“Sepanjang perjalanan ilmiah Anda, saya belum pernah sekalipun mendapati Anda membantah seseorang. Apa rahasianya wahai Syaikh?” tanya seorang murid kepada Syaikh Abdullah bin Bayyah.
“Saya lebih butuh memperbaiki diri saya sendiri terlebih dahulu. Saya bukan orang sempurna yang lantas bisa seenaknya membincang aib orang lain,” jawabnya.
~ Mauritania, Suku yang Disegani Masyayikh Saudi
“Anda tahu tidak kalau ada satu suku yang sangat disegani oleh masyayikh (para guru) Saudi, namun berasal dari luar Saudi?”
“Suku apa itu, Ustadz?”
“Pernah dengar Mauritaniyyah?”
“Belum, kenapa mereka disegani Ustadz?”
“Karena kebiasaan mereka dalam menuntut ilmu yang sangat luar biasa. Jika ada seorang anak kecil di sana berumur 7 tahun belum hafal al-Quran, itu akan sangat memalukan kedua orangtuanya. Bahkan 7 dari 13 doktor di MEDIU berasal dari Mauritaniyyah.”
“Masya Allah, bagaimana sistem pengajaran mereka?"
“Pertanyaan Anda bagus. Memang kita bukan hanya harus takjub tapi kita harus meniru sistem yang mereka gunakan. Jadi begini, mereka itu mendapatkan pendidikan al-Quran bukan hanya sejak kecil, tapi sejak bayi. Ketika ada seorang ibu hamil, dia tidak akan menghabiskan waktu hanya tidur di kasur. Sang ibu tersebut akan menyibukkan diri untuk nderes (mengulang) hafalannya hingga terasa letih karenanya.
Setelah bayi itu lahir, keluarga yang akan muraja’ah (nderes). Misalkan seorang anak akan muraja’ah kepada bapak atau ibunya, maka ia diwajibkan bermuraja’ah di depan adiknya yang masih bayi pula. Jadi ketika ibunya sedang menggendong bayi tersebut, kakaknya bermuraja’ah kepada ibunya. Kalaupun suara tangis bayi mengganggu kakaknya, ya itulah tantangan untuk anak tersebut.”
“Masya Allah, lalu sistem ketika menginjak remaja bagaimana Ustadz?”
“Ketika berusia 7 tahun ke atas, mereka akan pergi kepada masyaikh untuk belajar agama. Mereka tidak belajar di dalam kelas, melainkan dibuatkan tenda di tengah gurun. Di dalam tenda itulah proses belajar mengajar dilakukan. Mungkin itu menyakitkan karena panasnya, namun itulah kenikmatan bagi mereka yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Bagi mereka ilmu adalah kenikmatan yang tiada tara, jauh melampaui nikmatnya harta sebanyak apapun."
“Masya Allah, Ustadz…”
“Ketika sang guru mereka berkata, “Istami'”, dengarkanlah! maka semuanya menatap sang guru dan menyimak dengan seksama. Tidak ada yang berani menulis bahkan bermain pulpen sekalipun, karena akan dimarahi. Setelah guru menerangkan panjang lebar barulah mereka menulis. Dalam menulispun bukan di selembaran kertas, melainkan di batu, daun, kulit pohon atau sejenisnya yang mereka bawa dari rumah. Kenapa tidak pakai kertas? karena memang itu dilarang, dan mereka hanya membawa selembar saja. Setelah menulis maka tulisan mereka yang berasal dari ingatan itu ditunjukkan kepada sang guru. Jika ada kesalahan maka akan dikembalikan untuk dibetulkan, hingga semua santrinya menuliskan semua yang diucapkan guru. Ketika semua santrinya telah menuliskan dengan benar maka sang guru memerintahkan untuk dihapus.”
“Dihapus Ustadz? Lalu mereka tidak punya catatan pelajaran hari itu dong?”
“Betul. Ketika semuanya sudah benar, hal itu menunjukkan pelajaran yang disampaikan oleh guru sudah dihafal di luar kepala. Jadi catatannya ya ingatan mereka itu. Setelah semuanya benar dan telah dihapus, maka sang guru melanjutkan pelajarannya. Begitu seterusnya sampai pelajaran di hari itu habis. Setelah pulang ke rumah, barulah apa yang diingat mereka tulis ulang dalam buku. Di usia 17 tahun, mereka sudah bisa (berhak) mengeluarkan fatwa, yang berarti mereka sudah menjadi Mufti.”
“Masya Allah, merinding Ustadz.”
“Dulu ketika saya di LIPIA, ada cerita menarik. Dosen saya ketika ingin mencari atau mengingat-ingat sebuah hadits maka beliau bertanya kepada temannya yang masih berstatus mahasiswa S2. Karena apa? Karena temannya itu sudah hafal Kutubus Sittah, Bulughul Maram, Shahihain, dan sekarang sedang menghafal Musnad Imam Ahmad dan sudah hafal 2/3-nya. Anda tahu kan kitab-kitab tersebut tebalnya seperti apa? Itu baru tebalnya, belum isi atau jumlah hadits dari kitab tersebut. Dan yang lebih menakjubkan adalah, mereka bukan hanya hafal matan haditsnya, namun juga sampai ke Rijalul Hadits, Perawi baik tahun lahir sampai wafatnya, mengambil hadits dari siapa saja, dinyatakan tsiqah atau tidak oleh ulama, hingga dia bisa menentukan sendiri sanad hadits tersebut shahih atau tidak."
“Masya Allah, merasa tidak punya apa-apa Ustadz ketika menyadari di belahan bumi lain ada yang mempelajari agama hingga seperti itu…”
Itulah sekilas percakapan tentang kebiasaan hidup orang Mauritania yang diceritakan oleh Ustadz Abdullah Zaidi. Dan Syaikh Abdullah bin Bayyah adalah satu diantaranya. Seorang ulama Ahlussunnah wal Jama'ah yang berasal dari Mauritania, pengajar di Universitas King Abdul Aziz University Saudi Arabia yang bermadzhab Imam Maliki.
~Sekilas Tentang Syaikh Abdullah Bin Bayyah
Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Mahfudz bin Bayyah, dilahirkan pada tahun 1935 di Mauritania. Ia mengajar di Universitas Raja Abdul Aziz di Arab Saudi. Ia seorang yang ahli fikih 4 madzhab, terutama madzhab Maliki.
Masa mudanya dihabiskan untuk mempelajari dan mendalami ilmu agama, khususnya bidang syariah, di Tunisia. Sekembalinya ke Mauritania, ia diamanati sebagai menteri pendidikan lalu menteri kehakiman. Ia juga pernah menjabat sebagai wakil presiden dari presiden pertama negeri Mauritania.
Syaikh Bin Bayyah terlibat di sejumlah dewan pakar, termasuk Dewan Fiqih Islam, suatu institut yang berpusat di Arab Saudi. Ia juga pernah menjabat sebagai wakil presiden dari Persatuan Ulama Internasional, dimana ia lalu mengundurkan diri di pertengahan 2013. Ia juga merupakan anggota dari Dewan Penelitian dan Fatwa Eropa yang berpusat di Dublin, dewan ulama yang fokus mengarahkan pada upaya menjelaskan hukum-hukum Islam yang sensitif terhadap kehidupan Muslim Eropa. Dan ia termasuk diantara 500 orang Muslim paling berpengaruh di dunia tahun 2009-2013.
Syaikh Abdullah bin Bayyah adalah satu diantara sejumlah ulama yang menandatangani Deklarasi Amman, yang memberikan landasan luas dalam mendefinisikan keimanan seorang Muslim. Beliau seorang ulama yang produktif dalam hal tulis menulis, meski kesibukannya sangat padat. Diantara murid (anak-didik) beliau yang ternama adalah al-Habib Ali al-Jufri dan Syaikh Hamzah Yusuf. Selengkapnya bisa Anda kunjungi website resmi beliau;
www.binbayyah.net
Diantara mutiara nasehat beliau adalah: "Siapapun yang mengatakan (bersyahadat), 'Tiada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad Saw. adalah utusan Allah', maka dia merupakan orang Islam. Sementara itu, mencari tahu apa yang ada di hati orang tersebut merupakan sebuah perkara bid'ah." (Sya'roni As-Samfuriy