Jumat, 04 Oktober 2013

Rabiah dari Yaman

RABI’AH DARI HADRAMAUT
Para menulis sejarah menjuluki Syaukhah
Sulthonah sebagai Rabi’ahnya Hdramaut.
Gelar tersebut terasa memang sesuai dengan hal
( keadaan ) dan maqamnya, sejak kecil ia mulai
menulusuri jalan tasawuf, dari segi itu ia
menggungguli Rabiah al-Adawiyah, yang
disebutkan dalam buku-buku sejarah islam.
Sebagaimana yang disebutkan oleh Habib
Muhammad bin Ahmad Assyatiri dalam kitabnya
Al-Adwar, “ ia mempunyai kelebihan tersendiri
karena dari kecil sudah mulai meniti tangga dan
maqam-maqam tasawuf “.
Syaukhah Sulthonah lahir diperkampungan Al-urro,
sebuah dataran yang membentang dari sebelah
timur kampong maryamah hingga ujung hauthah,
yang sekarang dikenl dengan “ Hauthoh
Shulthonah “, sekitar tiga mil dari kota seiwun.
Perkampungan tersebut dihuni oleh kabilah Az-
Zubaidi, salah satu dari kabilah-kabilah Al-
kindiyah, yang terkenal dengan senjata, kekuatan
serta keberaniannya.
Dalam usia dini Sulthonah sudah mulai melangkah
kaki menelusuri jalan tasawuf, dan ia menemukan
jalan kesana disetiap tempat dilembah Hadramaut,
tak jarang para ulama’ dari Tarim, Seiwun,
Ghurfah, syibam, dan lainnya datang
keperkampungan badui itu guna berdakwah
menyampaikan petunjuk Agama ditengah
masyarakat disana.
Keadaan itu semakin hari semakin memeebrikan
kesempatan bagi shulthonah, yang secara diam-
diam selalu mengikuti dan mendengarkan petuah
dan penjelasaan dari para alim ulama’ yang
sengaja mendatangi perkampungannya untuk
menyampaikan dakwah islamiyah.
Tekun mengikuti
dan mendengarkan pelajaran dari para ulama’
serta memilih untuk menelusuri jalan tasawuf.
Itulah kepribadian shulthonah yang dikenal orang-
orang dimasanya, lisannya tak pernah berhenti
membaca sholawat, sampai-sampai dikatakan,
tiada aktifitas lain selain sholawat, kecuali disaat
sholat.
Kepribadianya semakin tampak menakjubkan
terutama bila ditilik lingkungan dan tabiat
masyarakat yang ia diami, keadaan lingkungan
masyarakat dan adat badwi yag akrab dengan
senjata dan kekerasan dan jauh dari dunia
keilmuan tidak membuat Shulthonah patah
semangat, bahkan sebaliknya tantangan yang berat
tersebut membuatnya semakin menggugah
semangatnya dalam menelusuri jalan menuju
petunjuk Allah.
Semangatnya membuat kagum
para kerabat dan kabilahnya, juga kaum
masyayikh ( guru-guru ) zaman itu, hingga para
guru memberikan perhatian khusus kepadanya.
Seiring berjalannya waktu, berkat semua itu nama
Sulthanah semakin dikenal dihampir seluruh
lembah hadramaut, karena dari kecil ia anak yang
baik dan taat serta giat mengerjakan pekerjaan
rumah, sebagai anak perempuan dalam keluarga
ia menenun , menjahit, beternak ayam, memasak
untuk keluarganya, dan pekerjaan rumah yang
biasa dikerjakan oleh remaja putri seusianya,
disamping itu ia juga seorang yang bertaqwa,
penyabar, sufi, gemar menunjukkan kepada orang
lain kejalan yang benar.
Ia juga seorang gadis yang
mempunyai nama baik, menjaga harga diri, dan
dibesarkan dilingkungan keluarga berakhlak mulia
yang merupakan warisan turun temurun dari
kabilahnya.
Syaikhoh shulthanah memiliki hubungan yang erat
dengan keluarga Alawiyyin,khususnya dengan
habib Abdurrahman Assegaf bin Muhammad
Mauladawilah, dan keluarganya. Gambaran
kecintaan dan penghormatannya kepada dzuriyah
Rosulullah terlihat jelas dalam kitab-kitab sejarah
Hadramaut yang memuat hubungan antara dirinya
dan sejumlah tokoh alawiyyin, juga tampak nyata
dari Maqolah yang ditulis Syaikhoh Sulthanah
tentang betapa ia mengagungkan dan menghormati
keturunan Rosulullah dengan tulus dan ikhlas, dan
itu bukan suatu hal yang dibuat-buat atau
dipaksakan.
Syaikhoh Sulthanah adalah gambaran seorang
wanita Hadramaut yang sholihah, bertaqwa, dalam
dirinya menyatu ilmu dan amal, disamping
peranannya dalam kehidupan social masyarakat
yang lurus, memenuhi hak-hak sesama, terlebih
lagi hak-hak Tuhannya, Allah Subhaanahuu
Wata’aalaa.
Ia telah mapu membuktikan bahwa ajaran tasawuf
dihadramaut bukanlah ajaran yang mengajak untuk
mengucilkan diri serta terputrus dari kehidupan
dunia.
Tasawuf adalah ajaran yang mengajak
manusia menuju kemuliaan dan kesucian diri serta
mengajak manusia untuk berperan aktif dalam
menyebarkan ajaran Islam dan mengakkan syariat
dalam kehidupan nyata dimasyarakat. Itu bukan
hanya terbuka untuk laki-laki saja, tetapi
perempuan pun semestinya punya peran penting
dalam hal ini, sebagaimana yg telah ia jalani.
Syaikhoh Sulthanah wafat pada tahun 843 H/ 1439
M. jenazahnya dimakamkan dikampungnya dengan
iringan para pelayat yang tak terhingga jumlahnya,
sampai sekarang makamnya masih terjag dan
ramai diziharai. Wallaahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar