Syeikh Ahmad Arifin berpendapat bahwa setiap
yang ada pasti dapat dikenal dan hanya yang tidakada yang tidak dapat dikenal. Karena Allah adalah
zat yang wajib al-wujud yaitu zat yang wajib
adanya, tentulah Allah dapat dikenal, dan
kewajiban pertama bagi setiap muslim adalah
terlebih dahulu mengenal kepada yang
disembahnya, barulah ia berbuat ibadah
sebagimana sabda Nabi : ﺃَﻭَﻝُ ﺍﻟﺪِّﻳْﻦِ ﻣَﻌْﺮِﻓَﺔُ ﺍﻟﻠﻪِ Artinya:
“Pertama sekali di dalam agama ialah mengenal
AllahKenallah dirimu, sebagaimana sabda Nabi
SAW ﻣَﻦْ ﻋَﺮَﻑَ ﻧَﻔْﺴَﻪُ ﻓَﻘَﺪْ ﻋَﺮَﻑَ ﺭَﺑَّﻪُ ﻭَﻣَﻦْ ﻋَﺮَﻑَ ﺭَﺑَّﻪُ ﻓَﺴَﺪَ
ﺟَﺴَﺪَﻩُ Artinya: “Barangsiapa yang mengenal dirinya,
maka ia akan mengenal Tuhannya, dan
barangsiapa yang mengenal Tuhannya maka
binasalah (fana) dirinya.
Lalu diri mana yang wajib kita kenal? Sungguhnya
diri kita terbagi dua sebagaimana firman Allah
dalam surat Luqman ayat 20 : ﻭَﺃَﺳْﺒَﻎَ ﻋَﻠﻴْﻜُﻢْ ﻧِﻌَﻤَﻪُ ﻇَﻬِﺮَﺓً
ﻭَﺑَﺎﻃِﻨَﺔً Artinya : Dan Allah telah menyempurnakan
bagimu nikmat zahir dan nikmat batin.Jadi
berdasarkan ayat di atas, diri kita sesungguhnya
terbagi dua:1. Diri Zahir yaitu diri yang dapat
dilihat oleh mata dan dapat diraba oleh tangan.2.
Diri batin yaitu yang tidak dapat dipandang oleh
mata dan tidak dapat diraba oleh tangan, tetapi
dapat dirasakan oleh mata hati.
Adapun dalil mengenai terbaginya diri
manusiaKarena sedemikian pentingnya peran diri
yang batin ini di dalam upaya untuk memperoleh
pengenalan kepada Allah, itulah sebabnya kenapa
kita disuruh melihat ke dalam diri (introspeksi diri)
sebagimana firman Allah dalam surat az-Zariat
ayat 21: ﻭَﻓِﻰ ﺍَﻧْﻔُﺴِﻜُﻢْ ﺍَﻓَﻼَ ﺗُﺒْﺼِﺮُﻭْﻥَ Artinya : Dan di dalam
diri kamu apakah kamu tidak memperhatikanny
a.Allah memerintahkan kepada manusia untuk
memperhatikan ke dalam dirinya disebabkan
karena di dalam diri manusia itu Allah telah
menciptakan sebuah mahligai yang mana di
dalamnya Allah telah menanamkan rahasia-Nya
sebagaimana sabda Nabi di dalam Hadis
Qudsi : ﺑَﻨَﻴْﺖُ ﻓِﻰ ﺟَﻮْﻑِ ﺍِﺑْﻦِ ﺁﺩَﻡَ ﻗَﺼْﺮًﺍ ﻭَﻓِﻰ ﺍﻟْﻘَﺼْﺮِ ﺻَﺪْﺭً ﻭَﻓِﻰ ﺍﻟﺼَّﺪْﺭِ ﻗَﻠْﺒًﺎ
ﻭَﻓِﻰ ﺍﻟْﻘَﻠْﺐِ ﻓُﺆَﺍﺩً ﻭَﻓِﻰ ﺍﻟْﻔُﺆَﺍﺩِ ﺷَﻐْﺎﻓًﺎ ﻭَﻓِﻰ ﺍﻟﺸَّﻐَﺎﻑِ ﻟَﺒًّﺎ ﻭَﻓِﻰ ﻟَﺐِّ ﺳِﺮًّﺍ ﻭَﻓِﻰ
ﺍﻟﺴِّﺮِّ ﺃَﻧَﺎ ) ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﺍﻟﻘﺪﺳﻰ )Artinya: “Aku jadikan dalam
rongga anak Adam itu mahligai dan dalam
mahligai itu ada dada dan dalam dada itu ada hati
(qalbu) namanya dan dalam hati (qalbu) ada mata
hati (fuad) dan dalam mata hati (fuad) itu ada
penutup mata hati (saghaf) dan dibalik penutup
mata hati (saghaf) itu ada nur/cahaya (labban),
dan di dalam nur/cahaya (labban) ada rahasia
(sirr) dan di dalam rahasia (sirr) itulah Aku kata
Allah”. (Hadis Qudsi)
Vagaimanakah maksud hadis ini? Tanyalah kepada
ahlinya, yaitu ahli zikir, sebagaimana firman Allah
dalam surat an-Nahal ayat 43 : ﻓَﺎﺳَﺌَﻠُﻮْﺍ ﺃَﻫْﻞَ ﺍﻟﺬِّﻛْﺮِ ﺍِﻥْ ﻛُﻨْﺘُﻢْ
ﻻَﺗَﻌْﻠَﻤُﻮْﻥَ Artinya: “Tanyalah kepada ahli zikrullah
(Ahlus Shufi) kalau kamu benar-benar tidak
tahu.”Karena Allah itu ghaib, maka perkara ini
termasuk perkara yang dilarang untuk
menyampaikannya dan haram pula dipaparkan
kepada yang bukan ahlinya (orang awam),
seabagimana dikatakan para sufi: ﻭَﻟِﻠَّﻪِ ﻣَﺤَﺎﺭِﻡٌ ﻓَﻼَ
ﺗَﻬْﺘَﻜُﻮْﻫَﺎArtinya: “Bagi Allah itu ada beberapa rahasia
yang diharamkan membukakannya kepada yang
bukan ahlinyah”.Nabi juga ada bersabda : ﻭَﻋَﺎﺋِﻴْﻦِ ﻣِﻦَ
ﺍﻟْﻌِﻠْﻢِ ﺍَﻣَّﺎ ﺍَﺣَﺪُ ﻫُﻤَﺎ ﻓَﺒَﺸَﺘْﺘُﻪُ ﻟَﻜُﻢْ ﻭَﺍَﻣَّﺎﺍْﻷَﺥِﺭُ ﻓَﻠَﻮْﺑَﺜَﺘْﺖُ ﺷَﻴْﺌًﺎ ﻣِﻨْﻪُ ﻗَﻄَﻊَ ﻫَﺬَﺍﻟْﻌُﻠُﻮْﻡَ
ﻳَﺸِﻴْﺮُ ﺍِﻟَﻰ ﺣَﻠْﻘِﻪِ Artinya: “Telah memberikan kepadaku
oleh Rasulullah SAW dua cangkir yang berisikan
ilmu pengetahuan, satu daripadanya akan saya
tebarkan kepada kamu. Akan tetapi yang lainnya
bila saya tebarkan akan terputuslah sekalian ilmu
pengetahuan dengan memberikan isyarat kepada
lehernya. ﺍَﻓَﺎﺕُ ﺍﻟْﻌِﻠْﻢِ ﺍﻟﻨِّﺴْﻴَﺎﻥُ ﻭَﺍِﺿَﺎﻋَﺘُﻪُ ﺍَﻥْ ﺗَﺤَﺪَّﺙْ ﺑِﻪِ ﻏَﻴْﺮِ ﺍَﻫْﻠِﻪِ Artinya
: “Kerusakan dari ilmu pengetahuan ialah dengan
lupa, dan menyebabkan hilangnya ialah bila anda
ajarkan kepada yang bukan ahlinya.”
Adapun tentang Ilmu Fiqih atau Syariat Nabi
bersabda: ﺑَﻠِّﻎﺍْﻭُ ﻋَﻨِّﻰ ﻭَﻟَﻮْ ﺍَﻳَﺔً Artinya: “Sampaikanlah oleh
kamu walau satu ayat saja”.
.Adapun Ilmu Fiqih tidak boleh disembunyikan,
sebagaimana sabda Nabi SAW: ﻣَﻦْ ﻛَﺘَﻢَ ﻋِﻠْﻤًﺎ ﻟِﺠَﻤِّﻪِ ﺍﻟﻠﻪِ
ﺑِﻠِﺠَﺎﻡٍ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻨَّﺎﺭِ Artinya: “Barangsiapa yang telah
menyembunyikan suatu ilmu pengetahuan (ilmu
syariat) akan dikekang oleh Allah ia kelak dengan
api neraka”.
Adapun ilmu hakikat atau ilmu batin memang tidak
boleh disiar-siarkan kecuali kepada orang yang
menginginkannya. Memberikan dan mengajarkan
ilmu hakikat kepada yang bukan ahlinya ditakuti
jadi fitnah disebabkan pemikiran otak sebahagian
manusia ini tidak sampai mendalami ke lubuk
dasarnya yaitu ilmu Allah Ta’ala. Ibarat kayu di
hutan tidak sama tingginya, air di laut tidak sama
dalamnya, dan tanah di bumi tidak sama ratanya,
demikian halnya dengan manusia.
Maka ahli Zikir (ahlus Shufi) inilah yang mendekati
maqam wali-wali Allah yang berada di bawah
martabat para nabi dan rasul. Inilah makna tujuan
Allah memerintahkan supaya bertanya kepada ahli
Zikir, karena ahli Zikir adalah orang-orang yang
senantiasa hati dan pikirannya selalu ingat kepada
Allah serta senantiasa mendapat bimbingan ilham
dari Allah SWT.Oleh karena itu, agar kita dapat
mengenal Allah, maka kita harus mempunyai
pembimbing rohani atau mursyid. Tentang hal ini
Abu Ali ats-Tsaqafi bertaka, “seandainya
seseorang mempelajari semua jenis ilmu dan
berguru kepada banyak ulama, maka dia tidak
sampai ke tingkat para sufi kecuali dengan
melakukan latihan-latihan spiritual bersama
seorang syeikh yang memiliki akhlak luhur dan
dapat memberinya nasehat-nasehat. Dan barang
siapa yang tidak mengambil akhlaknya dari
seorang syeikh yang melarangnya, serta
memperlihatkan cacat-cacat dalam amalnya dan
penyakit-penyakit dalam jiwanya, maka dia tidak
boleh diikuti dalam memperbaiki
muamalah”.Namun tidaklah ilmu pengenalah
kepada Allah ini diperoleh dengan mudah begitu
saja seperti mempelajari ilmu syari’at, karena ada
satu syarat yang paling utama yang harus
dilakukan terlebih dahulu yaitu mengambil ilmu ini
dengan dibai’at oleh seorang mursyid yang kamil
mukamil yang masuk dalam rantai silsilah para
syeikh tarekat sufi yang bersambung-sambung
sampai kepada Rasulullah SAW. Oleh karena itu
jalan satu-satunya bagi kita untuk dapat mengenal
Allah adalah dengan mempelajari ilmu tarekat di
bawah bimbingan seorang mursyid. Tanya :
Mengapa hati memegang peran penting di dalam
mengenal Allah?Jawab : Bila kita sebut nama hati,
maka hati yang dimaksud di sini bukanlah hati
yang merah tua seperti hati ayam yang ada di
sebelah kiri yang dekat jantung kita itu. Tetapi hati
ini adalah alam ghaib yang tak dapat dilihat oleh
mata dan alat panca indra karena ia termasuk
alam ghaib (bersifat rohani). Tiap-tiap diri manusia
memiliki hati sanubari, baik manusia awam
maupun manusia wali, begituja para nabi dan
rasul. Pada hati sanubari ini terdapat sifat-sifat
jahat (penyakit hati), seperti : hasad, dengki, loba,
tamak, rakus, pemarah, bengis, takbur, ria, ujub,
sombong, dan lain-lain. Tetapi bilamana ia
bersungguh-sungguh di dalam tarekatnya di bawah
bimbingan mursyidnya, maka lambat laun hati
yang kotor dan berpenyakit tadi akan bertukar
bentuknya dari rupa yang hitam gelap pekat
menjadi bersih putih dengan mengikuti kegiatan
suluk atau khalwat secara kontinyu. Manakala hati
yang hitam tadi telah berubah menjadi putih
bersih, barulah ia memberikan sinar. Hati yang
putih bersih bersinar itulah yang dinamakan hati
Rohani (Qalbu) atau disebut juga dengan diri yang
batin.Seumpama kita bercermin di depan kaca,
maka kita tidak akan dapat melihat apa yang ada
dibalik cermin selain muka kita, karena terhalang
oleh cat merah yang melekat disebaliknya. Tetapi
bila cat merah itu kita kikis habis, maka akan
tampaklah di sebaliknya bermacam-macam dan
berlapis-lapis cermin hingga sampai menembus ke
alam Nur, alam Jabarut, alam Lahut, hingga alam
Hadrat Hak Allah Ta’ala.Itulah sebabnya bila kita
hanya baru sebatas mengenal hati sanubari saja,
maka yang kita lihat hanya diri kita saja, sebab
ditahan oleh cat merah tadi, yaitu sifat-sifat jahat
seperti: takabbur, ria, ujub, dengki, hasad,
pemarah, loba, tamak, rakus, cinta dunia, dan
berbagai penyakit hati lainnya. Tetapi bila mana
cat merah itu telah terkikis habis, barulah ia akan
menyaksikan alam yang lebih tinggi dan
mengetahuilah ia segala rahasia termasuk dirinya
dan hakikatnya dan juga alam seluruhnya dan
akhirnya mengenallah ia akan Tuhannya. Itulah
sebabnya para wali-wali Allah itu lahir dari para
sufi yaitu orang-orang yang telah berhasil
membersihkan hatinya dengan bantuan mursyidnya
pada zahir sedang pada hakikatnya dengan qudrat
dan iradat Allah Ta’ala. Di sinilah terletak wajibnya
mengenal diri untuk jalan mengenal Allah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar