rendah dan lembut, “Saya mau mewakili pemuda sini,
untuk mohon restu dan izin pada Bapak, agar mereka
diizinkan membuat majelis di musholla dekat sini.”
Ia terdiam… roboh terduduk di kursinya dan menunduk. Ia
menutup kedua matanya. Saat ia mengangkat kepalanya
saya tersentak, saya kira ia akan menghardik dan mengusir,
ternyata wajahnya merah dan matanya sudah penuh airmata
yang banyak. Ia tersedu sedu berkata, “Seumur hidup saya
belum pernah ada kyai datang kerumah saya… Lalu kini… Pak
Ustadz datang kerumah saya, mencium tangan saya… tangan
ini belum pernah dicium siapapun. Bahkan anak-anak
sayapun jijik pada saya dan tak pernah mencium tangan
saya, semua tamu saya adalah penjahat, mengadukan
musuhnya untuk dibantai, menghamburkan uangnya pada
saya agar saya mau berbuat jahat lagi dan lagi…. Kini datang
tamu minta izin pengajian pada saya. Saya ini bajingan,
kenapa minta izin pengajian suci pada bajingan seperti saya.”
Ia menciumi tangan dan kaki saya sambil menangis, ia
bertobat, ia sholat, dan meninggalkan minuman keras dan
criminal.
Konon dia ini sering mabuk, jika sudah mabuk maka tak ada
di kampung itu yang berani keluar rumah. Namun kini
terbalik, ia menjadi pengaman di sana, tak ada orang mabuk
berani keluar rumah jika ada dia.
Dia menjadi kordinator musholla, ia mengatur teman
temannya para preman untuk membersihkan musholla,
dipaksanya para anak buahnya harus hadir majelis, dan
demikianlah keadaanya. Ia bertempat di Legoa, Priok, tempat
yang sangat rawan dengan kriminal. Orang di wilayah itu jika
saya datang mereka berbisik bisik, “Jagoan selatan lagi
ketemu jagoan utara!” Mereka kira saya mengalahkannya
dengan ilmu, padahal hanya kelembutan Muhammad saw
yang saya gunakan.
Hingga kini jika saya jumpa dengan beliau ia pasti menangis
memeluk saya. Saya pernah bercanda dengan meneleponnya,
saya katakana, “Tolong saya, tolong datang ke sini, saya
dalam keadaan genting!”
Ia datang dengan Jaket Jeans, celana jeans, dan dari
wajahnya sudah siap tempur. Ia berkata, “Saya siap mati
Habib, siapapun yang berani mengganggu habib sudah bukan
urusan habib lagi, biar saya yang urus dan saya janji akan
memotong kupingnya dan membawakannya pada habib!”
Saya berkata, “Naik saja ke mobil Pak!”
Ia pun naik, saya masuk ke majelis dan mengajaknya hadir, ia
berkata, “Mana orangnya Habib?”
Saya katakana, “Tidak… (saya tertawa) cuma mau mengajak
bapak ke majelis saya, kangen aja.”
Ia pun lemas dan tertunduk malu. Saya menganggapnya ayah
angkat saya hingga kini.
Kejadian lain adalah ketika paman saya mengadakan
perjalanan dari Lampung ke Jakarta. Ia bersama anak-
anaknya. Ketika masuk pelabuhan Bakauhuni Lampung, ia
melihat seorang berwajah bengis dan menakutkan sedang
duduk di pintu pelabuhan. Paman saya bersalam padanya
dengan lembut. Si garang itu tidak menjawab dan wajahnya
tanpa ekspresi sedikitpun dan acuh saja. Maka lalu paman
saya membeli tiket kapal yang ternyata dipalsu oleh calo. Ia
terjebak dalam penipuan. Maka ketika paman saya
kebingungan dan mulai dikerubuti orang yang menonton,
maka si garang itu muncul. Semua orang mundur melihat ia
datang, lalu ia berkata, “Ada apa Pak?” Paman saya bercerita
akan penipu itu.
Si Garang berkata, “Bagaimana cirri-ciri orang itu?”
Paman saya menceritakannya….
Si Garang pergi beberapa menit dan kembali sambil menyeret
orang itu yang sudah babak belur dihajarnya. Ia berkata
kepada penipu itu, “Kamu sudah menipu keluarga saya! Ini
keluarga saya!” sambil menunjuk pada paman saya.
Rupanya si garang ini preman penguasa pelabuhan itu.
Bagaimana ia bisa mengakui paman saya sebagai
saudaranya? kenalpun tidak, cuma hanya karena paman saya
mengucap salam padanya dengan ramah. Walau wajahnya
tidak berekspresi saat itu, tapi ternyata hatinya hancur, ia
malu dan haru. Mungkin seumur hidupnya belum pernah ada
orang mengucap salam padanya dengan hormat.
Inilah beberapa contoh.
Contoh lainnya adalah ketika saya di suatu masjid, yang
memang sudah kebiasaan saya jika jumpa siapapun yang
lebih tua jika menjabat tangan saya maka saya mencium
tangannya, apakah ia ulama atau bukan. Selesai acara maka
terdengar kabar, seorang muadzin masjid itu ternyata adalah
pencuri kotak amal masjid. Ia bertobat dan mengakui
dosanya kepada sesepuh masjid. Ia menangis dan berkata,
“Tangan saya kotor dengan dosa, hati saya hancur ketika
tangan saya ini dicium oleh habib itu. Saya menyesal, saya
haru, saya terpukul, tangan ini selalu mencuri, tidak pantas
dicium oleh seorang tokoh agama.” Ia pun bertobat.
Di lain kesempatan ketika saya di suatu negeri timur tengah,
saya lihat di bandara para tentara berwajah bengis dengan
senjata laras panjang di pundaknya menjaga di sana sini.
Saya bersalam pada seorang yang tampak bengis sekali.
Saya menunduk hormat dan senyum lembut. Ia tak
menggubrisnya, hanya mendelik dan pergi. Tak lama saya
terkena sedikit masalah di pintu imigrasi, hanya pertanyaan
pertanyaan iseng yang sering dilancarkan petugas imigrasi di
pelbagai Negara. Maka tiba-tiba ada yang membentak di
belakang saya. Ia memerintahkan agar orang itu segera
melewatkan saya. Ketika saya berpaling ternyata tentara tadi.
Ia menarik baju saya untuk segera lewat pintu detektor
pengaman bersamanya dan menghardik petugas pengaman
untuk minggir seraya berkata dengan bahasa arab, “Silahkan
Tuan!”
Saya mengucap terimakasih, ia hanya mengangguk dan pergi.
Subhanallah….
Demikian indahnya akhlak… demikian senjata yang lebih
tajam dari pedang dan lebih mengalahkan dari peluru… ia
mengalahkan musuh dan membuat musuh berbalik menjadi
penolong dan pembela….
Jika mereka yang gelap dan penjahat sedemikian mudahnya
lebur, apalagi orang yang berilmu saudaraku.
Demikian saudaraku yang ku muliakan, semoga dalam
kebahagiaan selalu, semoga sukses dengan segala cita-cita

2 komentar:

  1. Assalamu'alaikum... mas saya izin copy postingannya di blog ini ya , mau saya print buat tambahan ilmu insyaAllah , Terimaksih sudah mau berbagi ilmunya.. syukran Jazakillah Mas Pur :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waalaikumsalaam...
      Tafadhal mba..
      Semua ini milik publik..
      Hal terkait dakwah Sayyidina Muhammad halal di sebarkan

      Hapus